Taushiyah Idul Adha Ustadz Ba'asyir:
Ikuti Millah Ibrahim,
Teguhkan Al-Wala Wal-Baro'
JAKARTA (voa-islam.com) – Tahun ini (2011), Ustadz Abu Bakar Ba’asyir kembali dilarang melaksanakan shalat Idul Adha di lapangan di luar sel.
Amir Jama’ah Anshorut Tauhid (JAT) itu
pun tak bisa berkhotbah di hadapan ribuan umat Islam seperti tahun-tahun
sebelumnya. Sebagai penggantinya, ulama sepuh ini menitipkan taushiyah
Idul Adha kepada jutaan umat Islam kepada voa-islam.com.
Taushiyah ini disampaikan Ustadz Abu
pada hari Jum’at (4/11/2011) untuk diunggah bertepatan pada hari raya
Idul Adha 1432, Ahad (6/11/2011). Berikut ini taushiyah lengkap beliau
dari sel Bareskrim Mabes Polri:
Bismillahirrahmanirrahim...
Idul Adha ini erat hubungannya dengan
masalah Qurban dalam sejarah Nabi Ibrahim alaihissalam. Idul Adha ini
menitikberatkan kita pada perintah untuk mengikuti Millah Ibrahim
sebagaimana dalam Firman-Nya:
"Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah Millah Ibrahim, seorang yang hanif…" (Qs. An-Nahl 123).
Millah Ibrahim itu apa? Dua kata ini
biasanya diterjemahkan menjadi Agama Ibrahim. Pengertian yang
sebenarnya, Millah Ibrahim adalah sikap Nabiyullah dalam beragama,
yaitu: al-wala dan al-baro. Kita disuruh mengikuti dua hal prinsip ini.
WALA’ (LOYALITAS) NABI IBRAHIM
Wala’nya Nabi Ibrahim itu istilahnya
loyal yang mantap. Jadi kalau mantap, sudah tidak ada lagi pikiran dan
perhitungan dunia. Selama ada kemampuan, harus diamalkan!
Contoh pertama, waktu Nabi Ibrahim menikah untuk yang kedua kemudian mendapatkan karunia anak pertama, Ismail.
Ketika anaknya lahir, Nabi Ibrahim
diperintahkan oleh Allah supaya ibunya (Hajar, red) bersama anaknya yang
masih kecil ditempatkan di padang pasir. Menurut akal biasa, Ismail
pasti mati karena di padang pasir itu tidak ada air dan tumbuh-tumbuhan.
Mau dipikir akal bisa stress. Tapi Nabi Ibrahim sami’na wa atho’nya.
Ketika anaknya itu kehausan dia mencari
air berlari kesana kemari, itu yang menjadi ibadah sa’i. Akhirnya dengan
geraknya kaki Nabi Ismail itu timbul sumber yang sekarang ini menjadi
sumur Zamzam dan menjadi tempat yang makmur, banyak orang yang
berkunjung ke sana hingga menjadi Masjidil Haram sekarang ini.
Itulah wala’nya Nabi Ibrahim. Meskipun
menurut perhitungan ketika ada perintah itu, bisa mati. Tapi karena
perintah Allah, maka sami’na wa atho’na tidak boleh ada pertimbangan macam-macam selama ada kemampuan.
Contoh kedua, setelah Ismail besar dia membantu ayahnya mendirikan Ka’bah.
Bayangkan, seorang ayah yang sudah tua
baru punya anak laki-laki satu, anaknya menarik hati, mau menjadi
seorang nabi, tapi turun perintah Allah: “Sembelihlah anakmu..!”
Kalau dipikir pakai akal, beliau bisa
stress yang kedua kali. Tapi Nabi Ibrahim bersikap pasrah terhadap
perintah Allah, sami’na wa atho’na.
Kemudian beliau berkata pada anaknya, “Wahai anakku, aku mendapat perintah ini, diperintah untuk menyembelih kamu.”
Apa kata Ismail? “Amalkan wahai ayahku, aku akan bersabar.” Inilah wala’ yang harus ditiru umat Islam yang ada hubungannya dengan Idul Adha.
Jadi kalau sudah mendengar perintah Allah atau hukum Allah, maka sikapnya harus sami’na wa atho’na.
Jangan ada pertimbangan macam-macam, karena hukum Allah pasti terbaik.
Kalau mampu harus diamalkan, tapi kalau tidak mampu ya amalkan
semampunya.
BARO’ (ANTI LOYALITAS) NABI IBRAHIM
Baro’nya Nabi Ibrahim termaktub jelas dalam surat Al-Mumtahanah ayat 4:
“Sesungguhnya telah ada suri teladan
yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia;
ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas
diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari
(kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan
kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja…”
Prinsipnya, segala yang bertentangan
dengan Islam harus ditolak! Tidak ada pertimbangan yang macam-macam,
pertimbangannya hanya mampu atau tidak tapi prinsipnya ditolak.
Prinsip Millah Ibrahim ini, kalau mau
dipraktikkan sekarang, wala’nya umat islam itu harus memegang teguh
hukum Islam, dan menolak di luar itu. Sedangkan praktik baro’nya menolak
negara Pancasila!
Ini konsekuensi mengikuti Millah
Ibrahim. Negaranya orang Islam itu harus negara Islam, titik! Untuk itu
tidak perlu berunding dengan orang kafir. Kalau mau mari bersama, kalau
tidak mau silakan pergi! Ini pernah diamalkan umat Islam di India pada
waktu itu sehingga berpisah menjadi negara Pakistan.
Jadi, kalau umat Islam mau memaknai
hidupnya dengan Idul Adha yang benar, harus mengikuti Millah Ibrahim
yaitu pegang teguh Syariat tanpa pertimbangan orang kafir, lalu negara
harus berdasarkan Islam seratus persen. Ini harga mati, tidak boleh
tawar-menawar. Siapa yang mau menerima negara Pancasila, hukumnya
musyrik bahkan murtad!
Negaranya orang Islam harus negara Islam, ini harga mati. Seperti kita mengakui kalimat Laa ilaha illallah
(tiada tuhan selain Allah) itu kan harga mati, tidak boleh diutak-atik.
Kita tidak boleh memaksa orang kafir meskipun keyakinannya salah kita
nasihat tapi tidak boleh dipaksa. Kita pun tidak boleh dipaksa, negara
itu harus Islam karena itu tuntutan tauhid bukan masalah politik. Ini
pokok, kesimpulannya begitu. [taz/ahmed widad]
________________
source:http://www.voa-islam.com/read/upclose/2011/11/06/16614/taushiyah-idul-adha-ustadz-baasyir-ikuti-millah-ibrahim-teguhkan-alwala-walbaro/;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar