Golongan Orang
yang Binasa
(Kitman, Talbis
dan Tawalliy)
Segala puji hanya milik Allah Rabbul
‘aalamiin, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita
Muhammad, keluarganya dan para shahabatnya.‘Amma ba’du :
Ikhwani fillah… Pada uraian yang
lalu telah dibahas tentang macam-macam orang mukmin yang selamat, yaitu orang
yang terang-terangan dalam mendakwahkan tauhid ini, dan ini adalah yang paling
utama, kemudian orang yang mengurung diri dengan keluarganya menjauhkannya dari
segala sarana kemungkaran dan kemusyrikan, dan ini adalah maksud hadits: “Orang
mu’min yang berbaur di
tengah manusia dan dia sabar terhadap sikap buruk (penindasan) mereka adalah lebih
baik daripada orang mu’min yang tidak berbaur dengan manusia dan tidak sabar
terhadap sikap buruk mereka” (HR. Ibnu Majah, Ahmad dan lain-lain.)
Kemudian orang yang ‘uzlah ke
lereng-lereng gunung sebagaimana dalam hadits: “Hampir saja
harta orang muslim paling baik adalah kambing-kambing yang dia giring di
lereng-lereng gunung dan tempat-tempat turun hujan, dia lari dengan diennya
dari fitnah”. (HR. Al Bukhari)
Juga wasiat Rasulullah shalallahu
'alaihi wa sallam: “Bagaimana engkau wahai Abdullah Ibn Amr bila engkau berada di tengah
manusia-manusia hina yang janji-janji serta amanah mereka kacau dan mereka
berselisih sehingga menjadi seperti ini -seraya beliau menyilangkan
jari-jarinya- “. Dia berkata: “Saya berkata: “Wahai Rasulullah, apa yang engkau
perintahkan kepada saya?”. Beliau berkata: “Urusilah keluarga kamu dan
tinggalkanlah urusan orang umum” (Dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dan
yang lainnya, shahih)
Dan materi kali ini adalah sekitar
fenomena kitman, talbis dan tawalliy dalam dakwah. Atau masalah-masalah
yang berkaitan dengan tiga golongan manusia yang binasa. Materi ini adalah
kebalikan dari macam-macam golongan orang mu’min yang selamat pada materi yang
lalu.
I. Kitman
(Orang yang menyembunyikan Al Haq)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyatakan:
وَلَا
تَلۡبِسُواْ ٱلۡحَقَّ بِٱلۡبَٰطِلِ وَتَكۡتُمُواْ ٱلۡحَقَّ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ
٤٢
“Janganlah kamu mengkaburkan al haq
dengan al bathil, dan janganlah kamu menyembunyikan al haq sedangkan kamu
mengetahuinya” (QS. Al Baqarah : 42)
Dan firman-nya Subhanahu Wa Ta’ala:
يَٰٓأَهۡلَ
ٱلۡكِتَٰبِ لِمَ تَلۡبِسُونَ ٱلۡحَقَّ بِٱلۡبَٰطِلِ وَتَكۡتُمُونَ ٱلۡحَقَّ
وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٧١
“Hai ahli kitab, kenapa kalian mencampurkan al
haq dengan al bathil, dan kalian menyembunyikan al haq sedangkan kalian
mengetahuinya?” (QS. Ali Imran [3]: 71)
Dan firman-nya Subhanahu Wa Ta’ala:
وَإِذۡ
أَخَذَ ٱللَّهُ مِيثَٰقَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ لَتُبَيِّنُنَّهُۥ
لِلنَّاسِ وَلَا تَكۡتُمُونَهُۥ فَنَبَذُوهُ وَرَآءَ ظُهُورِهِمۡ وَٱشۡتَرَوۡاْ
بِهِۦ ثَمَنٗا قَلِيلٗاۖ فَبِئۡسَ مَا يَشۡتَرُونَ ١٨٧
“Dan ingatlah tatkala Allah
mengambil janji dari orang-orang yang diberi (ilmu) dari kitab Allah, kamu akan
menjelaskannya kepada manusia dan kamu tidak menyembunyikannya, namun mereka mencampakkannya
ke belakang dan mereka menjualnya dengan harga yang murah, sungguh sangat buruk
sekali jual-beli yang mereka lakukan” (QS. Ali Imran [3]: 187)
Dan firman-nya Subhanahu Wa Ta’ala:
إِنَّ
ٱلَّذِينَ يَكۡتُمُونَ مَآ أَنزَلۡنَا مِنَ ٱلۡبَيِّنَٰتِ وَٱلۡهُدَىٰ مِنۢ
بَعۡدِ مَا بَيَّنَّٰهُ لِلنَّاسِ فِي ٱلۡكِتَٰبِ أُوْلَٰٓئِكَ يَلۡعَنُهُمُ ٱللَّهُ
وَيَلۡعَنُهُمُ ٱللَّٰعِنُونَ ١٥٩
“Sesungguhnya orang-orang yang
menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan kepada kamu berupa bukti-bukti yang
nyata tentang kebenaran dan petunjuk setelah Kami jelaskan hal itu kepada
manusia dalam Al Kitab, mereka itulah orang-orang yang dilaknat oleh Allah dan
dilaknat (pula) oleh setiap makhluk yang dapat melaknati” (QS.
