8/09/2019

FITHRAH MANUSIA


Fithrah
M a n u s i a
Dan Hampir Punahnya Wanita Barat


Sejak masa yang disebut Revolusi Perancis di Barat dan setelahnya Revolusi Oktober di Timur, negeri-negeri kekufuran Kristen secara umum telah diatur oleh filsafat-filsafat yang berperang mati-matian dengan fithrah (sifat bawaan manusia)[1]. Ajaran Darwin, Marx, Nietzsche, Durkheim, Weber, dan Freud berhasil menyebar ke kebanyakan masyarakat Barat melalui sistem pendidikan dan industri media yang dirancang untuk menghasilkan generasi yang sama sekali tidak memiliki sisa-sisa fithrah. Anak-anak – dan bahkan orang dewasa – diajarkan bahwa penciptaan manusia adalah murni hasil dari kekacauan, bahwa sejarah hanyalah akibat dari konflik atas sumber daya material, bahwa agama adalah buatan manusia yang berpikiran sederhana, bahwa unit sosial keluarga dibuat hanya demi kenyamanan, dan bahwa hubungan seksual adalah alasan utama di balik keputusan dan perbuatan manusia. Filsafat-filsafat ini menyebabkan kehancuran semua aspek dari fithrah di negeri-negeri musyrikin Kristen. Mereka menghancurkan dasar relijiusitas –meskipun agama yang rusak terbentuk dari kesyirikan dan kitab suci yang ternoda – dan apa yang dibawanya pada moralitas dan masyarakat.

[1] Fitrah adalah sifat bawaan yang ditanamkan pada manusia oleh Allah subhanahu wa ta’ala sebagai alat bantu dia dalam membedakan baik dan buruk.

Kaum musyrikin Kristen selama berabad-abad telah mengadopsi agama kontradiksi yang melawan fithrah – termasuk keyakinan bahwa Allah adalah tuhan sekaligus manusia, bahwa Dia adalah satu namun terdiri dari tiga entitas, bahwa ia memiliki seorang ibu yang dirinya hanyalah manusia, dan bahwa ia dibunuh di atas salibl Maha suci dan tinggi Dia dari apa yang mereka katakan! Orang-orang musyrikin itu kemudian tergiring ke medan perang baru melawan fithrah. Moralitas dan hubungan sosial bagi mereka sekarang adalah murni konsep relatif yang tidak memiliki pondasi atau dasar kecuali apa yang didikte oleh kepentingan ekonomi dan naluri seksual saja.
Penjahat dipandang sebagai individu tak berdaya yang salah dalam memahami. Peran lelaki dan wanita bercampur aduk, seperti tanggung jawab ayah dan ibu terhadap putra-putrinya. Wanita tidak harus menjadi seorang ibu, seorang istri, atau seorang gadis, sebaliknya, dia harus bekerja seperti lelaki, memimpin seperti lelaki, dan melakukan hubungan seksual seperti hewan, tanpa sadar bahwa Tuhannya mengawasi baik dia dan teman kejinya dalam kejahatan. 

Penyimpangan terus berlanjut sampai apa yang disebut "Dunia Baru Yang Pemberani" dari Amerika dan Eropa Barat mulai melegalisasi ganja, perilaku kebinatangan, transgender, sodomi, pornografi, feminisme, dan kejahatan lainnya, memungkinkan kaum musyrikin Kristen Eropa, Amerika, dan Australia untuk memecahkan rekor kejahatan dari setiap umat kafir yang mendahului mereka dalam sejarah, termasuk Sodom dan Gomora. Namun, tersembunyi dalam kegelapan yang berlapis-lapis di dalamnya, ada setitik jejak fithrah yang tertahan dan terpendam di dalam hati yang mati dalam menunggu petunjuk untuk menghapus noda yang ditinggalkan oleh kesyirikan Kristen dan “modernisme” Barat. Untuk hati yang mati ini, kami katakan:

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, "Apakah kamu tidak mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pepohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar dari manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan adzab atasnya. Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki" (Al-Hajj 18).

Dia subhanahu wa ta’ala juga berfirman, "Katakanlah: ‘Jika ada tuhan-tuhan di samping-Nya, seperti yang mereka katakan, niscaya tuhan-tuhan itu mencari jalan kepada Tuhan yang mempunyai 'Arsy’. Maha Suci dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang sebesar-besarnya. Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun" (Al-Israa’ 42-44).

Dia subhanahu wa ta’ala juga berfirman, "Lalu Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih berupa asap, lalu Dia berkata kepadanya dan bumi, 'Datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.' Keduanya menjawab, 'Kami datang dengan suka hati'" (Fussilat 11). 

Dia subhanahu wa ta’ala juga berfirman, "Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy dari apa yang mereka sifatkan" (Al-Anbiyaa’ 22).

Dalam berbagai ayat itu, Allah subhanahu wa ta’ala mengajari hamba-Nya bahwa alam semesta yang Dia ciptakan mewujudkan pengakuan atas ketuhanan-Nya dan penyembahan kepada-Nya semata dengan memuji-Nya dan sujud kepada-Nya. Ketundukan hanya kepada-Nya inilah yang berada di balik keteraturan makhluk dan apa yang dikandungnya berupa hukum-hukum yang Dia tetapkan. Jika makhluk mengambil tuhan selain penciptanya, menaati Allah dan menaati tuhan palsu, mencintai Allah dan mencintai tuhan palsu, dan takut kepada Allah dan takut kepada tuhan palsu, keteraturan alam semesta pasti akan runtuh.

Allah subhanahu wa ta’ala juga menciptakan manusia dan menanamkan dalam dirinya fithrah, sifat bawaan untuk mengakui ketuhanan-Nya dan hanya beribadah kepada-Nya semata. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. [Tetaplah di atas] fithrah Allah yang telah menciptakan [semua] manusia menurut fithrah itu. Tidak ada perubahan pada fithrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (Ar-Rum 30). 

Dia subhanahu wa ta’ala menjadikan fithrah ini sebagai hujjah terhadap umat manusia, Dia berfirman, “Dan [ingatlah] ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam – dari sulbi mereka – dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka, [seraya berfirman], ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘Ya, kami telah bersaksi.’ Agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, ‘Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadapnya.’ Atau agar kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami adalah keturunan sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?" (Al-A'raaf 172-173).

Jadi fithrah inilah yang menyebabkan seseorang mampu membedakan antara Tauhid dan Kesyirikan. Hal ini juga membantu dia secara umum membedakan antara kesucian dan kekotoran, antara kesopanan dan kecabulan, antara kasih sayang dan kekejaman, antara keadilan dan kedzaliman, antara kebenaran dan kebathilan, dan antara benar dan salah. Tentangnya, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Setiap anak lahir di atas fithrah. Orang tuanya yang lantas menjadikannya seorang Yahudi atau seorang Nashrani, sebagaimana kalian mengembangbiakkan unta. Apakah kalian mendapati padanya kecacatan sampai kalian sendiri yang membuatnya cacat?" 

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata, "Bacalah jika engkau mau, '… tetaplah di atas fithrah Allah yang telah menciptakan [semua] manusia menurut fithrah itu. Tidak ada perubahan pada fithrah Allah …'" (Muslim). Tentang itu, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, "[Kaum musyrikin] tidak lain hanyalah menyembah setan yang durhaka, yang dilaknati Allah dan setan itu mengatakan: ‘Aku benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba-Mu bagian yang sudah ditentukan, dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan [dosa] pada mereka dan menyuruh mereka hingga mereka benar-benar memotong telinga-telinga binatang ternak, dan akan aku menyuruh mereka hingga mereka benar-benar mengubah ciptaan Allah.’ Barangsiapa menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata" (An-Nisaa' 117-119).

Jadi, karena fithrah menghalangi setan saat ia mencoba untuk menyimpangkan umat manusia dari tauhid dan kesucian kepada kemusyrikan dan kekejian, ia berusaha untuk melenyapkan fithrah ini, seperti yang dijelaskan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam sebuah hadits Qudsi,

"Semua kekayaan yang Aku berikan kepada hamba itu halal [2] Dan sesungguhnya Aku menciptakan semua hamba-hamba-Ku dalam keadaan lurus [bertauhid]. Sesungguhnya, setan datang kepada mereka, menjauhkan mereka dari agama mereka, melarang untuk mereka apa yang Aku halalkan bagi mereka, dan memerintahkan mereka untuk menyekutukan-Ku dengan apa yang tidak Aku izinkan"
(Muslim).

Dan fithrah dalam perkataan Nabi shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya radhiallahu ‘anhum mencakup lebih dari sekedar dasar agama, tauhid yang murni, kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Ia juga mencakup khitan, mencukur rambut kemaluan, mencabut rambut ketiak, memotong kuku, memotong kumis, memanjangkan jenggot, membersihkan gigi, menyela-nyela jari, menghirup air kemudian mengeluarkannya, berkumur-kumur dengan air, mencuci kemaluan setelah buang air kecil atau besar, belahan rambut, lebih memilih susu daripada minuman keras, shalat di awal waktu, serta ruku’ dan sujud kepada Allah dengan sungguh-sungguh.

Pada dasarnya, fithrah mendorong manusia untuk tetap bersih, sehat, sederhana, dan beriman. Fithrah juga mencakup ketertarikan laki-laki pada perempuan dan perempuan pada laki-laki, sembari menundukkan ketertarikan ini kepada hukum-hukum pernikahan, perceraian, dan perbudakan yang ditentukan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. "Dan di antara tanda-tanda–Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya; dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya padanya benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir" (Ar-Rum :21). 

"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman…" "…dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali kepada isteri-isteri mereka atau yang dimiliki tangan kanan mereka [budak perempuan], maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela; Namun barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas" (Al-Mu`minun 1, 5-7). 

Kebalikan dari fithrah adalah semua penyimpangan seksual, yang paling buruk yang disebutkan dalam Al Qur'an adalah perbuatan kaum sodom. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, "Dan Luth berkata kepada kaumnya, 'Mengapa kamu mengerjakan perbuatan keji itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelummu? Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu, bukan pada wanita, bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.’ Jawaban kaumnya tidak lain hanyalah, ‘Usirlah mereka dari kotamu ini! Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri.’ Lantas Kami selamatkan dia dan pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal [dengan pelaku dosa]. Dan Kami turunkan kepada mereka hujan [batu]. Maka perhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu" (Al-A'raaf 80-84).

Fithrah juga mencakup keibuan dan kasih sayang ibu kepada anak. "Kami perintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada dua orang tuanya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah, dan mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan" (Al-Ahqaf 15). “Dan Kami perintahkan kepada manusia [berbuat baik] kepada dua orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang tuamu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu" (Luqman 14).

Dan karena kasih sayang yang mana ibu terkenal dengannya, Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah melihat seorang budak perempuan menyusui bayi laki-laki dan berkata kepada para sahabatnya, "Menurut kalian mungkinkah wanita itu tega melemparkan anaknya ke api?" Mereka menjawab, "Tidak, dia tidak akan pernah melakukannya selama dia mampu menghindarkannya dari api itu." Beliau lalu berabda, "Kasih sayang Allah kepada hamba-Nya melebihi kasih sayang wanita itu kepada anaknya" (Al-Bukhari dan Muslim).
Dan keibuan ini menuntut untuk merawat anak di rumah, sedangkan ayahnya bekerja mencari nafkah dan dia mematuhi suaminya sebagai istrinya. "Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, [yaitu] bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf" (Al-Baqarah 233). "

Laki-laki adalah pemimpin bagi wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka [untuk istri mereka]. Maka wanita yang salehah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah memelihara (mereka)" (An-Nisaa’ 34). "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Namun para suami, mempunyai satu tingkat kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Al-Baqarah 228).

Fithrah juga menuntut kesederhanaan dan kesucian. "Katakanlah kepada wanita yang beriman untuk menundukkan pandangannya, dan menjaga kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang [biasa] nampak dari padanya dan untuk menutupkan kain kudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya…” “…Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung" (An-Nur 31).

Fithrah juga mencakup wanita tidak meniru lelaki. Nabi shallallahu alaihi wasallam melaknat lelaki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki (Al-Bukhari). Fithrah juga mencakup wanita tidak memimpin lelaki. Karenanya, ketika putri raja Persia menjadi penguasa Persia, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Suatu kaum yang memberikan kepemimpinan kepada seorang wanita tidak akan pernah beruntung" (Al-Bukhari).

Fithrah juga mencakup wanita tidak wajib untuk berperang, namun laki-lakilah yang dihukum sebab meninggalkan jihad fisik. Karenanya, ketika beberapa istri Nabi shallallahu alaihi wasallam meminta izin untuk berjihad, beliau shallallahu alaihi wasallam menjawab, "Jihad kalian adalah haji" (Al-Bukhari).

Fithrah juga mencakup mentaati Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, yang menyambung silaturahim, menolong orang yang lemah, memberi sedekah pada yang miskin, menghormati tamu, menjamu musafir, membantu yang menderita, dan memerintahkan pengikutnya untuk melakukan apa yang ia lakukan dan untuk menyembah Allah saja, meninggalkan ibadah kepada batu dan berhala, untuk berbuat jujur, menjaga amanah, berbuat baik kepada tetangga, menjauhkan diri dari zina, dan merawat anak yatim. "Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu; [dia] sangat perhatian kepadamu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling, maka katakanlah, ‘Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung" (At-Taubah 128-129).

Kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah mengajak untuk beribadah hanya kepada Allah semata dan ibadah tidak bisa dilakukan dengan cara yang Allah subhanahu wa ta’ala cintai kecuali dengan mengikuti jalan orang-orang yang dipercaya untuk menyampaikan risalah Allah kepada umat manusia, para nabi shallallahu alaihi wasallam. Hal ini karena fithrah – meskipun ia membantu dalam membedakan antara benar dan salah – tidak mampu berdiri sendiri untuk menyimpulkan bagaimana cara manusia beribadah kepada Tuhannya, dan rincian hukum yang adil yang harus ia terapkan, atau hal-hal ghaib dan akhirat yang harus diyakini agar menjadi orang yang beriman. Lalu bagaimana jika fithrah dirusak oleh generasi kesyirikan? Tapi karena rahmat-Nya, Allah subhanahu wa ta’ala tidak mengadzab suatu kaum kecuali setelah mengutus pada mereka seorang rasul. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah penutup para nabi.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, "Muhammad itu bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi [dia adalah] Rasulullah dan penutup para nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu" (Al-Ahzab 40).
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam muncul di tengah Jazirah Arab, yang tenggelam dalam kegelapan kemuyrikan dan kebodohan. Dia menyampaikan risalahnya, bahwa ia diutus oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada umat manusia untuk mengantar mereka dari kegelapan menuju cahaya, dan terus menyampaikan risalahnya ini dengan nama Allah selama 23 tahun, dimenangkan atas musuh-musuhnya di Jazirah Arab dan mereka yang berani menentang risalahnya, sampai ia dan agamanya menang terhadap semua agama lainnya, termasuk orang-orang Arab penyembah berhala, kaum Yahudi, dan Kristen. Jika ia memang nabi palsu, seperti klaim kaum Yahudi dan Kristen, apakah pantas bagi Allah, Yang Maha Bijaksana, untuk terus menolong si pendusta melawan hamba-hambanya yang mengaku di atas kebenaran selama 23 tahun (dan berabad-abad sesudahnya di tangan khalifahnya), memudahkannya untuk membantai dan mengusir mereka dan memperbudak wanita dan anak-anak mereka? Sungguh, di dalamnya terdapat bukti yang diakui oleh fithrah.

Termasuk fithrah adalah untuk memuliakan dan menghormati Perawan Maryam untuk kesucian, kerendahan hati, dan kesalehahannya. Namun, rasa hormat Kristen kepada Maryam mencapai titik di mana tidak ada fithrah yang lurus akan mentolerirnya. Mereka mulai mengklaim dia adalah "Bunda Allah" dan berdoa padanya dalam ibadah, meskipun dia telah wafat hampir dua ribu tahun yang lalu, tidak mampu mendengar permohonan mereka, atau memenuhi permintaan mereka, karena pemberian izin untuk syafaat dan menerimanya adalah hak Allah semata. "Katakanlah, ‘Hanya kepunyaan Allah syafa'at itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan'" (Az-Zumar 44).

Allah melarang manusia meminta syafa'at kepada orang yang telah mati, yang di dalam kubur, dan yang tidak ada. Bahkan, ini adalah kemusyrikan dari sebagian besar umat terdahulu; mereka meminta syafa'at kepada orang-orang mati dari kalangan orang-orang sholeh, bertawakkal kepada mereka bukan kepada Allah, yang berfirman, "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi [segala perintah]-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran" (Al-Baqarah 186).

Allah subhanahu wa ta’ala juga bercerita tentang kesyirikan yang disebarkan oleh umat Kristen yang tersesat, yaitu firman-Nya, "Mereka tidak berhak mendapat syafa'at kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan mereka berkata, 'Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (untuk diri-Nya) anak'. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mengatakan Allah Yang Maha Pemurah memiliki anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil anak. Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan setiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri" (Maryam 87-95).

Klaim ini bahwa Perawan Maria (Maryam) melahirkan Sang Pencipta langit dan bumi adalah klaim yang mana setiap ibu tahu dengan fithrahnya bahwa itu dusta. Dia tahu betapa besar kerendahan dan kelemahan yang dialami oleh setiap anak sebelum kelahiran dan setelahnya. Ia dikelilingi oleh darah, karena nutrisinya bergantung pada hidup ibunya. Dia lantas keluar dari tubuhnya setelah 9 bulan, keluar dari saluran yang sama dari mana ia masuk, direndam dalam darah najis. Dia banyak menangis, mencari makan, penglihatannya lemah, tidak mampu makan kecuali dengan bantuan ibunya. Dia tidak bisa tetap bersih kecuali dengan ibunya secara teratur memandikannya dan membersihkannya setelah tiap kali ia buang air besar atau kecil. Jika bukan karenanya, dia akan terendam dalam kekotoran. Jika dia ditinggalkan, dia akan mati dalam hitungan hari. Dia merasa paling nyaman saat ibunya mendekatkannya pada payudaranya. Ketika dia mulai berjalan, dia jatuh pada wajah dan kepalanya, menangis mencari kenyamanan ibunya. Ketika dia mulai "berbicara," ia bergumam kata-kata tanpa makna. Ketika dia memiliki saudara laki-laki atau saudara perempuan, ia mulai menampakkan rasa iri kepada saudaranya yang lebih muda. Inilah anak yang dibesarkan oleh ibunya. Mungkinkah Tuhan langit dan bumi seperti itu? Selain itu, orang-orang Kristen musyrik mempertentangkan diri mereka dengan fithrah sekali lagi. Mereka mengklaim bahwa ibu Yesus adalah “Ibu Tuhan,” sembari menggambarkan ia dengan kesederhanaan, baik dalam sikapnya maupun pakaiannya. 

Namun, mereka mendorong wanita Barat untuk berseberangan dengan Maryam di dalam segala hal. Wanita Barat didorong untuk berkompetisi dengan laki-laki dalam dunia kerja, untuk menampakkan bagian tubuhnya apa yang tidak pernah ditampakkan oleh laki-laki, dan untuk menjadi lebih nakal daripada pelacur mana pun. Tidak ada sama sekali kesamaan antara wanita Barat dengan apa yang ditemukan pada Maryam, sama halnya dengan tidak ada sama sekali kesamaan antara lelaki Barat dengan apa yang ditemukan pada Yesus Al-Masih berupa kerendahan hati, ketaatan, dan kesucian. 

Dan seiring fithrah terus menerus dinodai di Barat hari demi hari serta semakin banyak wanita yang meninggalkan keibuan, keistrian, kesucian, kefeminiman, dan heteroseksualitas, wanita sejati di Barat telah menjadi makhluk hidup yang terancam punah. Kehidupan ala Barat yang diadopsi seorang wanita membawa bahaya dan penyimpangan yang sangat banyak, mengancam jiwanya sendiri. Ia adalah korban sukarela yang mengorbankan dirinya sendiri untuk “kebebasan” tak bermoral dari masyarakatnya, mempersembahkan fithrahnya di altar liberalisme sekuleris. Jika dia mengkhawatirkan jiwanya, dia akan merenungkan ke manakah jalan kesyirikan Kristen dan kebejatan demokrasi akan terus menggiringnya, merenungkan bagaimana jadinya dunia jika wanitanya mengadopsi jalan Barat yang keji berabad-abad yang lalu, dan membebaskan dirinya dari perbudakannya kepada kecanduan hedonis dan doktrin barbar. Solusinya telah ditawarkan di hadapan wanita Barat. Ia tiada lain kecuali Islam, agama yang sesuai dengan fithrah.

[2] Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, "Allah tidak pernah mensyari'atkan [bid'ah-bid'ah seperti] bahiirah, saa’ibah, washiilah dan haam. Namun orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti" (Al-Maidah 103). Keempat kata tersebut – bahiirah, saa'ibah, washiilah, dan haam – adalah nama yang diberikan oleh musyrikin Arab ke berbagai jenis ternak dan gunung yang mereka nyatakan terlarang bagi diri mereka untuk menggunakanya. Sebagai contoh, mereka melarang penggunaan seekor sapi, unta, atau domba, dan membiarkannya bebas berkeliaran di bumi, mengklaim bahwa itu adalah suatu ibadah. Allah ta’ala menjelaskan bahwa bid’ah tersebut tidak disyari’atkan oleh-Nya dan bahwa hewan-hewan itu dijadikan bagi hamba-Nya untuk digunakan dengan halal.


Source: DABIQ 15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...