8/28/2019

Hukum Orang Meninggalkan Shalat Dan Konsekuensinya


Hukum Orang Meninggalkan Shalat
Dan Konsekuensinya

(1) Hukum Orang Yang Meninggalkan Shalat.

Shalat adalah tiang agama Islam, ibadah badaniyyah paling pokok, syari’at semua para Rasul, hal yang paling pertama dihisab dihari kiamat, dan wasiat terakhir Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya tatkala hendak meninggal dunia. Orang yang mengingkari kewajiban shalat yang lima waktu dan dia itu hidup di kalangan kaum muslim, maka dia itu di anggap keluar dari Islam meskipun dia itu melaksanakannya, ini berdasarkan ijma ulama kaum muslimin. Meninggalkan shalat fardlu dosanya lebih besar dari dosa membunuh jiwa, mengambil harta orang, zina, mencuri, minum khamr. Dan orang yang meninggalkan shalat karena malas sedangkan dia itu meyakini kewajibannya, maka dia juga dianggap kafir murtad dari agama Islam sesuai pendapat yang paling benar, berdasarkan dalil-dalil berikut ini:

Pertama: Firman Allah ta’ala:

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَوةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَنُكُمْ فِي الدِّيْنِ وَ نُفَصِّلُ الْأَيَتِ لِقَوْمِ يَعْلَمُوْنَ

Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama”.
[At Taubah: 11]

Allah ta’ala mensyaratkan untuk adanya ukhuwwah (persaudaraan Islam) antara kaum musyrikin dan kaum mu’minin dengan tiga syarat: Taubat dari syirik, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Bila salah satu dari yang tiga itu tidak mereka penuhi, maka mereka itu bukan saudara kita seagama, padahal ukhuwwah itu tidak gugur dengan sekedar maksiat, karena Allah ta’ala masih menetapkan ukhuwwah antara orang muslim yang membunuh dengan saudara seimannya yang dibunuhnya dalam firman-Nya ta’ala:

فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيْهِ شَيْءٌ

Maka barangsiapa mendapatkan suatu pemaafan dari saudaranya”.
[Al Baqarah: 178]

Namun orang yang meninggalkan tiga syarat di atas dihukumi bukan sebagai saudara kita seiman atau mereka itu adalah orang-orang kafir, tapi dikecualikan zakat dari yang tiga hal itu, karena ada hadits yang mengkhususkan yang menjelaskan bahwa yang meninggalkan zakat itu tidak kafir.

Kedua: Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

بَيْنَ الرَّجُلِ وَ بَيْنَ الشِّرْكِ وَ الْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلَاةِ

“Antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.
[Muslim: 134, Kitabul Iman]

Al Imam An Nawawiy Asy Syafi’iy rahimahullah berkata: Bahwa yang menghalangi dari kekafirannya adalah karena keberadaan dia tidak meninggalkan shalat, namun bila dia meninggalkannya, maka tidak ada penghalang antara dia dengan kemusyrikan itu bahkan dia telah masuk ke dalamnya. [Syarhun Nawawiy ‘Ala Shahih Muslim 1/62]

Dan sebagai bukti hadits itu menunjukan kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari Islam adalah kata Al Kufru وَالْكُفْرِ dan Asy Syirku الشِّركُ dalam bentuk ma’rifat bukan nakirah, sebab kalau maksudnya kufrun duna kufrin tentu berbentuk nakirah كفر dan.شرك

Ketiga: Sabdanya shalallaahu ‘alaihi wa sallam:

الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَ بَيْنَهُمُ الصَّلَاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

“Perjanjian antara kita dengan mereka (kaum munafiqin) adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.
[Ahmad 5/346, 355, At Tirmidzi 2621 Kitabul Iman]

Ini sangat gamblang sekali, pernyataan dari Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa yang meninggalkan shalat adalah kafir murtad dari Islam, hadits ini tentang orang yang meninggalkannya bukan tentang orang yang mengingkari kewajibannya, karena orang yang mengingkari kewajibannya adalah kafir secara munthlaq baik dia melaksanakannya ataupun meninggalkannya.

Keempat: Sabda Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam:

من حافظ عليها كانت له نورا وبرهانا ونجاة يوم القيامة ومن لم يحافظ عليها لم تكن له نورا ولا برهانا ولا نجاة وكان يوم القيامة مغ قارون و فرعون وهامان وأبيِّ بن خلف

“Barangsiapa menjaganya (shalat), maka dia itu baginya menjadi cahaya, bukti, dan keselamatan di hari kiamat, dan barangsiapa tidak menjaganya, maka dia itu tidak menjadi cahaya bagianya, tidak menjadi bukti, dan tidak menjadi  eselamatan. Dan di hari kiamat dia itu (digiring) bersama Qarun, Firaun, Haman, dan Ubaiy Ibnu Khalaf”.
[Ahmad 2/169, Ibnu Hibban 254]

Rahasia hanya empat orang saja yang disebutkan adalah karena mereka itu adalah pentolan orang-orang kafir, dan di sini ada hal yang sangat unik, yaitu bahwa yang meninggalkan shalat itu ada yang dilalaikan oleh hartanya, atau kerajaannya, atau jabatannya, atau perniagaannya, barangsiapa yang hartanya menyibukan dia dari shalat maka dia bersama Qarun, dan barangsiapa yang disibukan oleh kerajaannya darinya maka dia bersama Firaun, dan barangsiapa disibukan oleh jabatannya darinya, maka dia bersama Haman, dan barangsiapa disibukan oleh perniagaannya/usahanya darinya, maka dia bersama Ubaiy Ibnu Khalaf. [Kitabush Shalah: 46-47]

Kelima: Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا تُشْرِكُوا بِاللهِ شَيْئًأ وَلَا تَتْرُكُوا الصَّلَاةَ عمدًا فَمَنْ تَرْكَهَا عَمَدًا مُتَعَمِّدًا فَقَدْ خَرَجَ مِنَ الْمِلَّةِ

“Janganlah kalian menyekutukan sesuatu dengan Allah, dan janganlah kalian meninggalkan shalat dengan sengaja, karena barangsiapa meninggalkannya dengan sengaja, maka dia telah keluar dari agama Islam.
[At Targhib Wat Tarhib 1/379]

Keenam: Pernyataan para sahabat, bahkan Imam Ishaq Ibnu Rahwiyah rahimahullah telah menghikayatkan ijma para sahabat radliyallahu ‘anhum atas kafirnya orang yang meninggalkan shalat. Telah ada penegasan dari enam belas sahabat atas hal itu, di antaranya perkataan Umar Ibnu Al Khaththab radliyallahu ‘anhu:

لَا حَقَّ فِي الْأِسْلَامِ لِمَنْ تَرْكُ الصَّلَاةِ

“Tidak ada hak di dalam Islam ini bagi orang yang meninggalkan shalat”.
[Al Majma’ 1/95]

Perkataannya, “Tidak ada hak (لَا حَقَّ  ),” adalah lafadh nakirah setelah nafyi, dan di dalam ushul fiqh bahwa bila ada isim nakirah setelah nafyi maka berfaidah umum, yang artinya tidak ada hak baik sedikit maupun banyak,63 berarti di sini orang yang meninggalkan shalat tidak mendapatkan hak sedikitpun di dalam Islam, dan orang yang tidak memiliki hak sedikitpun di dalam Islam adalah bukan orang Islam, karena orang Islam meskipun melakukan maksiat tetap memiliki hak di dalam Islam meskipun sedikit, nah berarti orang yang meninggalkan shalat adalah kafir.

Abdullah Ibnu Syaqiq rahimahullah berkata:

كَانَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَرَوْنَ مِنَ الْأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ غَيْرَ الصَّلَاةِ

“Adalah para sahabat Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam tidak memandang sedikitpun dari amalan-amalan yang di mana meninggalkannya adalah kekufuran selain shalat”.
[At Tirmidzi dalam Kitabul Iman 2622]

Di dalam atsar ini dijelaskan bahwa para sahabat semuanya radliyallahu ‘anhum menilai orang yang meninggalkan shalat sebagai orang kafir.

Al Hafidh Al Mubarakfuriy rahimahullah berkata: Dzahir perkataan Abdullah Ibnu Syaqiq ini menunjukan bahwa para sahabat Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam meyakini bahwa meninggalkan shalat adalah kekufuran, dan dzahirnya ungkapan itu adalah bahwa pendapat ini adalah yang telah disepakati oleh para sahabat, karena perkataannya, ”Adalah para sahabat Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam” adalah bentuk jamak yang di-idlafat-kan (yang berfaidah umum). [Tuhfatul Ahwadzi 7/309-310]

Dan masih banyak perkataan para sahabat yang berkenaan dengan hal ini, silahkan lihat Majmauz Zawaid karya Al Haitsamiy Asy Syafi’iy 1/292, 295.

Adapun menurut akal: Sesungguhnya tidak mungkin orang yang memiliki keimanan meskipun sebesar biji sawi terus dia selalu meninggalkan shalat67, maka ketika dia tidak shalat berarti dia tidak memiliki iman sedikitpun.


(2) Konsekuensi Bagi Orang Yang Meninggalkan Shalat.

Setelah kita mengetahui bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir, maka kita harus mengetahui konsekuensi bagi orang yang meninggalkan shalat itu supaya kita tidak terjerumus dalam hal-hal itu:

Pertama: Dia tidak halal menikah dengan wanita muslimah, berdasarkan firman Allah 'azza wa jalla:

يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا إِذَا جَآءَكُمُ الْمُؤْمِنَتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَتِ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَ لَا يَحِلُّونَ لَهُنَّ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka, maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir, mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.
[Al Mumtahanah: 10]


Dan firman-Nya ta’ala:

وَ لَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ

“Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman.”
[Al Baqarah: 221]

Dan barangsiapa memaksakan kehendak kemudian menikahkan puterinya yang muslimah kepada laki-laki yang tidak shalat, maka pernikahannya batal/tidak sah dan wanita ini tidak halal bagi laki-laki itu, dan pernikahan itu harus dibatalkan. Dan bila Allah ta’ala memberinya hidayah sehingga dia mau shalat maka harus melakukan akad baru nikah lagi. [Fiqhul Ibadat: 138-139]



Source:
(Kumpulan Risalah Yang Memiliki Faidah)
Penyusun : Abu Sulaiman Aman Abdurrahman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...