5/24/2019

KLAIM KETUHANAN FIR'AUN





Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ فِرۡعَوۡنَ وَهَٰمَٰنَ وَجُنُودَهُمَا كَانُواْ خَٰطِ‍ِٔينَ

“Sesungguhnya Fir’aun, Haman dan bala tentaranya, mereka itu adalah orang-orang yang bersalah.” (QS. Al Qashash [28]: 8)

Ayat ini menegaskan bahwa Raja Fir’aun, para pejabat pembantunya dan aparat keamanannya adalah orang-orang yang bersalah yang menjadi tersangka dan terdakwa di hadapan hukum Allah ta’ala. Namun sudah barang tentu mereka tidak mengaku sebagai orang-orang yang bersalah yang pantas digusur ke meja hijau, karena mereka adalah rezim yang berkuasa yang mana segala tindakan dan ucapan mereka adalah sah secara hukum dan benar sesuai undang-undang, sebabnya adalah bahwa hukum dan undang-undang yang ada adalah buatan mereka sendiri.

Ketahuilah sesungguhnya Allah ta’ala telah menyebutkan di antara kesalahan Fir’aun itu adalah karena dia telah melampaui batas dirinya sebagai makhluk:

ٱذۡهَبۡ إِلَىٰ فِرۡعَوۡنَ إِنَّهُۥ طَغَىٰ
“Pergilah kamu (Musa) kepada Fir’aun, karena sesungguhnya dia itu telah melampaui batas,” 
 (An Nazi’at: 17)

Dimana dia mengatakan:
فَقَالَ أَنَا۠ رَبُّكُمُ ٱلۡأَعۡلَىٰ
“Akulah tuhan kalian tertinggi”. (An Nazi’at: 24)

Juga ucapannya:

مَا عَلِمۡتُ لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡ
“Aku tidak mengetahui ada tuhan bagi kalian selain aku.” (Al Qashash [28]: 38)

Bahkan dengan angkuh mengatakan Nabi Musa ‘alaihissalam:

قَالَ لَئِنِ ٱتَّخَذۡتَ إِلَٰهًا غَيۡرِي لَأَجۡعَلَنَّكَ مِنَ ٱلۡمَسۡجُونِينَ
“Andai kamu menjadikan tuhan selain aku, sungguh aku benar-benar akan memenjarakan kamu”. (Asy Syu’ara [26]: 29)

Jadi di antara kesalahan Fir’aun ini adalah bahwa dia mengaku dirinyalah satu-satunya tuhan yang harus diibadati, dan dia mengancam orang yang menolak keTuhanannya dengan ancaman penjara. Namun yang menjadi pertanyaan di sini adalah: ketuhanan macam apakah yang diakui dan diklaim oleh Fir’aun dan bahwa hal itu adalah hak preogatif muthlak miliknya?

1. Apakah dia mengklaim penciptaan langit dan bumi?



2. Dan apakah dia mengklaim bahwa manfa’at dan madharrat ada di tangannya?



3. Dan apakah dia mengklaim pengetahuan terhadap hal-hal yang ghaib?

Pertanyaan-pertanyaan ini semua jawabannya adalah “TIDAK” berdasarkan penegasan nash-nash Al Qur’an.

Adapun yang pertama, yaitu bahwa Fir’aun tidak mengakui bahwa dirinya yang menciptakan langit dan bumi, dan justeru sebaliknya dia itu meyakini bahwa Allah-lah yang menciptakannya, maka itu adalah sebagaimana ucapan Nabi Musa ‘alaihissalam kepada Fir’aun:

قَالَ لَقَدۡ عَلِمۡتَ مَآ أَنزَلَ هَٰٓؤُلَآءِ إِلَّا رَبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ بَصَآئِرَ وَإِنِّي لَأَظُنُّكَ يَٰفِرۡعَوۡنُ مَثۡبُورٗا ١٠٢
“Sungguh kamu telah mengetahui, bahwa tidak ada yang menurunkan (mukjizat-mukjizat) itu kecuali Rabb yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata, dan sungguh aku benar-benar menduga kamu akan binasa, wahai Fir’aun.”. (QS. Al Israa [17]: 102)

Dan adapun yang kedua, yaitu bahwa Fir’aun tidak mengklaim bahwa manfa’at dan madlarrat ada di tangannya, dimana dia tidak bisa mendatangkan manfa’at dan tidak bisa menolak madlarrat, maka itu sebagaimana yang Allah ta’ala sebutkan di dalam Al Qur’an dimana Allah ta’ala menimpakan adzab kepada Fir’aun dan kaumnya yang tidak bisa mereka tolak dan mereka hindari. Allah berfirman:

فَأَرۡسَلۡنَا عَلَيۡهِمُ ٱلطُّوفَانَ وَٱلۡجَرَادَ وَٱلۡقُمَّلَ وَٱلضَّفَادِعَ وَٱلدَّمَ ءَايَٰتٖ مُّفَصَّلَٰتٖ فَٱسۡتَكۡبَرُواْ وَكَانُواْ قَوۡمٗا مُّجۡرِمِينَ ١٣٣
“Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah (air minum menjadi darah) sebagai bukti-bukti yang jelas,” (QS. Al A’raf [7]: 133)

Dan ternyata yang dilakukan Fir’aun dan pengikutnya yang kafir tatkala adzab itu menimpa mereka adalah meminta kepada Nabi Musa ‘alaihissalam agar berdoa kepada Allah ta’ala agar mencabut adzab itu dari mereka, seraya mengatakan:

وَلَمَّا وَقَعَ عَلَيۡهِمُ ٱلرِّجۡزُ قَالُواْ يَٰمُوسَى ٱدۡعُ لَنَا رَبَّكَ بِمَا عَهِدَ عِندَكَۖ لَئِن كَشَفۡتَ عَنَّا ٱلرِّجۡزَ لَنُؤۡمِنَنَّ لَكَ وَلَنُرۡسِلَنَّ مَعَكَ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ١٣٤
“Wahai Musa! Mohonkanlah untuk kami kepada Rabbmu sesuai dengan janji-Nya kepadamu. Jika engkau dapat menghilangkan azab ini dari kami, niscaya kami akan beriman kepadamu dan pasti akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu.” (QS. Al A’raf [7]: 134)

Jadi Fir’aun itu meyakini bahwa manfa’at dan madlarrat itu hanya di Tangan Allah ta’ala, dan bahkan Fir’aun juga tidak berani menghadapi mukjizt-mukjizat Nabi Musa ‘alaihissalam di dalam pertarungan yang menjadi penentuan kecuali dengan mengupah para tukang sihir untuk menghadapinya, dan itupun setelah Fir’aun meminta pendapat para pembantunya:

قَالَ ٱلۡمَلَأُ مِن قَوۡمِ فِرۡعَوۡنَ إِنَّ هَٰذَا لَسَٰحِرٌ عَلِيمٞ ١٠٩ يُرِيدُ أَن يُخۡرِجَكُم مِّنۡ أَرۡضِكُمۡۖ فَمَاذَا تَأۡمُرُونَ ١١٠  قَالُوٓاْ أَرۡجِهۡ وَأَخَاهُ وَأَرۡسِلۡ فِي ٱلۡمَدَآئِنِ حَٰشِرِينَ ١١١ يَأۡتُوكَ بِكُلِّ سَٰحِرٍ عَلِيمٖ ١١٢ وَجَآءَ ٱلسَّحَرَةُ فِرۡعَوۡنَ قَالُوٓاْ إِنَّ لَنَا لَأَجۡرًا إِن كُنَّا نَحۡنُ ٱلۡغَٰلِبِينَ ١١٣ قَالَ نَعَمۡ وَإِنَّكُمۡ لَمِنَ ٱلۡمُقَرَّبِينَ ١١٤ قَالُواْ يَٰمُوسَىٰٓ إِمَّآ أَن تُلۡقِيَ وَإِمَّآ أَن نَّكُونَ نَحۡنُ ٱلۡمُلۡقِينَ ١١٥ قَالَ أَلۡقُواْۖ فَلَمَّآ أَلۡقَوۡاْ سَحَرُوٓاْ أَعۡيُنَ ٱلنَّاسِ وَٱسۡتَرۡهَبُوهُمۡ وَجَآءُو بِسِحۡرٍ عَظِيمٖ ١١٦ ۞وَأَوۡحَيۡنَآ إِلَىٰ مُوسَىٰٓ أَنۡ أَلۡقِ عَصَاكَۖ فَإِذَا هِيَ تَلۡقَفُ مَا يَأۡفِكُونَ ١١٧  فَوَقَعَ ٱلۡحَقُّ وَبَطَلَ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ١١٨ فَغُلِبُواْ هُنَالِكَ وَٱنقَلَبُواْ صَٰغِرِينَ ١١٩  وَأُلۡقِيَ ٱلسَّحَرَةُ سَٰجِدِينَ ١٢٠

“Pemuka-pemuka kaum Fir’aun berkata: “Orang ini (Musa) benar-benar penyihir yang pandai, yang hendak mengusir kalian dari negeri kalian”. (Fir’aun berkata): “Maka apa saran kamu?” (Pemuka-pemuka itu) menjawab: “Tahanlah (untuk sementara) dia dan saudaranya dan utuslah ke kota-kota beberapa orang untuk mengumpulkan (para penyihir), agar mereka membawa semua penyihir yang pandai kepadamu”. Dan para penyihir datang kepada Fir’aun, mereka berkata: “Apakah kami akan mendapat imbalan jika kami menang?” Dia (Fir’aun) menjawab: “Ya, bahkan kalian pasti termasuk orang-orang yang dekat (kepadaku)”. Mereka (para penyihir) berkata: “Wahai Musa! Kamukah yang akan melemparkan terlebih dahulu, atau kami yang akan melemparkan?” Dia (Musa) menjawab: “Lemparkanlah (lebih dahulu)!” Maka setelah mereka melemparkan, mereka menyihir mata orang banyak dan menjadikan orang banyak itu takut, karena mereka memperlihatkan sihir yang hebat (mena’jubkan). Dan Kami wahyukan kepada Musa: “Lemparkanlah tongkatmu!”. Maka ia (tongkat itu) menelan (habis) segala kepalsuan mereka. Maka terbuktilah kebenaran, dan segala yang mereka kerjakan menjadi sia-sia. Maka mereka dikalahkan di tempat itu, dan jadilah mereka orang-orang yang hina. Dan para penyihir itu serta merta menjatuhkan diri dengan bersujud.” (QS. Al A’raf [7]: 109-120)

Begitulah orang-orang upahan sang tuhan palsu itu tidak berdaya di hadapan mukjizat Musa ‘alaihissalam, dan merekapun malah berbalik beriman kepada Musa ‘alaihissalam, dan sang Fir’aunpun murka kepada mereka dan membunuh mereka dengan kejam.

Dan adapun yang ketiga perihal bahwa Fir’aun itu tidak mengetahui yang ghaib, adalah bahwa tatkala dia memiliki kekhawatiran bahwa kekuasaannya akan hancur oleh pria Bani Israil, maka dia memerintahkan aparat keamanannya agar membunuhi semua pria Bani Israil, namun dia malah memelihara dan memungut bayi laki-laki Bani Israil yang dikemudian hari menjadi penghancur kekuasaannya, yaitu Musa ‘alaihissalam:

فَٱلۡتَقَطَهُۥٓ ءَالُ فِرۡعَوۡنَ لِيَكُونَ لَهُمۡ عَدُوّٗا وَحَزَنًاۗ
“Maka dia (Musa) dipungut oleh keluarga Fir’aun agar (kelak) dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka,” (QS. Al Qashash [28]: 8)

Dari ayat-ayat tadi diketahuilah bahwa Fir’aun meyakini bahwa Allah ta’ala sajalah yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya, Dia sajalah yang mengkabulkan doa dan Dia sajalah Dzat yang mengetahui yang ghaib.

Jadi kalau demikian, ketuhanan macam apakah yang Fir’aun sematkan kepada dirinya dan dia tolak dari selainnya, termasuk Allah ta’ala?

Untuk memahami hal ini, maka simaklah uraian berikut ini...

Allah ta’ala berfirman:
إِنِ ٱلۡحُكۡمُ إِلَّا لِلَّهِ
 “Hak menentukan hukum hanyalah milik Allah.” (QS. Yusuf [12]: 40)

Ayat ini menjelaskan bahwa wewenang pembuatan hukum, undang-undang dan putusan hanyalah hak khusus (preogatif) milik Allah. Ini dikarenakan kewenangan pembuatan hukum itu adalah berkaitan dengan penciptaan, sebagaimana Firman-Nya ta’ala:

 أَلَا لَهُ ٱلۡخَلۡقُ وَٱلۡأَمۡرُۗ
“Ingatlah, hanyalah milik-Nyalah penciptaan dan perintah.” (QS. Al A’raf [7]: 54)

Dikarenakan yang menciptakan itu hanyalah Allah, maka hanya Allah sajalah yang berhak memerintah, melarang dan menentukan hukum dan aturan. Dan sebagaimana Allah ta’ala itu  tidak menyertakan satu makhluk-pun di dalam penciptaan, maka Diapun tidak mengizinkan dan tidak menyertakan satu makhluk-pun di dalam kewenangan pembuatan hukum dan undang-undang, sebagaimana Firman-Nya:
وَلَا يُشۡرِكُ فِي حُكۡمِهِ أَحَدٗا
 “Dan Dia tidak menyertakan seorangpun di dalam hukum-Nya.”(Al Kahfi:26)

Dan bahkan Dia ta’ala melarang menyertakan atau menyekutukan seorangpun di dalam kewenangan pembuatan hukum yang merupakan hak khusus Allah ta’ala. Dia ta’ala berfirman:

وَلَا يُشۡرِكُ فِي حُكۡمِهِۦٓ أَحَدٗا ٢٦
“Dan janganlah kamu menyekutukan seorangpun di dalam hukum-Nya.”(QS. Al Kahfi [18]: 26, sebagaimana di dalam qira’ah ibnu ‘Amir yang mutawwatir)

Sebagaimana orang yang meyakini adanya pencipta selain Allah ta’ala adalah musyrik lagi kafir juga telah mempertuhankan selain Allah itu, ini dikarenakan hak penciptaan adalah hak khusus Allah, maka begitu juga orang yang menyandarkan kewenangan pembuatan hukum dan undang-undang atau sebagiannya kepada selain Allah adalah musyrik, kafir lagi telah mempertuhankan selain Allah.

Sebagaimana orang yang mengaku bahwa dirinya telah ikut andil bersama Allah ta’ala di dalam penciptaan adalah divonis telah mengaku dirinya sebagai tuhan sekutu Allah ta’ala, maka begitu juga orang yang mengaku bahwa dirinya itu berhak membuat hukum dan undang-undang di samping Allah, adalah telah mengklaim bahwa dirinya itu adalah tuhan sekutu Allah ta’ala. Dan sebagaimana orang yang mengklaim bahwa dirinyalah yang menciptakan manusia dan bahwa tidak ada yang menciptaka mereka kecuali dia, maka dia itu adalah telah mengklaim sebagai tuhan tertinggi satu-satunya bagi manusia, maka begitu juga orang yang mengklaim bahwa hanya dirinyalah yang berhak membuat hukum dan tidak ada hukum yang harus dijadikan rujukan kecuali hukumnya, maka dia itu berarti telah mengaku bahwa dirinya adalah tuhan tertinggi.

Untuk supaya lebih jelas masalahnya, maka perhatikan kandungan ayat-ayat ini:

ٱتَّخَذُوٓاْ أَحۡبَارَهُمۡ وَرُهۡبَٰنَهُمۡ أَرۡبَابٗا مِّن دُونِ ٱللَّهِ وَٱلۡمَسِيحَ ٱبۡنَ مَرۡيَمَ وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُوٓاْ إِلَٰهٗا وَٰحِدٗاۖ لَّآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۚ سُبۡحَٰنَهُۥ عَمَّا يُشۡرِكُونَ ٣١

“Mereka menjadikan alim ulama dan para pendetanya sebagai tuhan-tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya mereka beribadah kepada Tuhan Yang Esa, tidak ada tuhan yang berhak diibadati kecuali Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At Taubah [9]: 31)

Di dalam ayat ini Allah ta’ala telah memvonis orang-orang nasrani dengan banyak vonis, di antaranya:

1. Mereka telah mempertuhankan alim ulama dan para pendeta mereka.

2. Mereka telah beribadah kepada alim ulama dan para pendeta itu.

3. Mereka melanggar laa ilaaha illallaah.

4. Mereka musyrik.

5. Dan alim itu memposisikan dirinya sebagai tuhan.

Apa gerangan kemusyrikan orang-orang nasrani itu, dan bentuk peribadatannya, serta apa sebab alim ulama dan pendeta itu disebut telah memposisikan dirinya sebagai arbab selain Allah? Apakah karena sebab ruku dan sujud atau karena sebab lain? Amatilah tafsir Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang ayat ini di dalam hadits hasan yang diriwayatkan At Tirmidzi, bahwa ketika ayat ini dibacakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dihadapan 'Adi Ibnu Hatim (waktu itu seorang nasrani dan kemudian masuk Islam), dan saat ‘Adi mendengar ayat ini dengan vonis-vonis tadi, maka dia mengatakan: “Kami (orang-orang nasrani) tidak beribadah kepada mereka” yaitu kami tidak pernah mempertuhankan mereka dan tidak pernah shalat dan berdoa kepada mereka, jadi kenapa kami dianggap telah beribadah kepada mereka, apa bentuk peribadatan kami kepada mereka itu, maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bentuk peribadatan yang mereka lakukan kepada alim ulama dan pendeta itu dengan sabdanya:

“Bukankah mereka itu menghalalkan apa yang Allah haramkan kemudian kalian menghalalkannya dan bukankah mereka mengharamkan apa yang Allah halalkan kemudian kalian mengharamkannya?”

Maka ‘Adi menjawab: “Ya benar”. Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Maka itulah peribadatan kepada mereka”.

Jadi peribadatan disini adalah penyandaran hukum kepada alim ulama dan pendeta dan penerimaan hukum mereka itu sebagai rujukan dan sandaran, yang padahal hal itu adalah hak khusus Allah ta’ala yang bila dipalingkan kepada selain-Nya maka itu adalah syirik akbar dan bila diklaim oleh makhluk maka dia itu telah melampaui batas dan mengaku tuhan.

Al Imam Hamd Ibnu ‘Atiq rahimahullah mengatakan di dalam Kitab Ibthalut Tandid hal 76:

“Para ulama telah sepakat bahwa barangsiapa memalingkan sesuatu dari ibadah itu kepada selain Allah, maka dia telah musyrik walaupun mengucapkan laa ilaaha illallaah, walaupun dia shalat dan shaum serta walaupun dia mengaku muslim.”

Sedangkan penyandaran hukum itu adalah ibadah yang murni hak Allah ta’ala, dan bila disandarkan kepada selain Allah ta’ala maka itu adalah syirik dan orang yang menjadikan hukum itu sebagai rujukan maka dia itu orang musyrik walaupun hanya satu hukum saja, sebagaimana yang Allah ta’ala jelaskan di dalam Al Qur’an perihal bangkai:

وَلَا تَأۡكُلُواْ مِمَّا لَمۡ يُذۡكَرِ ٱسۡمُ ٱللَّهِ عَلَيۡهِ وَإِنَّهُۥ لَفِسۡقٞۗ وَإِنَّ ٱلشَّيَٰطِينَ لَيُوحُونَ إِلَىٰٓ أَوۡلِيَآئِهِمۡ لِيُجَٰدِلُوكُمۡۖ وَإِنۡ أَطَعۡتُمُوهُمۡ إِنَّكُمۡ لَمُشۡرِكُونَ ١٢١

“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan-syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar membantah kamu, dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. (QS. Al An’am [6]: 121)

Ayat ini di antaranya berkaitan dengan perdebatan antara Auliya Ar Rahman dengan Auliya Asy Syaithan (kafirin Quraisy), dimana orang-orang kafir itu menghalalkan bangkai dan mendebat kaum muslimin agar ikut menghalalkannya. Al Hakim meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ibnu ‘Abbas radliyallahu ‘anhuma berkata tentang ucapan orang-orang kafir itu: “Apa yang disembelih oleh Allah (yaitu bangkai) maka kalian tidak mau memakannya, sedangkan yang kalian sembelih maka kalian memakannya,” maka Allah menurunkan ayat: “Sesungguhnya syaitan-syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar membantah kamu.”

Di sini hanya satu hukum saja yaitu penghalalan bangkai, namun Allah memvonis orang yang menurutinya sebagai orang musyrik, ”dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik,” sedangkan orang yang menggulirkannya sebagai wali (teman) syaitan, “sesungguhnya syaitan-syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar membantah kanu” dan hukum buatannya itu dicap sebagai wahyu dan bisikan syaitan.

Bila saja penyandaran hak pembuatan satu hukum kepada selain Allah ta’ala adalah kemusyrikan dan menjadikan hukum buatan tersebut sebagai rujukan di dalam putusan, dakwaan, fatwa atau vonis adalah syirik akbar yang merupakan pembatal keislaman, maka bagaimana halnya dengan pembuatan dan perujukan lebih dari satu hukum buatan...?

Dan bila saja pengklaiman kewenangan pembuatan satu hukum itu merupakan pengklaim ketuhanan, maka bagaimana halnya dengan pengklaiman bahwa dirinyalah dan lembaganyalah yang berwenang membuat hukum, dan bahwa hukum apapun tidaklah menjadi hukum yang sah lagi memiliki kekuatan undang-undang kecuali setelah disahkan dan ditetapkan oleh dirinya dan lembaganya. Dan inilah ketuhanan yang fir’aun maksudkan dengan ucapannya:

فَقَالَ أَنَا۠ رَبُّكُمُ ٱلۡأَعۡلَىٰ ٢٤
“berkata: "Akulah Tuhanmu yang paling tinggi". (QS. An Nazi’at [79]: 24)

dan ucapannya:

وَقَالَ فِرۡعَوۡنُ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمَلَأُ مَا عَلِمۡتُ لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرِي
“Aku tidak mengetahui ada tuhan bagi kalian selain Aku.” (QS. Al Qashash [28]: 38)

Yaitu bahwa akulah satu-satunya yang berkuasa membuat hukum dan tidak ada hukum yang boleh kalian taati selain hukum aku.

Sedangkan peribadatan yang Fir’aun inginkan dari rakyatnya bukanlah shalat dan doa kepadanya, akan tetapi ketaatan dan loyalitas kepada hukum dan perintahnya.

Jadi inilah di antara kesalahan dan tindak pidana yang didakwakan oleh Allah ta’ala kepada Fir’aun, dimana dia telah merencanakan dan atau menggunakan orang lain untuk melakukan tindak pidana penentangan terhadap Allah dan hukum-Nya, sedangkan dakwaan yang dililitkan kepada para pejabat dan aparat keamanan Fir’aun adalah karena mereka telah dengan sengaja memberikan bantuan dan kemudahan terhadap Fir’aun di dalam melakukan tindak pidana penentangan terhadap kekuasaan Allah.

Dan mereka semua itu, yaitu Fir’aun, para pejabatnya dan aparat keamanannya, telah dengan sengaja dan secara sadar melakukan pemufakatan jahat, percobaan atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana penentangan terhadap hukum Allah ta’ala dan teror terhadap orang-orang yang ingin menegakkan hukum Allah ta’ala dengan teror pemenjaraan sebagaimana yang dimaksud di dalam surat Asy Syu’ara [26] ayat 29:

قَالَ لَئِنِ ٱتَّخَذۡتَ إِلَٰهًا غَيۡرِي لَأَجۡعَلَنَّكَ مِنَ ٱلۡمَسۡجُونِينَ ٢٩
“Andai kamu menjadikan tuhan selain aku, sungguh aku benar-benar akan memenjarakan kamu”.

Dan teror pembunuhan sebagaimana yang dimaksud di dalam surat Al Mu’min [40] ayat 26:

وَقَالَ فِرۡعَوۡنُ ذَرُونِيٓ أَقۡتُلۡ مُوسَىٰ
“Dan Berkata Fir’aun (kepada para pembesarnya): “BDiarkanlah Aku membunuh Musa.”

Dan teror penyiksaan sebagaimana yang dimaksud dengan ucapannya:

فَلَأُقَطِّعَنَّ أَيۡدِيَكُمۡ وَأَرۡجُلَكُم مِّنۡ خِلَٰفٖ وَلَأُصَلِّبَنَّكُمۡ فِي جُذُوعِ ٱلنَّخۡلِ
“Maka sungguh, akan kupotong tangan dan kakimu secara bersilang, dan sungguh, akan aku salib kamu pada pangkal pohon kurma”. (QS. Thaha [20]: 71)

Dan Fir’aun-pun melakukan teror dengan memerintahkan aparat keamanannya membunuhi kaum pria yang dikhawatirkan membahayakan ideologi dan pemerintahannya serta membiarkan kaum wanitanya terlantar tanpa pengayom:

إِنَّ فِرۡعَوۡنَ عَلَا فِي ٱلۡأَرۡضِ وَجَعَلَ أَهۡلَهَا شِيَعٗا يَسۡتَضۡعِفُ طَآئِفَةٗ مِّنۡهُمۡ يُذَبِّحُ أَبۡنَآءَهُمۡ وَيَسۡتَحۡيِۦ نِسَآءَهُمۡۚ إِنَّهُۥ كَانَ مِنَ ٱلۡمُفۡسِدِينَ ٤

“Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berkelompok-kelompok, dia menindas segolongan dari mereka, dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya dia (Fir’aun) termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al Qashash [28]: 4)

Itulah dakwaan dan tuduhan yang dijeratkan kepada Fir’aun dan kaki tangannya.


___________
Sumber:
Yang Bersalah Itu Fir’aun Bukan Kami, PLEDOOI USTADZ AMAN ABDURRAHMAN H A F I D Z A H U L L A H; A F I D Z A H U L L A H


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...