HARAMNYA DARAH AHLUL ISLAM
Oleh: Syaikh Abu Mush'ab
Ash-Shahrawi (hafidzahullah)
Segala puji hanya milik Allah, kita memujaNya, memohon
pertolonganNya, memohon ampunanNya. Dan kita berlindung pada Allah dari
keburukan-keburukan diri kita, dan dari kejelekan amalan-amalan kita.
Barangsiapa yang Allah beri petunjuk maka tak ada yang bisa menyesatkannya, dan
barangsiapa Allah sesatkan maka tak ada yang bisa memberinya petunjuk.
Dan aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang
berhak diibadahi kecuali Allah saja yang tak ada sekutu bagiNya, dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya shallallahu 'alaihi
wasallam.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ حَقَّ تُقاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah (takutlah)
kepada Allah sebenar-benar taqwa kepadanya dan janganlah kamu mati kecuali dalam
keadaan muslim."
[Surat Ali Imran 102]
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي
خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٖ وَٰحِدَةٖ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا
رِجَالٗا كَثِيرٗا وَنِسَآءٗۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِۦ
وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبٗا
"Wahai manusia, bertaqwalah kepada
Rabbmu yang telah menciptakanmu dari jiwa yang satu (Adam), dan Dia menciptakan
darinya pasangannya (Hawa), dan dari keduanya Dia kembang-biakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Bertaqwalah kepada Allah yang denganNya kamu saling
meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasimu."
[Surat An-Nisa' 1]
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَقُولُواْ قَوۡلٗا سَدِيدٗا ٧٠ يُصۡلِحۡ
لَكُمۡ أَعۡمَٰلَكُمۡ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۗ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ
وَرَسُولَهُۥ فَقَدۡ فَازَ فَوۡزًا عَظِيمًا ٧١
"Wahai orang-orang yang beriman,
bertaqwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah
akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa
mentaati Allah dan rasulNya, sungguh dia menang dengan kemenangan yang
agung." [Surat Al-Ahzab 70-71]
Amma ba'd,
"Sesungguhnya sebenar-benar perkataan
adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad
shallallahu 'alaihi wasallam, dan seburuk-buruk perkara adalah yang
dibuat-buat, dan setiap yang dibuat-buat adalah bid'ah, dan setiap bid'ah itu
sesat, dan setiap kesesatan itu tempatnya di neraka."
"Ya
Allah berilah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau
memberi shalawat atas keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi
Maha Mulia.
Ya Allah berkatilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana
Engkau memberkati keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha
Mulia.
Ya
Allah ridhailah Khulafa Ar-Rasyidin Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, dan
seluruh sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam."
Aku berbicara pada hari ini, khususnya disaat kita akan
mendatangi setelah beberapa hari kedepan, bulan yang agung, bulan dimana
dosa-dosa diampuni, syaithan-syaithan dibelenggu, dibukanya pintu-pintu surga,
dan ditutupnya pintu-pintu neraka.
Aku ingin berbicara mengenai haramnya (darah) ahlul islam, agar
kita menahan tangan-tangan kita dan senjata-senjata kita atas mereka dalam
bulan ini dan dalam setiap bulan. Demikianlah perintah Allah 'Azza wa Jall dan
ketetapan RasulNya shallallahu 'alaihi wasallam.
Telah
datang kepadaku sejak beberapa minggu yang lalu, seorang lelaki 'ajam
(non-Arab), dan aku sedang duduk-duduk di salah satu masjid di kota ini. Maka
dia mendatangiku dan wajahnya nampak ketakutan. Maka dia berkata:
"Sesungguhnya aku ingin bertanya".
Maka
sebagian ikhwah yang duduk-duduk bersama kami menjawab: "Tafaddhal".
Maka lelaki itu duduk dengan wajah ketakutan, dan berkata:
"Wahai Syaikh, sesungguhnya aku dulu terkepung di Raqqah, aku memerangi
kaum musyrikin fisabilillahi 'Azza wa Jall, kemudian terjadi peristiwa padaku
yang sejak saat itu membuatku tak bisa tidur. Malapetaka yang besar!"
Aku
berkata: "Apa itu? Nas'alullahal-'afiyah (kami memohon pada Allah
kebaikan)."
Dia berkata: "Saat itu aku sedang ribath di jalan kereta
api, dan di pagi buta sebelum fajar, seorang pria dan anak lelakinya beserta
istri dan anak-anaknya, melarikan diri dari bombardir dan pesawat musuh, yang
para mujahidin selamat darinya nas'alullahats-tsabat (kami memohon pada Allah
keteguhan). Lalu bagaimana kami bisa memaksa wanita dan anak-anak untuk bertahan?
Maka aku menceritakannya pada ayahku, bahwa aku melihat keluarga yang keluar ke
negeri kuffar. Dia menjawab: bunuhlah dia." Innalillahi wa inna ilaihi
raji'un.
"Dan aku tak tenang dengan jawabannya, maka aku berbicara
pada amir yang diatasnya, maka dia menjawab: bunuhlah mereka."
Hasbunallah
wa ni'mal wakiil!
Manakala ia jatuh pada kesalahan yang
buruk ini, yang bisa jadi akan menghapus amalan-amalan pelakunya dan
memasukkannya ke dalam neraka jahannam.
وَمَن
يَقۡتُلۡ مُؤۡمِنٗا مُّتَعَمِّدٗا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ خَٰلِدٗا فِيهَا
وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِ وَلَعَنَهُۥ وَأَعَدَّ لَهُۥ عَذَابًا عَظِيمٗا ٩٣
"Barangsiapa membunuh seorang mukmin
dengan sengaja maka balasannya ialah neraka jahannam, dia kekal di dalamnya.
Allah murka kepadanya dan melaknatnya, serta menyediakan adzab yang besar
baginya." [Surat An-Nisa' 93]
Maka
orang bodoh ini memenuhi permintaan amir yang sesat dan menyesatkan tersebut.
Dia berkata: "Aku tak bisa membunuh wanita dan anak-anak kecil, maka aku
membunuh lelaki itu di depan ayahnya, dan membunuh ayahnya di depan
anaknya."
Maka aku berniat untuk mengatakan: "Allahumma laa taghfir
lah (Ya Allah, jangan Engkau ampuni dia)".
Karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukannya dalam
peristiwa yang lebih ringan daripada ini, ia adalah dalam firmanNya Ta'ala:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُوٓاْ إِذَا ضَرَبۡتُمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ فَتَبَيَّنُواْ وَلَا
تَقُولُواْ لِمَنۡ أَلۡقَىٰٓ إِلَيۡكُمُ ٱلسَّلَٰمَ لَسۡتَ مُؤۡمِنٗا تَبۡتَغُونَ
عَرَضَ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا فَعِندَ ٱللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٞۚ كَذَٰلِكَ
كُنتُم مِّن قَبۡلُ فَمَنَّ ٱللَّهُ عَلَيۡكُمۡ فَتَبَيَّنُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ
كَانَ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٗا ٩٤
"Wahai orang-orang yang beriman,
apabila engkau pergi berperang di jalan Allah, maka telitilah, dan janganlah
kamu mengatakan pada orang yang mengucapkan "Salam" padamu:
"Kamu bukan orang mukmin", (lalu kamu membunuhnya), dengan bermaksud
mencari harta benda kehidupan dunia, padahal di sisi Allah ada harta yang
banyak. Begitu jugalah keadaanmu dahulu, lalu Allah memberikan nikmatnya
kepadamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu
kerjakan." [Surat An-Nisa' 94]
Dan diriwayatkan Imam Abu Dawud dan Ahmad di dalam Musnadnya,
bahwa ayat ini turun pada seorang lelaki dari Sahabat Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam yang dikatakan ia adalah Muhallam Ibnu Jatsamah. Saat itu ia bertemu
seorang lelaki yang sedang menuntun kambingnya dan lelaki itu berkata :
"As-salamu 'alaikum". Dan orang tersebut berada di padang pasir
antara kaum muslimin dan kaum kuffar. Maka Muhallam Ibnu Jatsamah menebas leher
orang tersebut dan mengambil rampasan perang dan kambingnya. Maka Abu Malik
Al-Asyja'i berdiri dan melaporkannya kepada Rasulullah, dan lelaki yang dibunuh
itu adalah seorang Asyja'i. Maka ketika ia mendatangkannya kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, berkata kaumnya: "Wahai Rasulullah,
mohonkanlah ampun baginya. Sesungguhnya dia melakukan kesalahan!". Lalu
Rasulullah berkata: "Allahumma laa taghfir lah. Allahumma laa taghfir lah
(Ya Allah, jangan Engkau ampuni dia)" dua kali. Maka Muhallam menangis dan
air matanya berjatuhan ke selendangnya. [1]
Dalam
riwayat lain yang dikutip oleh Ibnu Katsir di dalam tafsir ayat ini, ia
berkata: Maka Al-Muhallam meninggal setelah tujuh malam, maka mereka
menguburnya kemudian bumi mengeluarkannya. Kemudian mereka menguburnya dan bumi
mengeluarkannya. Kemudian mereka menguburnya dan bumi mengeluarkannya. Maka
beliau memerintahkan untuk menaruhnya di dalam gua kemudian menutupinya. Maka
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya bumi telah
menerima orang yang lebih buruk dari Sahabat kalian ini. Akan tetapi Allah
ingin memberi pelajaran kepada kalian akan keharaman (darah) kalian." [2]
Allah menjadikan Muhallam sebagai ibrah untuk setiap orang yang
berani atas darah kaum muslimin. Berkata Al-Qadhi 'Iyadh rahimahullahu Ta'ala :
"Menyelamatkan dan bergaul dengan orang kafir karena keliru, lebih baik
daripada membunuh seorang muslim karena keliru. Maka dengannya ditunjukkan
tolak ukur (nilai) darah seorang muslim."
Ini adalah peringatan yang sangat penting, karena ia dibangun
diatas kaedah yang ditetapkan para Ulama dan yang ditulis oleh (imam) Malik
rahimahullah, ia berkata: "Kekeliruan dalam memaafkan itu lebih baik
daripada kekeliruan dalam hukuman."
Dan apa dosa yang dilakukan oleh pria dan anaknya ini selain
keluar karena keadaan terpaksa. Dan keluar ke darul Kufr itu, ia adalah
kemaksiatan dan membahayakan agamanya, tetapi ia bukanlah sebuah kekafiran.
Bahkan Imam Ibnul Mundzir menukil ijma' dan ia dalam pendapat ketiga,
"bahwasannya siapa yang keluar dari Darul Islam menuju Darul Kufr maka ia
adalah pelaku dosa besar dan ia tidak kafir karenanya".
Lalu kenapa kamu dengan orang yang dalam
keadaan terpaksa yang Allah berfirman mengenai mereka:
وَمَا لَكُمۡ لَا تُقَٰتِلُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱلۡمُسۡتَضۡعَفِينَ
مِنَ ٱلرِّجَالِ وَٱلنِّسَآءِ وَٱلۡوِلۡدَٰنِ ٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَآ
أَخۡرِجۡنَا مِنۡ هَٰذِهِ ٱلۡقَرۡيَةِ ٱلظَّالِمِ أَهۡلُهَا وَٱجۡعَل لَّنَا مِن
لَّدُنكَ وَلِيّٗا وَٱجۡعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ نَصِيرًا ٧٥
"Dan mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan
(membela) orang-orang yang tertindas baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak
yang berdoa: "Wahai Rabb kami, keluarkan kami dari negeri ini yang dzalim
penduduknya. Berilah kami pelindung dari sisiMu, dan berilah kami penolong dari
sisiMu." [Surat An-Nisa' 75]
Maka
sudah seharusnya wahai ikhwah, untuk memastikan dan bertabayyun (teliti).
