APAKAH ENGKAU MENGETAHUI MA’NA
LAA ILAAHA ILLALLOH
Diambil dari perkataan asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rohimahulloh
Segala puji hanya bagi Alloh. Sholawat dan salam semoga tercurahkan
ke atas Rosululloh, keluarga dan sahabat beliau, serta orang-orang yang
berwala’ kepada beliau, adapun kemudian;
Ini adalah penjelasan singkat tentang ma’na kalimat “Laa ilaaha
illalloh”. Kalimat tawhid yang merupakan hak Alloh atas seorang hamba.
“Laa ilaaha illalloh” adalah kalimat yang tinggi, mulia dan berharga.
Barangsiapa yang berpegang teguh padanya dia akan selamat dan siapa yang
menjaganya maka dia akan terjaga. “Laa ilaaha illalloh” adalah
al-‘Urwah al-Wutsqo (ikatan yang kokoh), kalimat taqwa, al-Hanifiyah
(kelurusan), millah (ajaran) Ibrohim ‘alayhis salam.
“Laa ilaaha illalloh” adalah kalimat yang karenanya makhluk-makhluk
diciptakan, yang dengannya tegaklah langit dan bumi, dan karenanya
diutuslah para Rosul serta diturunkanlah Kitab-kitab. Alloh ta’ala
berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”
[adz-Dzaariyaat: 56].
Dan Dia berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan
tidaklah Kami utus seorang Rasul pun sebelum kamu (Muhammad), kecuali
Kami wahyukan kepadanya bawa tiada ilaah kecuali Aku, maka beribadahlah
kepada-Ku”
[al-Anbiyaa’: 25]
Akan tetapi “Laa ilaaha illalloh” itu memiliki lafadz dan juga ma’na.
Mengucapkannya adalah kulit sedangkan ma’nanya adalah intisari. Lafadz
adalah cangkang sedangkan ma’na adalah mutiara. Apa guna kulit tanpa
adanya intisari?!
Dan apa guna cangkang tanpa adanya mutiara?!
Kedudukan “Laa ilaaha illalloh” terhadap ma’nanya, seperti kedudukan
ruuh terhadap jasadnya. Maka tidak bermanfaat jasad itu tanpa adanya
ruuh. Begitu juga tidak bermanfaat kalimat ini tanpa disertai ma’nanya.
Maka ketahuilah –semoga Alloh merahmatimu– bahwa bukanlah yang
diinginkan itu pengucapan kalimat ini dengan disertai kebodohan terhadap
ma’nanya. Karena orang-orang munafiq mengucapkannya tetapi mereka
berada di bawah orang-orang kafir di dalam dasar neraka! Akan tetapi
yang diinginkan adalah pengucapan kalimat ini disertai pemahaman dengan
hati terhadap ma’nanya, mencintainya, mencintai para pemeluknya, serta
membenci dan memusuhi orang-orang yang menyelisihinya.
Lalu apa ma’na kalimat yang agung ini?
Jika dikatakan: ma’na “Laa ilaaha illalloh” itu adalah: Tidak ada
pencipta selain Alloh, maka ini telah diketahui. Karena tidak ada yang
menciptakan makhluk kecuali Alloh. Tidak ada seorangpun yang bersekutu
dengan-Nya dalam hal ini. Jika dikatakan: bahwa ma’nanya adalah tidak
ada pemberi rizqi kecuali Alloh, maka inipun bisa diterima.
Maka pikirkanlah –semoga Alloh memberimu taufiq– tentang hal ini.
Bertanyalah tentang ma’na Al Ilaah. Sebagaimana engkau bertanya tentang
ma’na al-Kholiq dan ar-Roziq.
Maka ma’na “Laa ilaaha illalloh” adalah:
لَا مَعْبُوْدَ بِحَقٍّ إِلَّا اللهِ
“Tidak ada sesuatu yang berhak diibadahi kecuali Alloh.”
Kalimat ini terdiri dari nafyun (peniadaan) dan itsbaatun
(penetapan). Peniadaan terhadap ilahiyah (ketuhanan) segala sesuatu
selain Alloh ta’ala dari kalangan makhluk-makhluk, bahkan terhadap Nabi
shollallohu ‘alayhi wasallam sekalipun, apalagi selain beliau dari
kalangan para wali dan orang-orang sholih. Dan penetapan ilahiyah
(ketuhanan) itu seluruhnya hanya untuk Alloh semata, tidak ada sekutu
bagi-Nya. Tidak ada hak ilahiyah (ketuhanan) bagi selain-Nya, tidak bagi
malaikat yang didekatkan, tidak pula bagi nabi yang diutus.
Al-Ilahiyah dari kata al-ilah dan al-ilah itu adalah al-Ma’bud
(sesuatu yang diibadahi), ini adalah tafsir dari lafadz ini dengan
kesepakatan (ijma’) ahlul ilmi. Maka siapa pun yang beribadah kepada
sesuatu, dia telah menjadikan sesuatu itu sebagai ilah (tuhan) selain
Alloh.
Jika engkau ingin memahami hal ini dengan pemahaman yang sempurna maka pahamilah dua hal:
Yang pertama: Hendaknya engkau memahami bahwa orang-orang kafir yang
Rosululloh shollallohu ‘alayhi wasallam memerangi dan membunuh mereka
serta merampas harta mereka dan menghalalkan wanita-wanita mereka (untuk
dijadikan budak -.pent.). Mereka itu mengakui Tauhid Rububiyah. Yaitu
tidak ada yang menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan, mematikan,
mengatur segala urusan kecuali Alloh semata. Dalilnya adalah Firman
Alloh ta’ala:
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ
السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ
وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ
فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ
“Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rizqi
kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan)
pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup
dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah
yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab: ‘Alloh’.”
[Yunus: 31]
Ini adalah perkara yang sangat penting! Yaitu engkau memahami bahwa
orang-orang kafir itu bersaksi terhadap hal ini sepenuhnya dan
mengakuinya. Mereka juga shodaqoh, haji, ‘umroh, beribadah, serta
meninggalkan perkara-perkara yang diharomkan karena takut kepada Alloh
‘azza wa jalla. Meskipun begitu, semua itu tidak menjadikan mereka masuk
ke dalam Islam. Dan tidak menjadikan haram darah dan harta mereka.
Akan tetapi perkara yang kedua: hal yang menjadikan mereka kafir dan
menjadikan halal darah dan harta mereka adalah bahwa mereka tidak
bersaksi terhadap Alloh dengan Tauhid Uluhiyah, yaitu bahwa tidak berdoa
kecuali kepada Alloh tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak dimohon
pertolongan (istighotsah) dengan selain-Nya, tidak disembelih untuk
selain-Nya dan tidaklah hukum dikembalikan kepada selain syari’at-Nya.
Maka barangsiapa memohon pertolongan (istighotsah) dengan selain-Nya
maka dia kafir, barangsiapa menyembelih untuk selain-Nya maka dia kafir
dan barangsiapa memutuskan hukum dengan selain syari’at-Nya maka dia
kafir … dan lain sebagainya.
Sebagai penyempurna hal ini, hendaknya engkau mengetahui bahwa
orang-orang musyrik yang diperangi oleh Rosululloh, mereka itu berdoa
kepada orang-orang sholih maka mereka kafir dengan sebab doa mereka
kepada orang-orang sholih itu, sekalipun mereka mengakui bahwa Alloh
adalah al-Kholiq (Sang Pencipta), ar-Roziq (Sang Pemberi Rezeki) dan
al-Mudabbir (Sang Pengatur)! Jika engkau telah memahami hal ini maka
engkau telah memahami ma’na (Laa Ilaaha Illallaah). Dan engkau telah
memahami bahwa jika seorang muslim mengkultuskan seorang nabi, wali atau
malaikat, atau dia memohon pertolongan (istighotsah) kepadanya, maka
dia telah keluar dari Islam.
Jika seseorang dari kalangan orang-orang musyrik berkata: Kami tahu
hal itu, akan tetapi orang-orang sholih itu mereka adalah orang-orang
yang dekat dengan Alloh, maka kami berdoa kepada mereka, bernadzar
kepada mereka, mengunjungi (makam) mereka, dan ber-istighotsah kepada
mereka. Dan dengan itu kami mengharapkan kedudukan dan syafa’at.
Sebaliknya kami memahami dan beriman bahwa Alloh itu al-Kholiq (Sang
Pencipta), al-Mudabbir (Sang Pengatur) dan satu-satunya Dzat Yang
Diibadahi!!
Maka katakanlah: Perkataanmu ini adalah madzhab Abu Jahal dan
orang-orang semisalnya, karena sesungguhnya mereka dahulu berdoa kepada
patung-patung dan para wali itu dengan menginginkan (seperti) apa yang
kalian inginkan.
Sebagaimana Alloh Ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
“…Dan
orang-orang yang mengambil pelindung selain Alloh (berkata): ‘Kami
tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada
Alloh dengan sedekat-dekatnya’…”
[Az-Zumar: 3]
Dan Dia Berfirman:
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ
“Dan mereka menyembah selain daripada Alloh apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfa`atan, dan mereka berkata: ‘Mereka itu adalah pemberi syafa`at kepada kami di sisi Alloh’…” [Yunus: 18]
Dan itu dikarenakan mereka menyangka –sebagaimana (sangkaan) kalian–
bahwa Alloh menjadikan orang-orang tertentu memiliki kedudukan khusus di
sisi-Nya, di mana Dia Ridho agar manusia berlindung dan beristighotsah
kepada mereka, serta menjadikan orang-orang tertentu itu sebagai wasilah
(perantara) antara diri mereka dengan Alloh. Sedangkan hal itu
merupakan pembatal kalimat (Laa ilaaha illalloh), karena tuntutan dari
(Laa ilaaha illalloh) adalah meniadakan perantara di hadapan Alloh…
Selesai, dikutip dari “ad-Duror as-Saniyah fil Ajwibati an-Najdiyah”
Maktabah Al-Himmah
https://portalislam2018.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar