Fithrah
M a n u s i a
Dan Hampir Punahnya
Wanita Barat
Sejak masa yang disebut Revolusi
Perancis di Barat dan setelahnya Revolusi Oktober di Timur, negeri-negeri kekufuran
Kristen secara umum telah diatur oleh filsafat-filsafat yang berperang mati-matian
dengan fithrah (sifat bawaan manusia)[1]. Ajaran
Darwin, Marx, Nietzsche, Durkheim, Weber, dan Freud berhasil menyebar ke
kebanyakan masyarakat Barat melalui sistem pendidikan dan industri media yang
dirancang untuk menghasilkan generasi yang sama sekali tidak memiliki sisa-sisa
fithrah. Anak-anak – dan bahkan orang dewasa – diajarkan bahwa penciptaan manusia
adalah murni hasil dari kekacauan, bahwa sejarah hanyalah akibat dari konflik
atas sumber daya material, bahwa agama adalah buatan manusia yang berpikiran
sederhana, bahwa unit sosial keluarga dibuat hanya demi kenyamanan, dan bahwa
hubungan seksual adalah alasan utama di balik keputusan dan perbuatan manusia.
Filsafat-filsafat ini menyebabkan kehancuran semua aspek dari fithrah di
negeri-negeri musyrikin Kristen. Mereka menghancurkan dasar relijiusitas
–meskipun agama yang rusak terbentuk dari kesyirikan dan kitab suci yang
ternoda – dan apa yang dibawanya pada moralitas dan masyarakat.
[1] Fitrah adalah sifat bawaan yang ditanamkan pada
manusia oleh Allah subhanahu
wa ta’ala sebagai
alat bantu dia dalam membedakan baik dan buruk.
Kaum musyrikin Kristen selama
berabad-abad telah mengadopsi agama kontradiksi yang melawan fithrah – termasuk
keyakinan bahwa Allah adalah tuhan sekaligus manusia, bahwa Dia adalah satu
namun terdiri dari tiga entitas, bahwa ia memiliki seorang ibu yang dirinya
hanyalah manusia, dan bahwa ia dibunuh di atas salibl Maha suci dan tinggi Dia
dari apa yang mereka katakan! Orang-orang musyrikin itu kemudian tergiring ke medan
perang baru melawan fithrah. Moralitas dan hubungan sosial bagi mereka sekarang
adalah murni konsep relatif yang tidak memiliki pondasi atau dasar kecuali apa
yang didikte oleh kepentingan ekonomi dan naluri seksual saja.
Penjahat dipandang sebagai individu
tak berdaya yang salah dalam memahami. Peran lelaki dan wanita bercampur aduk,
seperti tanggung jawab ayah dan ibu terhadap putra-putrinya. Wanita tidak harus
menjadi seorang ibu, seorang istri, atau seorang gadis, sebaliknya, dia harus
bekerja seperti lelaki, memimpin seperti lelaki, dan melakukan hubungan seksual
seperti hewan, tanpa sadar bahwa Tuhannya mengawasi baik dia dan teman kejinya
dalam kejahatan.
Penyimpangan terus berlanjut
sampai apa yang disebut "Dunia Baru Yang Pemberani" dari Amerika dan
Eropa Barat mulai melegalisasi ganja, perilaku kebinatangan, transgender,
sodomi, pornografi, feminisme, dan kejahatan lainnya, memungkinkan kaum musyrikin
Kristen Eropa, Amerika, dan Australia untuk memecahkan rekor kejahatan dari
setiap umat kafir yang mendahului mereka dalam sejarah, termasuk Sodom dan
Gomora. Namun, tersembunyi dalam kegelapan yang berlapis-lapis di dalamnya, ada
setitik jejak fithrah yang tertahan dan terpendam di dalam hati yang mati dalam
menunggu petunjuk untuk menghapus noda yang ditinggalkan oleh kesyirikan Kristen
dan “modernisme” Barat. Untuk hati yang mati ini, kami katakan:
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, "Apakah kamu tidak mengetahui, bahwa kepada Allah
bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pepohonan,
binatang-binatang yang melata dan sebagian besar dari manusia? Dan banyak di
antara manusia yang telah ditetapkan adzab atasnya. Dan barangsiapa yang
dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat
apa yang Dia kehendaki" (Al-Hajj 18).
Dia subhanahu wa ta’ala juga berfirman, "Katakanlah: ‘Jika ada tuhan-tuhan di
samping-Nya, seperti yang mereka katakan, niscaya tuhan-tuhan itu mencari jalan
kepada Tuhan yang mempunyai 'Arsy’. Maha Suci dan Maha Tinggi Dia dari apa yang
mereka katakan dengan ketinggian yang sebesar-besarnya. Langit yang tujuh, bumi
dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun
melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih
mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun"
(Al-Israa’ 42-44).
Dia subhanahu wa ta’ala juga berfirman, "Lalu Dia menuju kepada penciptaan langit dan
langit itu masih berupa asap, lalu Dia berkata kepadanya dan bumi, 'Datanglah kamu
berdua menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.' Keduanya menjawab,
'Kami datang dengan suka hati'" (Fussilat 11).
Dia subhanahu wa ta’ala juga berfirman, "Sekiranya ada di langit dan di bumi
tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha
Suci Allah yang mempunyai 'Arsy dari apa yang mereka sifatkan"
(Al-Anbiyaa’ 22).
Dalam berbagai ayat itu, Allah subhanahu wa ta’ala mengajari hamba-Nya bahwa alam semesta yang Dia ciptakan
mewujudkan pengakuan atas ketuhanan-Nya dan penyembahan kepada-Nya semata
dengan memuji-Nya dan sujud kepada-Nya. Ketundukan hanya kepada-Nya inilah yang
berada di balik keteraturan makhluk dan apa yang dikandungnya berupa
hukum-hukum yang Dia tetapkan. Jika makhluk mengambil tuhan selain penciptanya,
menaati Allah dan menaati tuhan palsu, mencintai Allah dan mencintai tuhan
palsu, dan takut kepada Allah dan takut kepada tuhan palsu, keteraturan alam
semesta pasti akan runtuh.
Allah subhanahu wa ta’ala juga menciptakan manusia dan menanamkan dalam dirinya fithrah,
sifat bawaan untuk mengakui ketuhanan-Nya dan hanya beribadah kepada-Nya semata.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman,
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. [Tetaplah di atas] fithrah
Allah yang telah menciptakan [semua] manusia menurut fithrah itu. Tidak ada
perubahan pada fithrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui" (Ar-Rum 30).
Dia subhanahu wa ta’ala menjadikan fithrah ini sebagai hujjah terhadap umat
manusia, Dia berfirman, “Dan [ingatlah] ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak Adam – dari sulbi mereka – dan Allah mengambil kesaksian terhadap
jiwa mereka, [seraya berfirman], ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka
menjawab, ‘Ya, kami telah bersaksi.’ Agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan,
‘Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadapnya.’ Atau agar kamu
tidak mengatakan, "Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan
Tuhan sejak dahulu, sedang kami adalah keturunan sesudah mereka. Maka apakah
Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat
dahulu?" (Al-A'raaf 172-173).
Jadi fithrah inilah yang menyebabkan seseorang mampu
membedakan antara Tauhid dan Kesyirikan. Hal ini juga membantu dia secara umum membedakan antara kesucian
dan kekotoran, antara kesopanan dan kecabulan, antara kasih sayang dan
kekejaman, antara keadilan dan kedzaliman, antara kebenaran dan kebathilan, dan
antara benar dan salah. Tentangnya, Nabi shallallahu
alaihi wasallam bersabda, "Setiap anak
lahir di atas fithrah. Orang tuanya yang lantas menjadikannya seorang Yahudi
atau seorang Nashrani, sebagaimana kalian mengembangbiakkan unta. Apakah kalian
mendapati padanya kecacatan sampai kalian sendiri yang membuatnya cacat?"
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata, "Bacalah jika engkau mau, '… tetaplah di atas fithrah
Allah yang telah menciptakan [semua] manusia menurut fithrah itu. Tidak ada
perubahan pada fithrah Allah …'" (Muslim). Tentang itu, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, "[Kaum musyrikin] tidak lain hanyalah menyembah setan
yang durhaka, yang dilaknati Allah dan setan itu mengatakan: ‘Aku benar-benar
akan mengambil dari hamba-hamba-Mu bagian yang sudah ditentukan, dan aku
benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan [dosa]
pada mereka dan menyuruh mereka hingga mereka benar-benar memotong
telinga-telinga binatang ternak, dan akan aku menyuruh mereka hingga mereka
benar-benar mengubah ciptaan Allah.’ Barangsiapa menjadikan setan menjadi
pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang
nyata" (An-Nisaa' 117-119).
Jadi, karena fithrah
menghalangi setan saat ia mencoba untuk menyimpangkan umat manusia dari tauhid dan
kesucian kepada kemusyrikan dan kekejian, ia berusaha untuk melenyapkan fithrah
ini, seperti yang dijelaskan oleh Allah subhanahu
wa ta’ala dalam sebuah hadits Qudsi,
"Semua kekayaan yang Aku
berikan kepada hamba itu halal [2] Dan sesungguhnya Aku
menciptakan semua hamba-hamba-Ku dalam keadaan lurus [bertauhid]. Sesungguhnya,
setan datang kepada mereka, menjauhkan mereka dari agama mereka, melarang untuk
mereka apa yang Aku halalkan bagi mereka, dan memerintahkan mereka untuk
menyekutukan-Ku dengan apa yang tidak Aku izinkan"
(Muslim).
Dan fithrah dalam
perkataan Nabi shallallahu
alaihi wasallam dan para sahabatnya radhiallahu ‘anhum mencakup lebih dari sekedar dasar agama, tauhid yang murni,
kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Ia juga mencakup khitan, mencukur
rambut kemaluan, mencabut rambut ketiak, memotong kuku, memotong kumis, memanjangkan
jenggot, membersihkan gigi, menyela-nyela jari, menghirup air kemudian
mengeluarkannya, berkumur-kumur dengan air, mencuci kemaluan setelah buang air
kecil atau besar, belahan rambut, lebih memilih susu daripada minuman keras,
shalat di awal waktu, serta ruku’ dan sujud kepada Allah dengan sungguh-sungguh.
Pada dasarnya, fithrah
mendorong manusia untuk tetap bersih, sehat, sederhana, dan beriman. Fithrah
juga mencakup ketertarikan laki-laki pada perempuan dan perempuan pada
laki-laki, sembari menundukkan ketertarikan ini kepada hukum-hukum pernikahan,
perceraian, dan perbudakan yang ditentukan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. "Dan di antara
tanda-tanda–Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya; dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya padanya benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir" (Ar-Rum :21).
"Sesungguhnya beruntunglah
orang-orang yang beriman…" "…dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
kecuali kepada isteri-isteri mereka atau yang dimiliki tangan kanan mereka
[budak perempuan], maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela; Namun
barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang
melampaui batas" (Al-Mu`minun 1, 5-7).
Kebalikan dari fithrah
adalah semua penyimpangan seksual, yang paling buruk yang disebutkan dalam Al
Qur'an adalah perbuatan kaum sodom. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, "Dan Luth berkata
kepada kaumnya, 'Mengapa kamu mengerjakan perbuatan keji itu, yang belum pernah
dikerjakan oleh seorang pun sebelummu? Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki
untuk melepaskan nafsumu, bukan pada wanita, bahkan kamu ini adalah kaum yang
melampaui batas.’ Jawaban kaumnya tidak lain hanyalah, ‘Usirlah mereka dari
kotamu ini! Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan
diri.’ Lantas Kami selamatkan dia dan pengikutnya kecuali istrinya; dia
termasuk orang-orang yang tertinggal [dengan pelaku dosa]. Dan Kami turunkan
kepada mereka hujan [batu]. Maka perhatikan bagaimana kesudahan orang-orang
yang berdosa itu" (Al-A'raaf 80-84).
Fithrah juga mencakup keibuan dan kasih
sayang ibu kepada anak. "Kami perintahkan kepada manusia untuk berbuat
baik kepada dua orang tuanya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah, dan mengandungnya sampai menyapihnya adalah
tiga puluh bulan" (Al-Ahqaf 15). “Dan Kami perintahkan kepada manusia [berbuat
baik] kepada dua orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah
yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku
dan kepada dua orang tuamu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu" (Luqman 14).
Dan karena kasih sayang yang mana
ibu terkenal dengannya, Nabi shallallahu
alaihi wa sallam pernah melihat seorang budak perempuan
menyusui bayi laki-laki dan berkata kepada para sahabatnya, "Menurut
kalian mungkinkah wanita itu tega melemparkan anaknya ke api?" Mereka
menjawab, "Tidak, dia tidak akan pernah melakukannya selama dia mampu
menghindarkannya dari api itu." Beliau lalu berabda, "Kasih sayang
Allah kepada hamba-Nya melebihi kasih sayang wanita itu kepada anaknya"
(Al-Bukhari dan Muslim).
Dan keibuan ini menuntut untuk
merawat anak di rumah, sedangkan ayahnya bekerja mencari nafkah dan dia mematuhi
suaminya sebagai istrinya. "Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya
selama dua tahun penuh, [yaitu] bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf"
(Al-Baqarah 233). "
Laki-laki adalah pemimpin bagi wanita,
karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan
karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka [untuk istri
mereka]. Maka wanita yang salehah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah memelihara (mereka)" (An-Nisaa’
34). "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang ma'ruf. Namun para suami, mempunyai satu tingkat kelebihan
daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Al-Baqarah
228).
Fithrah juga menuntut kesederhanaan dan
kesucian. "Katakanlah kepada wanita yang beriman untuk menundukkan
pandangannya, dan menjaga kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang [biasa] nampak dari padanya dan untuk menutupkan
kain kudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya…” “…Dan janganlah
mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung" (An-Nur 31).
Fithrah juga mencakup wanita tidak
meniru lelaki. Nabi shallallahu
alaihi wasallam melaknat lelaki yang menyerupai
wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki (Al-Bukhari). Fithrah juga mencakup
wanita tidak memimpin lelaki. Karenanya, ketika putri raja Persia menjadi penguasa
Persia, Nabi shallallahu
alaihi wasallam bersabda, "Suatu kaum yang memberikan
kepemimpinan kepada seorang wanita tidak akan pernah beruntung"
(Al-Bukhari).
Fithrah juga mencakup wanita tidak wajib
untuk berperang, namun laki-lakilah yang dihukum sebab meninggalkan jihad
fisik. Karenanya, ketika beberapa istri Nabi shallallahu alaihi wasallam meminta izin untuk berjihad, beliau shallallahu alaihi wasallam menjawab, "Jihad kalian
adalah haji" (Al-Bukhari).
Fithrah juga mencakup mentaati
Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam, yang menyambung
silaturahim, menolong orang yang lemah, memberi sedekah pada yang miskin,
menghormati tamu, menjamu musafir, membantu yang menderita, dan memerintahkan
pengikutnya untuk melakukan apa yang ia lakukan dan untuk menyembah Allah saja,
meninggalkan ibadah kepada batu dan berhala, untuk berbuat jujur, menjaga
amanah, berbuat baik kepada tetangga, menjauhkan diri dari zina, dan merawat anak
yatim. "Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu
sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu; [dia] sangat perhatian kepadamu, amat
belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka
berpaling, maka katakanlah, ‘Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia.
Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang
agung" (At-Taubah 128-129).
Kesaksian bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah mengajak untuk beribadah hanya kepada Allah semata dan ibadah
tidak bisa dilakukan dengan cara yang Allah subhanahu wa ta’ala cintai kecuali dengan mengikuti jalan orang-orang yang dipercaya
untuk menyampaikan risalah Allah kepada umat manusia, para nabi shallallahu alaihi wasallam. Hal ini karena fithrah –
meskipun ia membantu dalam membedakan antara benar dan salah – tidak mampu berdiri
sendiri untuk menyimpulkan bagaimana cara manusia beribadah kepada Tuhannya,
dan rincian hukum yang adil yang harus ia terapkan, atau hal-hal ghaib dan
akhirat yang harus diyakini agar menjadi orang yang beriman. Lalu bagaimana
jika fithrah dirusak oleh generasi kesyirikan? Tapi karena rahmat-Nya,
Allah subhanahu
wa ta’ala tidak
mengadzab suatu kaum kecuali setelah mengutus pada mereka seorang rasul. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah penutup para nabi.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, "Muhammad itu
bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi [dia adalah] Rasulullah
dan penutup para nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu"
(Al-Ahzab 40).
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam muncul di tengah Jazirah Arab,
yang tenggelam dalam kegelapan kemuyrikan dan kebodohan. Dia menyampaikan
risalahnya, bahwa ia diutus oleh Allah subhanahu
wa ta’ala kepada umat manusia untuk mengantar
mereka dari kegelapan menuju cahaya, dan terus menyampaikan risalahnya ini
dengan nama Allah selama 23 tahun, dimenangkan atas musuh-musuhnya di Jazirah
Arab dan mereka yang berani menentang risalahnya, sampai ia dan agamanya menang
terhadap semua agama lainnya, termasuk orang-orang Arab penyembah berhala, kaum
Yahudi, dan Kristen. Jika ia memang nabi palsu, seperti klaim kaum Yahudi dan
Kristen, apakah pantas bagi Allah, Yang Maha Bijaksana, untuk terus menolong si
pendusta melawan hamba-hambanya yang mengaku di atas kebenaran selama 23 tahun
(dan berabad-abad sesudahnya di tangan khalifahnya), memudahkannya untuk
membantai dan mengusir mereka dan memperbudak wanita dan anak-anak mereka?
Sungguh, di dalamnya terdapat bukti yang diakui oleh fithrah.
Termasuk fithrah adalah
untuk memuliakan dan menghormati Perawan Maryam untuk kesucian, kerendahan hati,
dan kesalehahannya. Namun, rasa hormat Kristen kepada Maryam mencapai titik di
mana tidak ada fithrah yang lurus akan mentolerirnya. Mereka mulai
mengklaim dia adalah "Bunda Allah" dan berdoa padanya dalam ibadah,
meskipun dia telah wafat hampir dua ribu tahun yang lalu, tidak mampu mendengar
permohonan mereka, atau memenuhi permintaan mereka, karena pemberian izin untuk
syafaat dan menerimanya adalah hak Allah semata. "Katakanlah, ‘Hanya
kepunyaan Allah syafa'at itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi.
Kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan'" (Az-Zumar 44).
Allah melarang manusia meminta
syafa'at kepada orang yang telah mati, yang di dalam kubur, dan yang tidak ada.
Bahkan, ini adalah kemusyrikan dari sebagian besar umat terdahulu; mereka
meminta syafa'at kepada orang-orang mati dari kalangan orang-orang sholeh,
bertawakkal kepada mereka bukan kepada Allah, yang berfirman, "Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku adalah
dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku,
maka hendaklah mereka itu memenuhi [segala perintah]-Ku dan hendaklah mereka
beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran" (Al-Baqarah
186).
Allah subhanahu wa ta’ala juga bercerita tentang
kesyirikan yang disebarkan oleh umat Kristen yang tersesat, yaitu firman-Nya,
"Mereka tidak berhak mendapat syafa'at kecuali orang yang telah mengadakan
perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan mereka berkata, 'Tuhan Yang
Maha Pemurah mengambil (untuk diri-Nya) anak'. Sesungguhnya kamu telah
mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah
karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mengatakan
Allah Yang Maha Pemurah memiliki anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah
mengambil anak. Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang
kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah
menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan
setiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan
sendiri-sendiri" (Maryam 87-95).
Klaim ini bahwa Perawan Maria
(Maryam) melahirkan Sang Pencipta langit dan bumi adalah klaim yang mana setiap
ibu tahu dengan fithrahnya bahwa itu dusta. Dia tahu betapa besar
kerendahan dan kelemahan yang dialami oleh setiap anak sebelum kelahiran dan
setelahnya. Ia dikelilingi oleh darah, karena nutrisinya bergantung pada hidup
ibunya. Dia lantas keluar dari tubuhnya setelah 9 bulan, keluar dari saluran
yang sama dari mana ia masuk, direndam dalam darah najis. Dia banyak menangis, mencari
makan, penglihatannya lemah, tidak mampu makan kecuali dengan bantuan ibunya.
Dia tidak bisa tetap bersih kecuali dengan ibunya secara teratur memandikannya dan
membersihkannya setelah tiap kali ia buang air besar atau kecil. Jika bukan
karenanya, dia akan terendam dalam kekotoran. Jika dia ditinggalkan, dia akan
mati dalam hitungan hari. Dia merasa paling nyaman saat ibunya mendekatkannya pada
payudaranya. Ketika dia mulai berjalan, dia jatuh pada wajah dan kepalanya,
menangis mencari kenyamanan ibunya. Ketika dia mulai "berbicara," ia bergumam
kata-kata tanpa makna. Ketika dia memiliki saudara laki-laki atau saudara
perempuan, ia mulai menampakkan rasa iri kepada saudaranya yang lebih muda.
Inilah anak yang dibesarkan oleh ibunya. Mungkinkah Tuhan langit dan bumi
seperti itu? Selain itu, orang-orang Kristen musyrik mempertentangkan diri
mereka dengan fithrah sekali lagi. Mereka mengklaim bahwa ibu Yesus
adalah “Ibu Tuhan,” sembari menggambarkan ia dengan kesederhanaan, baik dalam
sikapnya maupun pakaiannya.
Namun, mereka mendorong wanita
Barat untuk berseberangan dengan Maryam di dalam segala hal. Wanita Barat
didorong untuk berkompetisi dengan laki-laki dalam dunia kerja, untuk
menampakkan bagian tubuhnya apa yang tidak pernah ditampakkan oleh laki-laki,
dan untuk menjadi lebih nakal daripada pelacur mana pun. Tidak ada sama sekali kesamaan
antara wanita Barat dengan apa yang ditemukan pada Maryam, sama halnya dengan
tidak ada sama sekali kesamaan antara lelaki Barat dengan apa yang ditemukan
pada Yesus Al-Masih berupa kerendahan hati, ketaatan, dan kesucian.
Dan seiring fithrah terus
menerus dinodai di Barat hari demi hari serta semakin banyak wanita yang meninggalkan
keibuan, keistrian, kesucian, kefeminiman, dan heteroseksualitas, wanita sejati
di Barat telah menjadi makhluk hidup yang terancam punah. Kehidupan ala Barat
yang diadopsi seorang wanita membawa bahaya dan penyimpangan yang sangat banyak,
mengancam jiwanya sendiri. Ia adalah korban sukarela yang mengorbankan dirinya
sendiri untuk “kebebasan” tak bermoral dari masyarakatnya, mempersembahkan fithrahnya
di altar liberalisme sekuleris. Jika dia mengkhawatirkan jiwanya, dia akan
merenungkan ke manakah jalan kesyirikan Kristen dan kebejatan demokrasi akan
terus menggiringnya, merenungkan bagaimana jadinya dunia jika wanitanya mengadopsi
jalan Barat yang keji berabad-abad yang lalu, dan membebaskan dirinya dari
perbudakannya kepada kecanduan hedonis dan doktrin barbar. Solusinya telah
ditawarkan di hadapan wanita Barat. Ia tiada lain kecuali Islam, agama yang
sesuai dengan fithrah.
[2]
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, "Allah tidak pernah
mensyari'atkan [bid'ah-bid'ah seperti] bahiirah, saa’ibah, washiilah dan haam. Namun
orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka
tidak mengerti" (Al-Maidah 103). Keempat kata tersebut – bahiirah,
saa'ibah, washiilah, dan haam – adalah nama yang diberikan oleh musyrikin Arab
ke berbagai jenis ternak dan gunung yang mereka nyatakan terlarang bagi diri
mereka untuk menggunakanya. Sebagai contoh, mereka melarang penggunaan seekor
sapi, unta, atau domba, dan membiarkannya bebas berkeliaran di bumi, mengklaim
bahwa itu adalah suatu ibadah. Allah ta’ala menjelaskan
bahwa bid’ah tersebut tidak disyari’atkan oleh-Nya dan bahwa hewan-hewan itu
dijadikan bagi hamba-Nya untuk digunakan dengan halal.
Source: DABIQ 15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar