5/18/2019

HARAMNYA DARAH AHLUL ISLAM


HARAMNYA DARAH AHLUL ISLAM
Oleh: Syaikh Abu Mush'ab Ash-Shahrawi (hafidzahullah)

Segala puji hanya milik Allah, kita memujaNya, memohon pertolonganNya, memohon ampunanNya. Dan kita berlindung pada Allah dari keburukan-keburukan diri kita, dan dari kejelekan amalan-amalan kita. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk maka tak ada yang bisa menyesatkannya, dan barangsiapa Allah sesatkan maka tak ada yang bisa memberinya petunjuk.

Dan aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah saja yang tak ada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya shallallahu 'alaihi wasallam.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah (takutlah) kepada Allah sebenar-benar taqwa kepadanya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim."
[Surat Ali Imran 102]

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٖ وَٰحِدَةٖ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالٗا كَثِيرٗا وَنِسَآءٗۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبٗا


"Wahai manusia, bertaqwalah kepada Rabbmu yang telah menciptakanmu dari jiwa yang satu (Adam), dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa), dan dari keduanya Dia kembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertaqwalah kepada Allah yang denganNya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu."
[Surat An-Nisa' 1]

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَقُولُواْ قَوۡلٗا سَدِيدٗا ٧٠ يُصۡلِحۡ لَكُمۡ أَعۡمَٰلَكُمۡ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۗ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدۡ فَازَ فَوۡزًا عَظِيمًا ٧١

"Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan rasulNya, sungguh dia menang dengan kemenangan yang agung." [Surat Al-Ahzab 70-71]

Amma ba'd,

"Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, dan seburuk-buruk perkara adalah yang dibuat-buat, dan setiap yang dibuat-buat adalah bid'ah, dan setiap bid'ah itu sesat, dan setiap kesesatan itu tempatnya di neraka."

"Ya Allah berilah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberi shalawat atas keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.

Ya Allah berkatilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkati keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.

Ya Allah ridhailah Khulafa Ar-Rasyidin Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, dan seluruh sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam."

Aku berbicara pada hari ini, khususnya disaat kita akan mendatangi setelah beberapa hari kedepan, bulan yang agung, bulan dimana dosa-dosa diampuni, syaithan-syaithan dibelenggu, dibukanya pintu-pintu surga, dan ditutupnya pintu-pintu neraka.

Aku ingin berbicara mengenai haramnya (darah) ahlul islam, agar kita menahan tangan-tangan kita dan senjata-senjata kita atas mereka dalam bulan ini dan dalam setiap bulan. Demikianlah perintah Allah 'Azza wa Jall dan ketetapan RasulNya shallallahu 'alaihi wasallam.

Telah datang kepadaku sejak beberapa minggu yang lalu, seorang lelaki 'ajam (non-Arab), dan aku sedang duduk-duduk di salah satu masjid di kota ini. Maka dia mendatangiku dan wajahnya nampak ketakutan. Maka dia berkata: "Sesungguhnya aku ingin bertanya".

Maka sebagian ikhwah yang duduk-duduk bersama kami menjawab: "Tafaddhal".

Maka lelaki itu duduk dengan wajah ketakutan, dan berkata: "Wahai Syaikh, sesungguhnya aku dulu terkepung di Raqqah, aku memerangi kaum musyrikin fisabilillahi 'Azza wa Jall, kemudian terjadi peristiwa padaku yang sejak saat itu membuatku tak bisa tidur. Malapetaka yang besar!"

Aku berkata: "Apa itu? Nas'alullahal-'afiyah (kami memohon pada Allah kebaikan)."

Dia berkata: "Saat itu aku sedang ribath di jalan kereta api, dan di pagi buta sebelum fajar, seorang pria dan anak lelakinya beserta istri dan anak-anaknya, melarikan diri dari bombardir dan pesawat musuh, yang para mujahidin selamat darinya nas'alullahats-tsabat (kami memohon pada Allah keteguhan). Lalu bagaimana kami bisa memaksa wanita dan anak-anak untuk bertahan? Maka aku menceritakannya pada ayahku, bahwa aku melihat keluarga yang keluar ke negeri kuffar. Dia menjawab: bunuhlah dia." Innalillahi wa inna ilaihi raji'un.

"Dan aku tak tenang dengan jawabannya, maka aku berbicara pada amir yang diatasnya, maka dia menjawab: bunuhlah mereka."
Hasbunallah wa ni'mal wakiil!

Manakala ia jatuh pada kesalahan yang buruk ini, yang bisa jadi akan menghapus amalan-amalan pelakunya dan memasukkannya ke dalam neraka jahannam.

وَمَن يَقۡتُلۡ مُؤۡمِنٗا مُّتَعَمِّدٗا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ خَٰلِدٗا فِيهَا وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِ وَلَعَنَهُۥ وَأَعَدَّ لَهُۥ عَذَابًا عَظِيمٗا ٩٣

"Barangsiapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah neraka jahannam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya dan melaknatnya, serta menyediakan adzab yang besar baginya." [Surat An-Nisa' 93]

Maka orang bodoh ini memenuhi permintaan amir yang sesat dan menyesatkan tersebut. Dia berkata: "Aku tak bisa membunuh wanita dan anak-anak kecil, maka aku membunuh lelaki itu di depan ayahnya, dan membunuh ayahnya di depan anaknya."

Maka aku berniat untuk mengatakan: "Allahumma laa taghfir lah (Ya Allah, jangan Engkau ampuni dia)".

Karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukannya dalam peristiwa yang lebih ringan daripada ini, ia adalah dalam firmanNya Ta'ala:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا ضَرَبۡتُمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ فَتَبَيَّنُواْ وَلَا تَقُولُواْ لِمَنۡ أَلۡقَىٰٓ إِلَيۡكُمُ ٱلسَّلَٰمَ لَسۡتَ مُؤۡمِنٗا تَبۡتَغُونَ عَرَضَ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا فَعِندَ ٱللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٞۚ كَذَٰلِكَ كُنتُم مِّن قَبۡلُ فَمَنَّ ٱللَّهُ عَلَيۡكُمۡ فَتَبَيَّنُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٗا ٩٤

"Wahai orang-orang yang beriman, apabila engkau pergi berperang di jalan Allah, maka telitilah, dan janganlah kamu mengatakan pada orang yang mengucapkan "Salam" padamu: "Kamu bukan orang mukmin", (lalu kamu membunuhnya), dengan bermaksud mencari harta benda kehidupan dunia, padahal di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaanmu dahulu, lalu Allah memberikan nikmatnya kepadamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan." [Surat An-Nisa' 94]

Dan diriwayatkan Imam Abu Dawud dan Ahmad di dalam Musnadnya, bahwa ayat ini turun pada seorang lelaki dari Sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang dikatakan ia adalah Muhallam Ibnu Jatsamah. Saat itu ia bertemu seorang lelaki yang sedang menuntun kambingnya dan lelaki itu berkata : "As-salamu 'alaikum". Dan orang tersebut berada di padang pasir antara kaum muslimin dan kaum kuffar. Maka Muhallam Ibnu Jatsamah menebas leher orang tersebut dan mengambil rampasan perang dan kambingnya. Maka Abu Malik Al-Asyja'i berdiri dan melaporkannya kepada Rasulullah, dan lelaki yang dibunuh itu adalah seorang Asyja'i. Maka ketika ia mendatangkannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, berkata kaumnya: "Wahai Rasulullah, mohonkanlah ampun baginya. Sesungguhnya dia melakukan kesalahan!". Lalu Rasulullah berkata: "Allahumma laa taghfir lah. Allahumma laa taghfir lah (Ya Allah, jangan Engkau ampuni dia)" dua kali. Maka Muhallam menangis dan air matanya berjatuhan ke selendangnya. [1]

Dalam riwayat lain yang dikutip oleh Ibnu Katsir di dalam tafsir ayat ini, ia berkata: Maka Al-Muhallam meninggal setelah tujuh malam, maka mereka menguburnya kemudian bumi mengeluarkannya. Kemudian mereka menguburnya dan bumi mengeluarkannya. Kemudian mereka menguburnya dan bumi mengeluarkannya. Maka beliau memerintahkan untuk menaruhnya di dalam gua kemudian menutupinya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya bumi telah menerima orang yang lebih buruk dari Sahabat kalian ini. Akan tetapi Allah ingin memberi pelajaran kepada kalian akan keharaman (darah) kalian." [2]

Allah menjadikan Muhallam sebagai ibrah untuk setiap orang yang berani atas darah kaum muslimin. Berkata Al-Qadhi 'Iyadh rahimahullahu Ta'ala : "Menyelamatkan dan bergaul dengan orang kafir karena keliru, lebih baik daripada membunuh seorang muslim karena keliru. Maka dengannya ditunjukkan tolak ukur (nilai) darah seorang muslim."

Ini adalah peringatan yang sangat penting, karena ia dibangun diatas kaedah yang ditetapkan para Ulama dan yang ditulis oleh (imam) Malik rahimahullah, ia berkata: "Kekeliruan dalam memaafkan itu lebih baik daripada kekeliruan dalam hukuman."

Dan apa dosa yang dilakukan oleh pria dan anaknya ini selain keluar karena keadaan terpaksa. Dan keluar ke darul Kufr itu, ia adalah kemaksiatan dan membahayakan agamanya, tetapi ia bukanlah sebuah kekafiran. Bahkan Imam Ibnul Mundzir menukil ijma' dan ia dalam pendapat ketiga, "bahwasannya siapa yang keluar dari Darul Islam menuju Darul Kufr maka ia adalah pelaku dosa besar dan ia tidak kafir karenanya".
Lalu kenapa kamu dengan orang yang dalam keadaan terpaksa yang Allah berfirman mengenai mereka:
 وَمَا لَكُمۡ لَا تُقَٰتِلُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱلۡمُسۡتَضۡعَفِينَ مِنَ ٱلرِّجَالِ وَٱلنِّسَآءِ وَٱلۡوِلۡدَٰنِ ٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَآ أَخۡرِجۡنَا مِنۡ هَٰذِهِ ٱلۡقَرۡيَةِ ٱلظَّالِمِ أَهۡلُهَا وَٱجۡعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ وَلِيّٗا وَٱجۡعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ نَصِيرًا ٧٥

"Dan mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang tertindas baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak yang berdoa: "Wahai Rabb kami, keluarkan kami dari negeri ini yang dzalim penduduknya. Berilah kami pelindung dari sisiMu, dan berilah kami penolong dari sisiMu." [Surat An-Nisa' 75]

Maka sudah seharusnya wahai ikhwah, untuk memastikan dan bertabayyun (teliti).

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن جَآءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإٖ فَتَبَيَّنُوٓاْ أَن تُصِيبُواْ قَوۡمَۢا بِجَهَٰلَةٖ فَتُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَا فَعَلۡتُمۡ نَٰدِمِينَ ٦

"Wahai orang-orang yang beriman jika datang padamu seorang fasik membawa suatu berita, maka telitilah." [Surat Al-Hujurat 6]

Jika saja kisah itu diceritakan padaku oleh orang tersebut yang berbuat kejahatan besar ini, mungkin saja aku tak akan mempercayainya. Akan tetapi yang berbuat demikian banyak berdasarkan kesaksian banyak ikhwah. Maka taubatnya adalah bertaubat kepada Allah 'Azza wa Jall. Dan mungkin saja apa yang telah hilang dari negeri-negeri dan hilangnya kekuatan dan angin, maka ia disebabkan karena meremehkan darah.

Sesungguhnya Nabi kita shallallahu 'alaihi wasallam amat sangat memuliakan darah, bahkan memungkinkan celaka yang lebih besar dan sebagian kekufuran, demi kemaslahatan yang lebih besar, yaitu agar manusia tidak mengatakan bahwa Muhammad telah membunuh sahabatnya. Sebagaimana di dalam Hadits dalam Ash-Shahih, ketika para sahabat berkata: "Tidakkah kita membunuh Abdullah bin Ubay bin Salul?", Beliau bersabda: "Ma'adzallah (aku memohon perlindungan pada Allah), apakah (kalian ingin) bangsa Arab mengatakan bahwa Muhammad telah membunuh sahabatnya?"

Dan kami tidak mengatakan, bahwasannya Ahlul Qiblah itu ma'shum dari kekafiran, tidak! Maka barangsiapa menghina Allah maka ia kafir, barangsiapa menghina Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam maka ia kafir, barangsiapa mengolok-olok agama dengan istihza' yang jelas maka ia kafir, barangsiapa mengadopsi agama Sekuler maka ia kafir, barangsiapa mengadopsi agama Komunis maka ia kafir, dan banyak lagi selainnya.

Akan tetapi yang kita bahas disini wahai Ahibbah, seorang lelaki yang menampakkan keislamannya, shalat, puasa, maka kita tidak membunuhnya kecuali dengan Yaqin (kepastian) dan kita tidak mengeluarkannya (dari islam) sebagaimana Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah berkata: "Kita tidak mengeluarkannya dari islam kecuali dengan yaqin".

Dan banyak orang-orang Jahil salah dalam memahami Nash-Nash syari'at maka mereka mengambil sebagian nash dan meninggalkan nash yang lainnya. Dan yang shahih adalah menyatukan (menyingkronkan) antara nash-nash tersebut.

Dan kebanyakan yang menimpa para Khawarij dan orang-orang yang disesatkan oleh kaum Khawarij adalah disebabkan kebodohan, dan nihilnya pengamatan terhadap syarah (penjelasan) Sunnah dan tafsir Kitab al-'Aziz (Al-Qur'an), dan terhadap perkataan-perkataan sebagian Ulama, dan perkataan-perkataan Ulama yang mulia. Dan kita dengan izin Allah akan membicarakan mengenai sebagian syubhat mereka dan membahasnya.

Syubhat pertama, atau permasalahan yang pertama, yaitu pembagian takfir antara Nau' (Muthlaq/umum) dan 'Ain (Mu'ayyan/individu).

Yakni, tidak semua yang dikatakan Syari'at bahwasannya "siapa yang berbuat demikian maka ia kafir" menjadikan seorang mu'ayyan (spesifik) yang mengamalkannya kafir. Tidak bila ada udzur. Dia akan kafir tetapi ia diudzur (dimaafkan) dengan sebuah mani' (penghalang) dari mawani' (penghalang-penghalang) takfir. Hal itu dibuktikan oleh Sahabat dan Salaf, dan a'immah (imam-imam), bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berbuat demikian.

Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dengan sanad Shahih, bahwasannya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melaknat delapan golongan karena khamr: peminumnya, pengantarnya, penjualnya, dan seterusnya [3].

Akan tetapi di dalam Shahih Bukhari, ketika datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seorang lelaki lewat dan minum khamr. Maka para Sahabat mencambuknya, dan seorang dari mereka berkata: "Semoga Allah melaknatmu. Berapa kali dia dihadapkan kepada Rasulullah (karena minum khamr)." Maka Rasulullah shallallahu' alaihi wasallam berkata: "Jangan engkau melaknatnya. Karena aku tak mengetahuinya kecuali ia mencintai Allah dan RasulNya."

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melaknat peminum khamr secara mutlaq (umum), namun ketika menyangkut laknat terhadap seorang mu'ayyan ini, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menolak untuk melaknat lelaki tersebut. Dan nash-nash dalam hal ini banyak.

Diantaranya hadits Laitsiyin (Bani Laits). Diriwayatkan oleh imam Abu Dawud di dalam  Sunannya, ia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengutus Abu Jahm bin Hudzaifah untuk memungut shadaqah (zakat). Maka seorang lelaki menolak untuk memberikan shadaqah, maka ia memukul kepalanya hingga terbuka luka di kepalanya. Maka kaumnya, yang mereka adalah Bani Laits, meminta qishash agar dipukul kepala Abu Jahm. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memberi mereka harta agar mereka mengambil diyat dan tidak memilih qishah. Maka mereka menolak. Kemudian beliau memberikan kepada mereka (tambahan) lalu mereka menolak. Kemudian beliau memberikan pada mereka lalu mereka menolak. Kemudian beliau memberikan pada mereka, lalu mereka menerimanya. Mereka berkata : "Kami ridha dengan diyat". Lalu Nabiullah shallallahu 'alaihi wasallam menaiki mimbar dan berkata: "Sesungguhnya Bani Laits menuntut qishash, maka aku beri mereka sekian dan sekian sampai mereka ridha. Apakah kalian ridha?" Mereka menjawab : "Tidak".

Wal'iyadzubillah. Mereka mendustakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di depan para sahabatnya (kaum Muhajirin). Maka para sahabat hendak berbuat terhadap mereka, tetapi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk menahan terhadap mereka.

Kemudian beliau menambahkan (jumlahnya) dan berkata: "Apakah kalian ridha?", mereka menjawab: "Iya."

Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata: "Dan takdzib (pendustaan) terhadap Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah murni kekafiran tanpa ada khilaf. Akan tetapi karena kejahilan mereka dan karena mereka adalah orang-orang A'rabi (Arab pedalaman), Rasulullah shallallahu' alaihi wasallam tidak mengkafirkan mereka dengannya." [4]

Maka tidak semua orang yang jatuh pada sebuah kekafiran dijatuhi hukuman kafir. Karena disana terdapat sebuah mani' dari mawani' takfir yang Mu'tabar.

Dan dari sini, diriwayatkan oleh Muslim di dalam Shahihnya dari hadits A'isyah Ummul Mu'minin radhiallahu 'anha, dan juga diriwayatkan An-Nasa'i dengan lafadz miliknya: Bahwasannya Jibril muncul pada Nabi shallallahu' alaihi wasallam, dan A'isyah ketika itu melepas pakaiannya, maka ia tidak masuk. Lalu ia keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ke kuburan Baqi'. Lalu A'isyah mengenakan jubahnya dan menyusul mereka. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melihat sesuatu yang gelap (hitam). Ketika beliau pulang, beliau memukul (yakni: mendorong dengan keras) dada A'isyah. Ia berkata: "Sampai aku merasakan sakitnya pukulan (dorongan)." Beliau berkata: "Apakah engkau takut Allah dan RasulNya berlaku tidak adil padamu? (yakni: apakah engkau mengira aku pergi kepada istri yang lain di malam giliranmu?). Apakah sesuatu yang gelap itu engkau?" Maka beliau shallallahu 'alaihi wasallam berkata padanya: "Engkau yang akan memberitahuku atau Yang Maha Mengetahui yang akan memberitahuku?" Maka A'isyah radhiallahu 'anha berkata: "Wahai Rasulullah, meski manusia merahasiakan, Allah mengetahuinya? Iya." [5]

Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah rahimahullahu Ta'ala berkata: "Dan perkataan yang dikatakan A'isyah ini adalah keraguan bahwa Allah mengetahui setiap apa yang ada di dalam jiwa. Akan tetapi beliau tidak mengkafirkannya dan justru menjelaskan dan mengajarinya. Dan perkara ini diantara Ushul Iman (pondasi-pondasi iman), dan yang meninggalkannya setelah tegaknya hujjah atasnya adalah kafir." Dan ini semua adalah nash-nash, dan masih ada lagi nash-nash yang lain.

Dan diriwayatkan di dalam Ash-Shahihain (Bukhari-Muslim), bahwasannya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkhutbah setelah peristiwa ifki [6], dan berkata: "Siapa yang memberiku udzur dari seseorang yang sampai padaku gunjingannya terhadap keluargaku? (yakni: jika aku menghukumnya, tak ada yang mencelaku)". Dan maksud Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah Abdullah bin Ubay bin Salul dan dia dari bani Khazraj.

Maka Usayd bin Hudhayr (koreksi: yang ini sebenarnya Sa'ad bin Mu'adz pimpinan bani Aus) radhiallahu 'anhu yang ia dari bani Aus berdiri dan berkata: "Wahai Rasulullah, jika ia dari kaum kami dari bani Aus, kami akan membunuhnya. Tapi jika ia dari kaum saudara kami bani Khazraj, maka perintahkanlah kepada kami dan kami akan melakukannya."

Maka Sa'ad bin Ubadah pimpinan Khazraj berdiri dan berkata: "Demi Allah, kau tak akan mampu dan tak akan bisa." Sa'ad adalah lelaki yang shalih yang ikut dalam perang Badar, dan ahlul Badr itu ma'shum dari perbuatan kekafiran, dan dengan itu kesombongan menguasainya, maka ia membela seorang Munafiq 'alimun nifaq, dan berkata: "Demi Allah kau tidak akan mampu dan tidak akan bisa." Dan ia radhiallahu 'anhu tak menjadi kafir karenanya.

Maka Usayd bin Hudhayr berkata padanya: "Demi Allah, engkau adalah munafiq yang berdebat (untuk membela) orang-orang munafiq." Dan peristiwa ini terjadi tujuh tahun atau lebih setelah Hijrah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Maka pasukan bangkit dengan pedangnya, bani Aus dan bani Khazraj. Dan ini disebabkan oleh kesombongan yang terkadang terjadi pada kaum beriman, maka mereka memohon ampunan kepada Allah dan bertaubat, dan tak ada seorangpun dari mereka menjadi kafir.

Kericuhan tersulut bahkan demi seorang munafiq atau kafir dari kaumnya, dan ini adalah kemaksiatan, akan tetapi ia tidak menjadi kekufuran dengan seorang muslim yang mukmin.

Ia berkata, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menenangkan kedua pasukan hingga mereka reda. Dan ini adalah diantara petunjuk beliau shallallahu 'alaihi wasallam bahwasannya beliau memastikan kepentingan ahlul islam.

Dan ahlul islam wahai Ahibbah, tidak seperti ummat-ummat yang lainnya. Ahlul islam dikhususkan oleh Allah dengan kekhususan-kekhususan, dan mereka diudzur di dalam banyak perbuatan mereka dengan kekeliruan (khatha'), takwil, dan kebodohan (jahl).

Oleh sebab itu, Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah berkata ketika berbicara mengenai permasalahan udzur ahlul qiblah dengan khatha' dan tiadanya takfir terhadap para ulama mujtahid mukhthi' (yang keliru) hanya dengan kekeliruan yang mereka perbuat. Ia berkata: "Jika berkata kepada kami musuh kami: 'udzurlah Yahudi dan Nasrani'". Yakni, kenapa kalian selalu mengudzur orang-orang yang mukhthi' dari ahlul islam, kenapa kalian tidak mengudzur orang-orang mukhthi' dari Yahudi dan Nasrani? Ia berkata: "Ampunan terhadap kebodohan karena khatha', adalah diantara pengkhususan ummat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam". Maka tatkala disebutkan di dalam hadits hasan yang diriwayatkan Al-Bazzar dan yang lainnya: "Sesungguhnya Allah membolehkan (memaafkan) bagi ummatku khatha', lupa, dan yang terpaksa dilakukan (ikrah)." [7]

Hal ini menunjukkan udzur karena khatha' dan takwil adalah dikhususkan untuk ummat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Bahkan ikrah sekalipun, sekelompok ulama berpendapat bahwasannya udzur untuk kekafiran karena ikrah adalah khusus untuk ummat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Mereka berhujjah dengan Hadits dzubab (lalat) yang dikisahkan di dalamnya bahwa seseorang yang terbunuh telah berkurban lalat karena takut dibunuh, maka ia masuk neraka. Jika saja ia dari ummat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berbuat demikian karena takut dibunuh dan takut ikrah, maka ia masih muslim berdasarkan ijma'.

Wallahu Ta'ala A'lam.

(Khutbah Kedua)

Segala puji bagi Allah, dan cukup Dia. Shalawat dan salam semoga tercurah atas nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan keluarganya dan para sahabatnya dan yang mengikuti jejak beliau.
Wa ba'd,

Sesungguhnya peniadaan pembagian takfir antara hukum Nau' 'Aam (umum) dan hukum khusus terhadap Mu'ayyan (individu) adalah diantara sebab terbesar daripada sebab-sebab kesesatan. Seandainya dulu seperti ini, maka para sahabat pasti telah mengkafirkan kaum Khawarij. Dan Khawarij telah melakukan amalan kekafiran yaitu mereka mengkafirkan Mu'awiyah, Abu Sa'id Al-Khudri, Ibnu Abbas, dan diantara mereka adalah kaum yang dijamin bagi mereka surga lewat lisan Rasulullah. Dan hukum kekafiran atas mereka dikarenakan mereka mendustakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, karena tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang beriman sebagaimana di dalam hadits.

Maka dari itu, ketika Ali ditanya sebagaimana di dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah mengenai Khawarij yang keluar (dari ketaatan) padanya, mereka berkata: "Apakah mereka kafir?" Ia berkata: "Tidak. Bahkan mereka lari dari kekafiran [8]." Mereka berkata: "Apakah mereka munafiq?" Ia berkata: "Sesungguhnya orang-orang munafiq itu tidak mengingat Allah kecuali sedikit [9]." Mereka berkata: "Lalu apa pendapatmu mengenai mereka?" Ia berkata: "Saudara kita yang melampaui batas terhadap kita [10]."

Ini adalah pemahaman para Sahabat ridhwanullahi Ta'ala 'alaihim terhadap nushush (nash-nash). Jika saja para Sahabat mengkafirkan dengan lazim, maka mereka pasti telah mengkafirkan kaum Khawarij dikarenakan kaum mereka melazimi pendustaan terhadap Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

Dan diantaranya pemahaman Salaf, Imam Ahmad rahimahullah berkata: "Barangsiapa mengatakan Al-Qur'an adalah makhluq, maka dia kafir." Akan tetapi ia tidak mengkafirkan setiap orang yang mengatakan Al-Qur'an itu makhluq. Ia tak mengkafirkan Al-Mu'tashim, bahkan ia berkata padanya: "Wahai Amirul Mu'minin". Dan panggilannya padanya dengan Amirul Mu'minin adalah bukti keislamannya.

Dan begitu pula Imam Asy-Syafi'i rahimahullah ketika berdebat dengan Hafsh Al-Fard tentang permasalahan penciptaan Al-Qur'an, maka Hafsh mengakui bahwasannya ia mengatakan Al-Qur'an adalah makhluq. Dan ini adalah kekafiran berdasarkan kesepakatan kaum muslimin. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah: "Dan Asy-Syafi'i berdebat dengan Hafsh Al-Fard, dan menegakkan hujjah atasnya, akan tetapi ia tak mengkafirkannya dikarenakan ia adalah shahibut ta'wil (orang yang mentakwil) dan terkena Talbis (dari takwil). Jika ia mengkafirkannya, pasti ia akan berfatwa pada Sultan untuk membunuhnya dan membolehkan (penumpahan) darahnya."

Sebagaimana juga yang disebutkan dari Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah, yang dikeluarkan di dalam Al-Fatawa, ia berkata: Aku berdebat dengan Ulama Jahmiyyah dan Asy'ariyah dan para Qadhi mereka, maka aku berkata pada mereka: "Jika aku mengatakan perkataan kalian, aku kafir. Akan tetapi aku mengudzur kalian karena kejahilan kalian."

Maka dari itu wahai Ahibbah, wajibnya pembagian antara Nau' dan 'Ain. Dan disebutkan di dalam Shahih Bukhari bahwasannya dikatakan di dalam majlis Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : "Dimana Malik Ibnu Dakhsyun?" Maka seseorang berkata: "Wahai Rasulullah, dia itu Munafiq." Beliau berkata: "Jangan berkata begitu. Sesungguhnya aku tidak mengetahuinya kecuali ia mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah, ia mengharap dengannya Wajah Allah." Dia berkata: "Wahai Rasulullah, kami tidak pernah melihat perkataannya kecuali dari kaum munafiq, ia tidak berbicara dan bermajlis kecuali dengan orang-orang munafiq." Beliau berkata: "Sesungguhnya Allah mengharamkan api neraka terhadap siapa yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah, yang mengharap dengannya Wajah Allah."

Di dalam hadits ini (menunjukkan) pengguguran ketergelinciran ahlul islam meski mereka keliru dan salah, kecuali mereka melakukan kekafiran yang terang, jelas, lagi gamblang, maka ia kafir karenanya jika telah tegak risalah hujjah atasnya.

Maka dengan ini wahai Ahibbah, kita akan memperingatkan perkara-perkara lainnya diantara sebab ghuluw dan diantara sebab keluarnya kaum Khawarij tersebut. Yaitu nihilnya pembagian antara islam Hukmi dan islam Haqiqi. Islam itu ada dua macam. Islam Hukmi, yaitu yang dengannya terjaga darah dan harta. Islam Haqiqi, yaitu islam yang memasukkan pemeluknya ke dalam surga dan ridha dengannya Rabbnya Jalla wa 'Ala.

Adapun muamalah kita dengan manusia adalah dengan islam hukmi. Adapun islam haqiqi, maka tak seorangpun yang bisa menghukumi seseorang dengannya kecuali siapa yang ditunjukkan oleh Allah dan RasulNya padanya hal itu. Sebagaimana yang dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah rahimahullah: "Dan kaum muslimin secara umum, islam mereka hukmi." Maka islam itu hukmi. Masyarakat ahlul islam, islam mereka hukmi. Dan batin mereka kita kembalikan kepada Allah 'Azza wa Jall.

Banyak diantara manusia membaca syarat-syarat Laa Ilaaha Illallaah kemudian berkata: "Kita tidak menghukumi seseorang dengan islam kecuali ia memenuhi syarat-syarat ini." Ini adalah syarat-syarat islam haqiqi. Adapun hukum keislaman, maka ia dengan salah satu dari tiga perkara, yang ditulis oleh Al-Kasani di dalam Bada'i'ush Shana'i' yang telah ia kumpulkan dari para Salaf di zaman sebelumnya.

-An-Nash (الن صُّ ), yaitu dengan mendengar seseorang mengucapkan "Aku masuk islam karena Allah", atau "aku bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah". Maka dengan ini ia dihukumi islam.

- Ad-Dalalah (الدلالة ), yaitu dengan melihatnya shalat, bahwasannya ia mengamalkan diantara syari'at-syari'at, atau melihatnya bersiwak, atau melihatnya berpakaian gamis dari pakaian kaum muslimin. Maka dengan itu ia dihukumi islam.

Imam Ahmad dimintai fatwa mengenai sebagian orang yang terbunuh yang mereka dapati, mereka tak tahu apakah mereka muslim atau kuffar. Ia berkata: "Geledahi, jika terdapat siwak di dalam sakunya, maka ia dihukumi islam, dan dikafani, dan dishalati. Jika tidak ditemukan siwak atau bekasnya, singkap auratnya. Kalau ia telah dikhitan, maka ia dihukumi islam. Karena islam itu tinggi, dan tidak ada yang diatasnya (menandinginya)."

Bahkan An-Nawawi rahimahullah dan Ibnu Qudamah di dalam Al-Mughni berpendapat lebih dari itu. Mereka berkata: "Jika diperselisihkan seseorang yang terbunuh di medan peperangan di darul harb, tercampur jasad kaum muslimin dengan jasad kuffar." Lalu apa yang kita dengar? Siapa yang kita kafani dan yang tidak kita kafani? Mereka berkata: "Kita mengkafani semuanya, memandikan semuanya, dan kita menshalati semuanya -dengan pendapat yang mengatakan bahwa orang yang syahid itu dishalati-, karena islam itu tinggi, dan tak ada yang menandinginya."

Maka hanya dengan melihat seseorang menampakkan syari'at-syari'at islam, maka engkau menghukuminya dengan islam, dan engkau kembalikan niatnya dan apa yang ada di hatinya kepada Allah.

Dan diriwayatkan Abu Dawud dengan sanad shahih, bahwasannya Abu Sufyan mengirim mata-mata / Jasus, namanya Furat Ibnu Hayyan. Maka tatkala sampai hal itu pada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan Furat Ibnu Hayyan sedang berkeliling di Madinah, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendengar bahwasannya Furat adalah mata-mata Abu Sufyan. Maka beliau memerintahkan seseorang dari kaum Anshar untuk membunuhnya. Maka Furat Ibnu Hayyan datang ke Majlis diantara kaum Anshar dan berkata : "Aku masuk islam karena Allah". Maka orang Anshar tersebut pulang. Lihatlah bagaimana Sahabat memuliakan darah, padahal ia jasus! Maka orang Anshar tersebut pulang dan berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ia mengucapkan: Aku masuk islam karena Allah." Maka beliau shallallahu 'alaihi wasallam orang yang paling penyayang terhadap makhluk berkata: "Sesungguhnya diantara manusia ada yang kembali kepada keimanan mereka, diantaranya Furat Ibnu Hayyan." Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak membunuhnya.

- Demikian pula keadaan ketiga yang di dalamnya mukallaf dihukumi dengan islam, yaitu At-Tab'iyyah (التبعيّة ). Adapun dengan mendengar syahadat maka ia disebut An-Nash. Adapun Ad-Dalalah yaitu dengan nampaknya sebagian syari'at-syari'at. Adapun At-Tab'iyyah, yaitu seperti contoh jika kita mendapati seseorang yang mati di darul Kufr atau di darul harb dan kita tidak tahu dia dari mana dan ayahnya dan siapa. Maka kita bertanya, jika kita mendapati bapak dan ibunya muslim, maka kita menghukuminya muslim mengikuti kedua orangtuanya. Dan ini disebut di kalangan Ulama sebagai At-Tab'iyyah.

Maka sudah sepatutnya wahai Ahibbah, untuk merasa faqir dan memperhatikan nushush para Ulama, sebelum memasuki permasalahan-permasalahan takfir. Karena banyak orang-orang jahil bermain-main dengan permasalahan-permasalahan ini tanpa
ilmu, maka mereka sesat dan menyesatkan.

Sebagaimana di dalam shahih Muslim dari Abdullah bin Amru bin 'Aash, beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan sekali cabutan dari dada para ulama. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan mewafatkan para ulama. Sampai ketika tak ada lagi seorang Alim, mereka menjadikan manusia yang bodoh sebagai pemimpin-pemimpin, kemudian mereka ditanyai dan mereka berfatwa, mereka sesat dan menyesatkan."

Maka celaka sungguh celaka, bagi siapa yang memerintahkan untuk membunuh seorang muslim. Maka celaka sungguh celaka, bagi siapa yang mengkafirkan seorang muslim tanpa hak (alasan yang benar). Karena sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda sebagaimana di dalam Shahih Bukhari: "Siapa yang menuduh saudaranya dengan kekafiran maka ia seperti membunuhnya. Siapa yang menuduh seorang mukmin dengan kekafiran maka ia seperti membunuhnya."

Bahkan menuduh seorang mukmin dengan kekafiran itu lebih besar dari pembunuhan. Dan ini disebutkan oleh kaedah yang ma'ruf lagi maklum, dan ia adalah perkataan ulama: "Setiap dosa yang diperselisihkan di dalamnya takfir dengannya, adalah lebih besar daripada setiap dosa yang tidak diperselisihkan di dalamnya takfir dengannya."

Maka mengkafirkan seorang muslim, secara dzahir hadits dan perkataan sebagian ahlul 'ilmi -dan hadits-hadits di dalam Shahihain bahwa barangsiapa mengkafirkan seorang muslim tanpa hak-, maka secara dzahir hadits bahwa ia kafir dan keluar dari millah.

Dan sebagian Salaf dan ulama berpendapat bahwa jika ia seorang muta'awwil (yang mentakwil) maka ia tidak kafir. Akan tetapi ada diantara Syafi'iyyah dan yang lainnya berpendapat barangsiapa mengatakan ia (muslim) kafir, telah kafir dan keluar dari millah. Dan dosa ini diperselisihkan di dalam takfir pelakunya. Maka ia lebih besar daripada membunuh seseorang. Karena membunuh seseorang tidak ada perselisihan diantara ummat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam di dalam takfir pelakunya kecuali kaum Khawarij. Maka dari itu, setiap dosa yang dipeselisihkan dalam takfir dengannya, itu lebih besar dari setiap dosa yang tidak diperselisihkan dalam takfir dengannya.

Kita memohon kepada Allah Subhanahu Wata'ala agar mengajari kita dan menambahkan kita pemahaman dalam diin.

Ya Allah pahamkanlah kami dalam agama. Ya Allah pahamkanlah kami dalam agamaMu wahai Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Allah yang Memahamkan Sulaiman, pahamkanlah kami. Dan Wahai yang Mengajari Ibrahim, ajarilah kami.

Ya Allah kami berlindung padaMu dari condong (pada kesesatan) dan kesesatan. Ya Allah kami berlindung padaMu dari kesalahan dan melampaui batas. Wahai Rabb kami, jangan Engkau condongkan hati kami pada kesesatan setelah Engkau beri kami petunjuk dan rahmat dari sisiMu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.

Ya Allah tolonglah hamba-hambaMu para mujahidin di jalanMu di Damaskus. Ya Allah tolonglah hamba-hambaMu para mujahidin di jalanMu di Hayyil Qadam, dan di Kamp Yarmuk, dan di Selatan Damaskus, wahai Rabb semesta alam.

Ya Allah menangkanlah mereka atas Nushairiyyah kuffar wahai Rabb semesta alam. Ya Allah binasakanlah musuh-musuh millah dan diin ini. Ya Allah binasakanlah kaum Yahudi, ya Allah binasakanlah kaum Nushayriyyah, ya Allah binasakanlah kaum Rafidhah, ya Allah binasakanlah kaum Sekuler, ya Allah binasakanlah orang-orang yang memerangi kaum muslimin.

Ya Allah yang menurunkan al-Kitab, yang menggerakkan awan, yang maha cepat perhitungannya, ya Allah hancurkanlah pasukan Ahzab, hancurkan dan guncang mereka dan tolonglah kami atas mereka.

Ya Allah sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan dalam ketaatan padamu dan ridha
dariMu
Ya Allah bebaskanlah kami di dalamnya dari api neraka
Ya Allah ampunilah kami dan orang tua kami dan kaum muslimin dan muslimat baik yang hidup ataupun mati.


Catatan Penerjemah:
[1] Hadits diriwayatkan Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan yang lainnya mengenai Rasulullah berdoa : "Ya Allah jangan Engkau mengampuni Muhallam". Di akhir hadits disebutkan: berkata Ibnu Ishaq : "Dan kaumnya mengira bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memohonkan ampunan baginya setelah itu."
Dan hadits ini dha'if menurut Muhaqqiq Musnad Syaikh Syu'aib al-Arnu'uth dan juga didha'ifkan Al-Albani.
[2] Imam Ibnu Abdil Barr mengatakan: dikatakan: "bahwasannya ia bukan Muhallam Ibnu Jatsamah, karena Muhallam bin Jatsamah meninggalkan Homs di akhir hayatnya. Dan meninggal di dalamnya di bawah kepemimpinan Ibnu Zubayr."
Berkata Ibnu Abdil Barr: "Dan maklum bahwa ia membunuhnya karena kekeliruan, tidak sengaja. Karena ia memeranginya disebabkan ketidakpercayaannya pada perkataannya, Wallahu Ta'ala A'lam." [Imta'ul Asma'; juz 13 hal 3]
[3] Hadits riwayat Tirmidzi dari Anas bin Malik : "Rasulullah melaknat sepuluh golongan karena Khamr", hadits ini Gharib. Hadits lain yang senada, riwayat Abu Dawud dari Ibnu Umar : "Allah melaknat khamr, peminumnya, penuangnya, (dst)". Dan hadits ini dishahihkan Al-Albani.
[4] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dan banyak sekali di antara manusia hidup pada tempat dan jaman dimana ilmu nubuwwat banyak yang hilang, hingga tidak ada orang yang menyampaikan apa yang Allah utus dengannya kepada Rasul-Nya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Maka, mereka tidak mengetahui banyak hal tentang apa yang Allah utus dengannya Rasul-Nya karena tidak ada orang yang menyampaikannya. Oleh karena itu, A'immah telah sepakat bahwa orang yang hidup di daerah yang jauh dari ahlul-‘ilmi wal-iman, dan ia adalah orang yang baru masuk Islam, kemudian ia mengingkari sesuatu dari hukum-hukum dzahirah yang mutawatir, maka ia tidak dihukumi dengan kekafiran hingga ia mengetahui apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.”[ Majmu’ Al-Fatawa, 11/408 ].
[5] Imam An-Nawawi berkata: "Dan perkataan: (Ia berkata: wahai Rasulullah, meski manusia merahasiakan, Allah mengetahuinya? Iya). Dan seperti inilah di dalam Ushul, dan ini shahih, dimana ketika ia berkata: meski manusia merahasiakan, Allah mengetahuinya. Ia membenarkan dirinya sendiri dan berkata: iya." [Syarh An-Nawawi 'ala Muslim]
[6] Haditsul ifk, peristiwa dimana sahabat Shafwan bin Mu'aththal difitnah melakukan sesuatu (zina) dengan Ummul Mu'minin A'isyah ketika beliau tertinggal di perjalanan dari rombongan Rasulullah, dan fitnah yang keji ini dihembuskan pertama kali oleh Munafiq Abdullah bin Ubay bin Salul. Namun ia tak terkena hukuman hadd, para ulama menjelaskan beberapa sebabnya:
· Dia akan diadzab dengan adzab yang besar di akhirat, sebagaimana dalam ayat "Dan barangsiapa diantara mereka mengambil bagian terbesar, ia mendapat adzab yang besar pula" (Surat An-Nur:11)
· Bahwa hadd itu membersihkan dosa seorang mukmin, dan Abdullah bin Ubay adalah seorang munafik yang najis.
· Dia tak menuduh secara langsung. Yakni ia mengatakan perkataan yang tidak jelas lagi samar, namun manusia yang mendengarnya memahami demikian (zina).
· Pertimbangan maslahat dan mafsadat. Karena dia mengaku sebagai kaum Nabi dan pandai berpura-pura, dan jika Nabi menegakkan hadd atasnya mungkin kaumnya tidak akan memujinya dengan hukuman tersebut. Dan peristiwa ifk ini merupakan Asbabun Nuzul Surat An-Nur ayat 11-20.
[7] Khatha' maksudnya: berbuat sesuatu yang ia tidak bermaksud untuk melakukannya. Sebagaimana di dalam Al-Qur'an: "Wahai Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami ketika kami lupa atau melakukan kekeliruan (khatha')." [Surat Al-Baqarah 286]
[8] Khawarij adalah kaum yang mengagungkan islam dan syi'ar-syi'arnya, menjauhi kemaksiatan apalagi kekafiran, bahkan sampai mengkafirkan para pelaku dosa besar.
[9] Mereka (khawarij) adalah ahli ibadah, sebagaimana disebutkan di dalam hadits: "Shalat kalian sedikit dibandingkan shalat mereka, juga puasa kalian sedikit dibandingkan puasa mereka". [Bukhari-Muslim]
[10] Yang melampaui batas yakni Bughat. Disebutkan di dalam Al-Kafi juz 5 hal 302 karya Ibnu Qudamah, bahwa para Fuqaha madzhab Hanbali berpendapat bahwasannya Khawarij yang mengkafirkan ahlul haqq diantara para sahabat Rasulullah dan menghalalkan darah kaum muslimin, dihukumi sebagaimana hukum bughat. Dikarenakan Ali radhiallahu 'anhu berkata mengenai kaum Haruriyah (Khawarij di zamannya): "Jangan memulai peperangan (dengan mereka)".
Meski sebenarnya bughat dan khawarij pada hakekatnya berbeda. Bughat adalah kaum yang keluar dari ketaatan imam untuk menuntut suatu urusan tetapi mereka tak mengkafirkannya. Sedangkan khawarij adalah kaum sesat yang aqidahnya rusak, mereka mengkafirkan pelaku dosa besar dan menghalalkan darah kaum muslimin dikarenakan takwil yang mereka miliki.
Para ulama pun berselisih dalam pengkafiran Khawarij, apakah mereka dihukumi murtad atau tidak. Namun ketetapan yang diambil adalah bahwasannya mereka adalah firqah ahlul bid'ah diantara firqah kaum muslimin.

Wallahu A'lam Bisshawab

Ditarjamah oleh : al-Akh Attaqiy Arsalan
Dirapikan dan diterbitkan ulang oleh : Penyebar Berita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...