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُوٓاْ إِن جَآءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإٖ فَتَبَيَّنُوٓاْ أَن تُصِيبُواْ
قَوۡمَۢا بِجَهَٰلَةٖ فَتُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَا فَعَلۡتُمۡ نَٰدِمِينَ ٦
"Wahai orang-orang yang beriman jika
datang padamu seorang fasik membawa suatu berita, maka telitilah." [Surat Al-Hujurat
6]
Jika saja kisah itu diceritakan padaku oleh orang tersebut yang
berbuat kejahatan besar ini, mungkin saja aku tak akan mempercayainya. Akan
tetapi yang berbuat demikian banyak berdasarkan kesaksian banyak ikhwah. Maka
taubatnya adalah bertaubat kepada Allah 'Azza wa Jall. Dan mungkin saja apa
yang telah hilang dari negeri-negeri dan hilangnya kekuatan dan angin, maka ia
disebabkan karena meremehkan darah.
Sesungguhnya Nabi kita shallallahu 'alaihi wasallam amat sangat
memuliakan darah, bahkan memungkinkan celaka yang lebih besar dan sebagian
kekufuran, demi kemaslahatan yang lebih besar, yaitu agar manusia tidak
mengatakan bahwa Muhammad telah membunuh sahabatnya. Sebagaimana di dalam
Hadits dalam Ash-Shahih, ketika para sahabat berkata: "Tidakkah kita
membunuh Abdullah bin Ubay bin Salul?", Beliau bersabda: "Ma'adzallah
(aku memohon perlindungan pada Allah), apakah (kalian ingin) bangsa Arab
mengatakan bahwa Muhammad telah membunuh sahabatnya?"
Dan kami tidak mengatakan, bahwasannya Ahlul Qiblah itu ma'shum
dari kekafiran, tidak! Maka barangsiapa menghina Allah maka ia kafir,
barangsiapa menghina Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam maka ia kafir,
barangsiapa mengolok-olok agama dengan istihza' yang jelas maka ia kafir,
barangsiapa mengadopsi agama Sekuler maka ia kafir, barangsiapa mengadopsi
agama Komunis maka ia kafir, dan banyak lagi selainnya.
Akan
tetapi yang kita bahas disini wahai Ahibbah, seorang lelaki yang menampakkan
keislamannya, shalat, puasa, maka kita tidak membunuhnya kecuali dengan Yaqin
(kepastian) dan kita tidak mengeluarkannya (dari islam) sebagaimana Syaikhul
Islam Ibnu Taymiyyah berkata: "Kita tidak mengeluarkannya dari islam
kecuali dengan yaqin".
Dan banyak orang-orang Jahil salah dalam memahami Nash-Nash
syari'at maka mereka mengambil sebagian nash dan meninggalkan nash yang
lainnya. Dan yang shahih adalah menyatukan (menyingkronkan) antara nash-nash
tersebut.
Dan kebanyakan yang menimpa para Khawarij dan orang-orang yang
disesatkan oleh kaum Khawarij adalah disebabkan kebodohan, dan nihilnya
pengamatan terhadap syarah (penjelasan) Sunnah dan tafsir Kitab al-'Aziz
(Al-Qur'an), dan terhadap perkataan-perkataan sebagian Ulama, dan
perkataan-perkataan Ulama yang mulia. Dan kita dengan izin Allah akan
membicarakan mengenai sebagian syubhat mereka dan membahasnya.
Syubhat pertama, atau
permasalahan yang pertama, yaitu pembagian takfir antara Nau' (Muthlaq/umum) dan 'Ain
(Mu'ayyan/individu).
Yakni, tidak semua yang dikatakan Syari'at bahwasannya
"siapa yang berbuat demikian maka ia kafir" menjadikan seorang
mu'ayyan (spesifik) yang mengamalkannya kafir. Tidak bila ada udzur. Dia akan
kafir tetapi ia diudzur (dimaafkan) dengan sebuah mani' (penghalang) dari
mawani' (penghalang-penghalang) takfir. Hal itu dibuktikan oleh Sahabat dan
Salaf, dan a'immah (imam-imam), bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
berbuat demikian.
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dengan sanad Shahih, bahwasannya
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melaknat delapan golongan karena khamr:
peminumnya, pengantarnya, penjualnya, dan seterusnya [3].
Akan tetapi di dalam Shahih Bukhari, ketika datang kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seorang lelaki lewat dan minum khamr.
Maka para Sahabat mencambuknya, dan seorang dari mereka berkata: "Semoga Allah
melaknatmu. Berapa kali dia dihadapkan kepada Rasulullah (karena minum
khamr)." Maka Rasulullah shallallahu' alaihi wasallam berkata:
"Jangan engkau melaknatnya. Karena aku tak mengetahuinya kecuali ia
mencintai Allah dan RasulNya."
Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam melaknat peminum khamr secara mutlaq (umum), namun
ketika menyangkut laknat terhadap seorang mu'ayyan ini, maka Nabi shallallahu
'alaihi wasallam menolak untuk melaknat lelaki tersebut. Dan nash-nash dalam
hal ini banyak.
Diantaranya hadits Laitsiyin (Bani Laits). Diriwayatkan oleh
imam Abu Dawud di dalam Sunannya, ia
berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengutus Abu Jahm bin Hudzaifah
untuk memungut shadaqah (zakat). Maka seorang lelaki menolak untuk memberikan
shadaqah, maka ia memukul kepalanya hingga terbuka luka di kepalanya. Maka
kaumnya, yang mereka adalah Bani Laits, meminta qishash agar dipukul kepala Abu
Jahm. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memberi mereka harta agar mereka
mengambil diyat dan tidak memilih qishah. Maka mereka menolak. Kemudian beliau
memberikan kepada mereka (tambahan) lalu mereka menolak. Kemudian beliau
memberikan pada mereka lalu mereka menolak. Kemudian beliau memberikan pada
mereka, lalu mereka menerimanya. Mereka berkata : "Kami ridha dengan diyat".
Lalu Nabiullah shallallahu 'alaihi wasallam menaiki mimbar dan berkata:
"Sesungguhnya Bani Laits menuntut qishash, maka aku beri mereka sekian dan
sekian sampai mereka ridha. Apakah kalian ridha?" Mereka menjawab :
"Tidak".
Wal'iyadzubillah. Mereka mendustakan Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam di depan para sahabatnya (kaum Muhajirin). Maka para sahabat
hendak berbuat terhadap mereka, tetapi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
memerintahkan untuk menahan terhadap mereka.
Kemudian beliau menambahkan (jumlahnya) dan berkata:
"Apakah kalian ridha?", mereka menjawab: "Iya."
Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata: "Dan takdzib
(pendustaan) terhadap Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah murni kekafiran
tanpa ada khilaf. Akan tetapi karena kejahilan mereka dan karena mereka adalah
orang-orang A'rabi (Arab pedalaman), Rasulullah shallallahu' alaihi wasallam
tidak mengkafirkan mereka dengannya." [4]
Maka tidak semua orang yang jatuh pada sebuah kekafiran
dijatuhi hukuman kafir. Karena disana terdapat sebuah mani' dari mawani' takfir
yang Mu'tabar.
Dan
dari sini, diriwayatkan oleh Muslim di dalam Shahihnya dari hadits A'isyah
Ummul Mu'minin radhiallahu 'anha, dan juga diriwayatkan An-Nasa'i dengan lafadz
miliknya: Bahwasannya Jibril muncul pada Nabi shallallahu' alaihi wasallam, dan
A'isyah ketika itu melepas pakaiannya, maka ia tidak masuk. Lalu ia keluar
bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ke kuburan Baqi'. Lalu A'isyah
mengenakan jubahnya dan menyusul mereka. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
melihat sesuatu yang gelap (hitam). Ketika beliau pulang, beliau memukul
(yakni: mendorong dengan keras) dada A'isyah. Ia berkata: "Sampai aku
merasakan sakitnya pukulan (dorongan)." Beliau berkata: "Apakah
engkau takut Allah dan RasulNya berlaku tidak adil padamu? (yakni: apakah
engkau mengira aku pergi kepada istri yang lain di malam giliranmu?). Apakah
sesuatu yang gelap itu engkau?" Maka beliau shallallahu 'alaihi wasallam
berkata padanya: "Engkau yang akan memberitahuku atau Yang Maha Mengetahui
yang akan memberitahuku?" Maka A'isyah radhiallahu 'anha berkata:
"Wahai Rasulullah, meski manusia merahasiakan, Allah mengetahuinya?
Iya." [5]
Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah rahimahullahu Ta'ala berkata:
"Dan perkataan yang dikatakan A'isyah ini adalah keraguan bahwa Allah
mengetahui setiap apa yang ada di dalam jiwa. Akan tetapi beliau tidak
mengkafirkannya dan justru menjelaskan dan mengajarinya. Dan perkara ini
diantara Ushul Iman (pondasi-pondasi iman), dan yang meninggalkannya setelah
tegaknya hujjah atasnya adalah kafir." Dan ini semua adalah nash-nash, dan
masih ada lagi nash-nash yang lain.
Dan diriwayatkan di dalam Ash-Shahihain (Bukhari-Muslim),
bahwasannya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkhutbah setelah peristiwa ifki
[6], dan berkata: "Siapa yang memberiku udzur dari seseorang yang sampai
padaku gunjingannya terhadap keluargaku? (yakni: jika aku menghukumnya, tak ada
yang mencelaku)". Dan maksud Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah
Abdullah bin Ubay bin Salul dan dia dari bani Khazraj.
Maka Usayd bin Hudhayr (koreksi: yang ini sebenarnya Sa'ad bin
Mu'adz pimpinan bani Aus) radhiallahu 'anhu yang ia dari bani Aus berdiri dan
berkata: "Wahai Rasulullah, jika ia dari kaum kami dari bani Aus, kami
akan membunuhnya. Tapi jika ia dari kaum saudara kami bani Khazraj, maka
perintahkanlah kepada kami dan kami akan melakukannya."
Maka
Sa'ad bin Ubadah pimpinan Khazraj berdiri dan berkata: "Demi Allah, kau
tak akan mampu dan tak akan bisa." Sa'ad adalah lelaki yang shalih yang
ikut dalam perang Badar, dan ahlul Badr itu ma'shum dari perbuatan kekafiran,
dan dengan itu kesombongan menguasainya, maka ia membela seorang Munafiq
'alimun nifaq, dan berkata: "Demi Allah kau tidak akan mampu dan tidak
akan bisa." Dan ia radhiallahu 'anhu tak menjadi kafir karenanya.
Maka Usayd bin Hudhayr berkata padanya: "Demi Allah,
engkau adalah munafiq yang berdebat (untuk membela) orang-orang munafiq."
Dan peristiwa ini terjadi tujuh tahun atau lebih setelah Hijrah Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam. Maka pasukan bangkit dengan pedangnya, bani Aus
dan bani Khazraj. Dan ini disebabkan oleh kesombongan yang terkadang terjadi
pada kaum beriman, maka mereka memohon ampunan kepada Allah dan bertaubat, dan
tak ada seorangpun dari mereka menjadi kafir.
Kericuhan tersulut bahkan demi seorang munafiq atau kafir dari
kaumnya, dan ini adalah kemaksiatan, akan tetapi ia tidak menjadi kekufuran
dengan seorang muslim yang mukmin.
Ia berkata, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menenangkan
kedua pasukan hingga mereka reda. Dan ini adalah diantara petunjuk beliau
shallallahu 'alaihi wasallam bahwasannya beliau memastikan kepentingan ahlul
islam.
Dan ahlul islam wahai Ahibbah, tidak seperti ummat-ummat yang
lainnya. Ahlul islam dikhususkan oleh Allah dengan kekhususan-kekhususan, dan
mereka diudzur di dalam banyak perbuatan mereka dengan kekeliruan (khatha'),
takwil, dan kebodohan (jahl).
Oleh sebab itu, Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah berkata ketika
berbicara mengenai permasalahan udzur ahlul qiblah dengan khatha' dan tiadanya
takfir terhadap para ulama mujtahid mukhthi' (yang keliru) hanya dengan
kekeliruan yang mereka perbuat. Ia berkata: "Jika berkata kepada kami
musuh kami: 'udzurlah Yahudi dan Nasrani'". Yakni, kenapa kalian selalu
mengudzur orang-orang yang mukhthi' dari ahlul islam, kenapa kalian tidak
mengudzur orang-orang mukhthi' dari Yahudi dan Nasrani? Ia berkata:
"Ampunan terhadap kebodohan karena khatha', adalah diantara pengkhususan
ummat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam". Maka tatkala disebutkan di
dalam hadits hasan yang diriwayatkan Al-Bazzar dan yang lainnya:
"Sesungguhnya Allah membolehkan (memaafkan) bagi ummatku khatha', lupa,
dan yang terpaksa dilakukan (ikrah)." [7]
Hal ini
menunjukkan udzur karena khatha' dan takwil adalah dikhususkan untuk ummat Muhammad
shallallahu 'alaihi wasallam. Bahkan ikrah sekalipun, sekelompok ulama
berpendapat bahwasannya udzur untuk kekafiran karena ikrah adalah khusus untuk
ummat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Mereka berhujjah dengan Hadits dzubab
(lalat) yang dikisahkan di dalamnya bahwa seseorang yang terbunuh telah berkurban
lalat karena takut dibunuh, maka ia masuk neraka. Jika saja ia dari ummat Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam dan berbuat demikian karena takut dibunuh dan takut
ikrah, maka ia masih muslim berdasarkan ijma'.
Wallahu Ta'ala A'lam.
(Khutbah Kedua)
Segala puji bagi Allah, dan cukup Dia. Shalawat dan salam
semoga tercurah atas nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan
keluarganya dan para sahabatnya dan yang mengikuti jejak beliau.
Wa
ba'd,
Sesungguhnya peniadaan pembagian takfir antara hukum Nau' 'Aam
(umum) dan hukum khusus terhadap Mu'ayyan (individu) adalah diantara sebab
terbesar daripada sebab-sebab kesesatan. Seandainya dulu seperti ini, maka para
sahabat pasti telah mengkafirkan kaum Khawarij. Dan Khawarij telah melakukan
amalan kekafiran yaitu mereka mengkafirkan Mu'awiyah, Abu Sa'id Al-Khudri, Ibnu
Abbas, dan diantara mereka adalah kaum yang dijamin bagi mereka surga lewat
lisan Rasulullah. Dan hukum kekafiran atas mereka dikarenakan mereka
mendustakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, karena tidak akan masuk
surga kecuali jiwa yang beriman sebagaimana di dalam hadits.
Maka dari itu, ketika Ali ditanya sebagaimana di dalam
Mushannaf Ibnu Abi Syaibah mengenai Khawarij yang keluar (dari ketaatan)
padanya, mereka berkata: "Apakah mereka kafir?" Ia berkata:
"Tidak. Bahkan mereka lari dari kekafiran [8]." Mereka berkata:
"Apakah mereka munafiq?" Ia berkata: "Sesungguhnya orang-orang
munafiq itu tidak mengingat Allah kecuali sedikit [9]." Mereka berkata:
"Lalu apa pendapatmu mengenai mereka?" Ia berkata: "Saudara kita
yang melampaui batas terhadap kita [10]."
Ini
adalah pemahaman para Sahabat ridhwanullahi Ta'ala 'alaihim terhadap nushush
(nash-nash). Jika saja para Sahabat mengkafirkan dengan lazim, maka mereka
pasti telah mengkafirkan kaum Khawarij dikarenakan kaum mereka melazimi
pendustaan terhadap Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Dan diantaranya pemahaman Salaf, Imam Ahmad rahimahullah
berkata: "Barangsiapa mengatakan Al-Qur'an adalah makhluq, maka dia
kafir." Akan tetapi ia tidak mengkafirkan setiap orang yang mengatakan
Al-Qur'an itu makhluq. Ia tak mengkafirkan Al-Mu'tashim, bahkan ia berkata
padanya: "Wahai Amirul Mu'minin". Dan panggilannya padanya dengan
Amirul Mu'minin adalah bukti keislamannya.
Dan begitu pula Imam Asy-Syafi'i rahimahullah ketika berdebat
dengan Hafsh Al-Fard tentang permasalahan penciptaan Al-Qur'an, maka Hafsh
mengakui bahwasannya ia mengatakan Al-Qur'an adalah makhluq. Dan ini adalah kekafiran
berdasarkan kesepakatan kaum muslimin. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah:
"Dan Asy-Syafi'i berdebat dengan Hafsh Al-Fard, dan menegakkan hujjah
atasnya, akan tetapi ia tak mengkafirkannya dikarenakan ia adalah shahibut
ta'wil (orang yang mentakwil) dan terkena Talbis (dari takwil). Jika ia
mengkafirkannya, pasti ia akan berfatwa pada Sultan untuk membunuhnya dan
membolehkan (penumpahan) darahnya."
Sebagaimana juga yang disebutkan dari Syaikhul Islam Ibnu
Taymiyyah, yang dikeluarkan di dalam Al-Fatawa, ia berkata: Aku berdebat dengan
Ulama Jahmiyyah dan Asy'ariyah dan para Qadhi mereka, maka aku berkata pada
mereka: "Jika aku mengatakan perkataan kalian, aku kafir. Akan tetapi aku
mengudzur kalian karena kejahilan kalian."
Maka dari itu wahai Ahibbah, wajibnya pembagian antara Nau' dan
'Ain. Dan disebutkan di dalam Shahih Bukhari bahwasannya dikatakan di dalam
majlis Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : "Dimana Malik Ibnu
Dakhsyun?" Maka seseorang berkata: "Wahai Rasulullah, dia itu
Munafiq." Beliau berkata: "Jangan berkata begitu. Sesungguhnya aku
tidak mengetahuinya kecuali ia mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah, ia mengharap
dengannya Wajah Allah." Dia berkata: "Wahai Rasulullah, kami tidak
pernah melihat perkataannya kecuali dari kaum munafiq, ia tidak berbicara dan
bermajlis kecuali dengan orang-orang munafiq." Beliau berkata:
"Sesungguhnya Allah mengharamkan api neraka terhadap siapa yang
mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah, yang mengharap dengannya Wajah Allah."
Di
dalam hadits ini (menunjukkan) pengguguran ketergelinciran ahlul islam meski
mereka keliru dan salah, kecuali mereka melakukan kekafiran yang terang, jelas,
lagi gamblang, maka ia kafir karenanya jika telah tegak risalah hujjah atasnya.
Maka dengan ini wahai Ahibbah, kita akan memperingatkan
perkara-perkara lainnya diantara sebab ghuluw dan diantara sebab keluarnya kaum
Khawarij tersebut. Yaitu nihilnya pembagian antara islam Hukmi dan islam Haqiqi. Islam itu ada dua macam. Islam
Hukmi, yaitu yang dengannya terjaga darah dan
harta. Islam Haqiqi, yaitu islam yang memasukkan pemeluknya ke dalam surga dan
ridha dengannya Rabbnya Jalla wa 'Ala.
Adapun muamalah kita dengan manusia adalah dengan islam hukmi.
Adapun islam haqiqi, maka tak seorangpun yang bisa menghukumi seseorang
dengannya kecuali siapa yang ditunjukkan oleh Allah dan RasulNya padanya hal
itu. Sebagaimana yang dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah rahimahullah:
"Dan kaum muslimin secara umum, islam mereka hukmi." Maka islam itu
hukmi. Masyarakat ahlul islam, islam mereka hukmi. Dan batin mereka kita
kembalikan kepada Allah 'Azza wa Jall.
Banyak diantara manusia membaca syarat-syarat Laa Ilaaha
Illallaah kemudian berkata: "Kita tidak menghukumi seseorang dengan islam
kecuali ia memenuhi syarat-syarat ini." Ini adalah syarat-syarat islam
haqiqi. Adapun hukum keislaman, maka ia dengan salah satu dari tiga perkara,
yang ditulis oleh Al-Kasani di dalam Bada'i'ush Shana'i' yang telah ia
kumpulkan dari para Salaf di zaman sebelumnya.
-An-Nash (الن صُّ ), yaitu dengan mendengar seseorang mengucapkan "Aku masuk
islam karena Allah", atau "aku bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak
diibadahi kecuali Allah". Maka dengan ini ia dihukumi islam.
- Ad-Dalalah (الدلالة ),
yaitu dengan melihatnya shalat, bahwasannya ia mengamalkan diantara
syari'at-syari'at, atau melihatnya bersiwak, atau melihatnya berpakaian gamis
dari pakaian kaum muslimin. Maka dengan itu ia dihukumi islam.
Imam
Ahmad dimintai fatwa mengenai sebagian orang yang terbunuh yang mereka dapati,
mereka tak tahu apakah mereka muslim atau kuffar. Ia berkata: "Geledahi,
jika terdapat siwak di dalam sakunya, maka ia dihukumi islam, dan dikafani, dan
dishalati. Jika tidak ditemukan siwak atau bekasnya, singkap auratnya. Kalau ia
telah dikhitan, maka ia dihukumi islam. Karena islam itu tinggi, dan tidak ada
yang diatasnya (menandinginya)."
Bahkan An-Nawawi rahimahullah dan Ibnu Qudamah di dalam
Al-Mughni berpendapat lebih dari itu. Mereka berkata: "Jika
diperselisihkan seseorang yang terbunuh di medan peperangan di darul harb,
tercampur jasad kaum muslimin dengan jasad kuffar." Lalu apa yang kita
dengar? Siapa yang kita kafani dan yang tidak kita kafani? Mereka berkata:
"Kita mengkafani semuanya, memandikan semuanya, dan kita menshalati
semuanya -dengan pendapat yang mengatakan bahwa orang yang syahid itu
dishalati-, karena islam itu tinggi, dan tak ada yang menandinginya."
Maka hanya dengan melihat seseorang menampakkan
syari'at-syari'at islam, maka engkau menghukuminya dengan islam, dan engkau
kembalikan niatnya dan apa yang ada di hatinya kepada Allah.
Dan diriwayatkan Abu Dawud dengan sanad shahih, bahwasannya Abu
Sufyan mengirim mata-mata / Jasus, namanya Furat Ibnu Hayyan. Maka tatkala
sampai hal itu pada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan Furat Ibnu Hayyan sedang
berkeliling di Madinah, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendengar
bahwasannya Furat adalah mata-mata Abu Sufyan. Maka beliau memerintahkan
seseorang dari kaum Anshar untuk membunuhnya. Maka Furat Ibnu Hayyan datang ke
Majlis diantara kaum Anshar dan berkata : "Aku masuk islam karena
Allah". Maka orang Anshar tersebut pulang. Lihatlah bagaimana Sahabat
memuliakan darah, padahal ia jasus! Maka orang Anshar tersebut pulang dan
berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ia mengucapkan: Aku masuk islam
karena Allah." Maka beliau shallallahu 'alaihi wasallam orang yang paling
penyayang terhadap makhluk berkata: "Sesungguhnya diantara manusia ada
yang kembali kepada keimanan mereka, diantaranya Furat Ibnu Hayyan." Dan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak membunuhnya.
-
Demikian pula keadaan ketiga yang di dalamnya mukallaf dihukumi dengan islam,
yaitu At-Tab'iyyah (التبعيّة ).
Adapun dengan mendengar syahadat maka ia disebut An-Nash. Adapun Ad-Dalalah yaitu dengan nampaknya sebagian syari'at-syari'at.
Adapun At-Tab'iyyah, yaitu seperti contoh jika kita mendapati seseorang yang mati
di darul Kufr atau di darul harb dan kita tidak tahu dia dari mana dan ayahnya
dan siapa. Maka kita bertanya, jika kita mendapati bapak dan ibunya muslim,
maka kita menghukuminya muslim mengikuti kedua orangtuanya. Dan ini disebut di
kalangan Ulama sebagai At-Tab'iyyah.
Maka sudah sepatutnya wahai Ahibbah, untuk merasa faqir dan
memperhatikan nushush para Ulama, sebelum memasuki permasalahan-permasalahan
takfir. Karena banyak orang-orang jahil bermain-main dengan
permasalahan-permasalahan ini tanpa
ilmu, maka mereka sesat dan menyesatkan.
Sebagaimana di dalam shahih Muslim dari Abdullah bin Amru bin
'Aash, beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Allah
tidak mencabut ilmu dengan sekali cabutan dari dada para ulama. Akan tetapi Dia
mencabutnya dengan mewafatkan para ulama. Sampai ketika tak ada lagi seorang
Alim, mereka menjadikan manusia yang bodoh sebagai pemimpin-pemimpin, kemudian
mereka ditanyai dan mereka berfatwa, mereka sesat dan menyesatkan."
Maka celaka sungguh celaka, bagi siapa yang memerintahkan untuk
membunuh seorang muslim. Maka celaka sungguh celaka, bagi siapa yang
mengkafirkan seorang muslim tanpa hak (alasan yang benar). Karena sesungguhnya
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda sebagaimana di dalam Shahih Bukhari:
"Siapa yang menuduh saudaranya dengan kekafiran maka ia seperti
membunuhnya. Siapa yang menuduh seorang mukmin dengan kekafiran maka ia seperti
membunuhnya."
Bahkan menuduh seorang mukmin dengan kekafiran itu lebih besar
dari pembunuhan. Dan ini disebutkan oleh kaedah yang ma'ruf lagi maklum, dan ia
adalah perkataan ulama: "Setiap dosa yang diperselisihkan di dalamnya
takfir dengannya, adalah lebih besar daripada setiap dosa yang tidak
diperselisihkan di dalamnya takfir dengannya."
Maka
mengkafirkan seorang muslim, secara dzahir hadits dan perkataan sebagian ahlul 'ilmi
-dan hadits-hadits di dalam Shahihain bahwa barangsiapa mengkafirkan seorang muslim
tanpa hak-, maka secara dzahir hadits bahwa ia kafir dan keluar dari millah.
Dan sebagian Salaf dan ulama berpendapat bahwa jika ia seorang
muta'awwil (yang mentakwil) maka ia tidak kafir. Akan tetapi ada diantara
Syafi'iyyah dan yang lainnya berpendapat barangsiapa mengatakan ia (muslim)
kafir, telah kafir dan keluar dari millah. Dan dosa ini diperselisihkan di
dalam takfir pelakunya. Maka ia lebih besar daripada membunuh seseorang. Karena
membunuh seseorang tidak ada perselisihan diantara ummat Muhammad shallallahu 'alaihi
wasallam di dalam takfir pelakunya kecuali kaum Khawarij. Maka dari itu, setiap
dosa yang dipeselisihkan dalam takfir dengannya, itu lebih besar dari setiap
dosa yang tidak diperselisihkan dalam takfir dengannya.
Kita memohon kepada Allah Subhanahu Wata'ala agar mengajari
kita dan menambahkan kita pemahaman dalam diin.
Ya Allah pahamkanlah kami dalam agama. Ya Allah pahamkanlah
kami dalam agamaMu wahai Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Allah
yang Memahamkan Sulaiman, pahamkanlah kami. Dan Wahai yang Mengajari Ibrahim, ajarilah
kami.
Ya Allah kami berlindung padaMu dari condong (pada kesesatan) dan
kesesatan. Ya Allah kami berlindung padaMu dari kesalahan dan melampaui batas.
Wahai Rabb kami, jangan Engkau condongkan hati kami pada kesesatan setelah
Engkau beri kami petunjuk dan rahmat dari sisiMu, sesungguhnya Engkau Maha
Pemberi.
Ya Allah tolonglah hamba-hambaMu para mujahidin di jalanMu di
Damaskus. Ya Allah tolonglah hamba-hambaMu para mujahidin di jalanMu di Hayyil
Qadam, dan di Kamp Yarmuk, dan di Selatan Damaskus, wahai Rabb semesta alam.
Ya Allah menangkanlah mereka atas Nushairiyyah kuffar wahai Rabb
semesta alam. Ya Allah binasakanlah musuh-musuh millah dan diin ini. Ya Allah
binasakanlah kaum Yahudi, ya Allah binasakanlah kaum Nushayriyyah, ya Allah
binasakanlah kaum Rafidhah, ya Allah binasakanlah kaum Sekuler, ya Allah
binasakanlah orang-orang yang memerangi kaum muslimin.
Ya Allah yang menurunkan al-Kitab, yang menggerakkan awan, yang
maha cepat perhitungannya, ya Allah hancurkanlah pasukan Ahzab, hancurkan dan
guncang mereka dan tolonglah kami atas mereka.
Ya
Allah sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan dalam ketaatan padamu dan ridha
dariMu
Ya
Allah bebaskanlah kami di dalamnya dari api neraka
Ya
Allah ampunilah kami dan orang tua kami dan kaum muslimin dan muslimat baik yang
hidup ataupun mati.
Catatan Penerjemah:
[1] Hadits diriwayatkan Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan yang
lainnya mengenai Rasulullah berdoa : "Ya Allah jangan Engkau mengampuni
Muhallam". Di akhir hadits disebutkan: berkata Ibnu Ishaq : "Dan
kaumnya mengira bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memohonkan
ampunan baginya setelah itu."
Dan hadits ini dha'if menurut Muhaqqiq Musnad Syaikh Syu'aib
al-Arnu'uth dan juga didha'ifkan Al-Albani.
[2] Imam Ibnu Abdil Barr mengatakan: dikatakan:
"bahwasannya ia bukan Muhallam Ibnu Jatsamah, karena Muhallam bin Jatsamah
meninggalkan Homs di akhir hayatnya. Dan meninggal di dalamnya di bawah
kepemimpinan Ibnu Zubayr."
Berkata Ibnu Abdil Barr: "Dan maklum bahwa ia membunuhnya
karena kekeliruan, tidak sengaja. Karena ia memeranginya disebabkan
ketidakpercayaannya pada perkataannya, Wallahu Ta'ala A'lam." [Imta'ul
Asma'; juz 13 hal 3]
[3] Hadits riwayat Tirmidzi dari Anas bin Malik :
"Rasulullah melaknat sepuluh golongan karena Khamr", hadits ini
Gharib. Hadits lain yang senada, riwayat Abu Dawud dari Ibnu Umar : "Allah
melaknat khamr, peminumnya, penuangnya, (dst)". Dan hadits ini dishahihkan
Al-Albani.
[4] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dan banyak sekali
di antara manusia hidup pada tempat dan jaman dimana ilmu nubuwwat banyak yang
hilang, hingga tidak ada orang yang menyampaikan apa yang Allah utus dengannya
kepada Rasul-Nya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Maka, mereka tidak mengetahui
banyak hal tentang apa yang Allah utus dengannya Rasul-Nya karena tidak ada
orang yang menyampaikannya. Oleh karena itu, A'immah telah sepakat bahwa orang
yang hidup di daerah yang jauh dari ahlul-‘ilmi wal-iman, dan ia adalah orang
yang baru masuk Islam, kemudian ia mengingkari sesuatu dari hukum-hukum
dzahirah yang mutawatir, maka ia tidak dihukumi dengan kekafiran hingga ia
mengetahui apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.”[
Majmu’ Al-Fatawa, 11/408 ].
[5] Imam An-Nawawi berkata: "Dan perkataan: (Ia berkata:
wahai Rasulullah, meski manusia merahasiakan, Allah mengetahuinya? Iya). Dan
seperti inilah di dalam Ushul, dan ini shahih, dimana ketika ia berkata: meski
manusia merahasiakan, Allah mengetahuinya. Ia membenarkan dirinya sendiri dan
berkata: iya." [Syarh An-Nawawi 'ala Muslim]
[6] Haditsul ifk, peristiwa dimana sahabat Shafwan bin
Mu'aththal difitnah melakukan sesuatu (zina) dengan Ummul Mu'minin A'isyah
ketika beliau tertinggal di perjalanan dari rombongan Rasulullah, dan fitnah
yang keji ini dihembuskan pertama kali oleh Munafiq Abdullah bin Ubay bin
Salul. Namun ia tak terkena hukuman hadd, para ulama menjelaskan beberapa
sebabnya:
· Dia akan diadzab dengan adzab yang besar di akhirat,
sebagaimana dalam ayat "Dan barangsiapa diantara mereka mengambil bagian
terbesar, ia mendapat adzab yang besar pula" (Surat An-Nur:11)
· Bahwa hadd itu membersihkan dosa seorang mukmin, dan Abdullah
bin Ubay adalah seorang munafik yang najis.
· Dia tak menuduh secara langsung. Yakni ia mengatakan perkataan
yang tidak jelas lagi samar, namun manusia yang mendengarnya memahami demikian
(zina).
· Pertimbangan maslahat dan mafsadat. Karena dia mengaku sebagai
kaum Nabi dan pandai berpura-pura, dan jika Nabi menegakkan hadd atasnya
mungkin kaumnya tidak akan memujinya dengan hukuman tersebut. Dan peristiwa ifk
ini merupakan Asbabun Nuzul Surat An-Nur ayat 11-20.
[7] Khatha' maksudnya: berbuat sesuatu yang ia tidak bermaksud
untuk melakukannya. Sebagaimana di dalam Al-Qur'an: "Wahai Rabb kami,
janganlah Engkau hukum kami ketika kami lupa atau melakukan kekeliruan
(khatha')." [Surat Al-Baqarah 286]
[8] Khawarij adalah kaum yang mengagungkan islam dan
syi'ar-syi'arnya, menjauhi kemaksiatan apalagi kekafiran, bahkan sampai
mengkafirkan para pelaku dosa besar.
[9]
Mereka (khawarij) adalah ahli ibadah, sebagaimana disebutkan di dalam hadits:
"Shalat kalian sedikit dibandingkan shalat mereka, juga puasa kalian
sedikit dibandingkan puasa mereka". [Bukhari-Muslim]
[10] Yang melampaui batas yakni Bughat. Disebutkan di dalam
Al-Kafi juz 5 hal 302 karya Ibnu Qudamah, bahwa para Fuqaha madzhab Hanbali
berpendapat bahwasannya Khawarij yang mengkafirkan ahlul haqq diantara para
sahabat Rasulullah dan menghalalkan darah kaum muslimin, dihukumi sebagaimana
hukum bughat. Dikarenakan Ali radhiallahu 'anhu berkata mengenai kaum Haruriyah
(Khawarij di zamannya): "Jangan memulai peperangan (dengan mereka)".
Meski sebenarnya bughat dan khawarij pada hakekatnya berbeda.
Bughat adalah kaum yang keluar dari ketaatan imam untuk menuntut suatu urusan
tetapi mereka tak mengkafirkannya. Sedangkan khawarij adalah kaum sesat yang
aqidahnya rusak, mereka mengkafirkan pelaku dosa besar dan menghalalkan darah
kaum muslimin dikarenakan takwil yang mereka miliki.
Para ulama pun berselisih dalam pengkafiran Khawarij, apakah
mereka dihukumi murtad atau tidak. Namun ketetapan yang diambil adalah
bahwasannya mereka adalah firqah ahlul bid'ah diantara firqah kaum muslimin.
Wallahu A'lam Bisshawab
Ditarjamah
oleh : al-Akh Attaqiy Arsalan
Dirapikan dan diterbitkan ulang oleh :
Penyebar Berita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar