Bab 7
Golongan Dzimmi
membuat syaratuntuk dirinya
sendiri
I bnu Taimiyah berkata: “Khalifah ‘Umar bin
Khattab, seorang sahabat, kebanyakan para pemimpin dan ahli fiqih menetapkan
bahwa golongan dzimmi dari kalangan kaum Nasrani dan lain-lain, bila telah
membuat syarat-syarat untuk diri mereka, maka syarat-syarat itulah yang
diperlakukan kepada mereka. Contoh syarat-syarat itu adalah: ‘Kami harus
menghargai kaum muslimin, kami mempersilahkan mereka bila ingin ikut dalam
majelis-majelis kami, kami tidak akan meniru pakaian-pakaian mereka, seperti:
peci, sorban, terompah atau menyisir rambut menjadi dua bagian atau berbicara
dengan bahasa mereka, menggunakan nama-nama panggilan mereka, menunggang
kendaraan di atas pelana.
Kami juga tidak menyelempangkan pedang, tidak
membawa senjata, tidak mengukir cincin-cincin kami dengan tulisan Arab, tidak
menjual belikan khamr, tidak menggunakan jambul. Kami tetap memakai pakaian
tradisi kami dimanapun berada, tidak menampakkan tanda-tanda salib di
gereja-gereja kami, tidak menampakkan salib dan buku-buku agama kami sedikit
pun di jalan-jalan kaum muslimin, di pasar-pasar mereka, tidak membunyikan
lonceng dengan keras di gereja-gereja kami, tidak mengeraskan suara kami ketika
mengiringi jenazah-jenazah kami dan tidak menyalakan api waktu mengiringi
jenazah di jalan-jalan kaum muslimin.’” (HR. Harb dengan sanad baik).
Penetapan-penetapan tersebut di atas telah
sangat terkenal dalam kitab-kitab fiqih dan kitab ilmu. Para ulama bersepakat
hal ini bersumber dari tokoh-tokoh yang mereka ikuti dan juga dari murid-murid
para tokoh tersebut. Karena sudah populer di kalangan para ahli fiqih, maka
kami tidak menyebutkan pernyataan para ulama tersebut satu persatu. Pendapat
para ulama tentang hal ini secara garis besar dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
Golongan pertama. Perlunya persetujuan dari mereka agar secara
lahiriah menyelisihi kaum muslimin dalam lambang-lambang, pakaian, nama,
kendaraan, percakapan dan lain sebagainya, sehingga dapat dibedakan mana yang
muslim mana yang kafir. ‘Umar bin Khattab dan kaum muslimin tidak menetapkan
secara khusus perbedaan tersebut, perbedaan hanya didasarkan pada petunjuk umum
sedangkan rinciannya disesuaikan dengan keadaan setempat. Karena untuk membuat
ketetapan yang rinci memerlukan adanya kesepakatan kalangan kaum muslim dalam
hal perbedaan secara lahiriyah dengan golongan kafir dan menjauhi
lambang-lambang yang menyerupai mereka.
Berkenaan dengan syarat-syarat golongan dzimmi
ini, Abu Syekh Al Ashbahani telah meriwayatkan bahwa ‘Umar pernah menulis surat
yang isinya: “Janganlah kalian mengadakan surat-menyurat dengan golongan dzimmi
sehingga antara kalian dengan mereka terjalin perasaan saling cinta. Jangan
kalian memberikan gelar-gelar kepada mereka, tetapi berilah panggilan-panggilan
yang biasa, dan jangan kalian berbuat zalim kepada mereka. Suruhlah kaum
perempuan golongan dzimmi untuk mengikat rambut mereka dan merendahkan sanggul
rambutnya serta meninggikan kainnya sampai pertengahan betisnya, sehingga kita
dapat membedakan pakaian mereka dari pakaian kaum muslimat. Jika mereka tidak
menyukai hal semacam itu, maka hendaklah mereka masuk Islam dengan sukarela
ataupun terpaksa.”
Ibnu Taimiyah berkata: “Kewajiban untuk berbeda
antara golongan dzimmi dengan kaum muslim, sepanjang pengetahuan saya tidak ada
perbedaan pendapat. Namun, apabila mereka tidak mau menyelisihi kita, dalam hal
ini ada perbedaan pendapat, mereka yang diharuskan melakukan perubahan, ataukah
kita yang berkewajiban untuk melakukan perubahan.
Di antara syarat-syarat lain yang harus berlaku
bagi golongan dzimmi adalah merahasiakan kemungkaran dalam agama mereka, tidak
boleh menampakkannya, misalnya minum minuman keras, membunyikan lonceng,
menyalakan api ketika mengiringi jenazah, melakukan keramaian hari-hari besar
dan lain-lain.
‘Umar dan kaum muslimin saat itu, serta para
ulama dan para penguasa Islam sepakat melarang mereka menampakkan lambang-lambang
yang menjadi ciri-ciri khusus mereka di negeri-negeri Islam, lebih-lebih
lambang-lambang khusus kaum musyrik. Lambang-lambang tersebut tidak boleh
diperlihatkan secara terbuka di negeri-negeri Islam. Lalu bagaimana jika justru
kaum muslim sendiri yang melakukannya atau memperlihatkannya? Misalnya
menghormati hari-hari besar mereka dan lain sebagainya. Padahal perbuatan
semacam ini menunjukkan sikap menghormati mereka yang membuat mereka merasa
senang, sebagaimana mereka akan merasa sedih apabila ajaran agama mereka yang
batil ini dipinggirkan.
Golongan kedua. Dari sejumlah sumber yang disepakati menunjukkan bahwa
memberlakukan syarat-syarat yang dibuat sendiri oleh golongan dzimmi telah
diperintahkan pelaksanaannya oleh lebih dari seorang sahabat dan tabi‘in dalam
berbagai kesempatan. Hal ini sudah tersebar luas tanpa ada seorangpun yang
mengingkarinya.
_____________
source: Books: Bahaya
Mengekor Non Muslim (Mukhtarat Iqtidha’ Ash-Shirathal Mustaqim Syaikh Ibnu
Taimiyah). Muhammad bin Ali Adh-Dhabi‘i, Penerbit Media Hidayah,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar