5/31/2019

BAHAYA MENGEKOR NON MUSLIM BAB 12



Bab 12
Meniru golongan kafir
dapat mengakibatkan Kekafiran atau Dosa
I bnu Taimiyah berkata: “Telah jelas bahwa dalam syari‘at Islam yang lurus dan ketetapan Allah yang disampaikan kepada rasul-Nya ada kewajiban menyelisihi golongan kafir dalam semua perkara. Hal ini bertujuan untuk mencegah berkembangnya keburukan dan untuk menjauhkan diri dari perbuatan yang menyesatkan.”

Sekiranya sikap mereka kita anggap tidak menjerumuskan kepada keburukan, maka berdasarkan prinsip syari‘at kita berkewajiban meninggalkan hal-hal yang dapat mengantarkan kepada perbuatan terlarang. Kita telah menyaksikan berbagai kemungkaran, bahkan terkadang menyebabkan seseorang keluar dari Islam sebagai akibat dari perbuatan meniru golongan kafir.

Rahasia dari semua ini adalah karena meniru golongan kafir dapat mengakibatkan kekafiran, atau setidaknya merupakan perbuatan maksiat atau mungkin kedua-duanya. Hal-hal yang dapat menjerumuskan kepada kekafiran tentu merupakan hal yang diharamkan. Tegasnya, meniru golongan kafir adalah haram, karena adanya prinsip syari‘at bahwa apapun yang menjadi penyebab kekafiran haram dilakukan, sekalipun nampaknya ringan. Dasar pemikirannya adalah suatu perbuatan yang menjadi syarat untuk melakukan perbuatan wajib, maka syari‘at menetapkan bahwa perbuatan tersebut hukumnya wajib.

Syari‘at merupakan santapan rohani dan dapat memperkuat rohani. Hal ini sebagaimana ucapan Ibnu Mas‘ud yang beliau sandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Setiap pengundang tamu akan merasa senang jika jamuannya dinikmati dan sesungguhnya jamuan Allah adalah Al-Qur‘an.”

Dalam urusan jasmani, seseorang akan makan sesuatu yang diinginkannya di kala lapar. Ia tidak mau makan yang lain karena tidak suka atau barangkali makanan itu berbahaya bagi dirinya atau tidak bermanfaat bagi dirinya atau makanan yang dimakannya itu tidak lagi menguatkan badannya.Seseorang yang melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan keinginannya, biasanya kurang bersemangat dan kurang bermanfaat. Hal ini berbeda bila yang ia lakukan itu menarik perhatiannya dan sesuai keinginannya, maka ia akan bersemangat melakukannya karena keinginannya tersalurkan, mendapat banyak keuntungan dan dapat menyempurnakan keislamannya. Orang yang suka mendengarkan nyanyian hanya sebagai hiburan, biasanya kurang berminat untuk mendengarkan Al-Qur‘an, bahkan mungkin malah tidak suka mendengarkannya. Begitu pula orang-orang yang suka mendatangi tempat-tempat keramat atau semacamnya, pada orang semacam ini tidak lagi ada kecintaan dan kerinduan untuk beribadah haji, karena dalam hatinya tidak lagi ada kecintaan kepada As-Sunnah. Begitu pula orang-orang yang sudah gemar dengan kata-kata hikmah dan sastra pujangga-pujangga Parsi dan Romawi, hatinya tidak lagi mencintai kalimat hikmah dan sastra Islam. Orang-orang yang cinta dengan kisah-kisah dan sejarah para raja, tentu hatinya tidak lagi tertarik dengan kisah-kisah dan sejarah para nabi. Dan contoh-contoh semacam ini masih banyak lagi. Oleh karena itu, dalam sebuah hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam disebutkan:

مَاابْتَدَعَ قَوْمٌ بِدْعَةً إِلَّا نَزَعَ اللَّهُ عِنْهُمْ مِنَ السُّنَّةِ مِثْلِهَا

“Bila suatu kaum menciptakan suatu perbuatan bid‘ah, maka Allah pasti akan enghilangkan sunnah nabinya dari mereka sebanding dengan bid‘ah yang ia ciptakan.” (HR. Ahmad)

Syari‘at Islam sangat keras menentang orang-orang yang menciptakan bid‘ah dan mengingatkan mereka. Sebab, apabila seseorang telah terbiasa dengan perbuatan bid‘ah, maka ia akan menganggap bid‘ah tersebut sebagai perbuatan yang ringan. Bahkan perbuatan-perbuatan bid‘ah ini dapat menyebabkan hati dan agamanya rusak. Ia tidak lagi dapat merasakan manfaat syari‘at Islam karena hatinya sudah tidak lagi lapang untuk menerimanya.

Perbuatan meniru hal-hal yang dhahir dapat menjadikan seseorang kemudian meniru perbuatan-perbuatan tercela yang berkaitan dengan akhlak, bahkan bisa sampai pada perbuatan yang berkaitan dengan aqidah. Dampak buruk yang timbul dari meniru golongan kafir terkadang tidak segera terlihat. Akan tetapi, setelah dampak tersebut terasakan pada diri seseorang, biasanya sulit menghilangkannya. Segala perbuatan yang menyebabkan terjadinya kerusakan adalah haram. Meniru hal-hal yang dhahir akan menumbuhkan kecintaan, rasa senang dan sifat loyal. Kecintaan yang tertanam dalam hati akan melahirkan sikap meniru perilaku lahiriah. Hal ini telah terbukti dengan banyak pengalaman.

Sebagai contoh, dua orang laki-laki yang berasal dari suatu negeri, bila keduanya bertemu di negeri asing, maka kecintaan, kasih sayang dan perasaan loyal antara keduanya akan menjadi sangat kuat, sekalipun sewaktu di negerinya sendiri kedua orang tersebut tidak saling kenal bahkan mungkin saling bermusuhan. Hal itu karena kebersamaan ketika di negeri asal berbeda dengan kebersamaan di negeri asing. Bahkan dua orang yang bertemu dalam perjalanan atau di negeri asing, hanya karena keduanya ada persamaan sorban, pakaian, model rambut, kendaraan atau yang lainnya, dapat menambah rasa kedekatan antara keduanya. Begitu pula kita temukan di dunia ini orang-orang yang profesinya sama, rasa keterikatan dan kedekatan satu sama lain menjadi amat kuat, sekalipun mereka dalam situasi bermusuhan atau berperang, baik perang karena kekuasaan atau karena agama.

Begitu pula kita dapati para raja atau yang lain, sekalipun negeri dan wilayah kekuasaan mereka saling berjauhan, bila satu dengan yang lain terdapat persamaan, mereka akan saling dekat. Hal ini semua merupakan fitrah atau tabi‘at kecuali apabila ada rintangan agama atau tujuan tertentu.

Bila perbuatan meniru atau menyerupai mereka dalam urusan keduniaan dapat menyebabkan kecintaan dan rasa loyal, apa lagi perbuatan meniru dalam urusan-urusan agama? Dampak dari meniru atau menyerupai dalam hal agama tentu lebih besar lagi pengaruhnya terhadap rasa loyalitas, kecintaan kepada mereka yang bertentangan aqidahnya. Allah berfirman pada surah Al Maidah ayat 51-53:

۞يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّخِذُواْ ٱلۡيَهُودَ وَٱلنَّصَٰرَىٰٓ أَوۡلِيَآءَۘ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٖۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمۡ فَإِنَّهُۥ مِنۡهُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّٰلِمِينَ ٥١ فَتَرَى ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ يُسَٰرِعُونَ فِيهِمۡ يَقُولُونَ نَخۡشَىٰٓ أَن تُصِيبَنَا دَآئِرَةٞۚ فَعَسَى ٱللَّهُ أَن يَأۡتِيَ بِٱلۡفَتۡحِ أَوۡ أَمۡرٖ مِّنۡ عِندِهِۦ فَيُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَآ أَسَرُّواْ فِيٓ أَنفُسِهِمۡ نَٰدِمِينَ ٥٢ وَيَقُولُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَهَٰٓؤُلَآءِ ٱلَّذِينَ أَقۡسَمُواْ بِٱللَّهِ جَهۡدَ أَيۡمَٰنِهِمۡ إِنَّهُمۡ لَمَعَكُمۡۚ حَبِطَتۡ أَعۡمَٰلُهُمۡ فَأَصۡبَحُواْ خَٰسِرِينَ ٥٣

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman dekat kamu. Mereka itu menjadi teman satu dengan yang lain. Barang siapa di antara kamu menjadikan mereka sebagai teman, maka ia termasuk golongan mereka. Sungguh Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang dhalim. Maka engkau (Muhammad) melihat orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit, mereka segera berkata: ‘Kami khawatir bahwa kami akan mendapat musibah.’ Maka mudah-mudahan Allah mendatangkan kemenangan atau adzab dari sisi-Nya, sehingga mereka menyesali atas apa yang telah mereka rahasiakan dalam hati mereka.Orang-orang beriman berkata: ‘Inikah orang-orang yang telah bersumpah dengan sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwa mereka pasti bersama kamu?’ Amal perbuatan mereka sia-sia sehingga mereka menjadi golongan yang rugi.”

Allah juga mencela golongan Yahudi dan Nasrani pada surah Al Maidah ayat 78-81:

لُعِنَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنۢ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُۥدَ وَعِيسَى ٱبۡنِ مَرۡيَمَۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَواْ وَّكَانُواْ يَعۡتَدُونَ ٧٨ كَانُواْ لَا يَتَنَاهَوۡنَ عَن مُّنكَرٖ فَعَلُوهُۚ لَبِئۡسَ مَا كَانُواْ يَفۡعَلُونَ ٧٩ تَرَىٰ كَثِيرٗا مِّنۡهُمۡ يَتَوَلَّوۡنَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْۚ لَبِئۡسَ مَا قَدَّمَتۡ لَهُمۡ أَنفُسُهُمۡ أَن سَخِطَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِمۡ وَفِي ٱلۡعَذَابِ هُمۡ خَٰلِدُونَ ٨٠ وَلَوۡ كَانُواْ يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلنَّبِيِّ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيۡهِ مَا ٱتَّخَذُوهُمۡ أَوۡلِيَآءَ وَلَٰكِنَّ كَثِيرٗا مِّنۡهُمۡ فَٰسِقُونَ ٨١

“Allah melaknat orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan `Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain tidak pernah melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al Kitab), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrik itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.”

Oleh karena meniru atau menyerupai perbuatan dhahir merupakan lambang kecintaan, maka perbuatan tersebut diharamkan seperti yang telah dijelaskan di atas.

_____________
source: Books: Bahaya Mengekor Non Muslim (Mukhtarat Iqtidha’ Ash-Shirathal Mustaqim Syaikh Ibnu Taimiyah). Muhammad bin Ali Adh-Dhabi‘i, Penerbit Media Hidayah,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...