Al Baqarah [2]: 159)
Dan Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang ditanya tentang ilmu terus dia menyembunyikannya
maka dia diikat dengan kendali dari api neraka” (HR. Abu Dawud)
Dalil-dalil di atas berbicara tentang kitman dan talbis. Allah Subhanahu
Wa Ta’ala telah mengambil perjanjian kepada orang yang berilmu untuk
menyampaikan al haq kepada manusia.
Ketika seseorang tampil sebagai
du’at di atas forum, maka dia ada dalam posisi yang memberikan bayaan
(penjelasan)
di hadapan masyarakat. Karena yang namanya orang tampil di atas forum, berarti
dia siap menjelaskan al haq. Sebab itu Rasullullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan: “Barangsiapa yang ditanya tentang ilmu terus dia menyembunyikannya
maka dia diikat dengan kendali dari api neraka”, dan yang harus
dipahami adalah yang namanya pertanyaan tidak mesti harus terlontar dari mulut,
tapi permasalahan yang ada di depan mata yang mana semua orang mengalaminya dan
semua orang membutuhkan jawabannya sedang kita hidup di dalamnya, maka itu
adalah pertanyaan yang perlu cepat di jawab dan tidak bisa ditangguhkan, pertanyaan
ini adalah apa yang disebut pertanyaan al hal (kondisi
realita).
Di dalam Al Qur’an, orang yang
menyembunyikan al haq atau kebenaran atau pertunjuk-petunjuk setelah jelas
Allah jabarkan di dalamnya, maka orang-orang seperti itu “yang
dilaknat oleh Allah dan dilaknat (pula) oleh setiap makhluk yang dapat
melaknati”. Dan hal yang paling dibutuhkan oleh manusia kapanpun di manapun
adalah yang berkaitan dengan kandungan Laa ilaaha illallaah serta hal-hal yang
bisa menggugurkannya, yaitu syirik dan rinciannya.
Dan ketika kita hidup di negeri
seperti ini, di mana kemusyrikan sudah menjalar ke setiap lapisan masyrakat, di
sekeliling dan di atas kita bertengger kemusyrikan, maka kewajiban du’at yang
paling pertama dan yang paling harus didahulukan adalah menjelaskan hakikat Laa
ilaaha illallaah dan menjelaskan tentang masalah syirik serta status
orang-orang yang ada di sekitar kita.
Terutama yang berkaitan dengan
masalah status manusia-manusia yang telah menjajah kaum muslimin yaitu masalah
thaghut dan ansharnya.
Oleh karena itu, kewajiban du’at
yang tampil di hadapan masyarakat umum, yang mana dia memposisikan dirinya
sebagai orang yang memberikan bayaan (penjelasan) kepada manusia, adalah
menjelaskan tentang tauhid dan syirik serta menjelaskan status penguasa ini
beserta ansharnya sebelum menjelaskan tentang tatacara atau fiqh berbagai
ibadah atau akhlaq hubungan antar manusia, sehingga kaum muslimin mengetahui
bagaimana mereka berbuat dan bersikap terhadap penguasa ini.
Jika orang yang memposisikan dirinya
sebagai du’at yang memberikan bayaan di tengah masyarakat dan ia tidak terikat
oleh instansi manapun atau tidak berada di bawah kendali siapa-siapa dan tidak
ada kaitannya dengan thaghut, maka yang paling wajib dan yang paling pertama dia
harus jelaskan adalah tentang tauhid dan syirik juga status penguasa dan
bagaimana kaum muslimin harus bersikap kepadanya. Akan tetapi jika si du’at
yang tampil di forum ini tidak mendahulukan untuk menjelaskan tauhid dan syirik
serta rincian-rinciannya, tapi dia malah menjelaskan masalah-masalah fadlail
yang
bersifat furu’ (cabang), maka dia sudah menyembunyikan al haq (kitman).
Orang yang terjatuh ke dalam fenomena kitman ini telah di ancam oleh
firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
إِنَّ
ٱلَّذِينَ يَكۡتُمُونَ مَآ أَنزَلۡنَا مِنَ ٱلۡبَيِّنَٰتِ وَٱلۡهُدَىٰ مِنۢ
بَعۡدِ مَا بَيَّنَّٰهُ لِلنَّاسِ فِي ٱلۡكِتَٰبِ أُوْلَٰٓئِكَ يَلۡعَنُهُمُ ٱللَّهُ
وَيَلۡعَنُهُمُ ٱللَّٰعِنُونَ ١٥٩
“Sesungguhnya orang-orang yang
menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang
jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab,
mereka itu dilaknat oleh Allah dan dilaknat oleh setiap makhluk yang dapat melaknat”
(QS
Al-Baqarah [2]: 159)
Jika kita menelusuri ayat-ayat yang
berkaitan dengan masalah kitman, maka kita akan mengetahui bahwa orang-orang yang menyembunyikan al
haq ini takut kedudukannya di tengah masyarakat atau dunianya hilang, mereka
mencari selamat dan kemudahan untuk kepentingan dunianya, Allah Subhanahu
Wa Ta’ala berfirman:
وَإِذۡ
أَخَذَ ٱللَّهُ مِيثَٰقَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ لَتُبَيِّنُنَّهُۥ
لِلنَّاسِ وَلَا تَكۡتُمُونَهُۥ فَنَبَذُوهُ وَرَآءَ ظُهُورِهِمۡ وَٱشۡتَرَوۡاْ
بِهِۦ ثَمَنٗا قَلِيلٗاۖ فَبِئۡسَ مَا يَشۡتَرُونَ ١٨٧
“Dan ingatlah tatkala Allah
mengambil janji dari orang-orang yang diberi (ilmu) dari kitab Allah, kamu akan
menjelaskannya kepada manusia dan kamu tidak menyembunyikannya, namun mereka mencampakkannya
ke belakang dan mereka menjualnya dengan harga yang murah, sungguh sangat buruk
sekali jual-beli yang mereka lakukan” (QS. Ali Imran [3]: 187)
Seorang du’at yang paham akan tauhid
serta konsekuensi-konsekuensinya, akan tetapi dia tidak menyampaikan masalah
tauhid dan syirik, karena takut masyarakat lari dari dirinya, atau dia takut
kehilangan jama’ah yang mana nantinya dia akan kehilangan lahannya untuk mendapatkan
‘materi’ atau dia takut disorot oleh thaghut, sehingga akhirnya dia lebih
cenderung menyembunyikan al haq supaya kedudukannya tetap aman dan tetap
dipakai oleh jama’ahnya atau masyarakatnya. Allah ta’ala berfirman:
لَيَأۡكُلُونَ أَمۡوَٰلَ ٱلنَّاسِ
بِٱلۡبَٰطِلِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۗ
“mereka memakan harta manusia dengan
jalan yang bathil dan mereka menghalang-halangi dari jalan Allah.” (QS.
At-Taubah [9]: 34)
Menyembunyikan al haq sama dengan
menghalang-halangi manusia dari jalan Allah. Ketika tidak menjelaskan
kebenaran, maka ini artinya menghalangi orang untuk tahu jalan Allah yang sebenarnya.
Jadi, semua ayat yang berkaitan
dengan larangan untuk kitman atau talbis, maka pasti disertai dengan pernyataan
“jangan
menjual ayat Allah dengan harga murah”, ini artinya adalah jika ada orang
yang kitman atau ada orang yang talbis pasti karena dia lebih mengutamakan dunia.
Lebih baik menjadi orang biasa daripada menjadi du’at tapi menyembunyikan
al haq. Lebih baik tidak tampil di hadapan manusia atau mengurus diri sendiri
dan menjauhkan keluarga dari sarana-sarana kemungkaran dan kemusyrikan. Lebih
baik seperti itu daripada tampil di hadapan masyarakat tapi tidak menyampaikan
al haq. Karena dengan begitu berarti dia telah menyembunyikan al haq dan
menghalang-halangi manusia dari jalan Allah, dan yang lebih parah adalah dia
akan menimbulkan kerusakan pada dien dan bagi ummat ini.
Dengan semakin bercokolnya thaghut
di tengah masyarakat adalah karena ulah dari para du’at atau ulama yang tampil
ditengah masyarakat namun dia tidak menjelaskan tentang tauhid dan syirik,
serta status pemerintahan thaghut ini dan juga tidak menjelaskan bagaimana seharusnya
sikap kaum muslimin terhadap pemerintahan thaghut ini.
Jadi kitman ini terjadi pada du’at
yang bebas, tidak terikat oleh lembaga milik thaghut manapun dan tidak berada
dibawah kendali siapapun, akan tetapi ketika tampil dia sama sekali tidak
menyinggung masalah hal yang berkaitan dengan fenomena yang sebenarnya harus
dia jelaskan terlebih dahulu sebelum menjelaskan yang lainnya… ini adalah du’at
yang terjatuh ke dalam kitman.
II. Talbis
(pengkaburan al haq)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
يَٰٓأَهۡلَ
ٱلۡكِتَٰبِ لِمَ تَلۡبِسُونَ ٱلۡحَقَّ بِٱلۡبَٰطِلِ وَتَكۡتُمُونَ ٱلۡحَقَّ
وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٧١
“Hai ahli kitab, kenapa kalian
mencampurkan al haq dengan al bathil, dan kalian menyembunyikan al haq
sedangkan kalian mengetahuinya?” (QS. Ali Imran [3]: 71)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَلَا
تَلۡبِسُواْ ٱلۡحَقَّ بِٱلۡبَٰطِلِ وَتَكۡتُمُواْ ٱلۡحَقَّ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ
٤٢
“Janganlah kamu mengkaburkan al haq
dengan al bathil, dan janganlah kamu menyembunyikan al haq sedangkan kamu
mengetahuinya” (QS. Al Baqarah [2]: 42)
Ketika orang melakukan talbis maka
sudah pasti dia melakukan kitman, oleh karena itu talbis lebih parah daripada
kitman. Jika yang kitman saja Allah katakan: “mereka itu
adalah orang-orang yang dilaknat oleh Allah dan dilaknat oleh setiap makhluk
yang dapat melaknat”,
maka yang talbis lebih parah lagi ancamannya.
Fenomena talbis adalah seperti du’at
yang masuk ke Departemen Agama. Ketika dia berbicara di hadapan masyarakat,
meskipun -seandainya- yang dia sampaikan itu adalah al haq, maka masyarakat akan menilai
bahwa seandainya pemerintahan ini kafir, maka tidak mungkin si ustadz ini mau
berdakwah melalui lembaga milik thaghut, ini membuat masyarakat menilai bahwa
pemerintah ini bukan pemerintah kafir atau pemerintah thaghut. Dan si
thaghutnya sendiri akan merasa bahwa dirinya bukan orang kafir atau merasa
dirinya adalah muslim.
Dan akan banyak hal-hal pokok dalam
Islam ini yang ditinggalkan ketika si du’at berada di bawah kendali pemerintah
thaghut ini, di antaranya; keberadaan dirinya sendiri merupakan talbis (pengkaburan)
di hadapan masyarakat meskipun dia tidak berbicara dan hanya hadir dalam suatu
majelis atau forum. Sehingga masyarakat akan menilai bahwa seandainya sistem
negara ini kafir maka tidak mungkin si ustadz mau membantu sistem mereka.
Sedangkan tauhid dan syirik adalah
dua hal yang berbeda yang tidak dapat bersatu, orang yang memperjuangkan tauhid
tidak mungkin bisa bergandeng tangan dengan orang yang memperjuangkan syirik.
Dan tidak mungkin thaghut yang memperjuangkan syirik dan memerangi tauhid bisa
memberikan fasilitas-fasilitas atau berbagai kemudahan kepada du’at yang memperjuangkan
tauhid.
Ketika kita mufashalah
(berlepas
diri secara total) dari thaghut, maka di antara keuntungannya adalah dakwah
tauhid akan tampak di hadapan thaghut dan di hadapan masyarakat, dan bahwa kita
itu tidak sejalan dengan mereka, meskipun kita tidak berbicara tapi tindakan
kita dengan tidak bergabung dengan mereka, maka itu sudah menjadi dakwah bahwa kita
itu bara’ dari mereka, masyarakat akan tahu dan thaghut pun akan mengetahuinya.
Selain itu, dengan cara seperti itu maka ketika ada orang yang belajar atau
bertanya kepada kita, maka orang tersebut kemungkinan besar adalah orang yang
benar-benar mau belajar, bukan karena sebab ingin mencari muka di hadapan
thaghut.
Jadi, bila du’at larut di dalam
sistem mereka, maka ini akan mengkaburkan al haq di hadapan masyarakat. Dengan
bertambah jauhnya masyarakat dari kebenaran Islam zaman sekarang, hal itu
adalah karena keberadaan departemen agama dan instansi-instansi semacam ini.
Orang-orang Depag itu lebih
berbahaya dan lebih besar kerusakan yang ditimbulkannya terhadap dien ini
daripada keberadaan orang-orang di departemen yang lainnya, karena Depag atau departemen
yang sejenisnya mengatasnamakan agama sedangkan departemen yang lain tujuannya
adalah dunia. Maka ini adalah talbis di hadapan ummat.
Imam Sufyan Ats Tsauriy mengatakan:
“Janganlah kamu duduk bersama ahlu bid’ah, karena akan melahirkan tiga hal…”
dan salah satunya adalah “Kamu akan menjadi fitnah bagi orang lain”. Karena
ketika seorang du’at duduk-duduk bersama ahli bid’ah, maka kebid’ahan yang dilakukan
ahli bid’ah itu akan terkaburkan di hadapan masyarakat karena sebab
kehadirannya, atau bahkan masyarakat tidak akan menganggap itu bid’ah.
Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah
berkata
seraya melanjutkan ucapan Sufyan Ats Tsauriy di atas, beliau berkata: “Bila ini
ucapan salaf tentang pentahdziran (penghatihatian)
duduk-duduk bersama dengan ahli bid’ah -karena bisa melahirkan hal-hal yang
tadi-, maka bagaimana dengan orang yang duduk-duduk (mujalasah)
dengan orang-orang kuffar dan murtaddun dari kalangan ‘Ubadul
Qubur?”
Dan Syaikh Ali
Khudlair mengatakan tentang ‘Ubadul Qubur: “Di antara ‘Ubadul Qubur adalah
para pengusung undang-undang buatan manusia”. Sedangkan anshar thaghut; mereka bekerja
dalam rangka menegakkan hukum thaghut ini. Jadi, bagaimana bisa du’at yang
berdakwah berjuang di jalan Allah untuk menegakkan hukum Allah dapat
bekerjasama dan bergandeng tangan dengan orang-orang yang memerangi hukum Allah
dan wali-wali-Nya. Ini adalah sesuatu yang mengherankan…
Syaikh Abdul Lathif mengatakan:
“Syirik dan tauhid adalah dua hal yang kontradiktif, tidak bisa menyatu…” dan
jika dua hal ini bisa menyatu, maka berarti ada satu prinsip yang dikorbankan
dari salah satunya.
III. Tawalliy
Dia larut dan menyatu dalam sistem
yang ada, menyetujui, merestui dan mengikuti kekafiran, seperti para du’at yang
masuk partai atau masuk parlemen dan masuk ke dalam sistem demokrasi, bahkan
mengajak manusia untuk masuk ke dalam demokrasi. Dan ini sudah jelas kafirnya.
Ini adalah seperti apa yang dianut
oleh kelompok-kelompok jama’ah irja, seperti orang-orang PKS dan yang serupa
dengannya. Mereka tawalliy karena masuk ke dalam sistem kafir demokrasi, dan
ini lebih parah daripada sekedar talbis dan kitman.
Yang menyebabkan mereka jatuh ke
dalam keterpurukan ini adalah seperti apa yang Allah firmankan dalam Al Qur’an:
وَلَوۡ
كَانُواْ يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلنَّبِيِّ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيۡهِ مَا ٱتَّخَذُوهُمۡ
أَوۡلِيَآءَ وَلَٰكِنَّ كَثِيرٗا مِّنۡهُمۡ فَٰسِقُونَ ٨١
“Seandainya mereka beriman kepada
Allah, kepada Nabi, dan kitab yang diturunkan kepadanya, tentulah mereka tidak
akan menjadikan orang-orang kafir sebagai auliya (pemimpin), akan tetapi kebanyakan
dari mereka itu adalah orang-orang fasiq” (QS. Al Maidah [5]: 81)
Syaikh Sulaiman Ibnu Abdillah Ibnu
Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah mengatakan ketika menjelaskan ayat
ini: “Yang menyebabkan mereka jatuh ke dalam tawalliy ini adalah karena
keberadaan mereka sebelumnya sebagai orang-orang fasiq, keadaan ini telah menghantarkan
mereka jatuh ke dalam tawalliy kepada orang-orang kafir”. (Ad
Dalail)
Sedangkan salah satu bentuk kefasiq-an yang sangat parah adalah
keyakinan Irja (orang
yang meyakini “iman itu di hati”).
Irja ini memiliki
pemahaman bahwa bila hati meyakini kebenaran walaupun dhahir mengikuti
kekafiran, maka itu bukan merupakan kekafiran. Banyaknya para du’at yang masuk sistem
demokrasi karena sebelumnya mereka memiliki pemahaman yang seperti ini, yang
mana ini merupakan bid’ah i’tiqad yang minimal pelakunya adalah orang fasiq.
Pemahaman yang seperti ini adalah pemahaman yang menghantarkan mereka ke dalam
tawalliy, sehingga ketika telah tawalliy kepada orang-orang kafir maka mereka
divonis kafir.
Orang yang beriman kepada Allah,
kepada Nabi, dan kitab yang diturunkan kepadanya tidak mungkin tawalliy kepada
orang kafir, berarti jika ada orang yang tawalliy kepada
orang kafir, maka dia bukan orang yang beriman kepada Allah, kepada Nabi dan
kepada kitab walaupun dia mengklaim iman kepada Allah, Nabi, dan Al Kitab.
Sebagaimana Allah menafikan orang yang mengaku beriman Al Qur’an dan kitab yang
diturunkan sebelumnya, akan tetapi mereka ingin berhakim kepada thaghut, Allah
ta’ala berfirman:
أَلَمۡ
تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ يَزۡعُمُونَ أَنَّهُمۡ ءَامَنُواْ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ
وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُوٓاْ إِلَى ٱلطَّٰغُوتِ
وَقَدۡ أُمِرُوٓاْ أَن يَكۡفُرُواْ بِهِۦۖ وَيُرِيدُ ٱلشَّيۡطَٰنُ أَن يُضِلَّهُمۡ
ضَلَٰلَۢا بَعِيدٗا ٦٠
“Apakah kamu tidak memperhatikan
orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan
kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu?, mereka hendak berhakim
kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari Thaghut
itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang
sejauh-jauhnya”. (QS. An Nisaa’ [4]: 60)
Orang yang tawalliy kepada orang
kafir adalah layak untuk dikafirkan apapun keyakinannya, baik itu dia mengaku
berkeyakinan Ahlus Sunnah Wal jama’ah atau tidak.
Dan yang diinginkan oleh thaghut
yang kafir itu adalah bukan kaum muslimin merubah keyakinannya, akan tetapi
yang diinginkan oleh mereka adalah orang yang asalnya Islam ini mengikuti
sistem mereka, sebagaimana firman-Nya:
وَلَن تَرۡضَىٰ عَنكَ ٱلۡيَهُودُ
وَلَا ٱلنَّصَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمۡ
“Orang Yahudi dan Nashrani tidak
akan rela kepada kamu sampai kamu mengikuti millah mereka”. (QS.
Al-Baqarah [2]: 120)
Yang diingingkan mereka dari manusia
adalah apa yang terlihat oleh mereka, yaitu keadaan dhahir dan ucapan yang
mengikuti keinginan system mereka tanpa peduli terhadap keyakinan di hatinya.
Karena soal keyakinan di dalam hati mereka tidak mengetahui dan tidak perduli dengannya.
Ini adalah tiga macam sikap para
du’at yang bertentangan dengan al haq, yaitu kitman, talbis
dan
tawalliy. Kita
harus menghindari diri darinya supaya tidak diancam Allah Subhanahu
Wa Ta’ala dengan ayat-ayat dan hadits Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam tadi.
Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, para shahabat dan para
pengikutnya sampai hari kiamat.
Alhamdulillahirabbil’alamin…
____________
Tidak ada komentar:
Posting Komentar