Para Pengklaim Jihād dan Ikhwan
Ini adalah penyimpangan terang-terangan dari
Ikhwān, meskipun begitu ia mampu menyusup ke dalam gerakan "Salafī"
beberapa dekade lalu. Termasuk yang pertama dari gerakan-gerakan itu adalah yang
dikenal sebagai Surūriyyah, nama ini berasal dari penggerak "ideolog"
utamanya, sejarawan Muhammad Surūr. Dalam perwujudan pertama dari Surūriyyah,
mereka mengutuk rezim tāghūt dan menghati-hatikan dari berpartisipasi dalam
pemilu syirkī, tetapi mereka menghindar dari masalah takfīr dan jihād. Namun,
ketika beberapa kelompok "Islami" murtad mengambil bagian di pemilu
Aljazair tahun "1991," Surūriyyah segera mengubah sikap mereka dalam
masalah ini, dan mendukung partai-partai ini di pemilu syirkī. Mereka lalu mulai
meningkatkan propaganda mereka melawan mujāhidīn. Setelah operasi 11 September dan
operasi di Semenanjung Arab setelahnya, Surūriyyah membuat kompensasi dengan
tawāghīt, terutama dari keluarga Saudi. Orang-orang Surūriyyah yang telah dilarang
memasuki negara yang dirampas oleh tawāghīt diizinkan untuk kembali guna mengambil
bagian dalam perang melawan mujāhidīn.
Fenomena Surūrī ini diikuti oleh fenomena "Hizb
al-Ummah" (Kelompok Umat) yang dipimpin oleh Hākim al-Mutayrī. Ia juga
mencoba untuk menggabungkan aspek-aspek dari manhaj Ikhwānī ke
"Salafiyah." Ikhwānī "Salafiyah" akhirnya menemukan jalan
ke barisan al-Qā'idah, karena banyakdari para pemimpinnya masih menaruh hormat
pada ulamā’ Ikhwānī dan ulamā’ yang berorientasi Ikhwānī.
Mengenai hal ini, dapat ditemukan banyak
contoh dari berbagai tulisan para pengklaim jihād. Abu Mus'ab as-Sūrī,
misalnya, berkata, "Gerakan Ikhwānul Muslimīn adalah benar-benar, seperti
yang mereka klaim, ‘kelompok induk’ yang melahirkan mayoritas dari gerakan
politik fundamentalis dan bahkan banyak gerakan jihādī di Arab dan dunia
Islam" [Da'wah al-Muqāwamah].
Dia juga berkata, "Gerakan Ikhwānul Muslimīn adalah inkubator alami utama dimana pemikiran jihādī dapat tersebar, karena dakwah Hasan al-Bannā adalah lingkungan
yang sesuai untuk perkembangan tersebut.
Tidak ada yang dapat menunjukkan hal itu
dengan lebih jelas daripada slogan
Ikhwānul Muslimīn yang menggambarkan
manhaj Ikhwānī secara ringkas: 'Allah
adalah tujuan kami. Rasūlullāh teladan
kami. Al-Qur'an pedoman hidup kami.
Jihād adalah jalan kami. Mati di jalan
Allah adalah cita-cita tertinggi kami’ …
Praktek-praktek jihādī pertamanya juga merupakan
bukti bahwa ia adalah inkubator yang
sesuai untuk lahirnya gerakan dan
ideologi jihādī dari rahimnya" [Da'wah al-Muqāwamah].
Dia juga berkata, "Aspek-aspek ‘aqidah
jihādī ada di sebagian besar seruan-seruan itu [untuk reformasi yang
menyeluruh] dan tidak ada yang lebih menunjukkan hal ini daripada slogan
terkenal dari induk dan jantung semua gerakan Islam – seruan Ikhwānul Muslimīn
dan berbagai gerakan yang ia lahirkan di Arab dan dunia Islam… Aku tidak
menemukan karya mengesankan dari semua penulis modern umat ini yang lebih komprehensif
dalam mengumpulkan dasar-dasar ‘aqidah jihād seperti yang terkumpul dalam
slogan Ikhwān, yang mencakup semua aspek, prinsip, dan cabang dari agama"
[Da'wah al- Muqāwamah].
Dia juga berkata, "Ideologi
revolusioner dari gerakan jihād dan inkubator ideologis pertamanya - aksudku
ideologi Ikhwānul Muslimīn – terutama memasuki Arab dan dunia Islam melalui
Mesir dan Suriah. Ideologi organisasi yang dibentuk di dalam gerakan Ikhwānul
Muslimīn ini … adalah salah satu dari dua bagian dari komposisi ideologi
gerakan jihādī modern" [Da'wah al-Muqāwamah].
Jadi, as-Sūrī menganggap Ikhwān sebagai
pembaharu dari jihād di zaman ini, seolah-olah ia mengabaikan fakta bahwa semua
upaya mereka dihabiskan untuk melayani demokrasi! Pendiriannya ini ditiru oleh
adz-Dzawāhirī, yang mengatakan, "Syaikh Hasan al-Bannā, semoga Allah
merahmatinya, tanpa diragukan lagi adalah seorang simbol perintis gerakan
Islam. Allah memberkahinya dengan kesyahidan. Kami memohon agar Allah
menerimanya dan menerima amal kebaikannya yang lain. Hanya Allah yang
mengetahui sejauh mana cinta dan hormatku kepada beliau di dalam hatiku… Syaikh
Hasan al-Bannā, semoga Allah merahmatnya, juga menanam benih jihād di gerakan
Islam modern" [Al-Hisād al-Murr]. Dia juga berkata, "Saya
mendedikasikan penghargaan dari pekerjaan ini untuk… sang imām, pembaharu dari
kebangkitan Islam Hasan al-Bannā, yang mengantarkan para pemuda dari dunia rekreasi
dan bermain menuju jihād di medan perang" [Shadhā al-Qaranfulāt].
Masalahnya tidak berhenti pada pengklaim
jihād menganggap Ikhwān berada di balik kebangkitan jihād, tapi juga mencakup
pemberian udzur atas kemurtadan Ikhwānī. As-Sūrī berkata, "Adapun para
pelaku demokrasi, maka mereka terbagi atas berbagai macam. Karenanya, hukum
atas mereka berbeda-beda. Namun secara umum, aku percaya pada pendapat yang
mengatakan bahwa orang-orang yang percaya pada filosofi dan keabsahan demokrasi
adalah orang kafir dan bertentangan dengan ‘aqīdah Islam dan agama tauhīd.
Namun mempraktekkannya dengan alasan kelemahan dan ia merupakan satu-satunya
cara yang ada untuk mencapai tujuan yang mereka yakini untuk melayani dakwah,
Islam, dan umat Islam dan bahwa itu adalah cara yang mungkin untuk mencapai pe-
nerapan Syarī'at dalam kondisi tersebut dan menghapuskan hal-hal yang menentang
Syarī'at, atau bahwa ia adalah jalan yang potensial untuk menyatakan kebenaran,
mengajak pada kebaikan, mencegah kemunkaran, dan menyampaikan kebenaran pada
umat, dan sebagainya, maka orang-orang yang ikhlas di antara mereka diudzur
dalam praktek demokrasi dan bergabungnya mereka dengan lembaga-lembaganya
karena pemahaman mereka yang keliru" [Da'wah al-Muqāwamah]!
Demikianlah, pengklaim jihād menganggap
murtaddīn dan tawāghīt sebagai Muslim, seperti sikap adz-Dzawāhirī terhadap
Mursi dan pengikutnya. Para pengklaim jihād juga mengajak kepada kerjasama yang
lebih besar bersama Ikhwān dan untuk menghormati Ikhwān.
As-Sūrī berkata, "‘Aqīdah Jihādī dan
Pedoman Dasar Seruan Perlawanan Islam Global:… Pasal 19: Seruan Islam global
menilai semua upaya ikhlas di dalam kebangkitan Islam -dakwah, reformasi,
pendidikan, agama, dan upaya lain yang dibenarkan oleh Syarī'at – yang
dilakukan oleh berbagai aliran dari kebangkitan Islam termasuk… Ikhwānul
Muslimīn… layak untuk mendapatkan penghargaan atas pemeliharaan mereka terhadap
agama umat Muslim dan peningkatan kondisi mereka. Ia menyeru mereka untuk
bekerja sama dalam kebenaran dan ketakwaan dan untuk mendukung perlawanan ini.
Ia menilai upaya mereka dalam berdakwah kepada agama Allah sebagai sebuah
dukungan dan pemersatu akar-akar dari perlawanan dalam umat ini dan
pemeliharaan atas para penyusunnya. Ia menyeru setiap orang untuk mengabaikan
poin-poin perbedaan di tahap ini dimana keberadaan semua Muslim terancam di
semua tingkat kebudayaan." [Da'wah al-Muqāwamah].
Sikap terhadap Ikhwān ini diulang dalam
media resmi al-Qā'idah di bawah pimpinan adz-Dzawāhirī, yang paling terkenal adalah
di "Pedoman Umum Amal Jihādī" dan "Perjanjian untuk Menolong
Islam." Sikap ini menggiring para pengklaim jihād tidak hanya untuk
menyeru pada kerjasama yang lebih besar antara mereka dan Ikhwān, bahkan
mengkritik mereka yang menyatakan takfīr pada Ikhwān.
Sebagai contoh, as-Sūrī mengkritik 'Adnān
'Uqlah dan rekan-rekan 'Adnān yang sama-sama meninggalkan Ikhwān dan membentuk
at-Talī'ah al-Muqātilah (Pejuang Garda Depan). As-Sūrī berkata, "Perkara
berbahaya nampak dalam kerja-kerja at-Talī'ah. Yaitu kecenderungan dari mereka
– terutama 'Adnān 'Uqlah dan sejumlah muridnya – kepada ekstremisme, terutama
setelah Ikhwān mengambil jalur koalisi yang aneh dan kampanye media politik
yang baru, setelah Ikhwān memperkokoh sikap 'Adnān dengan desakan mereka untuk
memboikot at-Talī'ah dan memusuhinya. Maka 'Adnān 'Uqlah menyatakan takfīr
kepada para pemimpin Ikhwānul Muslimīn… yang menyetujui Koalisi Nasional [tahun
"delapan puluhan"] dan kekacauan yang diakibatkannya. Yang
mendorongnya kepada hal ini adalah beberapa publikasi yang benar-benar rusak dari
Koalisi Nasional, yang secara jelas termasuk Ikhwān!…
Dan meskipun sejumlah tokoh yang layak
berdiri menghadang aliran ekstrim ini yang melakukan takfīr pada yang lain,
'Adnān tetap di atas keyakinannya dengan alasan masuk akal yang terus ia
ulangi. Dia diikuti oleh banyak anggota at-Talī'ah dalam pendapatnya" [at-Tsaurah
al-Islāmiyyah al-Jihādiyyah fī Sūriyā]. Dia juga menjelaskan salah satu
"poin negatif" dalam "pengalaman at-Talī'ah" adalah,
"Kecenderungan at-Talī'ah kepada ekstremisme pada hari-hari terakhirnya
sebagai akibat boikot dari Ikhwānī dan orang-orang Iraq, konspirasi dari semua
kelompok untuk melawannya, serta penindasan dan kekerasan yang jelas dihadapi.
Ekstrimisme ini adalah sifat tetap yang dimiliki dari semua anggota dari
at-Talī'ah. Media Ikhwānī memainkan peran utama dalam melebih-lebihkan
ekstremisme ini untuk dipakai melawan at-Talī'ah, tapi tidak diragukan lagi
bahwa at-Talī'ah memiliki sejumlah ekstremisme yang jelas. Mungkin yang paling ekstrim
dari apa yang telah ia pelajari adalah keyakinan 'Adnān 'Uqlah dan beberapa temannya
untuk menyatakan takfīr atas orang-orang Ikhwānul Muslimīn… yang memberi
putusan untuk mendukung Koalisi Nasional dan menyetujuinya sebagai sebuah
gagasan dan program.
Dia menyatakan takfīr atas semua orang yang
terbukti berkoalisi dan bersikeras atas kesetiaannya pada para pemimpin dan
koalisinya. 'Adnān 'Uqlah memiliki beberapa klaim untuk keyakinannya yang
ditemukan dalam publikasi-publikasi koalisi dan pernyataan dari sejumlah
Ikhwān, terutama ‘Adnān Sa'ad ad-Din, yang mengatakan dalam salah satu wawancara
bahwa ia menganggap anggota partai Baats Iraq - sayap kanan partai Aflaq -
sebagai Muslim dan para pimpinannya adalah religius. Bahkan, Sa'ad ad-Din
menyatakan lebih dari satu kali mengenai keyakinannya bahwa Saddam Hussein adalah
Muslim dan rezimnya Islami! Bahkan, Sa'ad ad-Din mengkritik para pemuda yang
menyatakan Saddam sebagai orang kafir dan meminta para pemuda ini untuk
bertaubat dari keyakinan itu. Namun, meskipun pernyataan ini memberikan klaim
atas keyakinan 'Adnān 'Uqlah, tidak diragukan lagi generalisasi yang ia anut
adalah ekstrim!" [at-Tsaurah al-Islāmiyyah al-Jihādiyyah fī Sūriyā].
Di sini as-Sūrī mengkritik 'Adnān 'Uqlah karena
menyatakan takfīr pada Ikhwān Suriah karena bergabung dengan koalisi nasionalis
yang bekerja untuk mendirikan sebuah negara demokratis sekuler! Maka tidak mengherankan
setelah pembahasan ini untuk melihat para pengklaim jihād di Syām dan di tempat
lainnya berpihak kepada faksi-faksi murtad Ikhwānī dan Surūrī melawan mujāhidīn
Daulah Islam dengan ‘alasan’ bahwa para muhājirīn dan anshār adalah khawarij!
Atau dalam ucapan terdahulu dari si pendusta lagi sesat Abu Qatādah
al-Filistīnī, yang berbicara jujur saat ia menyingkap kebodohan Ikhwanī tentang
tauhīd dan lantas berkata, "Maka kebaikan apa yang bisa diharapkan dari
kelompok Ikhwānī?!
Dapatkah kita mengharapkan dari mereka kebangkitan
dari bangunan besar Islam yang telah runtuh?! Bahkan yang lebih aneh adalah
mereka yang percaya bahwa ideologi Hasan al-Bannā adalah manhaj pembaharu untuk
umat di zaman ini, sedangkan orangorang ini mengklaim diri sebagai pengikut Salaf
dan Salafiyyah dan mengangkat slogan Ahlus Sunnah wal-Jamā'ah! Bahkan yang lebih
aneh lagi adalah mereka yang mengklaim bermanhaj jihādī namun percaya bahwa
perbedaan antara kelompok Ikhwānul Muslimīn dan kelompok jihād adalah bagaikan perbedaan
antara Shahīh al-Bukhārī dan Shahīh Muslim! Dengan alasan ini, orang-orang ini
tidak pernah absen untuk bersatu dengan Ikhwān, bukan untuk memerangi murtaddin,
tapi untuk memerangi muwahhidīn… Bahkan, orang-orang ini digunakan sebagai
tunggangan oleh Ikhwānī sesat untuk mengutuk [muwahhidīn] dan memanggil mereka
takfīrī" [Al-Jihād wal-Ijtihād].
Bukankah ini adalah perkara yang mana shahawāt
murtad dari adz-Dzawāhirī telah jatuh ke dalamnya di setiap negeri?
Bara’ah dari Ikhwan
Syaikh Abu Muhammad al-'Adnānī (hafidzahullāh) berkata,
"Ikhwān hanyalah sebuah kelompok sekuler dengan jubah 'Islami'. Bahkan,
mereka adalah sekuleris yang terjahat. Mereka adalah kelompok yang menyembah
jabatan dan parlemen. Mereka merelakan diri mereka berjuang dan mati
demi demokrasi, tapi tidak akan merelakan diri untuk berjihād dan terbunuh demi
Allah. Sungguh, pembicara mereka membual di suatu perkumpulan ratusan atau
ribuan orang, mengatakan, ‘Berhati-hatilah dari berbalik ke belakang. Matilah
di jalan demokrasi.’
Mereka adalah kelompok yang akan sujud
kepada Iblīs tanpa ragu-ragu jika itu yang disyaratkan untuk mendapat jabatan…
Kelompok Ikhwān… meninggalkan semua
prinsip-prinsip īmān… ketika mereka setuju untuk menyandarkan hak membuat hukum
kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala, ketika mereka mengatakan dengan bangga
dan tanpa malu, 'Hak membuat hukum adalah milik rakyat." Setelah itu
mereka menambahkan, 'Kami adalah perwakilan dari rakyat di parlemen.’ Terdapat
kontradiksi yang jelas antara apa yang mereka katakan dan lakukan dengan
‘aqidah para Nabi dan tauhīd dari Rabb Langit dan Bumi…
Kekufuran ini, yang dilakukan oleh kelompok
Ikhwān dan mereka buat orang lain jatuh ke dalamnya, adalah akibat dari
mentaati orang-orang kafir dari Amerika dan Barat" [As-Silmiyyah Din Man].
Beliau (hafidzahullāh) juga mengatakan, "Tidak ada perbedaan antara
Mubarak, Qaddafi, dan Ben Ali, dengan Morsi, Mustafa Abdul Jalil, dan Rasyid
al-Ghannushi, karena mereka semua tawāghīt yang sama-sama berhukum dengan hukum
buatan manusia. Tapi kelompok yang kedua ini lebih berbahaya bagi umat
Muslim" [As-Silmiyyah Din Man].
Hal ini seharusnya sudah jelas sekarang,
bagi umat Muslim di Barat, Timur, dan mereka yang tinggal di negeri yang dirampas
oleh orang-orang murtad, Yahudi, dan Nashrani, mengapa Ikhwān adalah kelompok
dengan kemurtadan ekstrim dan mengapa wajib atas umat Muslim untuk menyatakan sikap
takfīr, barā'ah, kebencian, dan permusuhan terhadap kelompok ini dan para anggotanya
serta berbagai sektor, cabang, faksi, “Islamic” center, dan masājid dhirār
(membahayakan) 7 mereka. Juga merupakan hal yang wajib pada setiap anggota
partai untuk meninggalkannya dan meninggalkan prinsip-prinsipnya yang kufrī.
Begitu pula, wajib atas setiap Muslim untuk
berhijrah ke Khilāfah, yang merupakan satu-satunya badan yang menentang Ikhwanul
Murtaddin, para salibis tuan dari Ikhwān, dan Rāfidah yang bersekutu dengan
Ikhwān, yang semuanya mencoba untuk menghancurkan agama Islam dan menggantinya dengan
"Islam" yang terkait dengan Nabi shallallahu alaihi wa sallam hanya sebagaimana orang-orang Kristen modern dan Kekristenan
terkait dengan tauhīd yang didakwahkan oleh Nabi 'Isā ‘alaihis salam.
Semoga Allah mengakhiri kelompok murtad
musyrik ini melalui jihād dari Khilāfah. Āmīn.
[7] Allah subhanahu wa ta’ala telah mengharamkan shalat di masājid yang didirikan oleh
munāfiqīn. Keharaman ini bahkan lebih berlaku untuk masjid yang didirikan oleh murtaddīn
ekstrim yang mana orang-orangnya menjadi imām yang menyampaikan khutbah dan
memimpin manusia dalam shalat! {Janganlah kamu berdiri [untuk shalat] di
dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya masjid
yang didirikan atas dasar sejak hari pertama adalah lebih patut kamu berdiri di
dalamnya. Di dalam masjid itu ada orang-orang yang suka mensucikan diri; dan
Allah menyukai orang-orang yang suci” [At-Tawbah: 108].
Source: DABIQ 14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar