WALA’ DAN BARA’
VERSUS RASISME AMERIKA
Tahun lalu telah mencuat sejumlah insiden
high-profile yang mendominasi headline berita di Amerika, membawa kembali topik
rasisme yang menjadi sorotan di seluruh negeri, dan seperti kebanyakan masalah
besar lain yang mengambil panggung utama di media salibis, rasisme tidak pernah
hilang untuk dirasakan oleh minoritas Muslim yang tinggal di tanah kufur.
"Pemimpin" mereka mengatasi masalah ini dengan berusaha memberikan
topik dengan rasa "Islam", tetapi biasanya sangat singkat. Ketika menangani
masalah ini dari perspektif seperti itu, para pengajar dan penulis
"Islam" sering melakukannya dengan nada humanistik yang berusaha
menggambarkan Islam sebagai agama damai yang mengajarkan umat Islam untuk hidup
berdampingan dengan semua orang. Diperdaya oleh konsep terbuka dari
"toleransi," mereka mengutip banyak ayat dan hadits yang – memang
seharusnya seperti itu – berfungsi untuk menunjukkan bahwa kebencian rasial
tidak memiliki tempat dalam Islam, tetapi mereka melakukannya dengan tujuan
untuk memajukan agenda yang mencoba untuk "mengislamisasi" konsep
yang lebih "liberal" di mana orang-orang kafir bisa melakukan segala
cara untuk berbuat jahat, seperti pluralisme politik, kebebasan beragama, dan
menerima pelaku sodom. Dengan demikian, para "da‘i" ini berusaha
untuk mendorong masyarakat kafir di mana mereka hidup agar lebih menerima
mereka, daripada menjawab permusuhan kaum musyrikīn dengan kebencian dan
pengingkaran. Mereka mengorbankan konsep wala‘ dan bara' (loyalitas dan
pengingkaran karena Allah), tidak terusik untuk mengajarkan kepara para pembaca
mereka tentang kewajiban seorang Muslim untuk menolak kekufuran, memisahkan
diri dari orang-orang kafir, meninggalkan negeri mereka, menanamkan permusuhan
dan kebencian terhadap mereka, dan mengobarkan perang melawan mereka sampai
mereka tunduk kepada kebenaran.
“Sungguh,
telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengannya, ketika mereka berkata kepada kaumnya,
“Sesungguhnya kami berlepas diri
dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami mengingkari
(kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu ada Permusuhan dan Kebencian
buat selama-lamanya sampai kamu BERIMAN kepada Allah saja,”
[Al-Mumtahanah:
4].
Contoh Ibrahim ‘alaihis salam dan orang-orang
yang bersamanya – yakni para nabi Allah, seperti yang disebutkan oleh para
ulama tafsir – yang dipuji oleh Allah sebagai teladan yang sangat baik untuk
kita ikuti, adalah hendaknya setiap orang harus siap untuk menolak keluarganya
sendiri ketika mereka jatuh ke dalam kekufuran dan syirik, dan untuk tidak
tetap berbaur bersama mereka karena ikatan kesukuan atau darah. Jika hal ini
terjadi dengan kaumnya sendiri yang mana merupakan satu garis keturunan,
terlebih lagi dalam kasus pada mereka yang hanya memiliki kesamaan pada sedikit
karakteristik seperti warna kulit!
Karena itu, cara yang benar untuk mengatasi
isu rasisme dari perspektif Islam adalah dengan menegaskan kembali betapa
pentingnya wala' dan bara', dan menyatakan dengan terang-terangan dan tegas
bahwa mereka yang berperang melawan Islam dan kaum Muslimin tidak akan lolos dari
balasan karena warna kulit atau etnis mereka. Nasib orang kafir yang memerangi
kaum Muslimin adalah satu dan sama bagi seluruh jenis ras: pembantaian.
Alasan untuk hal ini sederhana: loyalitas
seorang Muslim ditentukan, bukan dengan warna kulitnya, afiliasi sukunya, atau
nama terakhirnya, tetapi dengan imannya. Dia mengasihi orang-orang yang
dicintai Allah dan membenci orang-orang yang dibenci Allah. Dia menjalin
hubungan karena Allah dan memutuskan hubungan karena Allah.
Mufassir umat ini, 'Abdullah Ibnu 'Abbas radhiallahu
anhu berkata, "Cinta karena Allah, benci karena Allah, berteman karena
Allah, dan bermusuhan karena Allah, perwalian Allah tidak akan tercapai kecuali
dengan hal ini. Seseorang tidak akan merasakan manisnya Iman, walaupun shalat
dan puasanya banyak, hingga dia berlaku seperti ini "[Diriwayatkan oleh
Ibnu al-Mubarak di dalam "Az-Zuhd" dan oleh al-Lālikā'ī].
Pernyataan Ibn 'Abbas radhiallahu anhu ini
merupakan cerminan pernyataan Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika
menyatakan bahwa wala' dan bara' adalah ikatan iman yang terkuat. Al-Bara' bin
'Azib radhiyallahu anhu mengatakan bahwa di saat mereka sedang duduk bersama
Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika itu beliau bertanya, "Apakah
Ikatan Islam Yang Terkuat?" Mereka menjawab, "shalat",
beliau berkata, "Ini adalah baik, tetapi bukan itu." Mereka
berkata,"Zakat" beliau menjawab, "ini adalah baik, tetapi bukan
itu." Mereka berkata, "Puasa Ramadhan." Beliau menjawab,
"ini adalah baik, tetapi bukan itu." Mereka berkata, "Haji"
beliau menjawab, ―Ini adalah baik, tetapi bukan itu." Mereka berkata,
"jihad" beliau menjawab, "ini adalah baik, tetapi bukan. SESUNGGUHNYA, IKATAN TERKUAT ISLAM ADALAH CINTA KARENA ALLAH DAN BENCI
KARENA ALLAH" [HR Imam Ahmad dan
lain-lain].
Prinsip inilah - ikatan terkuat dan paling
kuat di dalam Islam - yang telah mendorong Abu Bakar as-Siddiq radhiyallahu
anhu untuk menghabiskan sejumlah besar kekayaan untuk membeli budak Ethiopia
Bilal radhiyallahu anhu dan membebaskannya. Ketika pemilik Bilal, yaitu Umayyah
mengejek Abu Bakar setelah transaksi dengan mengatakan bahwa ia akan menjualnya
sepersepuluh dari harga yang mereka sepakati, Abu Bakar menjawab bahwa jika
Umayyah menuntut sepuluh kali harga yang telah disepakati ia tetap akan
membayar itu. Beberapa tahun kemudian, Abu Bakar dan 300 orang Arab lainnya
akan bergerak maju dalam Perang Badar bersama mantan budak Ethiopia ini untuk
menebas leher kaum mereka sendiri. Hari itu kemudian disebut sebagai Hari
Furqan, hari yang Allah pisahkan di dalamnya antara kebenaran dan kebatilan
melalui tangan orang-orang yang membunuh dan menawan kaum mereka sendiri karena
Allah. Tidak ada hari sebelum hari itu yang membuatnya lebih jelas bahwa semua
afiliasi masa lalu telah dihancurkan, hanya menyisakan satu ikatan yang tersisa
- ikatan antara seorang Muslim yang beriman dan saudaranya, terlepas dari ras
atau etnis. Maka tidaklah aneh bagi orang-orang yang beriman untuk mendengar
bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyatakan bahwa ayahnya sendiri, serta
pamannya yang terdekat, Abu Thalib, keduanya adalah orang kafir yang akan
mendapat siksa Allah di neraka, sementara beliau menyatakan bahwa beliau telah
mendengar langkah kaki Bilal di Jannah.
Dan jika seseorang merasa ragu bahwa ikatan
persaudaraan ini ditegakkan oleh tentara dan pemimpin Daulah Islam, mereka
cukup melihat kepada 1400 Rafidah yang dibantai oleh sesama warga Irak dan
Arab, atau mata-mata yang tak terhitung jumlahnya yang dikirim ke Daulah Islam
dari berbagai negara di dunia hanya akan dieksekusi oleh rekan-rekan senegara
mereka. Di sini, di Daulah Islam, semua afiliasi runtuh dan tidak berlaku
ketika itu semua bertentangan dengan kesetiaan seseorang terhadap Islam dan
umat Islam. Sehingga seorang Mujahid Suriah tidak ragu-ragu untuk
menginjak-injak bendera Suriah, dan Mujahid Amerika tidak akan berpikir dua
kali untuk membakar ―bendera bintang-berkelip." Muhajirin dan Anshar
menyadari bahwa kekuatan mereka ada dalam persatuan mereka di dalam Tauhid,
bukan dalam afiliasi ras.
Sungguh, pan-Arabisme dari rezim Baath -
termasuk Basyar, Saddam, dan Nasser – berada di bawah kaki para mujahidin Arab
Khilafah, di antara mereka ada orang-orang yang melakukan perjalanan sejauh ke
Khurasan untuk mengorbankan darah dan harta mereka di jalan Allah, dan untuk
membela saudara-saudara non-Arab mereka ketika Rusia menyerbu pertama kali
beberapa dekade yang lalu, dan sekali lagi ketika Amerika menginvasi pada tahun
"2001." Kaum Muslimin dari seluruh dunia Arab juga meninggalkan
rumah, keluarga, dan gaya hidup nyaman mereka untuk menjawab panggilan jihad di
tempat-tempat jauh dan tidak menentu seperti hutan Chechnya, pegunungan Bosnia,
dan padang pasir Mali. Kesiapan mereka untuk berkorban karena Allah untuk
membela saudara-saudara non-Arab mereka digambarkan dalam kata-kata Syekh Abu
Mus'ab az-Zarqawi yang pernah menyatakan, "Kami melakukan jihad agar
kalimat Allah menjadi yang tertinggi dan agama menjadi benar-benar hanya untuk
Allah. {Dan perangilah mereka hingga tidak ada fitnah dan [sampai] agama, semua
itu, hanyalah untuk Allah} [Al-Anfal: 39]. Setiap orang yang menentang tujuan
ini atau berdiri menghalangi di jalur tujuan ini adalah musuh kita dan target
bagi pedang kita, siapa pun namanya dan apa pun garis keturunannya. Kami
memiliki agama yang telah diturunkan oleh Allah untuk menjadi timbangan dan
pemberi keputusan. Pernyataannya adalah ketentuan dan penghakimannya bukan
gurauan. Ini adalah kekerabatan antara kami dan manusia, timbangan kami– dengan
rahmah Allah –adalah timbangan rabbani, hukum kita adalah Alquran, dan
penilaian kami di atas manhaj kenabian. Muslim Amerika adalah saudara kami
tercinta, dan kafir Arab adalah musuh yang dibenci oleh kami bahkan jika ia dan
kami telah terlahir dari rahim yang sama". [Al-Mawqif ash-Shar‟ī Min Hukūmat Karazay al-‘Iraq].
Hari ini, kaum Muslimin non-Arab datang ke
tanah Khilafah di jantung dunia Arab dari segala penjuru dunia dan disambut
oleh ikhwah Arab mereka dengan penuh antusias, sehingga mereka bisa berdiri
bersama-sama dan berperang melawan para thaghut, baik Arab dan non-Arab semua
sama. Kesetiaan mereka terhadap satu sama lain berakar di dalam iman mereka
kepada Allah dan kufur mereka kepada thaghut, dan tercermin dalam kata-kata
Amir mereka, Khalifah Muslim, Syeikh Ibrahim Ibn 'Awwad al-Husayni berikut ini:
"Wahai
umat Islam di mana pun kalian berada, kabar gembira bagi kalian dan berharaplah
yang baik. Angkat kepala kalian tinggi-tinggi, karena hari ini – dengan rahmat
Allah – kalian telah memiliki negara dan Khilafah, yang akan mengembalikan
martabat, kekuatan, hak, dan kepemimpinan. Ini adalah negara di mana orang Arab
dan non-Arab, pria kulit putih dan pria kulit hitam, orang Timur dan orang
Barat semua adalah saudara. Ini adalah Khilafah yang mengumpulkan Kaukasia,
India, Cina, Syam, Irak, Yaman, Mesir, Maghribi (Afrika Utara), Amerika,
Perancis, Jerman, dan Australia. Allah telah membawa hati mereka bersama-sama,
sehingga mereka menjadi saudara karena rahmat-Nya, mencintai satu sama lain
karena Allah, berdiri bersama di dalam satu parit, membela dan menjaga satu
sama lain, dan mengorbankan diri mereka untuk satu sama lain. Darah mereka
bercampur dan menjadi satu, di bawah satu bendera dan satu tujuan, dalam satu
kafilah, menikmati berkah ini, berkah persaudaraan setia. Jika para raja itu
ingin mencicipi berkah ini, mereka akan rela meninggalkan kerajaan mereka dan
berebut anugerah ini. Segala pujian dan syukur kami kepada Allah. Oleh karena
itu, bersegeralah wahai umat Islam menuju negara kalian. Ya, ini adalah negara
kalian. bersegaralah, karena Suriah tidak untuk orang Suriah, dan Irak tidak
untuk orang Irak. Bumi adalah milik Allah Ta‘ala. {Sesungguhnya bumi (ini)
milik Allah; diwariskan-Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara
hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan (yang baik) adalah bagi orang-orang yang
bertakwa.” } [Al-A'raf: 128]. Negara ini adalah negara bagi seluruh umat Islam.
Tanah ini adalah tanah untuk kaum Muslimin, seluruh kaum Muslimin" [Pesan kepada
para mujahidin dan umat Muslim di bulan Ramadhan].
Sesungguhnya rasisme adalah perangkat setan,
sebagaimana juga nasionalisme, yang bertujuan untuk memecah dan melemahkan
anak-anak Adam dan mencegah mereka dari bersatu di atas kebenaran. Karena sebagaimana
para nasionalis yang tidak akan pernah melancarkan jihad di luar perbatasan
negeri mereka untuk menyebarkan Islam ke penjuru bumi dan menghapus kesyirikan,
begitu juga orang rasis, dia cenderung tidak akan mengingkari setiap orang yang
satu ras kecuali dia yang mereka anggap "membenci diri sendiri,"
apalagi melawan mereka demi meninggikan
kalimat Allah. Seorang Muslim, sudah sepatutnya untuk tidak menerima apabila
umat terbagi-bagi atas nama konsep yang remeh, karena ia meyakini bahwa
satu-satunya perbedaan adalah apa yang memisahkan antara seorang Muslim dan
orang kafir, sedangkan perbedaan lainnya hanya akan menjadi sumber kelemahan.
“Dan
janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu
hilang”
[Al-Anfal: 46].
Sangat penting untuk dicatat bahwa pasukan
kufur dan murtad memahami bahwa mereka lebih lemah saat terpecah belah. Karena
itu, mereka secara teratur bersegera membuang perbedaan demi melancarkan perang
melawan kebenaran, kemudian setan menghasut anak-anak Adam untuk terpecah dan
berbeda sesuai garis rasial, etnis, dan suku untuk mengalihkan mereka dari
menjalin ikatan kuat dengan wala' dan Bara', demikian juga setan menghasut
mereka untuk melupakan perbedaan kecil demi menyatukan mereka dalam mengobarkan
perang terhadap Islam. Hasutannya untuk hal itu kepada kaum kafir dan para
thaghut pada hari ini telah memuncak dengan pembentukan aliansi lebih dari 60
negara untuk melawan Daulah Islam! Dan sebagaimana Allah memberi tahu kita,
jawaban untuk setiap koalisi orang-orang kafir yang ingin berperang melawan
Islam dan kaum Muslimin adalah hendaknya umat ini memperkuat wala' dan Bara'.
“Dan orang-orang yang kafir,
sebagian mereka melindungi sebagian yang lain. Jika kamu tidak melaksanakan apa
yang telah diperintahkan Allah, niscaya akan terjadi kekacauan di bumi dan
kerusakan yang besar”.
[Al-Anfal: 73]
Maka marilah wahai setiap muslim yang ingin
merasakan manisnya wala‘ dan bara‘ untuk mengikuti teladan Ibrahim n dan
menyatakan permusuhan terhadap orang-orang kafir walau dari kaumnya sendiri –
apakah berkulit hitam, putih, Arab, atau non-Arab – Dan kemudian berbaris maju
dan berperang melawan mereka dengan cara apa pun yang sanggup dilakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar