Tadzakkur dan Tafakkur
Oleh : Ibnu Qayyim Al Jauziyyah
Tadzakkur artinya mengambil pelajaran dan Tafakkur
berarti memikirkan atau mengamati. Tadzakkur yang menjadi tempat persinggahan
hati merupakan pasangan inabah. Allah befirman
وَمَا
يَتَذَكَّرُ إِلَّا مَنْ يُنِيبُ
“Dan, tiadalah yang mau
mengambil pelajaran
kecuali orang-orang yang kembali
(kepada Allah).”
(Al-Mukmin: 13).
Tadzakkur ini merupakan sifat yang khusus bagi orang-orang yang
mau berpikir dan berakal, sebagaimana firman-Nya,
إِنَّمَا
يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ
“Hanyalah, orang-orang yang
berakal saja
yang dapat mengambil pelajaran.”
(Ar-Ra’d: 19).
Tadzakkur dan tafakkur merupakan dua tempat persinggahan yang
membuahkan berbagai macam ma’rifat, hakikat iman dan kebajikan. Orang yang
memiliki ma’rifat senantiasa mengembalikan tadzakkur kepada tafakkur, dan
mengembalikan tafakkur kepada tadzakkur, hingga dapat membuka gembok hatinya.
Pengarang Manazilus Sa’irin menjelaskan bahwa tadzakkur setingkat
di atas tafakkur. Sebab tafakkur itu merupakan pencarian, sedangkan tadzakkur
merupakan wujud. Maksudnya, tafakkur adalah mencari tujuan semenjak dari
permulaannya, seperti yang dikatakan dalam pepatah, “Tafakkur adalah mencari
bisikan hati, untuk mengetahui keinginannya.”
Tadzakkur merupakan wujud, karena ia ada setelah ada tafakkur,
yang bisa hilang karena lupa. Jika ingat, maka tadzakkur ini pun ada. Tadzakkùr
merupakan kata aktiva dan dzikr (ingat), kebalikan dari lupa. Artinya
hadirnya gambaran sesuatu yang diingat dan diketahui di dalam hati. Kedudukan
tadzakkur di samping tafakkur sama dengan kedudukan perolehan sesuatu yang
dituntut setelah memeriksa dan menyelìdikinya. Karena itu ayat-ayat Allah yang
dibaca dan dapat disaksikan merupakan peringatan, sebagaimana yang disebutkan
dalam ayat-Nya yang dibaca,
“Dan, sesungguhnya telah Kami berikan petunjuk kepada Musa, dan
Kami wariskan Taurat kepada Bani Israel, agar menjadi petunjuk dan peringatan
bagi orang-orang yang berpikir “ (Al-Mukmin: 53-54).
Allah befirman dalam ayat-ayat-Nya yañg bisa disaksikan,
“Maka apakah mereka tidak melihat langit yang ada di atas mereka,
bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai
retak-retak sedikitpun? Dan, Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya
gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang
indah dipandang mata, untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap
hamba yang kembali (mengingat Allah). “ (Qaf: 6-8).
Manusia Ada
Tiga Macam
1 . Orang
yang hatinya mati dan seakan-akan dia tidak mempunyai hati. Ayat Allah
tidak akan menjadi peringatan bagi hati ini.
2. Orang
yang mempunyai hati yang hidup dan siap, namun ia tidak memperhatikan
ayat-ayat Allah yang dibaca, yang mengabarkan ayat ayat-Nya yang dapat
disaksikan, entah karena ayat-ayat itu memang tidak sampai kepadanya, karena
dia sibuk dengan hal-hal yang lain, entah karena sebab lain. Orang seperti ini
hatinya pergi entah ke mana dan tidak ada di tempat. Hati ini juga tidak mempan
oleh peringatan, sekalipun sebenarnya ia siap.
3. Orang
yang hatinya benar-benar hidup dan siap. Bila ayat-ayat Allah dibacakan
kepadanya, maka ia pun menyimak dengan pendengarannya, menghadìrkan hatinya,
sibuk memahami apa yang didengarnya. Hati seperti inilah yang bisa mengambil
manfaat dan ayat-ayat yang dibaca maupun ayat-ayat yang disaksikan.
Orang pertama seperti orang buta yang sama sekali tidak bisa
melihat. Orang kedua seperti orang yang dapat melihat, namun arahnya tidak
tepat pada sasaran yang mestinya dilihat. Dua orang ini sama-sama tidak bisa
melihat Allah. Orang ketiga seperti orang yang dapat melihat dan memusatkan
pandangan ke sasarannya, baik dari jarak yang dekat maupun jauh. Inilah orang
yang dapat melihat Allah. Mahasuci Allah yang menjadikan kalam-Nya obat
penyembuh dan penyakit yang menghimpit dada.
Pengarang Manazilus Sa‘irin menjelaskan bahwa Bangunan
Tadzakkur itu ada tiga macam:
1. Mengambil
Manfaat dan Izhah.
Maksud izhah di sini
adalah perintah dan larangan, yang lebih dikenal dengan istilah at-targhib
wat-tarhib. Izhah ada dua macam: Izhah dengan pendengaran dan
dengan penglihatan.
Izhah dengan pendengaran ialah
mengambil manfaat dari petunjuk dan nasihat yang didengar, yang disampaikan
para rasul atau apa yang diwahyukan kepada mereka, atau dari siapa pun yang
menyampaikan nasihat, demi kemaslahatan agama dan dunia.
Sedangkan izhah dengan penglihatan
ialah mengambil manfaat dari apa pun di dunia ini yang bisa dilihat dari
tanda-tanda kekuasaan Allah dan yang menunjukkan kebenaran para rasul.
Mengambil manfaat dan izhah tidak
bisa dilakukan kecuali setelah ada tiga perkara: Sangat membutuhkan izhah itu, Tidak
melihat aib pemberi izhah dan Mengingat janji serta ancaman.
2. Mencari Kejelasan Lewat
Pelajaran.
Karena tadzakkur itu berarti
mencermati makna-makna yang diperoleh dengan memikirkan ayat-ayat dan
pelajaran, maka tadzakkur ini bisa didapatkan dengan tafakkur. Sementara tekad untuk
melanjutkan perjalanan tergantung pada kekuatan pengetahuan tentang
perjalanannya, sebab pengetahuan inilah yang memberi batasan gerak dan tujuan.
Jika perasaan terhadap kekasih semakin kuat, maka perjalanan hati pun juga
menjadi tegar. Jika pikiran terpusat ke perjalanan ini, maka perasaan juga
semakin terarah kepadanya.
Mencari kejelasan dengan
pelajaran ini dapat dilakukan dengan tiga perkara: Dengan akal yang hidup,
mengetahui lamanya perjalanan dan selamat hingga sampai ke tujuan.
3. Mencari Buah
Pikiran.
ini merupakan masalah yang sangat
lembut dan sensitif. Pikiran itu mempunyai dua buah: Mendapatkan apa yang
dicari secara utuh sebisa mungkin, dan berbuat sebagaimana lazimnya untuk
memenuhi hak. Saat hati sedang memikirkan, maka boleh jadi bebannya terlalu
berat sehingga menghambatnya untuk memperoleh apa yang diinginkan. Jika hati
sudah kembali normal dan akal menjadi tenang, maka ia kembali seperti keadaan
semula dan ingat lagi apa yang dicarinya. Memang masalah ini agak rumit untuk
dipahami. Tapi sekedar sebagai gambaran, orang yang mencari harta tentu terus
bersemangat dan bersungguh-sungguh mencarinya, sekalipun dia dalam keadaan
letih dan penat. Jika dia sudah mendapatkannya, maka dia pun merasa tenang dan
pulang sambil membawa keuntungan perdagangannya. Jika dia orang yang benar,
maka dia akan membelanjakan hartanya untuk hal-hal yang bermanfaat baginya.
Buah Pikiran bisa dipetik dengan Tiga Cara:
Tidak mengumbar harapan, menyimak
Al-Qur’an, dan Meninggalkan Lima Perkara yang Merusak Hati:
Tidak banyak bergaul, Tidak
mengumbar angan-angan, Tidak bergantung kepada selain Allah dan Mengurangi
makan serta Sedikit tidur.
Karena ini merupakan tingkatan yang paling tinggi dari tadzakkur, maka
kami akan mengupasnya dengan porsi yang lebih banyak.
Tidak mengumbar harapan artinya menyadari tentang dekatnya perjalanan
dan begitu singkatnya tempo kehidupan. ini merupakan perkara yang paling
bermanfaat bagi hati, karena yang demikian ini bisa mendorong seorang hamba
untuk mengefektifkan waktu yang terus berlalu seperti awan dan untuk segera
membalik lembaran-lembaran hidupnya, menggugah hasratnya kepada akhirat,
mendorongnya untuk segera menyentuh garis finish dan berzuhud di dunia,
pandangannya hanya tertuju ke akhirat. Dengan begitu di dalam hatinya ada
kesaksian yang memberi keyakinan tentang dunia yang fana dan begitu cepat ia
berlalu serta tertinggal di belakang. Di hadapannya terpampang akhirat yang
kekal dan semua akan menujù ke sana. Sebagai bukti agar harapan ini tidak diumbar
adalah firman Allah,
“Dan, (ingatlah) akan hari (yang pada waktu itu) Allah
mengumpulkan mereka, (mereka merasa pada baru itu) seakan-akan mereka tidak pernah
berdiam (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari (pada waktu itu) mereka
saling bérkenalan.” (Yunus: 45).
“Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa
seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore
atau pagi hari.” (An-Nazi’at: 46).
Pada suatu sore ketika matahari berada di pucuk bukit, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, berpidato di
hadapan para shahabat,
“Sesungguhnya tidak ada yang menyisa dari dunia yang sudah berlalu
melainkan seperti apa yang menyisa dari hari kalian yang sudah berlalu ini.”
Ketika beliau sedang melewati sebagian shahabat yang sédang memperbaiki
gubuk mereka yang sudah reyot, maka beliau bertanýa, “Apa ini?” Mereka
menjawab, “Kami sedang memperbaiki gubuk milik kami.” Beliau bersabda, “Aku
tidak melihat urusan hidup ini melainkan Iebih cepat rusaknya daripada gubuk
kalian ini.”
Tidak mengumbar harapan ini didasarkan pada dua hal:
Pertama, meyakini kefanaan dunia dan
perpisahan dengannya.
Kedua, kekekalan akhirat dan kepastian
bersua dengannya.
Kemudian dua perkara ini dibandingkan,
dan tentukan mana yang lebih dipentingkan.
Menyimak AI-Qur’an artinya memusatkan perhatian
hati ke makna-maknanya, memusatkan pikiran untuk mengamati dan memikirkannya.
Inilah maksud diturunkannya Al-Qur’an, dan bukan sekedar membacanya tanpa
pemahaman, pendalaman dan perhatian. Firman-Nya,
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan
barakah, supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai pikiran. “(Shad : 29).
Al-Hasan
berkata,
“Al-Qur’an
diturunkan agar diperhatikan dan diamalkan.
Maka
amalkanlah apa yang kalian baca.”
Tidak ada yang Iebih bermanfaat bagi hamba di dunia dan di akhirat
serta yang lebih dekat dengan keselamatannya selain dari mendalami dan
memperhatikan Al-Qur’an serta memikirkan makna ayat-ayatnya, karena makna-makna
ini akan menunjukkan tanda-tanda kebaikan dan keburukan dengan segala
hiasannya, menunjukkan jalan, sebab dari buah kebaikan dan keburukan,
menyodorkan kunci-kunci simpanan kebahagiaan dan ilmu yang bermanfaat,
meneguhkan sendi-sendi iman di dalam hati, mengokohkan bangunannya,
memperlihatkan gambaran dunia dan akhirat, surga dan neraka, memperlihatkan
keadaan berbagai umat, keadilan Allah dan karunia-Nya, Dzat, sifat, asma dan
perbuatan-Nya, apa-apa yang dicintai dan dibenci-Nya, menunjukkan jalan yang
menghantarkan kepada-Nya, penghambat-penghambat jalan dan ujiannya,
memperlihatkan tingkatan-tingkatan orang yang berbahagia dan menderita,
macam-macam manusia dan golongannya. Secara umum makna-makna Al-Qur’ an ini
memperkenalkan Allah yang diseru dan jalan yang menghantarkan kepada-Nya.
Kebalikan dari hal-hal di atas, makna-makna Al-Qur’an juga menunjukkan
apa yang diserukan syetan, jalan yang menghantarkan kepadanya, dan akibat yang
bakal diterima orang yang memenuhi seruan ini, berupa kehinaan dan siksaan
setelah dia sampai kepadanya.
Inilah perkara-perkara yang perlu diperhatikan hamba, agar dia
bisa mengetahui akhirat seakan-akan dia berada di sana dan tidak lagi berada di
dunia ini, bisa membedakan mana yang haq dan mana yang batil dalam perkara-perkara
yang diperselisihkan, sehingga yang haq benar-benar haq dan yang
batil benar-benar batil, memberinya cahaya untuk membedakan petunjuk
dan kesesatan, jalan lurus dan jalan menyimpang, memberikan kekuatan di dalam
hati, kehidupan, kelapangan dan kegembiraan.
Makna-makna Al-Qur’an berkisar pada masalah tauhid dan
peñjelasan-penjelasannya, ilmu tentang Allah dan sifat-sifat kesempurnaan-Nya,
sifat-sifat kekurangan yang dijauhkan dari-Nya, pengenalan hak-hak hamba dan
hak-hak yang mengutus mereka, iman kepada malaikat yang merupakan utusan Allah
dalam menangani urusan alam atas dan alam bawah, khususnya segala urusan
manusia, apa yang telah disiapkan Allah bagi musuh-musuh-Nya, berupa kampung
siksaan, yang di dalamnya sama sekali tidak ada kegembiraaan dan kesenangan,
rincian perintah dan larangan, syariat dan qadar, halal dan haram, nasihat dan
peringatan, kisah-kisah dan permisalan, sebab-sebab, hukum, prinsip, tujuan dan
lain-Iainnya.
Adapun Lima Perkara Yang Merusak
Hati :
Banyak Bergaul Dengan Manusia,
Mengumbar Harapan,
Bergantung Kepada Selain Allah,
Kenyang, dan
Banyak Tidur.
Ketahuilah bahwa hati itu dalam perjalanan kepada Allah Azza wa
Jalla dan kampung akhirat. Jalan yang benar sudah ditunjukkan, begitu pula
ujian jiwa dan amal, penghambat-penghambat jalan yang dapat disingkirkan dengan
cahaya, kehidupan dan kekuatannya, dengan kesehatan pendengaran dan
penglihatannya.
Lima perkara inilah yang akan memadamkan cahaya hati, menutupi
penglihatan dan menyumbat pendengarannya, membuatnya bisu dan tuli, melemahkan
kekuatannya, menggerogoti kesehatannya dan menghentikan tekadnya. Siapa yang
tidak merasakan semua ini, berarti hatinya mati. Sementara luka pada orang yang
sudah mati tidak membuatnya kesakitan.
Tidak ada kenikmatan, kelezatan, kesenangan dan kesempurnaan
kecuali dengan mengetahui Allah dan mencintai-Nya, merasa tentram saat
menyebut-Nya, senang berdekatan dengan-Nya dan rindu bersua dengan-Nya. lnilah
Surga Dunia baginya, sebagaimana dia tahu bahwa kenikmatannya yang hakiki
adalah kenikmatan di akhirat dan di surga. Dengan begitu dia mempunyai dua
surga. Surga yang kedua tidak dimasuki sebelum dia memasuki surga yang pertama.
Kami pernah mendengar Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata,
“Sesungguhnya di dunia ini ada surga, siapa yang tidak memasukinya, maka dia
tidak akan mêmasuki surga di akhirat.”
Sebagian orang arif berkata, “Hari-hari telah berlalu dan dapat
dirasakan hati. Maka saya katakan, ‘Jika para penghuni surga seperti ini
keadaannya, tentunya mereka benar-benar dalam kehidupan yang sangat
menyenangkan’.”
Sebagian yang lain berkata, “Para penghuni dunia yang celaka keluar dari dunia tanpa merasakan kenikmatan
sedikit pun yang ada di dalamnya.” Orang-orang bertanya, “Lalu apakah yang
paling nikmat di dunia?” Dia menjawab, “Mencintai Allah, bersama-Nya, kerinduan
bersua dengan-Nya, menghadap kepada-Nya dan berpaling dari hal-hal selainnya”.
Lima Perkara ini Menjadi Penghalang Antara Hati dan Allah,
Menghambat perjalanannya dan Menimbulkan
penyakit di dalamnya.
Inilah uraiannya :
1 . Terlalu Banyak Bergaul dengan manusia.
Hal ini bisa memenuhi hati dengan polusi napas Bani Adam, sehingga
hati mereka menjadi hitam, lalu menimbulkan perselisihan, kepekatan, perpecahan
dan beban yang berat untuk dipikul. Akibat yang ditanggungnya adalah gesekan
dengan teman-teman yang jahat, banyak kemaslahatannya yang terbuang sia-sia,
sibuk dengan urusan mereka, pikiran terpecáh untuk memenuhi berbagai macam
keinginan dan tuntutan mereka. Jika seperti ini keadaannya, lalu apa yang
menyisa bagi Allah dan kampung akhirat?
Pergaulan yang didasari cinta dunia dan ambisi ini bisa berubah
menjadi permusuhan jika semua hakikat terkuak, sehingga menimbulkan penyesalan
bagi sebagian di antara mereka. Yang Iebih celaka lagi, jika penyesalan ini
terasa setelah di akhirat. Firman Allah,
“Teman-teman akrab pada hari itu, sebagiannya menjadi musuh
bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa. “ (Az-Zukhruf:
67).
“Dan (Ingatlah) hari (ketika) orang yang zhalim menggigit dua
tangannya, seraya berkata, ‘Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan
bersama-sama Rasul Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak
menjadikan Fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku
dari Al-Qur’an ketikaAl-Qur’an itu telah datang kepadaku. Dan, adalah syetan
itu tidak mau menolong manusia.” (Al-Furqan: 27-29).
Inilah keadaan orang-orang yang bersekutu untuk mendapatkan suatu
tujuan. Mereka senantiasa tampak saling bahu-membahu dan menyayangi untuk
mendapatkan tujuan itu. Jika ternyata tujuan itu meleset, maka yang ada tinggal
penyesalan, kesedihan dan penderitaan. Kasih sayang itu pun berubah menjadi
kebencian, kutukan dan celaan sebagian terhadap sebagian yang lain. Cukup
banyak bukti tentang hal ini.
Untuk mencari keseimbangan dalam masalah pergaulan ini atau pergaulan
yang bermanfaat ialah bergaul dengan manusia dalam kebaikan, seperti menghadiri
shalat Jum’at, jama’ah, haji, mempelajari ilmu, berjihad, nasihat-menasihati,
menjauhi mereka dalam keburukan dan hal-hal mubah yang kelewatan. Jika
seseorang terpaksa harus bergaul dengan mereka dalam keburukan dan tidak
mungkin untuk menghindar, maka dia harus waspada agar jangan sampai menyerupai
mereka dan dia harus bersabar menghadapi gangguan mereka. Sebab sudah selayaknya
jika mereka mengganggunya, terlebih jika dia tidak mempunyai kekuatan dan
pendukung. Sebab jika dia berbuat seperti yang mereka perbuat, hanya akan
mendatangkan kehinaañ dan celaan orang-orang Mukmin dan Allah.
2. Mengarungi
hamparan lautan Harapan dan Angan-angan
yang Tidak Bertepi.
ini merupakan lautan yang diarungi orang yang bangkrut, sebagaimana
yang dikatakan dalam pepatah, “Angan-angan merúpakan modal orang yang
bangkrut.” Barang dagangan para penumpangnya adalah janji-janji syetan dan
hayalan yang menipu. Gelombang angan-angan dusta dan hayalan batil terus
bergulung-gulung, mempermainkan penumpang, seperti anjing yang mempermainkan
bangkai. Angan-angan ini disesuaikan dengan kondisi setiap orang. Ada yang
berangan-angan memegang kekuas aan, ada yang berangan-angan memiliki harta yang
menumpuk, memiliki istri-istri yang cantik dan lain sebagainya. Setiap orang
menciptakan di dalam jiwanya gambaran yang diinginkannya. Seakan-akan dia
beruntung mendapatkannya. Tapi ketika dia tersadar, ternyata tangannya hampa
dan hanya memegang bantal.
Tapi orang yang memiliki hasrat yang tinggi, maka angan-angannya berkisar
pada ilmu dan iman serta amal yang bisa mendekatkan dirinya kepada Allah.
Dikatakan dalam syair,
“Angan-anganku adalah iman,
hikmah dan cahaya
sedang angan—angan mereka adalah
tipuan belaka.”
Nahi ShalIaIIahu Alaihi wa Sallam telah memuji orang yang mengangan-angankan
kebaikan, sehingga dalam kondisi tertentu, dia mendapatkan pahala seperti
pahala yang didapatkan orang yang mengerjakan kebaikan itu, seperti
perkataannya, “Andaikan aku mempunyai harta yang melimpah, tentu aku akan membelanjakannya
seperti yang dilakukan Fulan karena Allah semata, dígunakan untuk menyambung tali
persaudaraan dan menshadaqahkannya menurut haknya.”
3. Bergantung kepada Selain Allah.
Ini merupakan perusak hati yang paling besar dan tidak ada yang
lebih berbahaya selain dari hal ini, tidak ada yang lebih menghambat
kemaslahatan dan kebahagiaannya selain dari hal ini.
Jika hati bergantung kepada
selain Allah, maka Allah menyerahkannya kepada sesuatu yang dijadikan sebagai
gantungannya.
Padahal apa yang dijadikan sebagal gantûngan itu dihinakan Allah dan
dia tidak mendapatkan maksudnya karena dia beralih kepada selain Allah,
sehingga dia tidak mendapatkan apa yang ada di sisi AIlah dan tidak mendapatkan
dari apa yang dijadikannya sebagai gantungan seperti yang diharapkannya. Firman
Allah,
“Dan, mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah,
agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka. Sekali-kali tidak. Kelak
mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (para pengikutnya)
terhadapnya, dan mereka (sembahan- sembahan) itu akan menjadi musuh bagi
mereka.” (Maryam: 81-82).
Orang yang paling hina adalah yang bergantung kepada selain Allah.
Orang yang bergantung kepada selain Allah seperti orang yang berlindung dari
panas dan dingin dengan rumah aba-Iaba, karena rumah laba-laba merupakan rumah
yang paling rapuh. Secara umum, Iandasan dan fondasi syirik adalah bergantung
kepada selain Allah, sehingga pelakunya mendapat kehinaan dan celaan.
“Janganlah kamu adakan sesembahan
yang lain di samping Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak
ditinggalkan (Allah).” [Al-Isra’: 22).
4. Makanan Yang Berlebihan.
Ada dua kaitannya dengan makanan ini:
Pertama, jenis makanannya ini seperti makanan yang diharamkan.
Makanan yang diharamkan ini juga ada dua macam:
Yang haram menurut Hak Allah, seperti bangkai, darah babi,
binatang buas yang bertaring dan burung yang bercakar tajam.
Yang haram menurut Hak manusia, seperti barang curían dan yang
diambil tidak berdasarkan ridha pemiliknya.
Kedua, makanan yang merusak karena pertimbangan
porsi dan jumlahnya serta yang melebihi batasnya, seperti berlebih-Iebihan
dalam mengkonsumsi makanan yang halal dan makan terlalu kenyang, karena bisa
memberatkannya untuk mengerjakan ketaatan dan membuatnya sibuk dengan urusan
makanan semata, sehingga bisa membuat badannya menjadi gemuk dan menguatkan
dorongan syahwat, yang berarti membuka jalan yang lapang bagi syetan. Sebab
syetan bisa menyusup ke dalam tubuh manusia lewat aliran darahnya. Maka tidak
heran jika puasa mempersempit dan menghalangi jalannya, sementara perut kenyang
melapangkan jalan bagi syetan. Siapa yang makan banyak dan minum banyak,
membuatnya banyak tidur, lalu banyak menyesal. Di dalam hadits yang masyhur
telah disebutkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,
“Tidaklah seorang anak Adam
memenuhi bejana yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam
beberapa suap yang bisa menegakkan tulang sulbinya. Jikalau memang harus
berbuat, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan
sepertiga untuk napasnya.”
Dikisahkan bahwa iblis muncul di hadapan Yahya bin Zakaria Alaihis
Salam. Beliau bertanya, “Apakah kamu bisa berbuat sesuatu terhadap aku?” Iblis
menjawab, “Tidak. Hanya saja suatu malam ada makanan yang dihidangkan kepadamu.
Lalu aku membuat makanan itu tampak lezat, sehingga engkau memakannya hingga
kenyang, lalu engkau tertidur dan tidak melakukan wirid” Maka Yahya berkata,
“Demi Allah, sekali-kali aku tidak ákan makan hingga kenyang.” , Iblis berkata,
“Dan aku, demi Allah, sekali-kali tidak akan memberi nasihat kepada anak Adam.”
5. Banyak Tidur.
Karena banyak tidur membuat badan terasa berat, membuang-buang
waktu secara percuma, mengakibatkan lalai dan malas serta hal-haI makruh
lainnya. Yang pasti, banyak tidur tidak bermanfaat bagi badan. Sedangkan tidur
yang paling bermanfaat ialah jika memang diperlukan untuk tidur. Tidur pada
awal malam lebih baik dan lebih bermanfaat daripada tidur pada akhir malam, dan
tidur tengah malam lebih bermanfaat daripada dua tepinya. Yang paling banyak
bahayanya adalah tidur sehabis ashar dan pada pagi hari, kecuali jika pada
malam harinya berjaga.
Yang dimakruhkan adalah tidur setelah shalat subuh hingga matahari
terbit, karena waktu ini seperti barang rampasan perang. Bagi orang-orang yang
mengadakan perjalanan kepada Allah, waktu ini mempunyai banyak keutamaan.
Sehingga sekalipun sepanjang malam mereka berjaga, maka mereka tidak akan
menggunakan waktu ini untuk duduk-duduk saja, hingga terbitnya matahari, karena
ini merupakan awal siang dan kuncinya, waktu turunnya rezki dan datangnya
barakah.
Secara umum, tidur yang paling bermanfaat ialah pada tengah malam
yang pertama dan seperenam yang terakhir, yang kira-kira selama delapan jam.
Inilah waktu tidur yang paling efektif menurut ilmu kedokteran. Jika kurang
atau Iebih, tentu akan berpengaruh terhadap tabiat manusia. Sedangkan tidur
yang tidak bermanfaat adalah pada awal malam setelah matahari tenggelam.
Source:
Madarijus-Salikin
(Pendakian Menuju Allah)
Penulis : Ibnu Qayyim AI-Jauziyah;
Penerjemah : Kathur Suhardi; -Cet. 1
Jakarta: Pustaka A1.-Kautsar, 1998.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar