5/28/2019

SARIYYAH, GHAZWAH


PENAKLUKKAN YANG TERJADI 
DI BULAN RAMADHAN


Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam tercurah kepada baginda Rasulullah, kerabatnya, para sahabatnya dan semua yang mengiku­tinya, amma ba’du:
Sesungguhnya bulan Ramadhan mempunyai keistimewaan diband­ing bulan-bulan lainnya; yaitu bulan berpuasa, menegakkan sholat, membaca Al-Quran, sedekah dan seluruh ibadah lainnya. Dalam bulan ini kesungguhan kaum muslimin dalam beribadah lebih dari bulan-bulan lain­nya. Adapun berperang di jalan Allah pada bulan ini, maka para mujahidin memberikan sambutan yang teramat hangat dan perhatian yang lebih besar. Karena dalam bulan Ramadhan, Allah menaklukkan banyak tempat untuk muslimin dan menurunkan kepada mereka rahmat-Nya. Ia adalah bulan yang diberkati, pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup, serta se­tan-setan terbelenggu. Bulan yang mulia, dimana kebaikan dilipatgandakan dan syahwat-syahwat terkekang. Suatu bulan, dimana orang yang berpuasa dan menghidupkan malam-malamnya dengan sungguh-sungguh, akan diam­puni dosanya yang telah lalu, lalu bagaimana halnya dengan yang dia berpua­sa, mendirikan malamnya, dan berjihad didalamnya dengan jiwa, harta dan lisannya!
Oleh sebab itu, sepanjang sejarah, hari-hari di bulan Ramadhan adalah hari-hari jihad dan pertempuran. Dalam bulan ini banyak terjadi pengiriman sa­riyyah (detasemen tempur), penyerbuan, dan penaklukan-penaklukan Islam yang merubah wajah sejarah. Kami akan menyebutkan beberapa saja, karena tidaklah cukup jika peristiwa-peristiwa bersejarah tersebut dirinci satu demi satu:

Sariyyah-sariyyah yang diutus oleh Nabi Shalallahu’alaihi wasallam ketika Ramadhan:
Ghazwah yaitu: pertempuran yang dihadiri atau dipimpin sendiri oleh Rasul (Shallallahu’alaihi wasallam).
Adapun Sariyyah yaitu: detasemen tempur yang dikirim oleh Rosul (Shallallahu’alaihi wasallam), namun Beliau tidak menghadiri atau memimpin pasukan ini. Jumlah sariyyah yang diu­tus oleh Nabi (Shalallahu’alaihi wa sallam) adalah 73 sariyyah, 11 diantaranya dikirim di bulan Ramadhan, yaitu:
1. Sariyyah Sahil Al bahr (pesisir laut) –Ramadhan, tahun pertama Hijrah
Bendera perang yang pertama kali diangkat dalam sejarah Islam, dan langkah pertama dalam perjalanan panjang jihad. Rasulullah memberikannya pada Hamzah dan mengutusnya memimpin 30 laki-laki muhajirin. Mereka be­rangkat untuk menghadang kafilah dagang Quraisy yang datang dari Syam. Ketika mereka sampai di Siif Al-Bahr (suatu daerah di pesisir Laut Merah), 3
kedua belah pihak bertemu dan berbaris untuk bertempur. Akan tetapi kedua kelompok ini dihalang-halangi oleh Majdi ibn ‘Amr Al Juhaniy, dan ia adalah sekutu dari kedua belah pihak, sehingga pertempuran tidak terjadi.
2. Sariyyah ‘Umair Ibn ‘Adiy Al Khathamiy – Ramadhan, tahun kedua Hijrah
Rasulullah (Shalallahu’alaihi wasallam) mengutus sariyyah ini untuk mem­bunuh ‘Ashmaa Binti Marwan yang telah mengejek Islam dan menghasut orang-orang untuk membunuh Rasulullah (Shalallahu ‘Alaihi wa sallam). Pada tengah malam, Umair bin ‘Adiy mendatanginya di rumahnya, kemudian men­ghunus pedangnya dan berhasil menusuk dadanya sampai tembus punggun­gnya.
3. Sariyyah Zaid Ibn Haritsah – Ramadhan, tahun keenam Hijrah
Rasulullah (Shalallahu ‘alaihi wa sallam) mengirimnya ke Bani Fazarah, yang bertempat di salah satu sisi Wadil Qura, lantaran ada beberapa orang Bani Fazarah yang menghadang dagangan kaum muslimin dan merampoknya. Zaid ibn Haritsah kemudian berangkat mengepalai beberapa orang sahabat, mereka berhasil menyergap orang-orang itu secara tiba-tiba, mengepung mer­eka, dan berhasil menawan Ummu Qirfah Fathimah Binti Rabi’ah Al Fazari­yyah, dia seorang wanita yang sudah tua, ditaati dan dimuliakan oleh kaum­nya, sebelumnya dia telah menyiapkan 40 penunggang kuda dari anak-anak dan cucu-cucunya untuk membunuh Nabi (Shalallahu’alaihi wasallam). Maka Zaid Ibn Haritsah membunuh mereka semua juga membunuh Ummu Qirfah.
4. Sariyyah ‘Abdullah Ibn ‘Atiq –Ramadhan, tahun keenam Hijrah
Adalah suku Aus dan Khazraj selalu berlomba dalam membela Rasulullah (Shalallahu’alaihi wasallam). Tatkala suku Aus membunuh Ka’ab Ibn Asyraf, yang telah menyakiti Rasulullah (Shalallahu’alaihi wasallam), suku Khazraj mencari-cari siapa yang permusuhannya atas Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menyerupai Ibn Asyraf . Merekapun menemukan Abu Rafi’ Salam Ibn Abi Al-Haqiq An Nadhariy. Dialah yang mengumpulkan pasukan Ahzab pada perang Khandaq, mendanai kabilah Ghathafan untuk ikut serta dalam koalisi itu, dan selalu mencaci Rasulullah dalam setiap kesempatan. Maka para sahabat dari kalangan Khazraj meminta izin kepada Rasulullah (Shalal­lahu’alaihi wasallam) untuh membunuh Abu Rafi’. Rasulullah memberi izin kepada mereka, lalu mengutus 5 orang dari mereka dan menunjuk Abdullah ibn ‘Atiq untuk memimpin mereka. Sariyyah itupun kemudian menyerbu ke­diaman Abu Rafi’, menghabisinya, dan kemudian kembali ke Madinah den­gan selamat.
5. Sariyyah Ghalib Al-Laitsiy – Ramadhan, tahun keenam Hijrah4
Rasulullah (Shalallahu’alaihi wasallam) mengutusnya kepada Bani ‘Awal dan Bani ‘Abd ibn Tsa’labah yang keduanya itu adalah kabilah Arab Badui di Nejd. Sebelumnya, orang-orang dari kedua kabilah itu menyerbu pinggiran Madinah ketika kaum muslimin sibuk bertempur melawan kafir Quraisy dan Yahudi. Maka kaum muslimin bergerak dengan berkekuatan 130 praju­rit yang dikomandoi oleh Ghalib ibn ‘Abdullah Al Laitsiy. Mereka menyerbu pada waktu fajar, dan membunuh siapapun yang melawan, sedangkan sisan­ya melarikan diri. Mereka berhasil mendapatkan ghanimah berupa unta dan kambing dalam jumlah banyak, lalu menggiringnya ke Madinah.
6. Sariyyah Abu Qatadah As-Sulami – Ramadhan, tahun kedelapan Hijrah
Ketika Rasulullah (Shalallahu’alaihi wasallam) berencana untuk menginvasi Makkah, diutuslah Abu Qatadah Al Harits Ibn Rib’iy dalam satu sariyyah berkekuatan 8 orang menuju Batn Idhom (suatu lembah di utara Makkah) untuk menipu Quraisy dan meng-kamuflasekan tujuan kaum muslimin yang sebenarnya. Sehingga mereka mengira kaum muslimin sedang bergerak menuju arah tersebut. Sariyyah ini berhasil sampai ke tujuannya tanpa me­nemui hambatan. Kemudian mereka pergi dan bergabung dengan pasukan induk kaum muslimin.
7. Sariyyah Khalid ibn Walid – Ramadhan, tahun kedelapan Hijrah
Setelah Rasulullah (Shalallahu’alaihi wasallam) menghancurkan seluruh berh­ala yang berada di dalam Ka’bah ketika penaklukan kota Makkah, Rasulul­lah mengutus beberapa sariyyah untuk menghancurkan berhala-berhala di daerah-daerah tetangga. Maka diutuslah Kholid dengan 30 pasukan berkuda menuju berhala Al ‘Uzza di Nakhlah (lembah diantara Makkah dan Thaif) dan dihancurkanlah berhala itu.
8. Sariyyah ‘Amru Ibn Al-‘Ash – Ramadhan, tahun kedelapan Hijrah
Pada waktu yang sama, Nabi (Shalallahu’alaihi wasallam) mengirim Amru ibn Al-‘Ash memimpin sariyyah menuju berhala Suwaa’ di Ruhath (jauhnya seki­tar 3 mil dari Makkah), mereka lalu menghancurkan berhala itu beserta ru­mah penyimpanannya.
9. Sariyyah Sa’ad Ibn Zaid Al Asyahiliy – Ramadhan, tahun kedelapan Hijrah
Nabi (Shalallahu’alaihi wasallam) juga mengutus Sa’ad Ibn Zaid dengan 20 pa­sukan berkuda menuju berhala Manat di wilayah yang dikenal dengan nama Musyallal (di pesisir Laut Merah). Tatkala mereka sampai di tempat itu, dari 5
dalam bangunan berhala itu muncul seorang perempuan berkulit hitam yang telanjang, dengan rambut acak-acakan, sembari berteriak-teriak akan ke­celakaan dan kebinasaan, sambil memukul-mukul dadanya, maka Sa’ad mem­bunuhnya dan menghancurkan berhalanya.
10. Sariyyah ‘Ali Ibn Abi Tholib – Ramadhan, tahun kesepuluh Hijrah
Rasulullah (Shalallahu’alaihi wasallam) mengutus ‘Ali menuju Yaman, menetap­kan untuknya sebuah panji khusus dan menyerahkannya dengan tangan beli­au sendiri. Maka berangkatlah ‘Ali dengan 300 pasukan berkuda. Ketika tiba, ia mengutus prajuritnya, dan mereka kembali dengan membawa rampasan berupa wanita, anak-anak, binatang ternak dan ghanimah lainnya. Kemudian kaum muslimin bertemu dengan pasukan mereka. Diserulah mereka kepada Islam, namun mereka menolak, malah memanahi serta melempari kaum mus­limin dengan batu. Maka Ali membariskan pasukannya, kemudian menyerbu mereka, dan berhasil membunuh 20 orang. Maka mereka mundur tercerai berai. Ali lalu menghentikan pengejaran, kemudian menyeru mereka kepada Islam dan mereka menyambutnya.
11. Sariyyah Jarir Ibn ‘Abdullah Al Bajaliy – Ramadhan, tahun kesepuluh Hijrah
Rasulullah (Shalallahu’alaihi wasallam)mengutus Jarir Ibn ‘Abdullah bersama 150 pasukan berkuda menuju berhala Dzil Khalashah, sebuah rumah ses­embahan di wilayah Tabaalah (antara Makkah dan Yaman). Rumah ini di­namakan Ka’bah Yamaniyah, karena orang-orang jahiliyah berhaji menuju rumah itu. Tatkala mereka sampai di rumah itu, mereka membakarnya, lalu kemudian menghancurkannya.

Ghazwah yang dipimpin oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam ketika Ramadhan:
Ghazwah yang dipersiapkan dan dipimpin sendiri oleh Nabi (Shalallahu’alaihi wasallam) berjumlah 28 ghazwah, dua ghazwah yang paling penting terjadi di bulan Ramadhan, yaitu: Ghazwah Badar Al-Kubra dan Fathu Makkah.
12. Perang Badar – Ramadhan, tahun kedua Hijrah
Adalah Perang Badr Al-Kubra, perang yang digambarkan oleh Allah Ta’ala da­lam firmannya: “Di hari Furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan.”[Al Anfal : 41], dan Allah Yang Maha Suci menggambarkan pertolongan-Nya kepada kaum muslimin setelah kondisi lemah mereka dengan kalam-Nya: “Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah 6
kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya.”[Ali Imran : 123]
Ketika itu kaum muslimin keluar bersama Rasulullah (Shalallahu’alaihi wa sal­lam) untuk menghadang kafilah Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan, akan tetapi Abu Sufyan mengubah rute kafilahnya melalui pesisir, dan ia mempro­vokasi penduduk Makkah untuk menolongnya. Maka keluarlah mereka un­tuk menghadang kaum muslimin, di bawah pimpinan Abu Jahal. Kedua belah pihak bertemu di Badr (sebuah sumur diantara Makkah dan Madinah). Allah memenangkan orang-orang mukmin, yang ketika itu hanya berjumlah 317 prajurit menghadapi kaum musyrikin yang jumlahnya melebihi seribu praju­rit. Dalam pertempuran ini 14 orang sahabat gugur syahid, 6 orang dari ka­langan Anshar dan 8 dari kalangan muhajirin, sedangkan korban dari kaum musyrikin sebanyak 70 orang dan 70 lainnya tertawan.
13. Ghazwah Fathu Makkah – Ramadhan, tahun kedelapan Hijrah
Makkah Al Mukarramah, negeri yang aman sentosa dan dihormati. Rasu­lullah (Shalallahu’alaihi wasallam) bergerak untuk menaklukkannya dengan 10.000 pasukan setelah kafir Quraisy melanggar perjanjian. Allah menakluk­kannya untuknya dengan kemenangan yang nyata setelah terjadi kontak sen­jata ringan yang memakan korban 16 orang musyrikin dan tiga orang sahabat gugur syahid.
Ibnul Qayyim mendeskripsikan Fathu Makkah dengan kata-katanya: “Ini adalah kemenangan besar; yang dengannya Allah memuliakan Dien-Nya, Ra­sul-Nya, dan tentara-Nya, serta golongan-Nya yang terpercaya, dan menye­lamatkan negeri dan rumah-Nya, yang dijadikannya petunjuk bagi semesta alam, dari tangan orang-orang kafir dan musyrik. Ia adalah kemenangan yang membuat gembira penduduk langit, gendang kemuliaan ditabuh dibawah kerlip bintang Alfa Orion, berbondong-bondong manusia masuk kedalam Dien-Nya, dan bumi memancarkan kemilau kebahagiaan.[Zaadul Ma’ad].
14 Perang Qadisiyyah Ramadhan 15 H
Mutsanna ibn Haritsah selaku gubernur Irak mengutus pembawa pesan ke­pada Khalifah Umar (Radhiallahu ‘anhu), memberitahunya bahwa Raja Per­sia yaitu Yazdajir (Yazdegerd III) sedang memobilisasi pasukannya untuk menyerbu Irak, maka Umar mengumumkan mobilisasi umum dan mengutus sepasukan tentara – disebutkan jumlahnya mencapai empat sampai enam ribu orang, dan bantuan terus mengalir sampai mencapai (30,000) mujahid, di­antara mereka ada (70) sahabat yang ikut serta pada perang Badar dan (300) lainnya adalah para sahabat Rasulullah (Shalallahu ‘alaihi wa Sallam) – Umar mengangkat Sa’ad ibn Abi Waqqash sebagai komandan pasukan. Persia kelu­ar dengan pasukan yang berkekuatan (120.000) tentara, atau lebih, mereka mengendarai gajah-gajah perang dan dikomandoi (Rustum). Dua pasukan ini pun bertemu suatu tempat yang bernama (Qadisiyyah), yang terletak di sela­tan ‘Irak. Terjadi pertempuran sengit yang berlangsung selama tiga hari,yang berujung pada kemenangan kaum muslimin. Kaum muslimin terus mengejar sisa-sisa pasukan Persia dan berhasil membunuh ribuan prajurit, diantaranya Rustum sendiri. Dan pertempuran ini adalah awal mula dari runtuhnya Im­perium Persia.

15 Penaklukkan Pulau Rhodes Ramadhan 53 H
Pulau Rhodes – terletak di timur Laut Mediterania yang menghadap ke arah Iskandariyyah, Mesir, dan pulau ini pada saat itu berada dibawah kekuasaan Romawi, kemudian armada angkatan laut kaum muslimin berhasil menakluk­kannya dibawah kepemimpinan sahabat Junadah ibn Abi Umayyah di zaman Mu’awiyah (Radhiallahu‘anhuma). Posisi pulau ini amat strategis, setelah kaum muslimin berhasil menguasainya, maka kaum muslimin menggunakan pulau ini sebagai pos untuk menghadang dan menyergap kapal-kapal Romawi. Hal itu dikemudian hari berpengaruh besar dalam melemahkan armada laut Ro­mawi.

16 Penaklukkan Andalusia Ramadhan 96 H
Setelah Musa ibn Nushair berhasil melabuhkan (beliau adalah gubernur If­riqiyyah di zaman Khalifah Umawiy al-Walid ibn Abdil Malik) pondasi-pon­dasi islam di al-Maghrib al-Kabir (daerah-daerah di barat Mesir sampai di pesisir Samudera Atlantik) dan mengokohkan tauhid serta jihad dalam jiwa penduduk Maghrib dan Ifriqiyyah (suku Berber atau Amazigh), maka lang­kah berikutnya yang tertinggal adalah penaklukkan Andalusia (Semenanjung iberia, yaitu negara Spanyol dan Portugal saat ini), yang mana semenanjung ini dikuasai oleh kerajaan Goth (Visigoth). Maka Musa ibn Nushair mengutus bekas budaknya, yaitu komandan Thariq ibn Ziyad bersama 12.000 mujahid, yang mayoritasnya adalah suku Berber, pasukan ini berlayar ke utara dan berlabuh di gunung Calpe (Mons Calpe, dalam Bahasa Romawi) dan gunung ini adalah yang dikemudian hari dinamakan dengan nama sang komandan, sehingga jadilah gunung ini dikenal dengan nama Ja­bal Thariq (Gibraltar). Namun Raja Andalusia (Rodrigo atau Roderic) telah bersiap menyambut kaum muslimin dengan pasukan berkekuatan 100.000 prajurit, maka bertemulah kedua pasukan ini di lembah Lakkah atau dataran Barbath (yang sekarang dikenal dengan nama Guadalete). Terjadi pertempu­ran yang amat sengit selama delapan hari, memakan korban 3000 prajurit muslim sebagai syahid dan puluhan ribu tentara Goth, termasuk raja mereka (Roderic). Lalu Allah pun menaklukkan negeri Andalusia untuk kaum mus­limin dan mereka mendirikan sebuah negara Islam yang eksis selama lebih dari tujuh abad.

17 Penaklukkan Negeri Sind Ramadhan 96 H
Di zaman Khalifah Umawiy al-Walid ibn ‘Abdil Malik, dengan perintah dan arahan dari al-Hajaj ibn Yusuf sebagai gubernur Irak pada zaman Daulah Umawiyah, berangkatlah Komandan Muhammad ibn al- Qasim ats-Tsaqafiy – ketika itu ia berumur 17 tahun – membawa pasukan sejumlah 20.000 pra­jurit, dalam rangka menaklukkan negeri Sind (Pakistan dan sekitarnya) yang ketika itu berada dibawah kekuasaan orang-orang Budha dan Hindu. Setelah kaum muslimin berhasil menaklukkan beberapa wilayah, tentara islam pun mengepung kota Debal (dekat dengan kota Karachi pada saat ini). Mereka berhasil menaklukkannya setelah pertempuran sengit selama tiga hari, yang setelahnya penduduk Sind meminta damai tanpa syarat, dan Muhammad al-Qosim menerima dengan baik perdamaian itu.
Lalu kaum muslimin menaklukkan kota Bayrun (yaitu kota Haidarabad). Setelahnya satu demi satu, kota demi kota dan benteng demi benteng terus berjatuhan, sampai akhirnya gerak pasukan Islam terhalangi sungai Mihran (sungai Indus). Segera setelah mereka berhasil menyeberangi sungai terse­but, pasukan Raja Sind (Raja Dahir) telah menyambut mereka, maka terjad­ilah pertempuran sengit yang hasil akhirnya adalah terbunuhnya Dahir dan seluruh negeri Sind menyerah. Maka Muhammad al-Qasim langsung memer­intahkan untuk menghancurkan berhala-berhala dan peninggalan-pening­galan ajaran budha, serta membangun masjid-masjid.

18 Pertempuran Balath Syuhada Ramadhan 114 H
Kaum muslimin terus merayap untuk melanjutkan ekspansinya ke seluruh da­ratan Eropa. Kota demi kota berhasil ditaklukkan. Sampai pada zaman Khal­ifah Hisyam ibn ‘Abdil Malik kaum muslimin Kaum muslimin terus merayap untuk melanjutkan ekspansinya ke seluruh daratan Eropa. Kota demi kota berhasil ditaklukkan. Sampai pada zaman Khalifah Hisyam ibn ‘Abdil Malik kaum muslimin berhasil mencapai ujung barat Perancis, dan kota terakhir yang berhasil ditaklukkan adalah kota (Tours), yang berjarak (295 km) dari Paris. Di kota ini, pasukan Islam yang dipimpin gubernur Andalusia Abdu­rrahman al-Ghafiqiy bermarkas. Disisi yang lain, orang-orang Frank (yaitu orang-orang Prancis) sedang menghimpun seluruh kekuatan dan sekutu-se­kutu mereka dari orang-orang Germania, Saxxon dan kumpulan-kumpulan tentara bayaran, dibawah kepemimpinan (Charles Martel), untuk menghenti­kan ekspansi Islam. Maka di suatu tempat yang bernama (Balath), dinamakan berdasarkan sebuah istana yang tak berpenghuni di situ, kedua belah pihak bertempur sengit dan berlangsung sampai berhari-hari. Ribuan tentara Frank terbunuh, demikian juga ribuan prajurit kaum muslimin gugur sebagai sya­hid, termasuk komandan mereka al-Ghafiqiy. Setelah komandan mereka terbunuh, kaum muslimin mundur dari pertempuran pada malam hari, orang-orang Nashrani tidak mengejar mereka karena dihinggapi rasa takut dan ngeri. Para ahli sejarah menamakan pertempuran ini dengan nama Balath Syuhada, untuk mengenang.

19 Penaklukkan Sisilia Ramadhan 212 H
Di zaman Khalifah ‘Abbasiy al-Ma’mun ibn Harun ar-Rasyid, Gubernur If­riqiyyah yaitu Ziyadatullah ibn al-Aghlab at-Tamimiy menyiapkan angkatan laut yang berkekuatan (10.000) prajurit atau lebih, dan mengirimnya untuk menaklukkan Pulau Shiqiliyyah (Sisilia), pulau terbesar di Laut Mediter­ania, provinsi terbesar Italia, dan pulau terbesar dalam rangkaian kepulau­an yang menghubungkan Benua Afrika dan Eropa serta Laut Mediterania Barat dan Timur. Tentara Islam lalu mengarungi Laut Mediterania di bawah kepemimpinan seorang faqih madzhab Maliki hakim Qayrawan, yaitu Ko­mandan Asad ibn Furat, ketika itu ia berumur 70 tahun. Setelah berlayar selama lima hari, armada Islam berlabuh di pantai-pantai Sisilia, tepatnya di daerah yang bernama (Mazara). Romawi menyambut mereka dengan pa­sukan yang berkekuatan (150.000) prajurit. Terjadilah pertempuran sengit, dan dimenangkan oleh pasukan kaum muslimin. Kemudian Ibn Furat terus bergerak maju dan mengepung kota (Sarqusah) (Syracuse), ditengah-tengah pengepungan Ibn Furat terkena luka-luka yang menyebabkan kematiannya, dan beliau pun dimakamkan disana. Ketika para prajurit melihat Komandan mereka syahid, mereka justru bertempur mati-matian dan mampu memukul mundur pasukan Romawi dan memaksa mereka kabur. Selang beberapa lama, seluruh pulau Sisilia berhasil ditaklukkan, syariat ditegakkan, dan pulau Sisilia tetap berada di pangkuan kaum muslimin selama lebih dari empat abad.

20 Penaklukkan ‘Ammuriyyah Ramadhan 223 H
Di tengah-tengah kesibukan Khalifah ‘Abbasiyyah al-Mu’tashim Billah me­madamkan pemberontakan (Babak al-Khorramiy) di negeri Persia, dimana Babak memimpin pemberontakan orang-orang Gerakan Bathiniyah kotor melawan pemerintahan Bani Abbas; Kaisar Romawi (Bizantium Theophi­los Michael) memanfaatkan kesempatan dengan menyerang Zibathrah dan Malathyah (Sozopetra dan Arsamosata), dua kota Islam, terletak di Turki pada saat ini. Ia menghancurkannya, membantai penduduknya, memutila­si mayat-mayatnya dan menawan wanita-wanita kaum muslimin, diantara yang ditawan itu ada seorang wanita dari Bani Hasyim, seorang Romawi menamparnya dan wanita ini pun meminta tolong kepada Khalifah dengan sebuah perkataan yang terkenal: wa mu’tashomah; Wahai Mu’tashim! Keti­ka kabar tentang wanita tersebut sampai di telinga al-Mu’tashim, ia segera berteriak di istananya: Aku penuhi panggilanmu, aku penuhi panggilanmu! Perang, perang! Beliau bergegas bangkit dan langsung memerintahkan untuk menyiapkan pasukan. Maka keluarlah dari Baghdad sepasukan tentara yang berkekuatan lebih dari 100.000 prajurit.Kemudian dia bertanya kepada para komandannya: Negeri Romawi apa yang paling kuat dan kokoh?
Maka dikatakan kepadanya: Yaitu ‘Ammuriyyah (Amorium), tidak ada salah seorang pun dari kaum muslimin yang bisa mencapainya, dan ‘Ammuriyyah merupakan kota penting orang-orang Nashrani, serta tempat lahirnya Dinasti Ammuriyah yang merupakan nenek moyang Kaisar Theophilos itu sendiri. Maka bergeraklah al-Mu’tashim dan pasukannya menuju ‘Ammuriyyah (yang terletak negara Turki saat ini, di barat daya Ankara). Ketika sampai di suatu tempat yang bernama (Saruj), al- Mu’tashim membagi tentaranya menjadi dua detasemen, detasemen pertama menuju Ankara dipimpin seorang ko­mandan Turki bernama (Haydar ibn Kawus) yang dijuluki al-Afsyin, sedang al-Mu’tashim memimpin pasukan induk. Dalam perjalanannya, pasukan al-Afsyin bertemu dengan pasukan Kaisar Theophilos di wilayah (Dazimon), terjadilah pertempuran sengit yang mengakibatkan kekalahan pasukan Ro­mawi, sehingga membuat Theophilos kabur ke Konstantinopel (sekarang dinamakan Istanbul). Kedua detasemen pasukan Islam bergabung di Anka­ra, dan berhasil menaklukkannya tanpa mendapat perlawanan berarti. Lalu kedua detasemen itu bergerak bersama-sama menuju ‘Ammuriyyah. Sesam­painya di kota itu, mereka mengepungnya dengan amat ketat, karena kota ini adalah sebuah kota yang dibentengi dengan kuat dan kokoh serta mempunyai menara-menara yang tinggi. Ditengah-tengah pengepungan, Kaisar Roma­wi Theophilos mengutus utusan kepada al-Mu’tashim, meminta damai, dan meminta maaf atas perbuatannyakepada kaum muslimin. Ia berjanji untuk melepaskan seluruh tawanan wanita, serta membangun kembali kota-kota yang dihancurkannya, akan tetapi Khalifah menolak tawaran itu, dan terus melakukan pengepungan sampai jatuhnya Ammuriyyah; untuk memberi pe­lajaran kepada Romawi dan mengembalikan kemuliaan wanita-wanita yang suci.
Setelah (11) hari pengepungan dan melontari kota dengan manjaniq, ‘Ammuriyyah berhasil ditaklukkan. Pasukan Islam memasuki kota dengan bertakbir. Mereka membunuh banyak orang-orang Romawidan mendapat­kan ghanimah; berupa harta yang tak terhitung dan tawanan berupa wanita dalam jumlah banyak. Mereka membakar manjaniq (katapel raksasa untuk melontarkan batu) dan dabbabah (battering ram, untuk menjebol dinding atau pintu benteng), serta membebaskan wanita Bani Hasyim tersebut dan membunuh orang Romawi yang menamparnya. Setelah ‘Ammuriyyah jatuh, Theophilos mengirim utusan yang kedua kalinya kepada al-Mu’tashim den­gan membawa hadiah yang banyak dan surat permohonan maaf serta berjanji untuk melaksanakan seluruh syarat al-Mu’tashim, dengan syarat al-Mu’tashim mengembalikan ‘Ammuriyyah, namun al-Mu’tashim kembali menolak untuk kedua kalinya, bahkan ia bertekad untuk terus bergerak untuk menakluk­kan ibu kota Romawi, yaitu Konstantinopel. Namun ia urung bergerak dan malah kembali, karena sebab fitnah internal. Al-Mu’tashim kembali ke Bagh­dad setelah membunuh (30.000) Romawi dan menawan (30.000) lainnya, serta menaklukkan banyak kota, sembari membawa pulang ghanimah yang melimpah. Seorang penyair yaitu Abu Tamamath- Thaiy menggambarkan penaklukkan ‘Ammuriyyah ini dalam suatu kasidah yang bagus sekali, yang pembukaannya berbunyi:
======)||(======
Pedang adalah pembawa berita yang lebih jujur daripada buku Dengan ketajamannya memisahkan antara senda gurau dan sungguh-sungguh
Inilah Ramadhan! Dan beginilah dahulu para sala­fussalih! Jihad, penyerbuan, dan semangat, dan dukungan serta kemenangan dari Allah! Jauh, dan betapa jauhnya perbedaan antara mereka dengan yang menghabiskan hari-hari Ramadhan dengan tidur dan mempersiapkan beraneka rag­am makanan dan minuman! Dan menghabiskan malam malamnya dengan bergadang, senda gurau dan bermain-main.

Wahai Junud Daulah Islamiyyah!
Wahai yang menyiapkan
Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah!

Inilah bulan Ramadhan yang mulia mendatan­gi kalian, maka tunjukkan kepada Allah apa yang dicintai dan diridhai- Nya, lanjutkan jihad kalian, lipat gandakan kesungguhan kalian, sucikan najis orang-orang shafawi dan bungkam orang-orang sekuler, patahkanlah aliansi salibis, dan jangan ka­lian lupakan para singa dan wanita-wanita merde­ka yang terpenjara, karena keluarga mereka telah menunggu untuk merayakan hari raya…
======)||(======

21 Pertempuran az-Zallaqah – Ramadhan 479 H
Sejak awal abad ke 5 Hijriyyah, Negeri Andalusia al-Islamiy terbagi menjadi thawaif (negara-negara kecil) yang saling bermusuhan, yang menyebabkan air liur ketamakan salibis meleleh. Maka kerajaan-kerajaan Kristen Eropa berkoalisi untuk menyerbu Andalusia, dan mencabut Islam di sana sampai ke akar-akarnya. Bergeraklah mereka di bawah kepemimpinan (Alfonso VI) den­gan pasukan yang berjumlah lebih dari (100.000) orang. Mereka menyerbu dan menduduki kota Toledo, Coria, dan Zaragoza, membakar, menghancur­kan dan membantai penduduknya.
Para pemimpin negara-negara kecil itu berkumpul dan sepakat untuk men­girim utusan meminta bantuan Daulah Murabithin di Negeri Maghrib, yang terletak berseberangan dengan Laut Mediterania. Mereka memohon kepada pemimpinnya, yaitu Yusuf ibn Tasyfin (al-Mauritaniy), agar sudi mengirimkan bantuan. Sekalipun umurnya sudah melebihi 70 tahun, akan tetapi ia segera menyambut seruan saudara seaqidahnya, dan bangkit untuk membantu An­dalusia. Ia berlayar dari Pantai Sabtah (Ceuta) dan melabuhkan kapal-kapaln­ya di Pulau Khadra, yang kemudian dijadikannya sebagai benteng utamanya. Kemudian ia memasuki Sevilla, dan menetap di sana selama delapan hari, sambil menunggu kedatangan para pemimpin Andalusia dengan pasukan mereka, untuk secara bersama-sama menggempur pasukan Salibis. Setelah berkumpulnya kaum muslimin yang jumlahnya mencapai (48.000) mujahid, yang mana setengahnya adalah pasukan Andalusia dan sisanya adalah orang-orang Murabithun, mereka segera bergerak untuk menemui musuhnya.
Di saat yang sama, pasukan Salibis juga terus berdatangan dari segala pen­juru. Maka kedua pasukan ini pun bertemu di dataran Zallaqah, Provinsi Badajoz (terletak di barat daya Spanyol, berbatasan dengan Portugal). Kedua kubu berhadaphadapan selama tiga hari, selama tiga hari itu Ibnu Tasyfin ber­negosiasi dengan Alfonso memberikan tiga opsi, yaitu: masuk Islam, memba­yar jizyah, atau diperangi. Ternyata si tinggi hati itu (Alfonso) memilih opsi ketiga. Pada suatu hari yang bersejarah dalam sejarah panjang Islam, barisan mujahidin yang merindukan kesyahidan berjibaku dengan barisan orang-orang Nashrani para penyembah dunia. Pertempuran berkecamuk sengit selama seharian penuh, memakan korban (3000) kaum muslimin syahid, diantara mereka terdapat para ‘ulama, fuqaha, dan hakim. Hampirhampir salibis mendapat kemenangan, namun Ibnu Tasyfin yang mengamati jalannya peperangan dari anak bukit, bersama dengan pengawalnya yang berjumlah (4000) ksatria dari para prajurit Sudan pilihan, langsung menceburkan dirin­ya ke dalam kancah pertempuran. Mereka berhasil memecah barisan Salibis, membantai mereka habis-habisan, sampai bisa mendekati Alfonso, dan Ibnu Tasyfin berhasil menusuknya dengan pisau di pahanya. Ketika itulah jalannya pertempuran berbalik seratus delapan puluh derajat. Allah menganugerahi kaum muslimin pundak-pundak musuhnya. Kaum muslimin membantai, menawan, dan membakar musuhnya. Sedangkan Alfonso sendiri melarikan diri bersama dengan para pengiringnya, hampir-hampir mereka tidak selamat jika saja malam tidak memayungi medan pertempuran. Ketika fajar terbit, para mujahidin menunaikan shalat shubuh di dataran Zallaqah, setelah se­belumnya Ibnu Tasyfin memerintahkan untuk memenggal kepala bangkai­bangkai Salibis lalu menyusunnya membentuk piramida, kemudian memer­intahkan untuk mengumandangkan adzan di atas tumpukan kepala tersebut. Pertempuran Zallaqah telah berakhir dengan kemenangan kaum muslimin dan kehinaan Salibis, sebuah tragedi yang tidak akan bisa mereka lupakan selamanya. Mayoritas tentara Salib tewas pada pertempuran ini, tidak ada yang selamat kecuali hanya (500) orang yang melarikan diri dengan tubuh penuh luka, dan (400) orang dari mereka tewas di tengah perjalanan. Lebih dari (10.000) tentara Salib berhasil ditawan, dan kaum muslimin memperoleh ghanimah yang tak terhitung, diantaranya adalah (100.000 tenda), (70.000) senjata, dan (146.000) hewan tunggangan seperti kuda, bighal, dan keledai. IbnuTasyfin meninggalkan semuanya untuk raja-raja thawaif, dan ia kembali ke negeri Maghrib bersama tentaranya dengan membawa pahala yang besar, setelah berhasil membendung banjir bah Nashrani yang menyerbu Andalusia.
Setelahnya, masyarakat Andalusia kembali menikmati hidup di bawah naun­gan syariat selama empat abad berikutnya.

22 Pertempuran Mematahkan Pengepungan Syam Ramadhan 532 H
Sekalipun terdapat perselisihan internal, para salibis berkoalisi dengan orang-orang Byzantium untuk menyerang negeri Syam. Maka mereka segera ber­layar ke selatan dengan pasukan berkekuatan (100.000) penunggang kuda dan (100.000)infantri. Mereka mampu menjajah beberapa daerah di bagian utara Syam dan melakukan perusakan, kemudian mengepung beberapa kota seperti Aleppo, Syaizar dan kotakota lain. Meskipun perlengkapan dan jum­lah kaum muslimin sedikit, lemahnya Khilafah ‘Abbasiyyah ketika itu, dan munculnya beberapa negara-negara kecil – seperti Daulah Saljuq yang loy­al terhadap orang-orang ‘Abbasiyyah dan menguasai banyak wilayah di Irak dan Syam –para mujahidin dibawah kepemimpinan seorang komandan yang cemerlang, yaitu ‘Imaddudin Zanki, mampu mematahkan pengepungan atas Syam, dan mengusir musuh yang menyerang. Zanki – ia berasal dari kabilah Turkmen, ketika itu menjabat sebagai gubernur Mosul –mampu mengatur jalannya perang sampai mendapatkan kemenangan atas koalisi Byzantium – Salibis, dan berhasil merebut kembali kota-kota di Syam, serta memaksa mereka mundur jauh ke utara Syam. Ia terus memburu mereka dan berhasil membunuh banyak dari mereka. Kesuksesannya itu karena ia berhasil mengo­barkan permusuhan dan menanamkan rasa takut diantara mereka (atau lebih dikenal dalam istilah modern sebagai perang urat syaraf ). Juga keberhasilan­nya mengeksploitasi metode pertempuran baru, ia tidak menghadapi mere­ka secara langsung, namun ia mengirim detasemen-detasemen kecil untuk menyergap pasukan musuh dan membunuh siapapun yang bisa dibunuh, dan detasemen untuk memutus jalur logistic. Terakhir, Zanki berhasil menyatu­kan kaum muslimin yang terpecah-belah dalam beberapa imarah yang saling bertikai.

23 Pertempuran Manshurah Ramadhan 647 H
Dengan restu dari dewan gereja Katholik, orang-orang Eropa bergerak da­lam sebuah pasukan Salib yang dipimpin oleh Raja Perancis (Louis IX) dalam rangka menjajah Mesir dan Baitul Maqdis. Mereka berkumpul di Pulau Cy­prus, jumlah mereka mencapai lebih dari (80.000) tentara. Dalam perjalanan, banyak dari tentara kerajaan-kerajaaan Salib pesisir yang bergabung. Mereka berlayar dengan (1800) kapal perang. Ketika sampai di kota Dumyat (Dami­etta), mereka mendudukinya setelah mendapatinya kosong karena ditinggal­kan penduduknya. Mereka menetap di kota tersebut selama lebih dari 5 bu­lan, mereka merubah masjid-masjidnya menjadi gereja dan membentenginya dengan amat kokoh.
Mesir ketika itu dikuasai oleh keluarga Ayyub, dan rajanya adalah Najmud­din Ayyub (seorang Kurdi asli). Raja yang shalih initelah berhasil menyatu­kan Mesir dan Syam dibawah kekuasaannya. Sebelumnya ia berhasil merebut kembali Baitul Maqdis dari tangan para Salibis setelah beberapa pertempuran sengit yang memakan korban lebih dari (30.000) tentara salib. Dan setelah 30 tahun berlalu para Salibis kembali memobilisasi kekuatannya dan meng­umpulkan seluruh persenjataannya dalam rangka membalas dendam. Ketika para Salibis menjajah kota Dumyat, Raja yang shalih ini sedang berada di Damaskus, karena menderita sakit keras, namun beliau tetap berangkat meni nggalkan pembaringannya, dan bergegas menuju Mesir dengan ditandu, lalu mengumumkan mobilisasi umum. Maka berkumpulah bersamanya sebanyak (25.000) mujahidin. Namun, bersamaan dengan mulainya pergerakan Salibis untuk menjajah Mesir, raja yang shalih ini wafat. Kabar wafatnya beliau dis­embunyikan agar tidak merusak moral para tentara. Setelah wafatnya, pada waktu itu muncul seorang komandan cerdas yang bernama Ruknuddin Bai­bars al-Bunduqdari (seseorang berkebangsaan Turki Kipchak, negara Kazakh­stan sekarang). Ia mengajukan strateginya untuk membendung laju Salibis, yang intinya adalah memancing Salibis untuk memasuki kota Manshurah (terletak di Provinsi Daqhaliyyah sekarang), lalu diblokade dan diserbu se­cara tiba-tiba dan sekaligus. Baibars lalu menutup seluruh jalan-jalan keluar dari Manshurah, dan membuka pintu gerbangnya untuk memancing tentara Salibis. Dia memerintahkan para mujahidin untuk berdiam dan bersiap-siap di seluruh lorong-lorong kota. Pasukan Salibis memakan umpan ini. Pasukan garis depannya (Knight Templar) memasuki kota dan menyangkanya kosong sebagaimana halnya Dumyat, lalu diikuti oleh seluruh pasukan. Setelah itu, kaum muslimin bergegas menutup jalan kembali dengan perisai. Ketika itulah para mujahidin keluar secara serempak dan menyerbu habis-habisan pasukan Salibis. Prajurit yang tidak terbunuh di tangan mujahidin menenggelamkan dirinya di sungai Nil. Dan diwaktu fajar pada hari berikutnya, para muja­hidin segera bergerak ke Dumyat untuk menghabisi sisa-sisa pasukan Sal­ib. Mereka berhasilmenghabisi pasukan Salib di kota Fariskur, sebuah kota di dekat Dumyat. Para mujahidin berhasil membunuh (30.000) Salibis dan menawan (10.000) lainnya, diantara yang tertawan adalah Raja Louis IX itu sendiri. Para Salibis terpaksa menebusnya bersama dengan tawanan lain den­gan imbalan (500.000) dinar dan seluruh kaum muslimin yang ditawan harus dibebaskan, serta menanggung penuh pembanguan kembali kota Dumyat dan Manshurah, juga bersumpah untuk tidak kembali menyerbu negeri-neg­eri kaum muslimin.

24 Pertempuran ‘Ain Jalut Ramadhan 658 H
Setelah mereka menduduki Baghdad dan membunuh Khalifah ‘Abbasiy al- Mu’tashim Billah, dibawah kepemimpinan (Hulagu Khan), Mongol bergerak menuju Syam. Mereka menduduki Damaskus, Aleppo, dan Hama. Kemudi­an Hulagu kembali ke ibukotanya di (Tabriz), memberikan mandate kepada komandannya (Kitbuqa Noyan) untuk melanjutkan ekspansi. Maka berger­aklah pasukan Mongol untuk menjajah Mesir, yang ketika itu dikuasai oleh Daulah Mamluk, dan pemimpinnya adalah Komandan Muzhaffar Saifuddin Quthz al- Khawarizmiy (terletak di sebelah barat Uzbekistan sekarang). Ia mulai mempersiapkan pasukan Islam, memperbaiki jembatan, benteng, dan kastil, kemudian ia bergerak untuk menggempur Tartar dengan pasukan berkekuatan (20.000) mujahid. Ia membagi pasukan menjadi dua detasemen, yang pertama berjumlah sedikit dengan penunggang kuda pilihan, dan yang kedua adalah pasukan induk yang dipimpinnya sendiri. Kemudian ia mema­suki Palestina dan sampai di Gaza yang telah diduduki Mongol, maka dia pun menaklukkannya. Ia terus melanjutkan perjalanan hingga sampai di daerah yang bernama (‘Ain Jalut), sebuah dataran yang terletak di antara kota Bisan dan Nablus di Palestina (dan wilayah ini saat ini dibawah kekuasaan Yahudi semoga Allah melaknat mereka. di ‘Ain Jalut ini pasukan kaum muslimin ber­temu dengan pasukan Tartar yang berjumlah (20.000) prajurit.
Pada suatu hari Jum’at di bulan Ramadhan, pertempuran dimulai. Strategi Quthz adalah menempatkan kubu pertama dari pasukannya berada di garda terdepan, sedang pasukan inti yang dipimpinnya bersembunyi di balik bukit. Strategi ini berhasil mengecoh Kitbuqa, dia menyangka bahwa pasukan yang dihadapinya ini adalah seluruh pasukan kaum muslimin, maka ia menyerang dengan kekuatan penuh. Pasukan kaum muslimin pura-pura kalah dan mun­dur untuk memancing Mongol, terpancinglah tentara Mongol dan terjebak dalam perangkap. Maka ketika mereka berada ditengah-tengah dataran ‘Ain Jalut, keluarlah pasukan yang dipimpin Quthz dan mengepung pasukan Mongol dari seluruh penjuru. Mengetahui hal ini, Mongol terus bertempur membabi buta. Ketika Quthz melihat hal ini, ia melempar topi bajanya, turun dari kudanya, dan bergerak memecah barisan Mongol seraya berteriak “wa Islamaah”. Dengan ini, pasukan Islam mulai menguasai keadaan. Komandan Mongol, Kitbuqa sendiri terbunuh. Tentara Mongol terus berperang memba­bi buta untuk membuka jalan, sehingga sejumlah besar pasukan berhasil se­lamat dan bergerak menuju utara.Kaum muslimin segera bergerak mengejar mereka. Pengejaran terus berlanjut sampai di kota Bisan. Di sana pertempu­ran besar kembali terjadi. Dalam pertempuran ini, pasukan Mongol ditumpas habis, tidak ada seorangpun tentara Mongol yang selamat. Sekalipun pasu­kan kaum muslimin ditimpa musibah dengan banyaknya jumlah syuhada, Quthz tetap memutuskan bergerak bersama pasukannya yang penuh luka untuk membebaskan Damaskus. Akan tetapi ketika penduduk Damaskus mendengar kabar kemenangan kaum muslimin atas Tartar di ‘Ain Jalut, mer­eka menyerang Tartar, berhasil membunuh beberapa dari mereka, menawan sebagian lain dan sedangkan sisa-sisa Tartar kabur dari Damaskus. Quthz me­masuki Damaskus pada hari terakhir di Bulan Ramadhan dengan sambutan meriah penduduknya. Kemudian ia mengirim pasukan untuk membebaskan kota-kota lainnya. Allah mengaruniakannya keberhasilan membebaskan seluruh negeri Syam dari cengkeraman Tartar, dan membebaskan banyak kaum muslimin yang tertawan di penjara-penjara Mongol.

=>> Disini kita akan menyebutkan kembali sebagian ghazwah Daulah Islamiyyah yang terjadi di bulan Ramadhan dari umur Daulah yang diberkahi ini – semo­ga Allah memanjangkan umurnya dan meluaskan kekuasaannya – sesuai den­gan statemen-statemen resmi Daulah pada waktu itu. Kita akan menyebutkan beberapa saja dari ghazwah-ghazwah tersebut, karena ghazwah-ghazwah Dau­lah yang terjadi di bulan Ramadhan itu amat banyak, semisal pada Ramadhan tahun 1434, amaliyyah jihad yang tercatat saja berjumlah (867) amaliyyah, itu selain amaliyyah yang tidak tercatat. Berikut beberapa ghazwah yang ter­jadi selama Ramadhan:

25. Ghazwah al-Asiir (pembebasan tawanan) Pertama – 4 Ramadhan 1430 H
Ghazwah yang diberkahi, diinisiasi oleh Menteri Perang Daulah Islamiyah Syaikh Abu Hamzah Al Muhajir (rahimahullah) dan dieksekusi di jantung kota Baghdad dengan amaliyyah-amaliyyah istisyhadiyyah yang akurat. Merobohkan markas-markas kekafiran dan benteng-benteng syirik pemer­intahan Shafawiyyah: Kementrian Luar Negeri, Kementrian Keuangan, Ke­mentrian Pertahanan, dan bangunan gubernuran Baghdad, serta sebagian sarang-sarang keburukan di Zona Hijau (Green Zone). Gempuran-gempuran ini mengakibatkan hancurnya markas-markas ini dan memakan korban mati dan luka ratusan dedengkot Shafawiyyin.

26. Ghazwah al-Asiir Kedua – 18 Ramadhan 1431 H
Gelombang mengguncang dari gelombang-gelombang gempuran Ghazwah al-Asiir setahun setelah dimulainya operasi ini. Dalam operasi ini, mayori­tas formasi Kementrian Perang Daulah Islam dikerahkan, baik dari detase­men tempur ataupun keamanan, dipelopori oleh barisan istisyhadi. Seluruh rangkaian ghazwah yang berhasil dieksekusi hanya dalam beberapa jam saja ini mencakup seluruh wilayah Irak. Target dipilih secara teliti baik berupa markas-markas, pemusatan kekuatan dan pos-pos pemeriksaan Shafawiyyin, juga gembong-gembong murtad dan perusak. Operasi ini memakan korban ratusan murtaddin terbunuh atau terluka.

27. Shoulatu al-Muwahidin (serangan para muwahid membela kehormatan Ummahatul Mukminin) - 30 Ramadhan 1431 H
Setelah Rafidhah secara terang-terangan dengan lancangnya mencaci Umma­hatul Mukminin – semoga Allah ta’ala meridhai mereka –, beberapa pemuda Daulah Islam yang telah menadzarkan nyawa mereka sebagai tebusan untuk kehormatan Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam segera bangkit. Mereka segera mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, dan memilih salah satu lambing proyek Shafawi sebagai target, yaitu (Komando Operasi Janib ar-Rushafah (salah satu dari Sembilan distrik administrative di Baghdad), dan Komando Pusat militer Irak di Kementerian Pertahanan) yang terletak di daerah administrative Baghdad yang paling dijaga ketat, yaitu daerah Bab al-Mu’adzzam. Ghozwah ini dimulai dengan bomber istisyhadi yang berhasil meledakkan mobilnya di gerbang belakang kompleks, yang berhasil meng­hancurkan Menara pengawas dan membinasakan seluruh penjaganya. Diten­gah-tengah kebingungan dan kengerian yang menimpa murtaddin, 4 in-ghi­masi menyerbu masuk komplek dan berhasil menguasai bangunan utama. Baku tembak dengan tentara Shafawi yang berada di dalam komplek terjadi lebih dari sejam. Tak ketinggalan pesawat Salibis ikut mengambil bagian, na­mun Allah mengaruniakan kepada para pembela-Nya berupa puluhan mur­taddin yang terbunuh dan terluka, sebelum akhirnya para in-ghimasi itu ke­habisan peluru, lalu meledakkan sabuk peledak mereka pada tentara Shafawi yang mencoba menerobos masuk.

28. Ghazwah pembalasan untuk para pemimpin mulia – 14 Ramadhan 1432 H
Pembalasan untuk darah-darah suci yang tertumpah dari Syaikh: Ibn Ladin, Abu ‘Umar, Abu Hamzah, Abu Ibrahim (taqabbalahumullah). Pada pertenga­han Ramadhan, Kementrian Perang melancarkan serangan luas yang meliputi 100 operasi penyergapan yang bermacam-macam. Yang paling besar adalah penyerbuan in-ghimasi ke komplek istana pemerintah di Tikrit, penyerbuan in-ghimasi ke komplek milik Dewan Pemerintahan Provinsi Anbar, penyer­buan 3 in-ghimasi atas markas pusat kepolisian Al Baghdadi, seorang bomber istisyhad yang menyerbu markas intelijen militer di Taji, serangan istisyhad atas Direktorat Bina Marga yang terletak di tengah-tengah kota Najaf, dan serangan istisyhad atas Markas Direktorat Jenderal Kepolisian Tarmiyah, bersamaan dengan peledakkan 16 bom mobil yang diparkir di Karbala, Hil­lah, Bashrah dan lainnya, peledakkan puluhan IED atas target yang berma­cam-macam, mengeksekusi puluhan perwira dengan pistol berperedam, dan masih banyak lagi amaliyyah lainnya.

29. Gelombang pertama operasi Hadmul Aswar (menghancurkan jeruji) – 14 Ramadhan 1432 H
Untuk melaksanakan instruksi Amirul Mukminin Abu Bakr Al Baghdadi (ha­fidzhohullah) lewat pengumuman proyek Hadmul Aswar dan menandai fase baru amal jihad merebut kembali wilayah-wilayah yang pada waktu sebelum­nya Daulah mundur darinya; Katibah-katibah mujahidin berangkat berge­lombang dalam operasi berskala luas menargetkan sendi-sendi proyek Shafa­wi, pengikut dan simpatisannya di seluruh wilayah ‘Iraq. Dalam ghazwah ini, operasi-operasi jihad dalam satu hari berjumlah mencapai 166 amaliyah, yang berhasil memanen kepala-kepala najis Shafawi.

30. Ghazwah Direktorat Kontra Terorisme – 14 Ramadhan 1433 H21

Berangkatlah sekelompok orang-orang mukmin bomber istisyhadi untuk menggempur salah satu symbol proyek Shafawi dan sendi keamanannya di Iraq, yaitu Depertemen Kontra Terorisme yang terletak di pusat kota Bagh­dad. Amaliyyah ini dimulai dengan meledakkan dua bom mobil yang diparkir di pintu gerbang komplek, yang berhasil menewaskan dan melukai puluhan penjaganya. Setelahnya, satu detasemen yang berkekuatan lima in-ghimasi mernyerbu masuk. Target mereka adalah akses masuk di lantai dua dima­na para perwira investigasi biasanya beristirahat. Setelah membunuh sia­papun yang berusaha menghalangi, para ikhwah berhasil mengakses lantai dua. Kemudian mereka memblokade seluruh pintu masuknya dan berhasil mengeksekusi 30 perwira di mejanya masing-masing. Setelah itu, murtaddin berusaha keras untuk mengontrol kembali komplek tersebut, yang seluruhn­ya berujung pada kegagalan. Setelah 7 jam baku tembak sengit, para ikhwah kehabisan peluru, maka tibalah perang sabuk peledak. Tiap kali pasukan penyerbu berusaha masuk, mereka dikejutkan dengan ledakan yang men­cabik-cabik tubuh. Ghazwah ini berhasil menewaskan 70 perwira dan calon perwira, dan komplek tersebut hampir seluruhnya hancur. Para eksekutor ghazwah menulisi dinding-dindingnya dengan kalimat: dengan darah mu­wahhid; Daulah Islam akan terus eksis.

31. Ghazwah Ramadi dan Muqdadiyyah – 6 Ramadhan 1434 H
Tiga in-ghimasi menyerang markas kepolisian andalus di Ramadi. Ghazwah dimulai dengan salah seorang istisyhadi menyerbu masuk menggunakan bom mobil dan meledakkannya ditengah-tengah mereka, disusul dengan dua in-ghimasi yang lain menyerbu masuk untuk menghabisi siapa saja yang tersisa dari mereka. Ketika patroli bantuan sampai, mereka segera terlibat baku tembak sengit selama enam jam. Dalam baku tembak ini salah satu dari keduanya terbunuh, sedangkan yang in-ghimasi yang lain menyergap dan meledakkan sabuk peledaknya di garda terdepan patroli. Disaat itu juga, seorang bomber istisyhadi meledakkan sabuk peledaknya di tengah-tengah pertemuan besar pemimpin dan elemen-elemen milisi Rafidhah di kota Muq­dadiyah, provinsi Diyala. Dua ghazwah ini berhasil membunuh dan melukai lebih dari 100 shafawi.

32. Ghozwah Qahru Tawaghit (memukul mundur taghut) – 13 Ramadhan 1434 H
Untuk memenuhi seruan Syaikh Mujahid Abu Bakar al-Baghdadi hafizahul­lah, yaitu agar menutup proyek “Hadmul Aswar” dengan ghazwah kualitatif yang bisa mengalahkan taghut, menghancurkan belenggu, dan membebas­kan para singa; Berangkatlah katibah-katibah mujahidin, setelah persiapan dan perencanaan berbulan-bulan, menargetkan dua penjara terbesar Pemer­intahan Al Haut (At Taaji). Dimalam ke 13 Ramadhan, para singa tauhid menyerang pintu-pintu utama dan dinding terluar kedua penjara secara bergelombang dengan aliran bom-bom mobil yang dikemudikan oleh bomber istisyhadi. Jumlah bom mobil berhasil diledakkan total mencapai 12 bom mobil den­gan beragam ukuran. Sebelumnya, jalan-jalan yang menuju ke dua penjara tersebut diblokade total setelah cekpoin yang bertebaran berhasil di musnah­kan. Bersamaan dengan itu, semua kamp militer Shafawi yang berdekatan dengan lokasi dihujani dengan lontaran roket dan mortar. Dengan demiki­an, akses-akses menuju ke dua penjara tersebut berhasil diamankan secara sempurna, dan pergerakan bantuan dara dan udara juga berhasil dihalangi. Setelahnya barulah dimulai fase penyerangan dengan detasemen-detasemen in-ghimasi. Baku tembak dengan penjaga pejara berlangsung selama beberapa jam, dan berakhir dengan dikuasainya seluruh Menara pengawas serta ter­bunuhnya seluruh penjaganya. Lalu, bersama dengan detasemen-detasemen yang berhasil dibebaskan, mereka menyisir seluruh bangunan. Dalam bebera­pa jam saja, ribuan tawanan berhasil dibebaskan dan dipindahkan ke tempat yang aman. Lebih dari 160 elemen-elemen Shafawi terbunuh dan puluhan lainnya terluka.

33. Ghozwah sepuluh hari terakhir – 20 Ramadhan 1434 H
Sebagai pembalasan atas tekanan dan pengusiran Rafidhah terhadap terha­dap orang-orang yang lemah dari kalangan ahlus sunnah; Para tentara Dau­lah Islamiyyah segera bergerak dalam amaliah pertama dalam proyek “Ha­shad al-Ajnad” untuk meluluhlantakkan protektorat Shafawi di Baghdad dan wilayah selatan dalam satu hari. Target-target khusus yang telah mengalami proses pemilihan dan pemantauan dipilih dengan teliti. Target-target tersebut berupa komplek-komplek pemerintahan, markas-markas keamanan dan mi­liter, dan sorban-sorban Rafidhah serta sekutu mereka dari pengkhianat ahlus sunnah. Amaliyah ini dieksekusi ketika puncaknya penyebaran personel-per­sonel keamanan pemerintahan Rafidhah. Operasi ini berhasil membunuh dan melukai ratusan dari mereka.

34. Ghazwah pembebasan bandar militer Menagh 27 Ramadhan 1434 hijriyyah
Setelah memblokade bandara tersebut selama lebih dari Sembilan bulan; para prajurit Daulah Islam bergerak untuk membebaskan bandara militer Menagh dari cengkeraman Nushairiyah. Ghazwah dibuka dengan serangan bombar­dier selama tiga hari berkesinambungan. Setelah musuh kelelahan, pasukan pelopor penyerbu segera bergerak, didahului dengan seorang muhajir yang mengendarai BMP, yang berjalan pelan lantaran beratnya bahan peledak. Al­lah memudahkan bomber istisyhadi ini memasuki komplek utama bandara dan meledakkan kendaraannya, yang segera disusul dengan kompi-kompi penyerbu dari tiga sisi. Setelah baku tembak sengit yang berlangsung dari pagi sampai tengah malam, seluruh komplek bandara berhasil dikuasai secara sempurnya, puluhan tentara Nushairi berhasil ditawan.

35. Fathu al-Futuuh (kemenangan gilang gemilang) – 1 Ramadhan 1435 H
Setelah perjalan jihad yang sedemikian panjang, dengan aliran sungai darah para syuhada, dan kehancuran proyek Salibis, Shafawi, orang-orang sekuler, serta setelah Daulah Islamiyah berhasil mengontrol wilayah luas di Irak dan Syam melalui berbagai pertempuran sengit; juru bicara Daulah Islamiyyah Syaikh Abu Muhammad Al ‘Adnaniy (hafidzhohullah) mendeklarasikan di hari Ahad di hari pertama Ramadan 1435 H kembalinya Khilafah Islamiyyah dan pengangkatan Syaikh Ibrahim Ibn ‘Awwad Al Badri Al Husayni (hafid­zhohullah) sebagai Khalifah bagi setiap muslim.



======)||(======
Ya Allah, terimalah syuhada kami,
sembuhkan luka-luka kami, bebaskan dari kami yang
tertawan Ya Allah, jagalah Khilafah ini, pemimpin,
prajurit dan rakyatnya

======)||(======




MAKTAB AL HIMMAH
Daulah Islamiyyah 
Syawal 1437 H 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...