MEWASPADAI PARA PENGKHIANAT
PERJUANGAN ISLAM
Oleh : Abu Usamah JR
Salah satu persoalan yang
sering menjadi penghambat keberhasilan perjuangan adalah adanya para
pengkhianat. Dalam setiap kancah perjuangan baik yang haq maupun yang bathil, sosok
para pengkhianat selalu ada. Tidak terkecuali dalam perjuangan menegakkan
dienullah. Dan terjadinya pengkhianatan sudah pasti dilakukan oleh orang yang
berada di dalam barisan perjuangan.
Pengkhianatan bisa dilakukan
dalam skala besar maupun kecil, secara sengaja maupun tidak, dengan diniatkan
oleh pelakunya ataupun tidak diniatkan. Di antara contoh kecil dalam hal ini
adalah pembocoran rahasia kaum muslimin kepada pihak musuh. Pelaku dalam hal
ini bisa siapa saja, dan bisa dilakukan dengan sengaja atau tidak, dengan niat
berkhianat ataupun tidak. Sehingga ini menjadi pelajaran bagi setiap orang
untuk tidak menyampaikan tentang setiap yang didengar kepada orang lain. Ia
harus mempertimbangkan antara manfaat dan madharatnya dalam berbicara.
Contoh dalam persoalan ini
seperti yang Allah sebutkan dalam firman‑Nya:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ لَا تَتَّخِذُواْ عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمۡ أَوۡلِيَآءَ تُلۡقُونَ
إِلَيۡهِم بِٱلۡمَوَدَّةِ وَقَدۡ كَفَرُواْ بِمَا جَآءَكُم مِّنَ ٱلۡحَقِّ
يُخۡرِجُونَ ٱلرَّسُولَ وَإِيَّاكُمۡ أَن تُؤۡمِنُواْ بِٱللَّهِ رَبِّكُمۡ إِن
كُنتُمۡ خَرَجۡتُمۡ جِهَٰدٗا فِي سَبِيلِي وَٱبۡتِغَآءَ مَرۡضَاتِيۚ تُسِرُّونَ
إِلَيۡهِم بِٱلۡمَوَدَّةِ وَأَنَا۠ أَعۡلَمُ بِمَآ أَخۡفَيۡتُمۡ وَمَآ
أَعۡلَنتُمۡۚ وَمَن يَفۡعَلۡهُ مِنكُمۡ فَقَدۡ ضَلَّ سَوَآءَ ٱلسَّبِيلِ ١
“Hai orang‑orang
yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh‑Ku
dan musuhmu menjadi teman‑teman setia yang kamu
sampaikan kepada mereka (berita‑berita Muhammad), karena rasa
kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang
datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman
kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar‑benar keluar untuk berjihad
di jalan‑Ku dan mencari keridhaan‑Ku
(janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita‑berita
Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa
yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara
kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang
lurus.” (QS
Al-Mumtahanah: 1).
Ayat diatas turun berkenaan
dengan peristiwa pembocoran rahasia rencana penaklukan kota Makkah yang akan
dilakukan oleh kaum muslimin. Pelaku pembocoran rahasia adalah salah seorang
sahabat Nabi bernama Hathib bin Abi Balta’ah. Ia menulis surat yang hendak
dikirim kepada kaum qurays melalui perantara seorang wanita yang dijadikan
kurir. Dan pada akhirnya upaya untuk membocorkan rahasia ini bisa digagalkan
oleh Rasulullah setelah beliau menerima wahyu.
Hathib ibnu Abi Baltha’ah
melakukan hal tersebut bukan dengan berniat berkhianat atau karena seorang
munafiq. Sebab ia adalah salah seorang sahabat Nabi yang turut serta dalam
perang Badar dan baik keislamannya. Hathib melakukan hal tersebut dengan niat
untuk melindungi keluarganya yang ada di Makkah. Akan tetapi tindakan Hathib
tetap tidak dibenarkan sehingga Allah menurunkan ayat al qur’an untuk
menegurnya.
Membocorkan rahasia kaum
muslimin kepada pihak musuh hanyalah satu contoh bentuk pengkhianatan yang bisa
dilakukan oleh siapa saja yang berada di tengah‑tengah kaum muslimin. Dan
salah satu upaya musuh untuk mengalahkan para pejuang islam adalah dengan memberikan
bayaran bagi siapa yang bersedia menjadi spion yang bekerja untuk mencari informasi
rahasia kaum muslimin. Meskipun sepertinya pekerjaan ini mudah namun madharat yang
ditimbulkan bisa sangat buruk bagi kaum muslimin.
Melakukan pengkhianatan
perjuangan islam besar maupun kecil tetaplah tidak dibenarkan. Sehingga
pelakunya bisa dikafirkan dan dihukum mati karena telah membantu kaum kafir
untuk memerangi kaum muslimin. Diantara hal penting yang harus dilakukan oleh
para mujahidin adalah menjaga pembicaraan dan menyaring setiap informasi yang
didapat. Agar ia tidak menyampaikan rahasia kaum muslimin kepada yang tidak
berhak, kemudian informasi itu sampai kepada pihak musuh. Sehingga dengan
perbuatannya tersebut ia telah merugikan kaum muslimin dan menjadikan ia
menyesal karenanya.
Untuk seseorang menjadi
pengkhianat perjuangan dengan kemauan sendiri tanpa paksaan, ada beberapa
sebab. Namun semua sebab diluar dari sebab karena dipaksa tidaklah diudzur. Contoh
orang yang dipaksa, seperti orang yang ditangkap oleh aparat thoghut kemudian
disiksa dengan cara sadis dan dipaksa menyebutkan rahasia kaum muslimin. Orang
yang dalam keadaan demikian diudzur, namun sebisa mungkin tidak menyebutkan
semua rahasia. Dan sebisa mungkin menyebutkan sedikit informasi dan memilih
informasi yang madharatnya lebih ringan sekalipun jatuh ke tangan musuh.
Ada beberapa kelompok orang
yang berpotensi menjadi pengkhianat perjuangan. Dikatakan berpotensi ini
artinya memungkinkan untuk itu tapi tidak pasti. Maka bisa jadi dengan rahmat Allah
orang tersebut justru diberikan keistiqomahan dalam perjuangan. Maka penyebutan
berpotensi sebagai pengkhianat perjuangan ini sebagai pengingat bagi kita semua
‑termasuk anda dan saya‑ untuk menutup celah dalam
diri kita agar tidak menjadi pengkhianat perjuangan. Dan untuk bersama‑sama
mengantisipasi munculnya para pengkhianat dalam barisan perjuangan kita.
Diantara kelompok manusia
yang berpotensi bisa menjadi pengkhianat perjuangan kaum muslimin adalah:
1. Orang‑orang
yang masuk dalam kategori barisan sakit hati.
Mereka menjadi
demikian diantaranya karena merasa tersisihkan secara politik dari jama’ah kaum
muslimin. Diantara mereka ada orang‑orang yang memiliki ambisi
kepemimpinan tapi ambisinya tidak bisa diraih. Maka kemudian ia merasa tersisih
‑bukan disisihkan‑ dari jama’ah kaum muslimin. Dan ia
tidak bisa menerima keadaan yang demikian sehingga ada perasaan sakit hati.
Atau orang‑orang
yang sebelumnya menjadi tokoh dalam perjuangan namun tersingkirkan akibat kesalahan
yang diperbuat. Kesalahan tersebut seperti tidak amanah, menyalah gunakan
wewenang atau karena pelanggaran syariat yang berat. Orang yang mengalami hal
ini jika tidak berjiwa besar, tidak sadar diri dan tidak ikhlas, bisa
terjangkit penyakit dendam dan sakit hati.
Contoh orang
yang masuk kategori barisan sakit hati adalah gembong munafiq si Abdullah bin Ubay
bin Salul. Dia adalah tokoh yang secara lihai memainkan peran sebagai
pengkhianat perjuangan islam dengan totalitas. Abdullah bin Ubay ibarat duri
dalam daging yang menimbulkan kangker ganas dalam tubuh barisan perjuangan
islam yang dipimpin oleh Rasulullah sholallahu ‘alaihissalam.
Abdullah bin
Ubay bin Salul sebenarnya tidak pernah bersimpati kepada Rasulullah dan kepada islam.
Adapun ia pura‑pura masuk islam adalah dengan misi untuk
melampiaskan dendamnya kepada Rasulullah dan kaum muslimin. Yang sebenarnya
Rasulullah dan kaum muslimin tidak pernah menyakiti Abdullah bin Ubay. Sehingga
tidak pantas jika Abdullah bin Ubay merasa sakit hati dan menyimpan dendam
terhadap Rasulullah dan kaum Muslimin.
Abdullah bin
Ubay merasa sakit hati karena dengan kedatangan Rasulullah dan kaum muslimin dari
makkah ke madinah ia merasa tersisihkan secara politik dari jama’ah kaum
muslimin. Sebab Abdullah bin Ubay sebelum Rasulullah dan kaum muslimin hijrah
ke Madinah, ia adalah seorang tokoh yang telah dipersiapkan oleh kaumnya untuk
menjadi raja. Namun mahkota raja yang sudah dipersiapkan oleh kaumnya batal
dikenakannya dengan kedatangan Rasulullah ke Madinah yang kemudian menjadi
pemimpin atas masyarakat Madinah. Abdullah bin Ubay menganggap Rasulullah
sebagai orang yang telah menggagalkan ambisinya untuk menjadi pemimpin.
Atas latar
belakang peristiwa tersebut Abdullah bin Ubay menyimpan dendam kepada Rasulullah
dan kaum muslimin.Maka kemudian ia pura‑pura masuk islam demi
memuluskan rencana jahatnya untuk menghancurkan kaum muslimin. Maka nampaklah
di mata manusia bahwa Abdullah bin Ubay bagian dari barisan kaum muslimin. Namun
pada hakikatnya hatinya tidak pernah memiliki niat baik kepada islam dan kaum
muslimin.
Maka kemudian
semua peristiwa kegaduhan yang terjadi pada barisan kaum muslimin biang keroknya
adalah Abdullah bin Ubay. Membelotnya 300 orang lebih pasukan kaum muslimin dalam
perang uhud adalah atas hasutan Abdullah bin Ubay. Desas‑desus
yang meresahkan kaum muslimin dalam perang ahzab juga Abdullah bin Ubay trouble
makernya. Bahkan ia dan gerombolannya berencana ingin mengusir Rasulullah dari
Madinah.
Untuk
menghindari celah seorang muslim akan digelincirkan setan sehingga berpotensi
jadi pengkhianat, adalah dengan cara mengikhlaskan setiap amal. Jika dirinya
tidak memiliki posisi penting dalam jama’ah kaum muslimin bukan berarti ia
tidak bisa memberikan peran dalam perjuangan. Karena setiap orang memiliki
potensi yang berbeda yang bisa disumbangkan untuk perjuangan.
Berjiwa besar
tatkala harus melepaskan jabatan juga harus tertanam dalam jiwa para pejuang. Sehingga
ia tidak menjadi lemah apalagi sakit hati ketika dicopot dari jabatannya. Sebab
pada posisi apapun seorang hamba beramal dengan ikhlas maka Allah tidak akan
menyia‑nyiakan amal perbuatannya. Bahkan sekalipun amalnya
tidak diketahui manusia, tapi Allah pasti mengetahuinya.
Contohlah
Khalid bin Walid dalam sikap berjiwa besar.Ia seorang panglima perang islam
paling gemilang, paling legendaris dan tidak pernah terkalahkan. Namun ia
ikhlas tatkala jabatan panglima dicopot dari dirinya. Dan ia pun tetap
bersemangat dalam berjihad meskipun ia hanya seorang prajurit biasa. Sebab ia
berjihad karena Allah, bukan karena orang yang telah mengangkatnya menjadi
panglima.
2. Orang yang memiliki sifat
rakus terhadap kemewahan dunia.
Salah satu hal
yang dilakukan oleh orang‑orang kafir untuk menaklukkan para pejuang islam adalah
dengan kucuran harta. Dengan iming‑iming harta dunia kaum kafir
mencoba merubah para mujahidin dari lawan menjadi kawan. Dan cara ini cukup
efektif untuk menaklukkan orang-orang yang rakus terhadap dunia. Cara seperti
ini sudah dilakukan oleh kaum kafir sejak zaman dahulu kala.
Memang
terkadang ada orang‑orang beriman yang silau dengan kemewahan dunia dan terkagum‑kagum
dengan orang yang memiliki kekayaan berlimpah. Hal tersebut sebagaimana yang
Allah contohkan dalam firman‑Nya:
فَخَرَجَ عَلَىٰ قَوۡمِهِۦ
فِي زِينَتِهِۦۖ قَالَ ٱلَّذِينَ يُرِيدُونَ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا يَٰلَيۡتَ
لَنَا مِثۡلَ مَآ أُوتِيَ قَٰرُونُ إِنَّهُۥ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٖ ٧٩
“Maka keluarlah Qarun kepada
kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang‑orang
yang menghendaki kehidupan dunia, “Moga‑moga kiranya kita mempunyai
seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar‑benar
mempunyai keberuntungan yang besar.” (QS Al Qashash: 79).
Akan tetapi
orang yang memiliki ilmu dan sempurna imannya akan berpandang tidak demikian.
وَقَالَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ
ٱلۡعِلۡمَ وَيۡلَكُمۡ ثَوَابُ ٱللَّهِ خَيۡرٞ لِّمَنۡ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحٗاۚ
وَلَا يُلَقَّىٰهَآ إِلَّا ٱلصَّٰبِرُونَ
“Berkatalah orang‑orang
yang dianugerahi ilmu, “Kecelakaan yang besarlah
bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang‑orang
yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh
orang‑orang yang sabar.”
(QS Al-Qashash: 80).
Ada banyak
kisah dari umat terdahulu bagaimana sifat rakus terhadap harta bisa
menggelincirkan seseorang dari kebenaran. Akibat kecenderungan kepada dunia
menjadikan seseorang berbalik arah dalam perjuangan. Sehingga ia menjadikan
kawan sebagai musuh yang diperangi dan menjadikan lawan sebagai sahabat yang
dibela. Salah satu contoh dalam hal ini adalah Bul’am bin Baurah yang hidup
pada zaman Nabi Musa ‘alaihissalam. Ia adalah seorang ulama yang mengetahui isi
alkitab dan mengetahui asma Allah yang paling agung.
Sifat
kecenderungan kepada dunia menjadikan Bul’am bin Baurah membela kaum kafir yang
diperangi Nabi Musa ‘alaihissalam. Ia pun menjadi sesat dan diperumpamakan
seperti anjing oleh Allah. Dimana salah satu sifat anjing adalah membela tuan
yang telah memberinya makan. Anjing tidak peduli apakah tuannya berada di pihak
yang salah ataukah benar. Bul’am membela kaum kafir padahal ia mengetahui bahwa
kebenaran ada pada pihak Nabi Musa dan pengikutnya.
Allah Azza wa
jalla berfirman tentang Bul’am bin Baurah:
وَٱتۡلُ عَلَيۡهِمۡ نَبَأَ ٱلَّذِيٓ
ءَاتَيۡنَٰهُ ءَايَٰتِنَا فَٱنسَلَخَ مِنۡهَا فَأَتۡبَعَهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ فَكَانَ
مِنَ ٱلۡغَاوِينَ ١٧٥ وَلَوۡ شِئۡنَالَرَفَعۡنَٰهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُۥٓ أَخۡلَدَ
إِلَى ٱلۡأَرۡضِ وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُۚ فَمَثَلُهُۥ كَمَثَلِ ٱلۡكَلۡبِ إِن
تَحۡمِلۡ عَلَيۡهِ يَلۡهَثۡ أَوۡ تَتۡرُكۡهُ يَلۡهَثۚ ذَّٰلِكَ مَثَلُ ٱلۡقَوۡمِ ٱلَّذِينَ
كَذَّبُواْ بَِٔايَٰتِنَاۚ فَٱقۡصُصِ ٱلۡقَصَصَ لَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ ١٧٦
“Dan bacakanlah kepada mereka
berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat‑ayat
Kami (pengetahuan tentang isi Al‑Kitab), kemudian dia
melepaskan diri dari ayat‑ayat itu, lalu dia diikuti oleh
setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang‑orang
yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan
(derajat)nya dengan ayat‑ayat itu, tetapi dia cenderung
kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti
anjing, jika kamu meng halaunya diulurkannya lidahnya, dan jika kamu
membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan
orang‑orang yang mendustakan ayat‑ayat
Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah‑kisah
itu agar mereka berpikir. Amat buruklah perumpamaan orang‑orang
yang mendustakan ayat‑ayat Kami, dan kepada diri
mereka sendirilah mereka berbuat zalim.” (QS Al A’raf: 175‑177).
Contoh lain
adalah Ar-Rajal bin al-Unfuwah seseorang yang pernah menjadi muridnya
Rasulullah shalallahu ‘alaihiwassalam namun menjadi pengikut dan pembela Musailamah
al-Kadzab. Ar-Rajal tahu akan kedustaan Musailamah yang mengaku sebagai nabi. Namun
harta dunia yang ditawarkan Musailamah membuat Ar-Rajal membenarkan kenabian
Musailamah dan menjadi pembelanya. Dan ia pun rela memerangi kaum muslimin demi
membela Musailamah. Akhirnya Ar-Rajal mati dalam keadaan kafir ketika perang
Yamamah.
Karena itu
hendaknya para mujahidin berusaha menjadi pribadi yang mandiri dan tidak bergantung
kepada pihak lain. Sehingga ia tidak bisa ditekan oleh siapapun dalam
menentukan sikap. Yang kedua tentunya juga memiliki sikap qonaah dan tidak
rakus dengan dunia. Sebab sebanyak apapun harta dikumpulkan ia tidak akan
dibawa ketika pemiliknya mati.
3. Orang yang lemah dalam
keimanan.
Ia adalah
orang yang keimanannya mengalami pasang surut. Jika ia mendapatkan keamanan dan
kehidupan yang baik ia akan teguh dalam keimanan. Namun jika ujian dan
kesulitan mendatanginya ia pun menjadi lemah dan berpaling kebelakang.
Allah azza wa
jalla berfirman:
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن
يَعۡبُدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ حَرۡفٖۖ فَإِنۡ أَصَابَهُۥ خَيۡرٌ ٱطۡمَأَنَّ بِهِۦۖ
وَإِنۡ أَصَابَتۡهُ فِتۡنَةٌ ٱنقَلَبَ عَلَىٰ وَجۡهِهِۦ خَسِرَ ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةَۚ
ذَٰلِكَ هُوَ ٱلۡخُسۡرَانُ ٱلۡمُبِينُ ١١
“Dan di antara manusia ada
orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi. Maka jika ia memperoleh
kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu; dan jika ia ditimpa oleh suatu
bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang
demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS Al Hajj: 11).
Maka orang‑orang
yang lemah keimanannya memiliki potensi untuk menjadi pengkhianat perjuangan
tatkala kesulitan dan musibah menghampirinya. Bisa jadi orang‑orang
yang lemah keimanannya hanya akan mengambil posisi yang menguntungkan dirinya. Tatkala
kemenangan berpihak kepada orang‑orang beriman maka ia akan
tetap memposisikan dirinya bersama orang-orang beriman. Namun jika kekalahan
atau bencana menimpa orang‑orang beriman maka ia menampakkan
diri bukan bagian dari mereka. Atau yang lebih parah adalah segera berbelok
arah bergabung dengan pihak musuh.
Orang‑orang
yang memiliki karakter seperti itu dari kalangan mereka yang mengaku beriman memang
ada. Hal tersebut sebagaimana yang Allah katakan dalam firman‑Nya
:
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن
يَقُولُ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ فَإِذَآ أُوذِيَ فِي ٱللَّهِ جَعَلَ فِتۡنَةَ ٱلنَّاسِ
كَعَذَابِ ٱللَّهِۖ وَلَئِن جَآءَ نَصۡرٞ مِّن رَّبِّكَ لَيَقُولُنَّ إِنَّا
كُنَّا مَعَكُمۡۚ أَوَ لَيۡسَ ٱللَّهُ بِأَعۡلَمَ بِمَا فِي صُدُورِ ٱلۡعَٰلَمِينَ
١٠
“Dan di antara manusia ada
orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti
(karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab
Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan
berkata: “Sesungguhnya kami adalah besertamu”. Bukankah Allah lebih mengetahui
apa yang ada dalam dada semua manusia?.” (QS Al Ankkabut :10).
Karena itu untuk membekali
diri dengan keimanan yang kokoh adalah kebutuhan bagi setiap mujahid. Hendaknya
para mujahidin berupaya melakukan hal‑hal yang bisa memperkuat keimanannya.
Diantaranya adalah dengan cara menuntut ilmu, melaksanakan ketaatan, menjauhi maksiat
dan bergaul dengan orang‑orang yang teguh dalam keimanan.
Jika ia belum mampu
mendzahirkan tauhid dan ada orang lain yang mampu mendzahirkan Jika ia belum
mampu mendzahirkan tauhid dan ada orang lain yang mampu mendzahirkan tauhid, hendaklah
ia mendukung dan membantunya. Dan janganlah ia mencela orang yang mempu untuk
mendzahirkan tauhid, ketika dirinya tidak mampu. Namun seharusnya dia berdo’a kepada
Allah agar diberi kemampuan dan kekuatan untuk mendzahirkan tauhid seperti
orang lain.
Dan hal yang perlu diketahui
oleh setiap mujahid adalah bahwa dalam perjuangan pasti ada ujian. Karena itu
persiapkan bekal dan mental untuk menghadapi kerasnya ujian. Agar ia tidak berbalik
kebelakang menjadi musuh perjuangan islam. Dan sebaik‑baik
bekal itu adalah taqwa. Semoga Allah menjaga para mujahidin untuk tetap teguh
di atas millah tauhid dan di dalam jalan jihad fie sabilillah.
Wallahu musta’an
21 Sya’ban 1438H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar