Bab 12
Meniru golongan kafir
dapat mengakibatkan
Kekafiran atau Dosa
I bnu Taimiyah berkata: “Telah jelas bahwa dalam
syari‘at Islam yang lurus dan ketetapan Allah yang disampaikan kepada rasul-Nya
ada kewajiban menyelisihi golongan kafir dalam semua perkara. Hal ini bertujuan
untuk mencegah berkembangnya keburukan dan untuk menjauhkan diri dari perbuatan
yang menyesatkan.”
Sekiranya sikap mereka kita anggap tidak
menjerumuskan kepada keburukan, maka berdasarkan prinsip syari‘at kita
berkewajiban meninggalkan hal-hal yang dapat mengantarkan kepada perbuatan
terlarang. Kita telah menyaksikan berbagai kemungkaran, bahkan terkadang
menyebabkan seseorang keluar dari Islam sebagai akibat dari perbuatan meniru
golongan kafir.
Rahasia dari semua ini adalah karena meniru
golongan kafir dapat mengakibatkan kekafiran, atau setidaknya merupakan
perbuatan maksiat atau mungkin kedua-duanya. Hal-hal yang dapat menjerumuskan
kepada kekafiran tentu merupakan hal yang diharamkan. Tegasnya, meniru golongan
kafir adalah haram, karena adanya prinsip syari‘at bahwa apapun yang menjadi
penyebab kekafiran haram dilakukan, sekalipun nampaknya ringan. Dasar
pemikirannya adalah suatu perbuatan yang menjadi syarat untuk melakukan
perbuatan wajib, maka syari‘at menetapkan bahwa perbuatan tersebut hukumnya
wajib.
Syari‘at merupakan santapan rohani dan dapat
memperkuat rohani. Hal ini sebagaimana ucapan Ibnu Mas‘ud
yang beliau sandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Setiap
pengundang tamu akan merasa senang jika jamuannya dinikmati dan sesungguhnya
jamuan Allah adalah Al-Qur‘an.”
Dalam urusan jasmani, seseorang akan makan
sesuatu yang diinginkannya di kala lapar. Ia tidak mau makan yang lain karena
tidak suka atau barangkali makanan itu berbahaya bagi dirinya atau tidak
bermanfaat bagi dirinya atau makanan yang dimakannya itu tidak lagi menguatkan
badannya.Seseorang yang melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan
keinginannya, biasanya kurang bersemangat dan kurang bermanfaat. Hal ini
berbeda bila yang ia lakukan itu menarik perhatiannya dan sesuai keinginannya,
maka ia akan bersemangat melakukannya karena keinginannya tersalurkan, mendapat
banyak keuntungan dan dapat menyempurnakan keislamannya. Orang yang suka
mendengarkan nyanyian hanya sebagai hiburan, biasanya kurang berminat untuk
mendengarkan Al-Qur‘an, bahkan mungkin malah tidak suka mendengarkannya. Begitu
pula orang-orang yang suka mendatangi tempat-tempat keramat atau semacamnya,
pada orang semacam ini tidak lagi ada kecintaan dan kerinduan untuk beribadah
haji, karena dalam hatinya tidak lagi ada kecintaan kepada As-Sunnah. Begitu pula
orang-orang yang sudah gemar dengan kata-kata hikmah dan sastra
pujangga-pujangga Parsi dan Romawi, hatinya tidak lagi mencintai kalimat hikmah
dan sastra Islam. Orang-orang yang cinta dengan kisah-kisah dan sejarah para
raja, tentu hatinya tidak lagi tertarik dengan kisah-kisah dan sejarah para
nabi. Dan contoh-contoh semacam ini masih banyak lagi. Oleh karena itu, dalam
sebuah hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam disebutkan:
مَاابْتَدَعَ
قَوْمٌ بِدْعَةً إِلَّا نَزَعَ اللَّهُ عِنْهُمْ مِنَ السُّنَّةِ مِثْلِهَا
“Bila suatu kaum
menciptakan suatu perbuatan bid‘ah, maka Allah pasti akan enghilangkan sunnah
nabinya dari mereka sebanding dengan bid‘ah yang ia ciptakan.” (HR. Ahmad)
Syari‘at Islam sangat keras menentang
orang-orang yang menciptakan bid‘ah dan mengingatkan mereka. Sebab, apabila
seseorang telah terbiasa dengan perbuatan bid‘ah, maka ia akan menganggap
bid‘ah tersebut sebagai perbuatan yang ringan. Bahkan perbuatan-perbuatan
bid‘ah ini dapat menyebabkan hati dan agamanya rusak. Ia tidak lagi dapat
merasakan manfaat syari‘at Islam karena hatinya sudah tidak lagi lapang untuk
menerimanya.
Perbuatan meniru hal-hal yang dhahir dapat
menjadikan seseorang kemudian meniru perbuatan-perbuatan tercela yang berkaitan
dengan akhlak, bahkan bisa sampai pada perbuatan yang berkaitan dengan aqidah.
Dampak buruk yang timbul dari meniru golongan kafir terkadang tidak segera
terlihat. Akan tetapi, setelah dampak tersebut terasakan pada diri seseorang,
biasanya sulit menghilangkannya. Segala perbuatan yang menyebabkan terjadinya
kerusakan adalah haram. Meniru hal-hal yang dhahir akan menumbuhkan kecintaan,
rasa senang dan sifat loyal. Kecintaan yang tertanam dalam hati akan melahirkan
sikap meniru perilaku lahiriah. Hal ini telah terbukti dengan banyak
pengalaman.
Sebagai contoh, dua orang laki-laki yang berasal
dari suatu negeri, bila keduanya bertemu di negeri asing, maka kecintaan, kasih
sayang dan perasaan loyal antara keduanya akan menjadi sangat kuat, sekalipun
sewaktu di negerinya sendiri kedua orang tersebut tidak saling kenal bahkan
mungkin saling bermusuhan. Hal itu karena kebersamaan ketika di negeri asal
berbeda dengan kebersamaan di negeri asing. Bahkan dua orang yang bertemu dalam
perjalanan atau di negeri asing, hanya karena keduanya ada persamaan sorban,
pakaian, model rambut, kendaraan atau yang lainnya, dapat menambah rasa
kedekatan antara keduanya. Begitu pula kita temukan di dunia ini orang-orang
yang profesinya sama, rasa keterikatan dan kedekatan satu sama lain menjadi
amat kuat, sekalipun mereka dalam situasi bermusuhan atau berperang, baik
perang karena kekuasaan atau karena agama.
Begitu pula kita dapati para raja atau yang
lain, sekalipun negeri dan wilayah kekuasaan mereka saling berjauhan, bila satu
dengan yang lain terdapat persamaan, mereka akan saling dekat. Hal ini semua
merupakan fitrah atau tabi‘at kecuali apabila ada rintangan agama atau tujuan
tertentu.
Bila perbuatan meniru atau menyerupai mereka
dalam urusan keduniaan dapat menyebabkan kecintaan dan rasa loyal, apa lagi
perbuatan meniru dalam urusan-urusan agama? Dampak dari meniru atau menyerupai
dalam hal agama tentu lebih besar lagi pengaruhnya terhadap rasa loyalitas,
kecintaan kepada mereka yang bertentangan aqidahnya. Allah berfirman pada surah
Al Maidah ayat 51-53:
۞يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا
تَتَّخِذُواْ ٱلۡيَهُودَ وَٱلنَّصَٰرَىٰٓ أَوۡلِيَآءَۘ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلِيَآءُ
بَعۡضٖۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمۡ فَإِنَّهُۥ مِنۡهُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا
يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّٰلِمِينَ ٥١ فَتَرَى ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ
يُسَٰرِعُونَ فِيهِمۡ يَقُولُونَ نَخۡشَىٰٓ أَن تُصِيبَنَا دَآئِرَةٞۚ فَعَسَى ٱللَّهُ
أَن يَأۡتِيَ بِٱلۡفَتۡحِ أَوۡ أَمۡرٖ مِّنۡ عِندِهِۦ فَيُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَآ
أَسَرُّواْ فِيٓ أَنفُسِهِمۡ نَٰدِمِينَ ٥٢ وَيَقُولُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ
أَهَٰٓؤُلَآءِ ٱلَّذِينَ أَقۡسَمُواْ بِٱللَّهِ جَهۡدَ أَيۡمَٰنِهِمۡ إِنَّهُمۡ
لَمَعَكُمۡۚ حَبِطَتۡ أَعۡمَٰلُهُمۡ فَأَصۡبَحُواْ خَٰسِرِينَ ٥٣
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman dekat kamu. Mereka itu
menjadi teman satu dengan yang lain. Barang siapa di antara kamu menjadikan
mereka sebagai teman, maka ia termasuk golongan mereka. Sungguh Allah tidak
akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang dhalim. Maka engkau (Muhammad)
melihat orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit, mereka segera berkata:
‘Kami khawatir bahwa kami akan mendapat musibah.’ Maka mudah-mudahan Allah
mendatangkan kemenangan atau adzab dari sisi-Nya, sehingga mereka menyesali
atas apa yang telah mereka rahasiakan dalam hati mereka.Orang-orang beriman
berkata: ‘Inikah orang-orang yang telah bersumpah dengan sungguh-sungguh dengan
nama Allah, bahwa mereka pasti bersama kamu?’ Amal perbuatan mereka sia-sia
sehingga mereka menjadi golongan yang rugi.”
Allah juga mencela golongan Yahudi dan Nasrani pada surah Al
Maidah ayat 78-81:
لُعِنَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ
مِنۢ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُۥدَ وَعِيسَى ٱبۡنِ مَرۡيَمَۚ
ذَٰلِكَ بِمَا عَصَواْ وَّكَانُواْ يَعۡتَدُونَ ٧٨ كَانُواْ لَا يَتَنَاهَوۡنَ عَن
مُّنكَرٖ فَعَلُوهُۚ لَبِئۡسَ مَا كَانُواْ يَفۡعَلُونَ ٧٩ تَرَىٰ كَثِيرٗا
مِّنۡهُمۡ يَتَوَلَّوۡنَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْۚ لَبِئۡسَ مَا قَدَّمَتۡ لَهُمۡ
أَنفُسُهُمۡ أَن سَخِطَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِمۡ وَفِي ٱلۡعَذَابِ هُمۡ خَٰلِدُونَ ٨٠ وَلَوۡ
كَانُواْ يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلنَّبِيِّ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيۡهِ مَا ٱتَّخَذُوهُمۡ
أَوۡلِيَآءَ وَلَٰكِنَّ كَثِيرٗا مِّنۡهُمۡ فَٰسِقُونَ ٨١
“Allah melaknat orang-orang kafir dari Bani
Israil dengan lisan Daud dan `Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan
mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain tidak pernah
melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa
yang selalu mereka perbuat itu. Kamu melihat kebanyakan dari mereka
tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat
buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah
kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman
kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al
Kitab), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrik itu menjadi
penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Oleh karena meniru atau menyerupai perbuatan dhahir merupakan
lambang kecintaan, maka perbuatan tersebut diharamkan seperti yang telah
dijelaskan di atas.
_____________
source: Books: Bahaya Mengekor Non Muslim (Mukhtarat
Iqtidha’ Ash-Shirathal Mustaqim Syaikh Ibnu Taimiyah). Muhammad bin Ali
Adh-Dhabi‘i, Penerbit Media Hidayah,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar