ANTARA YANG JUJUR
DAN YANG DUSTA
DALAM MENCINTAI
ALLAH
Oleh :Abu Usamah JR
Ada banyak orang yang mengaku
mencintai Allah namun tidak sedikit diantara mereka yang tidak benar dalam
mengekspresikan kecintaannya. Tidak jarang juga diantara mereka yang dusta dalam
pengakuannya tersebut. Mereka mengaku mencintai Allah namun dalam hidup kesehariannya
menyelisihi apa yang disyariatkan oleh Allah. Ada lagi yang mengaku mencintai Allah
namun justru berteman dengan musuh Allah dan mengikuti jalan hidupnya.
Allah ‘azza wa jalla membenci
orang‑orang yang hanya sekedar mengatakan sesuatu tapi
tidak membuktikannya dengan perbuatan. Contoh dalam hal ini seperti orang‑orang
yang mengaku mencintai Allah namun tidak membuktikannya dengan perbuatan. Allah
‘azza wa jalla berfirman :
“Wahai orang‑orang
yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu)
sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa‑apa
yang tidak kamu kerjakan.” (Q.S. ash‑Shaff (61): 2‑3)
Maka agar tidak menjadi orang‑orang
yang dibenci oleh Allah, seseorang yang mengaku mencintai Allah harus tahu
bagaimana cara mencintai‑Nya. Sehingga ia bisa dengan benar membuktikan
kecintaannya kepada Allah. Dan ia tidak termasuk orang‑orang
yang dusta dalam pengakuan cintanya kepada Allah.
Allah ‘azza wa jalla telah
memberikan bimbingan tentang jalan untuk mencintai‑Nya.
Allah ‘azza wa
jalla berfirman :
قُلۡ إِن كُنتُمۡ
تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ
ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٣١
“Katakanlah: “Jika kamu
(benar‑benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya
Allah mengasihi dan mengampuni dosa‑dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.”
(QS Ali Imran :31).
Ayat di atas memberikan bimbingan tentang jalan untuk
mencintai Allah adalah dengan mengikuti petunjuk atau ajaran yang dibawa oleh
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Maka siapa yang mengaku mencintai
Allah namun tidak mengikuti petunjuk yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam maka ia telah dusta dalam pengakuan cintanya. Ayat di atas
mengandung beberapa pengertian tentang indikasi seseorang yang jujur dalam
mencintai Allah.
Jika jalan untuk membuktikan kecintaan kepada Allah
seorang hamba harus mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
maka inilah sebagian dari indikasi seseorang jujur dalam mencintai Allah :
1. Menerima dan mengikuti
secara menyeluruh ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Salah satu bukti dari sikap ittiba’ (mengikuti)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah dengan menerima dan mengikuti
semua ajaran yang dibawa oleh Rasulullah. Seseorang yang jujur dalam mencintai
Allah maka ia akan tunduk dan patuh dengan petunjuk yang dibawa oleh beliau.
Ketundukan dan kepatuhan kepada petunjuk yang dibawa
oleh Rasulullah pada hakikatnya adalah ketundukan dan kepatuhan kepada Allah
‘azza wa jalla. Sebab tidak ada satupun perkara yang disampaikan oleh
Rasulullah kepada manusia melainkan bersumber dari wahyu Allah.
Allah ‘azza wa jalla berfirman :
وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن
رَّسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذۡنِ ٱللَّهِۚ وَلَوۡ أَنَّهُمۡ إِذ ظَّلَمُوٓاْ
أَنفُسَهُمۡ جَآءُوكَ فَٱسۡتَغۡفَرُواْ ٱللَّهَ وَٱسۡتَغۡفَرَ لَهُمُ ٱلرَّسُولُ
لَوَجَدُواْ ٱللَّهَ تَوَّابٗا رَّحِيمٗا ٦٤
“Dan Kami tidak mengutus
seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya
jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun
kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka
mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nisa :64).
Pada ayat di atas Allah menyebutkan bahwa para Rasul
diutus oleh Allah adalah untuk ditaati dengan seizin‑Nya.
Maka tidaklah mungkin para Rasul akan mengajak umatnya kepada sesuatu yang
menyelisihi perintah Allah.
Allah ‘azza wa jalla berfirman :
مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَن
يُؤۡتِيَهُ ٱللَّهُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحُكۡمَ وَٱلنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ
لِلنَّاسِ كُونُواْ عِبَادٗا لِّي مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلَٰكِن كُونُواْ
رَبَّٰنِيِّۧنَ بِمَا كُنتُمۡ تُعَلِّمُونَ ٱلۡكِتَٰبَ وَبِمَا كُنتُمۡ
تَدۡرُسُونَ ٧٩
“Tidak wajar bagi seseorang
manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia
berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah‑penyembahku
bukan penyembah Allah”. Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi
orang‑orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan
Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (QS Ali Imran :79).
Maka untuk mencapai derajat sebagai orang‑orang
Rabbani (tunduk dan patuh kepada Allah) tidak ada lain jalannya kecuali dengan
mengikuti petunjuk yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Dan dengan cara ini pula seorang hamba membuktikan kecintaannya kepada Allah. Hanya
dengan jalan ini pula seorang hamba akan mendapatkan kecintaan Allah.
Maka sebuah kedustaan yang besar jika ada seseorang
yang mengaku mencintai Allah namun ia tidak sepenuhnya menerima petunjuk yang
dibawa oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Sebab bagaimana mungkin ia
mengaku mencintai Allah namun mendustakan ajaran yang dibawa oleh utusan‑Nya?.
Maka dustalah orang‑orang yang mengaku mencintai
Allah namun ia menerima ajaran demokrasi dan berhukum dengan hukum buatan
manusia. Telah nampak kedustaan orang‑orang yang mengaku mencintai
Allah namun ia menolak sebagian ajaran yang dibawa oleh Rasulullah dan menerima
sebagian yang lainnya. Bagaimana mungkin seseorang mengaku mencintai Allah namun
ia mengikuti ajaran musuh Allah dan musuh Rasul‑Nya?.
Ketahuilah, bahwa setiap ajaran atau petunjuk yang
bukan dari Allah dan Rasul‑Nya adalah petunjuk dan
ajaran musuh Allah dan musuh Rasul‑Nya. Seseorang tidak akan
pernah mencintai Allah dengan benar kecuali harus dengan cara mengikuti petunjuk
yang dibawa oleh Rasulullah secara totalitas. Tidaklah mungkin seseorang jujur
dalam mencintai Allah jika ia masih menerima ajaran demokrasi, pancasila,
sosialis dan liberal disamping ia menerima ajaran islam. Bahkan ia dituntut
untuk berlepas diri dari semua ajaran tersebut jika ia telah menerima islam dan
mengklaim sebagai orang yang mencintai Allah.
2. Dalam berjuang mengikuti
manhaj yang dibawa dan dipraktekkan oleh Rasulullah.
Jika seseorang memiliki
kecintaan yang jujur kepada Allah, maka pasti ia menginginkan tegaknya dienullah.
Dan untuk itu ia akan berjuang untuk kemenangan dan kejayaan Islam. Maka jika
jujur dalam cintanya kepada Allah maka ia akan menempuh jalan perjuangan yang
telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Sebab ia adalah
sosok yang harus dijadikan teladan dalam kehidupan.
Allah
‘azza wa jalla berfirman :
لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي
رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ
وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا ٢١
“Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.”
(QS Al Ahzab : 21).
Hanya dengan mengikuti manhaj
perjuangan yang telah ditempuh oleh Rasulullah seorang mukmin akan memperoleh
kemenangan. Siapapun yang menempuh jalan perjuangan yang menyelisihi manhaj
Rasulullah pasti akan menunai kegagalan dan kekalahan. Bahkan sekalipun ia melakukan
perjuangan itu karena kecintaannya kepada islam namun tetap saja menjadi sia‑sia
amal perbuatannya di sisi Allah.
Mereka yang mengaku mencintai
Allah dan mencintai islam namun menempuh jalan demokrasi untuk memperjuangkan
islam, pada hakikatnya adalah para pendusta. Sebab bagaimana mungkin ia
memperjuangkan dienullah tapi menempuh jalan musuh Allah?. Para mujahidin
itulah orang-orang yang jujur dalam mencintai Allah . Mereka memperjuangkan tegaknya
dienullah dengan cara yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam.
Dakwah tauhid dan jihad,
itulah jalan perjuangan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah untuk menegakkan
dienullah. Orang‑orang yang jujur dalam mencintai Allah akan menempuh
jalan tersebut. Sedangkan para pendusta akan menempuh jalan lain yang
menyelisihi manhaj yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
3. Menghidupkan sunnah
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam ibadah dan prilaku hidup.
Mengikuti sunnah Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam dalam perilaku kehidupan dan ibadah, itu adalah
salah satu cara dan bukti seorang hamba mencintai Allah. Menegakkan sunnah dalam
cara hidup sehari‑hari, dari urusan yang kecil maupun yang besar itulah
cara seorang hamba mencintai Allah. Jika ada orang yang mengaku mencintai Allah
namun ia mengikuti gaya hidup orang‑orang kafir dalam kehidupan, maka
dustalah pengakuan cintanya.
Hal tersebut seperti orang‑orang
yang mengaku islam namun mengikuti gaya hidup orang‑orang
kafir dalam pakaian, pendidikan, berumah tangga, dalam pergaulan dan pola
fikir. Sebab jalan untuk mencintai Allah tidak bisa ditempuh kecuali dengan
mengikuti dan mencontoh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam
kehidupan.
Sikap ridho dengan ajaran
Rasulullah yang dibuktikan dengan pengikutan kepada beliau dalam ibadah, adalah
salah satu cara untuk mencintai Allah. Sebab Allah tidak akan menerima suatu ibadah
yang dilakukan dengan cara bukan cara yang dicontohkan oleh Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam. Maka mencintai dan mendekatkan diri kepada Allah
tidak bisa ditempuh dengan melakukan perbuatan atau ibadah yang bid’ah
(menyelisihi sunnah). Sehingga dustalah orang-orang yang membuat‑buat
bid’ah
dalam ibadah dengan alasan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sebab membuat
dan melakukan bid’ah adalah termasuk perbuatan yang menunjukkan ketidak ridhoan
kepada sunnah. Dan bentuk perbuatan merasa tidak cukup dengan sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka mencintai Allah hanya bisa dibuktikan
dengan melakukan ibadah sesuai dengan sunnah dan bukan dengan perbuatan bid’ah.
Dengan demikian kita bisa
bermuhasabah tentang jujur atau dustanya kita dalam mencintai Allah.
Wallahu
musta’an
21
Syawal 1438H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar