Tiga Kelompok Yang Selamat
Oleh:
Ustadz Abu Sulaiman Aman Abdurrahman
Golongan orang
yang selamat.
(Menampakkan Millah Ibrahim,
memisahkan diri terhadap orang-orang musyrik) Segala puji hanya milik Allah
Rabbul ‘aalamiin, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi
kita Muhammad, keluarganya dan para shahabatnya.‘Amma ba’du:
Ikhwani fillah… materi kali ini kita
akan membahas kandungan hadits dari Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam: “Orang mu’min yang berbaur di tengah manusia dan dia sabar terhadap
sikap buruk (penindasan) mereka adalah lebih baik daripada orang mu’min yang
tidak berbaur dengan manusia dan tidak sabar terhadap sikap buruk mereka” (HR.
Ibnu Majah, hasan, dari Ibnu Umar, diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dan At
Tirmidziy)
Hadits ini sederhana tapi
kandungannya sangat besar dan sangat berkaitan dengan masalah Millah
Ibrahim. Di sini Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan:
“Orang
mukmin yang berbaur di tengah manusia dan dia sabar terhadap sikap buruk
(penindasan) mereka…” dalam arti dia tampil di hadapan manusia dan berinteraksi dengan
mereka, tidak mengurung diri atau tidak mengasingkan diri. Dia sabar terhadap
berbagai sikap buruk yang ditimbulkan oleh kaumnya.
Kata sabar tidak
muncul kecuali setelah terjadi sesuatu yang mendorong orang tersebut untuk
bersabar. Maksudnya adalah orang mukmin yang berbaur dengan manusia dan dia mendakwahkan
ajaran Allah Subhanahu Wa Ta’ala, menjaharkan dakwah tauhid yang dia anut, dia
menampakkan Millah Ibrahim. Dan tentunya ketika orang menampakkan Millah
Ibrahim akan mendapatkan penindasan daripada manusia.
Sebagaimana kita tahu bahwa sejarah
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, ketika beliau menampakkan Millah
Ibrahim karena diperintahkan Allah, maka yang terjadi adalah beliau
dilempari, beliau dicekik, beliau
juga dituduh dengan tuduhan-tuduhan yang sangat keji. Para shahabat pengikutnya
seperti Bilal di siksa, Sumayyah dibunuh, Yassir dibunuh, Amar disiksa hingga
patah tulang rusuknya, Khabab disiksa, dan shahabat yang lain karena mereka
sangat menderita dengan berbagai penindasan yang dilakukan orang-orang kafir
Quraisy, maka mereka diizinkan untuk hijrah ke Habasyah (Etiophia). Ini semua
terjadi karena mereka menampakkan Millah Ibrahim.
Jadi di sini maksudnya adalah, bahwa
ketika seseorang tampil di hadapan manusia dan dia ingin mendapatkan predikat
orang mu’min yang mendakwahkan dienullah yang diberikan keutamaan seperti dalam
hadits di atas, maka dia harus tampil dengan menampakkan Diennya, mengikuti uswah
(teladan)
para rasul sebagaimana yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala firmankan
:
قَدۡ
كَانَتۡ لَكُمۡ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ فِيٓ إِبۡرَٰهِيمَ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ إِذۡ
قَالُواْ لِقَوۡمِهِمۡ إِنَّا بُرَءَٰٓؤُاْ مِنكُمۡ وَمِمَّا تَعۡبُدُونَ مِن
دُونِ ٱللَّهِ كَفَرۡنَا بِكُمۡ وَبَدَا بَيۡنَنَا وَبَيۡنَكُمُ ٱلۡعَدَٰوَةُ وَٱلۡبَغۡضَآءُ
أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤۡمِنُواْ بِٱللَّهِ وَحۡدَهُۥٓ إِلَّا قَوۡلَ إِبۡرَٰهِيمَ
لِأَبِيهِ لَأَسۡتَغۡفِرَنَّ لَكَ وَمَآ أَمۡلِكُ لَكَ مِنَ ٱللَّهِ مِن شَيۡءٖۖ
رَّبَّنَا عَلَيۡكَ تَوَكَّلۡنَا وَإِلَيۡكَ أَنَبۡنَا وَإِلَيۡكَ ٱلۡمَصِيرُ ٤
“Sesungguhnya telah ada bagi kalian
suri tauladan yang baik pada diri Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan
dia saat mereka berkata di hadapan kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas
diri dari kalian dan dari apa yang kalian ibadati selain Allah, kami ingkari
(kekafiran) kalian dan nampak antara kami dengan kalian permusuhan dan
kebencian buat selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah saja”. (QS.
Al Mumtahanah [60]: 4)
Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:
ثُمَّ
أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ أَنِ ٱتَّبِعۡ مِلَّةَ إِبۡرَٰهِيمَ حَنِيفٗاۖ وَمَا كَانَ
مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ١٢٣
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu
(Muhammad): ”Ikutilah Millah Ibrahim seorang yang hanif”, dan bukanlah dia
termasuk orang-orang yang mempersekutukan Rabb.” (QS. An Nahl
[16]: 123)
Dalam ayat-ayat tersebut Allah Subhanahu
Wa Ta’ala memerintahkan kita untuk mentauladani mereka, untuk mengikuti
mengikuti Millah Ibrahim, ”Ikutilah Millah Ibrahim seorang yang hanif”. Millah
Ibrahim adalah apa yang dinyatakan dalam surat Al Mumtahanah: 4 tadi. Di dalamnya
Allah memerintahkan kita untuk menyatakan keberlepasan diri di hadapan kaum musyrikin
atau di hadapan orang-orang kafir (“Sesungguhnya kami berlepas diri
dari kalian dan dari apa yang kalian ibadati selain Allah”).
Dalam ayat ini Allah ta’ala mengedepankan keberlepasan diri dari para pelakunya
daripada keberlepasan diri dari kemusyrikan mereka, karena bisa saja ada orang
yang berlepas diri dari kemusyrikan mereka akan tetapi belum berlepas diri dari
pelakunya.
Allah menekankan keberlepasan diri
dari orangnya, karena jika berlepas diri dari orangnya maka otomatis akan
berlepas diri perbuatan musyriknya, akan tetapi jika orang berlepas diri dari perbuatan
kemusyrikannya maka belum tentu dia berlepas diri daripada orangnya. Dan ini
adalah realita yang bisa kita saksikan, dimana banyak sekali orang berlepas
diri dari kemusyrikan, akan tetapi mereka belum bara’ (berlepas
diri) dari para pelakunya. Jika belum bara’ dari para pelakunya
berarti belum merealisasikan Millah Ibrahim. Bahkan dalam banyak ayat Al
Qur’an, Allah Subhanahu Wa Ta’ala mendahulukan keberlepasan diri dari para pelaku
kemusyrikan sebelum berlepasa diri dari kemuyrikannya itu sendiri, di antaranya
adalah firman-Nya tentang perkataan Ibrahim ‘alaihissalam:
وَأَعۡتَزِلُكُمۡ
وَمَا تَدۡعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَأَدۡعُواْ رَبِّي عَسَىٰٓ أَلَّآ أَكُونَ
بِدُعَآءِ رَبِّي شَقِيّٗا ٤٨
“Dan saya menjauhi kalian dan
menjauhi apa yang kalian seru selain Allah” (QS. Maryam [19]: 48 )
Yang didahulukan adalah berlepas diri dari “kum”
(kalian),
yaitu dari orangnya atau para pelakunya lalu kemudian berlepas diri dari
perbuatannya. Ayat berikutnya adalah firman Allah ta’ala:
وَإِذِ
ٱعۡتَزَلۡتُمُوهُمۡ وَمَا يَعۡبُدُونَ إِلَّا ٱللَّهَ فَأۡوُۥٓاْ إِلَى ٱلۡكَهۡفِ
يَنشُرۡ لَكُمۡ رَبُّكُم مِّن رَّحۡمَتِهِۦ وَيُهَيِّئۡ لَكُم مِّنۡ أَمۡرِكُم
مِّرۡفَقٗا ١٦
“Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka ibadati
selain Allah...” (QS. Al Kahfi [18]: 16)
Millah Ibrahim adalah
menampakkan keberlepasan diri dari kaum musyrikin dan dari perbuatan
kemusyrikan atau kekafiran mereka. Di sini Allah mengedepankan keberlepasan
diri dari orangnya terhadap keberlepasan diri dari perbuatan kemusyrikannya,
supaya tidak ada orang yang mengaku telah berlepas diri dari kemusyrikan, akan
tetapi dalam realitanya dia tidak berlepas diri dari para pelakunya.
Kemudian selanjutnya ayat “kami
ingkari (kekafiran) kalian”, adalah mengingkari perbuatan kemusyrikan atau
pengingkaran terhadap ajaran mereka. Ayat ini juga memakai khithab “kum”
(kalian),
maka berarti orang yang diseru ada di hadapan. Pengingkaran terhadap
ajaran-ajaran syirik, falsafah-falsafah syirik, sistem-sistem syirik,
hukum-hukum syirik, dan isme-isme yang bertentangan dengan ajaran Laa ilaaha
illallaah.
Ayat “dan nampak
antara kami dengan kalian permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya sampai
kalian beriman kepada Allah saja”. Yang dimaksud nampak adalah diluar,
bukan di dalam hati. Allah juga mendahulukan penampakkan permusuhan daripada
kebencian, karena bisa saja orang mengklaim bahwa dia membenci kemusyrikan,
tapi ternyata realitanya dia tidak memusuhi pelakunya sehingga dia tetap
berteman dekat dengan para pelakunya. Tapi jika orang memusuhi maka sudah pasti
dia membencinya.
Ketika mempraktekkan Millah Ibrahim ini, di mana
kita menyatakan keberlepasan dari itu semua di hadapan kaum musyrikin, dan
ketika tampil dakwah di forum lalu kita nyatakan ini semua di hadapan mereka,
dan ketika menjelaskan hal ini di hadapan mereka, maka yang akan ada adalah
penerimaan yang total dan penolakan yang total juga. Ketika kita menampakkan
sikap permusuhan maka mereka juga akan menampakkan sikap permusuhan, sehingga
yang terjadi adalah penindasan dari mereka bila mereka memiliki kekuasaan…
Ketika ada penerimaan dan ada
penolakan, maka yang akan terjadi adalah tafarruq (pecah
belah) antara dua kelompok, oleh sebab itu Rasulullah disifati oleh Jibril ‘alaihissalam
dalam
hadits Al Bukhariy: “Muhammad memecah belah di antara manusia” dan
dalam riwayat yang lain “Muhammad pemecah belah di antara manusia”.
Jika ada satu keluarga kafir, lalu
di antara salah satu anggota keluarganya ada yang menerima tauhid, sedangkan
konsekuensi tauhid adalah adanya keberlepasan diri, permusuhan, dan
pengingkaran dari perbuatan kekafiran atau kemusyrikan, maka yang akan terjadi
ketika tauhid ditampakkan adalah permusuhan, kebencian, dan perpecahan di
antara keluarga tersebut. Suami yang menerima tauhid akan pisah dari isterinya
yang kafir, atau ayah yang kafir pisah dari anaknya yang menerima tauhid. Oleh
karena itu juga Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dituduh
sebagai “tukang sihir lagi pendusta” (QS. Shaad [38]: 4), dikarenakan di
antara pengaruh sihir adalah memecah hubungan suami isteri.
Itulah peristiwa yang menimpa
orang-orang terdahulu, juga yang menimpa Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam di Mekkah ketika dalam kondisi tertindas dan belum memiliki masyarakat
yang mendukungnya. Oleh karena itu ketika beliau melihat keluarga Yasir yang sedang ditindas, beliau mengatakan: “Sabarlah
wahai keluarga Yasir,…”. Keluarga Yasir diperlakukan seperti itu karena menampakkan tauhid...
menampakkan Millah Ibrahim.
Jadi kata sabar dalam hadits “Orang mukmin yang berbaur di tengah
manusia dan dia sabar terhadap sikap buruk (penindasan)
mereka adalah lebih baik…” adalah setelah menampakkan Millah Ibrahim.
Ketika orang tampil di hadapan
masyarakat, sedangkan dia memposisikan dirinya sebagai du’at
ilallaah, dia berada di posisi yang memberikan bayan, maka
kewajiban yang pertama bagi dia adalah menjelaskan hakikat dien ini atau ajaran
Allah yang sebenarnya yaitu tauhid (Laa ilaaha illallaah) al
kufru bit thaghut wal iman billah serta konsekuensi-kensekuensinya,
karena permasalahan sudah di depan mata dan karena kita hidup di negeri yang
seperti ini, ia harus siap menerima apapun konsekuensi yang mungkin akan
menimpanya. Inilah penjelasan yang dibutuhkan oleh masyarakat, yaitu penjelasan
akan Laa ilaaha illallaah, hakikat thaghut dan rinciannya.
MAKA bila dia tidak menjelaskan
hakikat dien ini di hadapan mujtama (masyarakat) padahal dia
memposisikan dirinya sebagai orang yang tampil di atas mimbar yang mana masyarakatnya
selalu menunggu apa yang dia ucapkan dan masyarakat sangat membutuhkan penjelasan
yang segera, namun ketika dia tidak menjelaskannya karena sebab apa saja, maka
itu adalah kitman (menyembunyikan ilmu), sedangkan kita tahu posisi orang yang
menyembunyikan ilmu ketika orang sangat membutuhkan penjabarannya adalah
sebagaimana yang Allah firmankan:
إِنَّ
ٱلَّذِينَ يَكۡتُمُونَ مَآ أَنزَلۡنَا مِنَ ٱلۡبَيِّنَٰتِ وَٱلۡهُدَىٰ مِنۢ
بَعۡدِ مَا بَيَّنَّٰهُ لِلنَّاسِ فِي ٱلۡكِتَٰبِ أُوْلَٰٓئِكَ يَلۡعَنُهُمُ ٱللَّهُ
وَيَلۡعَنُهُمُ ٱللَّٰعِنُونَ ١٥٩
“Sesungguhnya orang-orang yang
menyembunyikan apa yang telah kami turunkan kepada kamu berupa bukti-bukti yang
nyata tentang kebenaran dan petunjuk setelah Kami jelaskan hal itu kepada
manusia dalam Al Kitab, mereka itulah orang-orang yang dilaknat oleh Allah dan
dilaknat (pula) oleh setiap makhluk yang dapat melaknati” (QS.
Al Baqarah [2]: 159)
Dan Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam juga mengatakan: “Barangsiapa yang ditanya tentang ilmu terus dia
menyembunyikannya maka dia diikat dengan kendali dari api neraka” (HR.Abu
Dawud)
Sedangkan permasalahan yang paling
dibutuhkan oleh masyarakat pada zaman sekarang ini dan yang paling utama adalah
masalah tauhid, karena itu adalah pertanyaan yang ada di setiap benak manusia,
dan bila dia tidak mejelaskannya maka dia masuk ke dalam ancaman ayat dan hadits
di atas tadi.
Dan orang yang lebih parah dari orang yang kitman
ini
adalah orang yang memberikan pengkaburan al haq di hadapan
manusia. Dia berada pada posisi sebagai orang yang memberikan bayaan
(penjelasan)
atau sebagai du’at ilallah, kemudian dia memberikan pengkaburan antara al haq
dengan al bathil di hadapan manusia. Bila saja orang yang kitman
(menyembunyikan) masuk ke dalam ancaman ayat di atas: “itulah
orang-orang yang dilaknat oleh Allah dan dilaknat (pula) oleh setiap makhluk
yang dapat melaknati”, sedangkan orang yang melakukan talbis (pengkaburan
atau mencampurkan al haq dengan al bathil) maka ancamannya lebih keras dari Allah
Subhanahu
Wa Ta’ala.
Seperti ulama-ulama yang memberikan pengkaburan
di hadapan manusia tentang status thaghut dan ansharnya, dengan cara
membela-bela mereka atau mengutarakan syubhat-syubhat untuk menetapkan
keislaman mereka dan untuk membentengi dari pengkafiran terhadap mereka, maka
ini adalah ulama yang melakukan talbis di
hadapan manusia.
Selanjutnya, jika orang mukmin atau
du’at itu tidak mampu untuk berdiri dalam posisi orang yang memberikan
penjelasan kepada manusia, karena dia tahu konsekuensinya sangat berat dan
belum siap untuk memikulnya, maka daripada dia terjatuh ke dalam kitman atau ke
dalam talbis, maka lebih baik dia mundur atau turun dari mimbar, dia masuk ke
dalam rumah untuk mengurusi diri dan keluarga atau pergi ke lereng gunung.
Inilah adalah maksud dari lanjutan hadits “…orang mukmin yang tidak berbaur
dengan manusia dan tidak sabar terhadap sikap buruk mereka”.
Ini adalah orang yang tidak tampil
di hadapan manusia, tapi dia sibuk menyelamatkan dirinya dan keluarganya dengan
tetap komitmen di atas tauhid, tidak berbaur dengan manusia, dia adalah
golongan orang mu’min yang selamat. Dan ini ada dua macam:
Pertama:
yaitu orang yang mengurung diri di rumahnya dan menjauhkan keluarganya dari sarana-sarana
kekufuran dan kemusyrikan, dia memfokuskan untuk mempertahankan tauhid bersama
keluarganya. Dia menyadari ketika mau menjaharkan dia tidak siap dengan segala
resiko tadi, oleh karena itu dia mengurusi dirinya sendiri di rumahnya. Ini
adalah orang mu’min, akan tetapi tingkatannya lebih rendah daripada orang
mu’min yang pertama yang mendakwahkan tauhid dengan jelas dan siap menanggung
segala resiko yang akan menimpanya.
Kedua:
yaitu orang mukmin yang mempertahankan tauhidnya dengan cara pergi ke lereng-lereng
gunung, dia mengasingkan diri dari manusia-manusia yang rusak, dia mengurusi
kambing-kambingnya.
Orang mu’min ini tingkatannya sama
dengan orang mukmin yang mengurus diri dan keluarganya di dalam rumahnya. Orang
mu’min ini adalah seperti apa yang dikatakan Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam: “Hampir saja harta orang muslim paling baik adalah kambing-kambing yang
dia giring di lereng-lereng gunung dan tempat-tempat turun hujan, dia lari
dengan diennya dari fitnah”. (HR. Al Bukhari)
Dan dalam hadits: “Jika
kamu sudah melihat sifat kikir ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dunia dikedepankan
dan orang merasa bangga dengan pendapatnya, serta kamu melihat urusan tidak mampu
kamu tanggulangi, maka uruslah urusan kamu pribadi dan tinggalkan urusan orang umum”
(HR.
Abu Dawud dan At Tirmidzi: Hasan gharib)
Kedua golongan mukmin yang mencari
selamat ini jauh lebih baik dari pada orang-orang atau para du’at dan ulama
yang melakukan kitman atau talbis. Akan tetapi yang lebih utama dari kedua
golongan mukmin ini adalah orang yang menjaharkan Millah Ibrahim di tengah masyarakatnya.
Jadi, jika kita ingin tampil di forum di hadapan manusia, maka kita
harus menjaharkan dan menyampaikan tauhid, karena hal ini
adalah pertanyaan yang paling dibutuhkan oleh manusia, karena memang mereka
hidup seperti pada kondisi Rasulullah di Mekkah, di mana tidak ada Daulah
Islamiyyah yang menaungi dan kaum muslimin berada di bawah kungkungan penguasa thaghut
yang kafir.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَأَنۡ
أَقِمۡ وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفٗا وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ١٠٥
“Dan (aku telah diperintah):
Hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan tulus dan ikhlash dan janganlah kamu
termasuk orang-orang yang musyrik” (QS. Yunus [10]: 105)
Aimmatud Dakwah Tauhid Najdiyyah ketika
menjelaskan ayat-ayat ini, mereka mengatakan: “Ayat-ayat ini menjelaskan
perihal dakwah ilallah dan membedakan diri dari kaum musyrikin serta menjauhi
mereka, menjihadi mereka dengan hujjah dan lisan dan dengan pedang dan tombak”,
kemudian mereka mengatakan: “Penjelasan ini (yaitu menjelaskan pentingnya menampakkan
perbedaan dengan kaum musyrikin dan dalam mengajak mereka kepada Allah) di dalamnya
banyak manusia tergusur ke dalam keterpurukan, syaitan juga memiliki bagian
untuk menyesatkan di dalamnya, di mana syaitan menggusur mereka ke dalam kitman
atau talbis, bahkan ada yang menggusur mereka ke dalam muwaalah
dan
tawalliy
kepada
kaum musyrikin”
Itulah sebabnya Allah memerintahkan
kita untuk mendahulukan keberlepasan diri dari kaum musyrikin sebelum berlepas
diri dari kemusyrikan itu sendiri, supaya tidak ada peluang atau celah untuk
terjatuh ke dalam muwaalah atau tawalliy. Karena ketika kita berlepas diri dari
mereka dan merekapun berlepas diri dari kita, maka tentu akan ada batasan jarak
antara diri kita dengan mereka. Dan ketika kita menyatakan permusuhan dan
merekapun menyatakan permusuhan, maka tidak akan ada celah untuk muwaalah
atau
tawalliy
kepada
orang kafir. Akan tetapi bila keberlepasan diri ini tidak dilakukan secara
total, maka mau tidak mau akan terjatuh minimal ke dalam muwaalah
shughra yang merupakan dosa besar.
Dan du’at atau ulama yang memiliki
pemahaman Irja, maka dia akan mudah sekali untuk terjatuh ke dalam tawalliy
kepada orang-orang musyrik. Oleh karena itu para ulama salaf menghati-hatilkan
bahwa Irja itu lebih busuk daripada Azzariqah (Khawarij), karena Irja ini mudah
menghantarkan orang ke dalam kekafiran, apalagi dalam payung negara kafir
seperti ini.
Kita bisa melihat banyak kelompok
atau jama’ah-jama’ah yang masuk ke dalam sistem demokrasi, mereka pada dasarnya
berpaham Irja dari sisi Al Iman, mereka mengatakan “Yang penting saya meyakini
di dalam hati….”, mereka terlalu mengenteng-enteng ajaran Allah sehingga banyak
dari mereka melepaskan ajaran Islam tanpa mereka sadari.
Kita kembali kepada materi, Jadi
hadits “Orang mukmin yang berbaur di tengah manusia dan dia sabar terhadap
sikap buruk (penindasan) mereka adalah lebih baik daripada orang mukmin yang
tidak berbaur dengan manusia dan tidak sabar terhadap sikap buruk mereka” adalah
isyarat yang pertama kepada penampakkan Millah Ibrahim yang
merupakan inti ajaran para Nabi.
Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, para shahabat dan para
pengikutnya sampai hari kiamat.
Alhamdulillahirabbil’alamin…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar