8/14/2019

WALA’ DAN BARA’ VERSUS RASISME AMERIKA


WALA’ DAN BARA’
VERSUS RASISME AMERIKA

Tahun lalu telah mencuat sejumlah insiden high-profile yang mendominasi headline berita di Amerika, membawa kembali topik rasisme yang menjadi sorotan di seluruh negeri, dan seperti kebanyakan masalah besar lain yang mengambil panggung utama di media salibis, rasisme tidak pernah hilang untuk dirasakan oleh minoritas Muslim yang tinggal di tanah kufur. "Pemimpin" mereka mengatasi masalah ini dengan berusaha memberikan topik dengan rasa "Islam", tetapi biasanya sangat singkat. Ketika menangani masalah ini dari perspektif seperti itu, para pengajar dan penulis "Islam" sering melakukannya dengan nada humanistik yang berusaha menggambarkan Islam sebagai agama damai yang mengajarkan umat Islam untuk hidup berdampingan dengan semua orang. Diperdaya oleh konsep terbuka dari "toleransi," mereka mengutip banyak ayat dan hadits yang – memang seharusnya seperti itu – berfungsi untuk menunjukkan bahwa kebencian rasial tidak memiliki tempat dalam Islam, tetapi mereka melakukannya dengan tujuan untuk memajukan agenda yang mencoba untuk "mengislamisasi" konsep yang lebih "liberal" di mana orang-orang kafir bisa melakukan segala cara untuk berbuat jahat, seperti pluralisme politik, kebebasan beragama, dan menerima pelaku sodom. Dengan demikian, para "da‘i" ini berusaha untuk mendorong masyarakat kafir di mana mereka hidup agar lebih menerima mereka, daripada menjawab permusuhan kaum musyrikīn dengan kebencian dan pengingkaran. Mereka mengorbankan konsep wala‘ dan bara' (loyalitas dan pengingkaran karena Allah), tidak terusik untuk mengajarkan kepara para pembaca mereka tentang kewajiban seorang Muslim untuk menolak kekufuran, memisahkan diri dari orang-orang kafir, meninggalkan negeri mereka, menanamkan permusuhan dan kebencian terhadap mereka, dan mengobarkan perang melawan mereka sampai mereka tunduk kepada kebenaran.

Sungguh, telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya, ketika mereka berkata kepada kaumnya
Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami mengingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu ada Permusuhan dan Kebencian buat selama-lamanya sampai kamu BERIMAN kepada Allah saja,
[Al-Mumtahanah: 4].

Contoh Ibrahim ‘alaihis salam dan orang-orang yang bersamanya – yakni para nabi Allah, seperti yang disebutkan oleh para ulama tafsir – yang dipuji oleh Allah sebagai teladan yang sangat baik untuk kita ikuti, adalah hendaknya setiap orang harus siap untuk menolak keluarganya sendiri ketika mereka jatuh ke dalam kekufuran dan syirik, dan untuk tidak tetap berbaur bersama mereka karena ikatan kesukuan atau darah. Jika hal ini terjadi dengan kaumnya sendiri yang mana merupakan satu garis keturunan, terlebih lagi dalam kasus pada mereka yang hanya memiliki kesamaan pada sedikit karakteristik seperti warna kulit!

Karena itu, cara yang benar untuk mengatasi isu rasisme dari perspektif Islam adalah dengan menegaskan kembali betapa pentingnya wala' dan bara', dan menyatakan dengan terang-terangan dan tegas bahwa mereka yang berperang melawan Islam dan kaum Muslimin tidak akan lolos dari balasan karena warna kulit atau etnis mereka. Nasib orang kafir yang memerangi kaum Muslimin adalah satu dan sama bagi seluruh jenis ras: pembantaian.

Alasan untuk hal ini sederhana: loyalitas seorang Muslim ditentukan, bukan dengan warna kulitnya, afiliasi sukunya, atau nama terakhirnya, tetapi dengan imannya. Dia mengasihi orang-orang yang dicintai Allah dan membenci orang-orang yang dibenci Allah. Dia menjalin hubungan karena Allah dan memutuskan hubungan karena Allah.

Mufassir umat ini, 'Abdullah Ibnu 'Abbas radhiallahu anhu berkata, "Cinta karena Allah, benci karena Allah, berteman karena Allah, dan bermusuhan karena Allah, perwalian Allah tidak akan tercapai kecuali dengan hal ini. Seseorang tidak akan merasakan manisnya Iman, walaupun shalat dan puasanya banyak, hingga dia berlaku seperti ini "[Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak di dalam "Az-Zuhd" dan oleh al-Lālikā'ī].

Pernyataan Ibn 'Abbas radhiallahu anhu ini merupakan cerminan pernyataan Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika menyatakan bahwa wala' dan bara' adalah ikatan iman yang terkuat. Al-Bara' bin 'Azib radhiyallahu anhu mengatakan bahwa di saat mereka sedang duduk bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika itu beliau bertanya, "Apakah Ikatan Islam Yang Terkuat?" Mereka menjawab, "shalat", beliau berkata, "Ini adalah baik, tetapi bukan itu." Mereka berkata,"Zakat" beliau menjawab, "ini adalah baik, tetapi bukan itu." Mereka berkata, "Puasa Ramadhan." Beliau menjawab, "ini adalah baik, tetapi bukan itu." Mereka berkata, "Haji" beliau menjawab, ―Ini adalah baik, tetapi bukan itu." Mereka berkata, "jihad" beliau menjawab, "ini adalah baik, tetapi bukan. SESUNGGUHNYA, IKATAN TERKUAT ISLAM ADALAH CINTA KARENA ALLAH DAN BENCI KARENA ALLAH" [HR Imam Ahmad dan lain-lain].

Prinsip inilah - ikatan terkuat dan paling kuat di dalam Islam - yang telah mendorong Abu Bakar as-Siddiq radhiyallahu anhu untuk menghabiskan sejumlah besar kekayaan untuk membeli budak Ethiopia Bilal radhiyallahu anhu dan membebaskannya. Ketika pemilik Bilal, yaitu Umayyah mengejek Abu Bakar setelah transaksi dengan mengatakan bahwa ia akan menjualnya sepersepuluh dari harga yang mereka sepakati, Abu Bakar menjawab bahwa jika Umayyah menuntut sepuluh kali harga yang telah disepakati ia tetap akan membayar itu. Beberapa tahun kemudian, Abu Bakar dan 300 orang Arab lainnya akan bergerak maju dalam Perang Badar bersama mantan budak Ethiopia ini untuk menebas leher kaum mereka sendiri. Hari itu kemudian disebut sebagai Hari Furqan, hari yang Allah pisahkan di dalamnya antara kebenaran dan kebatilan melalui tangan orang-orang yang membunuh dan menawan kaum mereka sendiri karena Allah. Tidak ada hari sebelum hari itu yang membuatnya lebih jelas bahwa semua afiliasi masa lalu telah dihancurkan, hanya menyisakan satu ikatan yang tersisa - ikatan antara seorang Muslim yang beriman dan saudaranya, terlepas dari ras atau etnis. Maka tidaklah aneh bagi orang-orang yang beriman untuk mendengar bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyatakan bahwa ayahnya sendiri, serta pamannya yang terdekat, Abu Thalib, keduanya adalah orang kafir yang akan mendapat siksa Allah di neraka, sementara beliau menyatakan bahwa beliau telah mendengar langkah kaki Bilal di Jannah.

Dan jika seseorang merasa ragu bahwa ikatan persaudaraan ini ditegakkan oleh tentara dan pemimpin Daulah Islam, mereka cukup melihat kepada 1400 Rafidah yang dibantai oleh sesama warga Irak dan Arab, atau mata-mata yang tak terhitung jumlahnya yang dikirim ke Daulah Islam dari berbagai negara di dunia hanya akan dieksekusi oleh rekan-rekan senegara mereka. Di sini, di Daulah Islam, semua afiliasi runtuh dan tidak berlaku ketika itu semua bertentangan dengan kesetiaan seseorang terhadap Islam dan umat Islam. Sehingga seorang Mujahid Suriah tidak ragu-ragu untuk menginjak-injak bendera Suriah, dan Mujahid Amerika tidak akan berpikir dua kali untuk membakar ―bendera bintang-berkelip." Muhajirin dan Anshar menyadari bahwa kekuatan mereka ada dalam persatuan mereka di dalam Tauhid, bukan dalam afiliasi ras.

Sungguh, pan-Arabisme dari rezim Baath - termasuk Basyar, Saddam, dan Nasser – berada di bawah kaki para mujahidin Arab Khilafah, di antara mereka ada orang-orang yang melakukan perjalanan sejauh ke Khurasan untuk mengorbankan darah dan harta mereka di jalan Allah, dan untuk membela saudara-saudara non-Arab mereka ketika Rusia menyerbu pertama kali beberapa dekade yang lalu, dan sekali lagi ketika Amerika menginvasi pada tahun "2001." Kaum Muslimin dari seluruh dunia Arab juga meninggalkan rumah, keluarga, dan gaya hidup nyaman mereka untuk menjawab panggilan jihad di tempat-tempat jauh dan tidak menentu seperti hutan Chechnya, pegunungan Bosnia, dan padang pasir Mali. Kesiapan mereka untuk berkorban karena Allah untuk membela saudara-saudara non-Arab mereka digambarkan dalam kata-kata Syekh Abu Mus'ab az-Zarqawi yang pernah menyatakan, "Kami melakukan jihad agar kalimat Allah menjadi yang tertinggi dan agama menjadi benar-benar hanya untuk Allah. {Dan perangilah mereka hingga tidak ada fitnah dan [sampai] agama, semua itu, hanyalah untuk Allah} [Al-Anfal: 39]. Setiap orang yang menentang tujuan ini atau berdiri menghalangi di jalur tujuan ini adalah musuh kita dan target bagi pedang kita, siapa pun namanya dan apa pun garis keturunannya. Kami memiliki agama yang telah diturunkan oleh Allah untuk menjadi timbangan dan pemberi keputusan. Pernyataannya adalah ketentuan dan penghakimannya bukan gurauan. Ini adalah kekerabatan antara kami dan manusia, timbangan kami– dengan rahmah Allah –adalah timbangan rabbani, hukum kita adalah Alquran, dan penilaian kami di atas manhaj kenabian. Muslim Amerika adalah saudara kami tercinta, dan kafir Arab adalah musuh yang dibenci oleh kami bahkan jika ia dan kami telah terlahir dari rahim yang sama". [Al-Mawqif ash-Sharī Min Hukūmat Karazay al-‘Iraq].

Hari ini, kaum Muslimin non-Arab datang ke tanah Khilafah di jantung dunia Arab dari segala penjuru dunia dan disambut oleh ikhwah Arab mereka dengan penuh antusias, sehingga mereka bisa berdiri bersama-sama dan berperang melawan para thaghut, baik Arab dan non-Arab semua sama. Kesetiaan mereka terhadap satu sama lain berakar di dalam iman mereka kepada Allah dan kufur mereka kepada thaghut, dan tercermin dalam kata-kata Amir mereka, Khalifah Muslim, Syeikh Ibrahim Ibn 'Awwad al-Husayni berikut ini:

"Wahai umat Islam di mana pun kalian berada, kabar gembira bagi kalian dan berharaplah yang baik. Angkat kepala kalian tinggi-tinggi, karena hari ini – dengan rahmat Allah – kalian telah memiliki negara dan Khilafah, yang akan mengembalikan martabat, kekuatan, hak, dan kepemimpinan. Ini adalah negara di mana orang Arab dan non-Arab, pria kulit putih dan pria kulit hitam, orang Timur dan orang Barat semua adalah saudara. Ini adalah Khilafah yang mengumpulkan Kaukasia, India, Cina, Syam, Irak, Yaman, Mesir, Maghribi (Afrika Utara), Amerika, Perancis, Jerman, dan Australia. Allah telah membawa hati mereka bersama-sama, sehingga mereka menjadi saudara karena rahmat-Nya, mencintai satu sama lain karena Allah, berdiri bersama di dalam satu parit, membela dan menjaga satu sama lain, dan mengorbankan diri mereka untuk satu sama lain. Darah mereka bercampur dan menjadi satu, di bawah satu bendera dan satu tujuan, dalam satu kafilah, menikmati berkah ini, berkah persaudaraan setia. Jika para raja itu ingin mencicipi berkah ini, mereka akan rela meninggalkan kerajaan mereka dan berebut anugerah ini. Segala pujian dan syukur kami kepada Allah. Oleh karena itu, bersegeralah wahai umat Islam menuju negara kalian. Ya, ini adalah negara kalian. bersegaralah, karena Suriah tidak untuk orang Suriah, dan Irak tidak untuk orang Irak. Bumi adalah milik Allah Ta‘ala. {Sesungguhnya bumi (ini) milik Allah; diwariskan-Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan (yang baik) adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” } [Al-A'raf: 128]. Negara ini adalah negara bagi seluruh umat Islam. Tanah ini adalah tanah untuk kaum Muslimin, seluruh kaum Muslimin" [Pesan kepada para mujahidin dan umat Muslim di bulan Ramadhan].

Sesungguhnya rasisme adalah perangkat setan, sebagaimana juga nasionalisme, yang bertujuan untuk memecah dan melemahkan anak-anak Adam dan mencegah mereka dari bersatu di atas kebenaran. Karena sebagaimana para nasionalis yang tidak akan pernah melancarkan jihad di luar perbatasan negeri mereka untuk menyebarkan Islam ke penjuru bumi dan menghapus kesyirikan, begitu juga orang rasis, dia cenderung tidak akan mengingkari setiap orang yang satu ras kecuali dia yang mereka anggap "membenci diri sendiri," apalagi  melawan mereka demi meninggikan kalimat Allah. Seorang Muslim, sudah sepatutnya untuk tidak menerima apabila umat terbagi-bagi atas nama konsep yang remeh, karena ia meyakini bahwa satu-satunya perbedaan adalah apa yang memisahkan antara seorang Muslim dan orang kafir, sedangkan perbedaan lainnya hanya akan menjadi sumber kelemahan.

“Dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang”
[Al-Anfal: 46].

Sangat penting untuk dicatat bahwa pasukan kufur dan murtad memahami bahwa mereka lebih lemah saat terpecah belah. Karena itu, mereka secara teratur bersegera membuang perbedaan demi melancarkan perang melawan kebenaran, kemudian setan menghasut anak-anak Adam untuk terpecah dan berbeda sesuai garis rasial, etnis, dan suku untuk mengalihkan mereka dari menjalin ikatan kuat dengan wala' dan Bara', demikian juga setan menghasut mereka untuk melupakan perbedaan kecil demi menyatukan mereka dalam mengobarkan perang terhadap Islam. Hasutannya untuk hal itu kepada kaum kafir dan para thaghut pada hari ini telah memuncak dengan pembentukan aliansi lebih dari 60 negara untuk melawan Daulah Islam! Dan sebagaimana Allah memberi tahu kita, jawaban untuk setiap koalisi orang-orang kafir yang ingin berperang melawan Islam dan kaum Muslimin adalah hendaknya umat ini memperkuat wala' dan Bara'.

“Dan orang-orang yang kafir, sebagian mereka melindungi sebagian yang lain. Jika kamu tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah, niscaya akan terjadi kekacauan di bumi dan kerusakan yang besar”.
[Al-Anfal: 73]

Maka marilah wahai setiap muslim yang ingin merasakan manisnya wala‘ dan bara‘ untuk mengikuti teladan Ibrahim n dan menyatakan permusuhan terhadap orang-orang kafir walau dari kaumnya sendiri – apakah berkulit hitam, putih, Arab, atau non-Arab – Dan kemudian berbaris maju dan berperang melawan mereka dengan cara apa pun yang sanggup dilakukannya.


Source: DABIQ 11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...