8/19/2019

KISAH SYAIKH ABU TALHAH


AMONG THE BELIEVERS ARE MEN:
SYAIKH ABU
TALHAH
ABDUR-RAUF KHADIM AL KHURASANI

Syaikh Abu Thalhah ‘Abdurrauf Khadim Al-Khurasani (rahimahullah), juga dikenal sebagai Mulla Khadim, dilahirkan di Helmand di desa Adzan. Beliau mulai mempelajari ilmu-ilmu syari’at pada usia muda disebabkan kuatnya keinginan untuk belajar agama. Beliau kemudian bergabung dengan kafilah jihad, membuka sebuah lembaran baru kehidupan beliau. Syaikh Abu Thalhah bergabung dengan Muhammad ‘Umar (pemimpin Thaliban) di mana beliau kemudian bekerjasama dengannya di dewan hisbah (‘amar ma’ruf dan nahi mungkar), dan beliau biasanya memandang menjadi petugas hisbah merupakan suatu bagian terpenting di dalam hidup beliau.

Setelah beberapa waktu dan dengan rahmat Allah, Kabul dibebaskan dan Syaikh menderita cedera akibat tembakan tank dalam sebuah pertempuran di Syar Asiyat dan kehilangan kakinya. Ini merupakan pengorbanan besar di jalan Allah dalam pertempuran. Beliau ditunjuk oleh Thaliban sebagai direktur pendidikan tinggi militer di Kabul dan juga melanjutkan peran pentingnya sebagai komandan lapangan di garis depan selama invasi pasukan salib di Afghanistan. Beliau ditangkap oleh Amerika dalam salah satu pertempuran dan termasuk di antara sejumlah tawanan yang dipindahkan ke Guantanamo di mana beliau ditahan selama enam setengah tahun di salah satu tempat dengan kondisi yang paling menakutkan. Pihak Amerika kemudian menyerahkan beliau kepada boneka-boneka Afghanistan dan kembali dimasukkan ke dalam penjara selama satu setengah tahun oleh rezim murtad.

Masa di penjara ini, bagaimana pun justru menjadi periode baginya untuk lebih lanjut mencari ilmu dan meninjau kembali ‘aqidah Ahlus Sunnah. Pada awalnya beliau berada di atas ‘aqidah Deobandi yang diliputi penyimpangan berkaitan dengan asma’ dan sifat Allah serta aspek-aspek keimanan lainnya (termasuk irja’). Beliau meninggalkan ‘aqidah ini, mengadopsi Sunnah yang murni, dan sesudah itu, berjuang di sisa-sisa hidup beliau untuk mengajak manusia kepada rahmat yang besar ini.

Setelah dibebaskan dari penjara di Kabul, beliau bergabung kembali dengan Thaliban dan menjadi seorang anggota majelis syura mereka. Beliau diangkat menjadi wali atas 14 wilayah Afghanistan. Beliau aktif dalam berdakwah, mengajak manusia kepada ‘aqidah tauhid. Sebagai akibatnya beliau dipecat dari posisi sebagai wali, sebab ‘aqidah tauhid bertentangan dengan ‘aqidah Deobandi yang dipegang oleh sejumlah besar pemimpin Thaliban. Beliau tetap menjadi komandan lapangan dan benar-benar membuktikan kemampuannya, sehingga hasilnya beliau sekali lagi diangkat menjadi wali, kali ini atas tiga wilayah. Beliau kembali fokus dalam menyeru kepada tauhid dan sebagai akibatnya kembali beliau dipecat dari posisi sebagai wali. Beliau kembali menjadi komandan lapangan sekali lagi.

Syaikh Abu Thalhah telah lama sekali memimpikan untuk melihat kembalinya Khilafah, sebagaimana halnya banyak di antara mujahid yang berperang untuk meraih tujuan besar itu, sehingga kejayaan umat muncul kembali. Ketika Khilafah diumumkan, beliau berada di antara ikhwan yang ingin segera mendeklarasikan bai’at mereka dan bergabung dengan kafilah Khilafah. Bersama dengan ikhwan di Khurasan, beliau menunjukkan syarat yang diperlukan bagi mereka agar kepemimpinan Daulah Islam secara resmi mengakui bai’at mereka. Maka Khilafah mengadakan ekspansi ke Khurasan dan menunjuk Syaikh Abu Thalhah sebagai deputi wali bagi daerah tersebut, menjadi orang kedua setelah wali Syaikh Hafizh Sa’id Khan (hafizhahullāh).

Setelah pengumuman bai’at Khurasan, Syaikh Abu Thalhah mulai berkeliling daerah di dalam kafilah tentara Khilafah, mengajak suku-suku lokal untuk memberikan bai’at kepada Khalifah. Sejumlah tetua suku menjawabnya dengan positif, mengulurkan tangan mereka dan menyatakan janji setia mereka. Akhirnya, mendengar kehadiran Syaikh Abu Thalhah di Adzan, para partisan Deobandi yang pro Thaliban di daerah tersebut memblokir jalan dan pos pemeriksaan, mencegah beliau untuk meninggalkan desa hingga sebuah serangan udara Amerika membunuh beliau bersama dengan lima orang sahabat beliau pada hari Senin, 21 Rabi’ul Akhir. Dengan demikian, Syaikh Abu Thalhah meraih syahadah pada usia 45 tahun setelah kehidupan yang dipenuhi jihad, hisbah, dan dakwah.

Kami memandang demikian dan hanya kepada Allah hisabnya. Semoga Allah merahmati beliau beserta sahabat-sahabat beliau dalam kesyahidan.


Source: DABIQ 8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...