8/22/2019

KEUTAMAAN RIBATH - Ibnu Qudamah An Najdi


Keutamaan Ribath (Berjaga-Jaga Di Daerah Perbatasan) Di Jalan Alloh Ta‘ala Dan Keutamaan Orang Yang Bermalam Dalam Kondisi Ribath
 Oleh : Ibnu Qudamah An Najdi

Alloh ta‘ala berfirman:

فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ وَحُذُوْهُمْ وَاحْصُرُوْهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ وَرْصَدٍ

“…maka bunuhlah orang-orang musyrik di manapun kalian jumpai mereka, kepunglah mereka, dan intailah mereka dari tempat-tempat pengintaian.”
[At-Taubah: 5]

Alloh ta‘ala juga berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“…Hai orang-orang beriman, bersabarlah dan kuatkanlah kesabaranmu dan beribathlah serta bertakwalah kepada Alloh agar kalian beruntung.”
[Ali ‘Imron: 200]

Mubarok bin Fadholah mengatakan, aku mendengar Al-Hasan ketika membaca ayat ini: Ishbiruu wa shoobiruu (Ali Imron: 200) ia mengatakan, “Mereka diperintahkan agar terus bersabar menghadapi orang-orang kafir sampai mereka bosan sendiri dengan agama mereka.”

Muhammad bin Ka‘b Al-Qurodzi mengomentari ayat ini, “(Maksudnya ayat ini): Beribathlah kalian menjaga musuh-Ku dan musuh kalian sampai ia meninggalkan agamanya dan memeluk agama kalian.”

Dari Sahl bin Sa‘d RA bahwasanya Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

رِبَاطُ يَوْمٍ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا, وَمَوْضِعُ سَوْطِ أَحَدِكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا

“Ribath satu hari di jalan Alloh lebih baik daripada dunia seisinya. Dan tempat cemeti salah seorang dari kalian di jannah lebih baik daripada dunia seisinya.”
(HR. Bukhori dan yang lain)

Sabda beliau dalam hadits di atas serta yang semisal:
“…lebih baik daripada dunia seisinya…”

Ada yang mengatakan makna hadits ini apa adanya.

Ada juga yang berpendapat bahwa maknanya adalah: Ketaatan ini lebih baik daripada dunia seisinya kalau manusia itu memilikinya dan menginfakkanya di dalam ketaatan kepada Alloh Ta‘ala.” Disebutkan oleh Al-Qodhi ‘Iyadh di dalam Syarah Muslim.


Keutamaan Berjaga-jaga (Hirosah) Di Jalan Alloh Ta‘ala

Di dalam Shohih Bukhori dari Abu Huroiroh Radhiallahu anhu dari Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam beliau bersabda,

تَعِسَ عَبْدُ الدِّيْنَارِ وَعَبْدُ الدِّرْهَمِ وَعَبْدُ الْخَمِيْصَةِ إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ, تَعِسَ وَانْتَكَسَ وَ إِذَا شِيْكَ فَلَا انْتَقَشَ, طُوبَى لِعَبْدٍ آخِذٍ بِعِنَانِ فَرَسِهِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ أَشْعَثَ رَأْسُهُ مَغْبَرَّةٌ قَدَمَاهُ, إِنْ كَانَ فِيْ الْحِرَاسَةِ كَانَ فِيْ الْحِرَاسَةِ, وَ إِنْ كَانَ فِيْ السَّقَةِ, إِذَا اسْتَأْذَنَ لَمْ يُؤْذَنْ لَهُ, وَ إِنْ شَفَّعَ لَمْ يُشَفَّعْ

“Celakalah hamba dinar, hamba dirham dan hamba pakaian; jika diberi senang dan jika tidak diberi marah. Celaka dan kembali sakitlah ia, jika tertusuk duri tidak bisa lagi dicabut. Beruntunglah seorang hamba yang mengambil tali kekang kudanya di jalan Alloh, kusut masai rambutnya, berdebu kakinya; jika ia sedang dalam berjaga, ia berjaga, jika ia di garis belakang ia berada di garis belakang, jika ia minta izin tidak diberi izin, jika ia minta tolong tidak diberi pertolongan.”

Dan dari Abdulloh bin ‘Amru Radhiallahu anhu ia berkata:

“Sungguh aku bermalam dalam keadaan berjaga dan ketakutan di jalan Alloh ‘azza wa jalla lebih aku sukai daripada bersedekah dengan seratus hewan tunggangan.”

(HR. Ibnul Mubarok melalui jalur Ibnu Lahi‘ah, hadits ini adalah mauquf.)

Ketahuilah, bahwa berjaga di jalan Alloh ta‘ala termasuk taqorrub terbesar dan ketaatan tertinggi. Ini juga merupakan salah satu ribath paling utama. Dan siapa saja menjaga kaum muslimin pada daerah yang dikhawatirkan akan diserang musuh, maka ia adalah orang yang beribath (muroobith).

Namun tidak sebaliknya; orang yang berjaga di jalan Alloh itu mendapatkan pahala orang yang beribath. Dan masih banyak keutamaan baginya, di antaranya adalah: neraka tidak akan menyentuh mata yang berjaga di jalan Alloh selama-lamanya.

Dari Ibnu ‘Abbas RA ia berkata: Aku mendengar Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

عَيْنَانِ لَا تَمَسَّهُمَا النَّارُ عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ, وَ عَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِي سَبِيْلِ اللهِ

“Dua mata yang tidak akan disentuh api neraka: mata yang menangis karena takut kepada Alloh, dan mata yang bermalam karena berjaga di jalan Alloh.”
(HR. Tirmizi dan ia berkata, hadits hasan)

Dan dari Abu Huroiroh ra bahwasanya Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Ada tiga mata yang tidak akan disentuh api neraka:
mata yang tercungkil di jalan Alloh, mata yang berjaga di jalan Alloh dan mata yang menangis karena takut kepada Alloh.”

(HR. Al-Hakim dari jalur ‘Umar bin Rosyid Al-Yamani, ia berkata: Isnadnya shohih)


Keutamaan Luka Di Jalan Alloh Ta‘ala

Dari Abu Huroiroh RA dari Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam beliau bersabda,

مَا مِنْ مَكْلُومٍ يُكْلَمُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ – وَ اللهُ أَعْلَمُ بِمَنْ يُكْلَمُ فِيْ سَبِيْلِهِ – إِلَّا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَ كَلْمُهُ يُدْمَى, اَللَّونُ لَوْنُ الدَّمِ وَ الرِّيْحُ رِيْحُ مِيْكٍ

“Tidaklah seorang terluka di jalan Alloh –dan Alloh lebih tahu siapa yang terluka di jalan-Nya— kecuali ia datang pada hari kiamat sedangkan lukanya mengucur; warnanya warna darah, aromanya aroma misik.”

Dalam redaksi lain, “Setiap luka yang dialami seorang muslim di jalan Alloh, pada hari kiamat kelak ia seperti apa adanya ketika ia tertikam; ia masih mengalirkan darah, warnanya warna darah dan aromanya aroma misik.”
(HR. Bukhori dan Muslim, lafadznya adalah milik Muslim)

Sedangkan kata Al-Kalmu (dengan kaf fathah dan lam sukun) artinya adalah luka.
Sedangkan Al-‘Arfu (dengan ‘ain fathah dan ro’ sukun) artinya adalah aroma.
Sedangkan sabda beliau: “Yats‘abu…” (dengan tsa’ sukun, ‘ain fathah dan diakhiri dengan ba’) maknanya adalah mengucur sebagaimana terdapat dalam riwayat  lain.

Ibnu Daqiq Al-‘Id berkata di dalam Syarh Al-‘Umdah, “Datangnya luka pada hari kiamat bersamaan dengan mengalirnya darah mengandung dua hal: Pertama, sebagai saksi atas lukanya. Kedua, menampakkan kemuliaannya kepada para penduduk mahsyar yang menyaksikan aroma misik dan kesaksian terhadap kebaikan di sana.”

Dan dari Mu‘adz bin Jabal RA dari Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam beliau bersabda,

“Barangsiapa berperang di jalan Alloh sebentar saja, maka sungguh wajib baginya surga. Dan siapa yang memohon dengan jujur agar terbunuh kepada Alloh kemudian ia mati atau benar-benar terbunuh, maka sesungguhnya bagi dia pahala syahid. Dan barangsiapa yang terluka di jalan Alloh atau terkena satu marabahaya maka ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan yang paling deras, warnanya adalah warna za‘farôn dan aromanya adalah aroma misik. Dan barangsiapa yang keluar bisul di jalan Alloh, maka ia akan mengenakan cincin para syuhada.”

(HR. Abu Dawud dengan isnad hasan, lafadznya milik dia, Tirmizi: ia berkata, hadits hasan shohih, An-Nasa’i serta Ibnu Majah)

Dan perlu diketahui, orang yang terluka di jalan Alloh tidaklah merasakan sakit dari luka tersebut sebagaimana dirasakan oleh orang lain.

Ada hadits shohih menyebutkan bahwa orang yang terbunuh di jalan Alloh tidak merasakan sakit ketika mati, kecuali hanya seperti gigitan semut. Jika begini keadaan orang yang terbunuh, maka bagaimana orang yang tidak sampai terbunuh, yaitu hanya terluka. Ini adalah fakta, tidak akan ditentang kecuali oleh orang yang belum membuktikannya.

Cerita tentang orang yang terluka tidak terlalu sulit diterima akal. Amarah dan emosi jika telah mencapai klimaks dan mendominasi perasaan seseorang, ia akan merasakan kedahsyatan, kekuatan, kesabaran dan ketabahan dalam dirinya, tak terlalu peduli terhadap hal tidak mengenakkan, dan tidak merasakan sakit, padahal sebelum itu ia merasakannya. Bahkan, tak jarang dua orang yang berkelahi sampai kepala salah satunya pecah-pecah, yang terasa menyakitkan serta luka yang parah namun ia tidak merasakannya kecuali setelah selesai dari kejadian yang baru saja ia alami; masing-masing membela diri dan tidak ingin mati. Lantas, bagaimana dengan orang yang kemarahannya meledak karena Alloh, mengorbankan nyawanya untuk Alloh dan berharap memperoleh kesyahidan di sisi-Nya; tentu ia merasa apa yang menimpa dirinya justeru anugerah Alloh.

Dengan kekuatan cahaya imannya, ia menyaksikan apa yang Alloh sediakan bagi para syuhada dan orang-orang yang terluka di jalan-Nya berupa keutamaan besar, sebagai sebuah sesuatu yang nyata, bukan sekedar ilmu (baca: wacana).

Keutamaan Melempar di Jalan Alloh Ta‘ala dan
Dosa Orang yang pernah Mempelajarinya
Lalu Meninggalkannya

Perlu diketahui, belajar melempar –dengan niat berjihad di jalan Alloh ta‘ala—, mengajarkan dan berlomba-lomba dalam melempar merupakan perkara yang dianjurkan dan didorong oleh Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam. Melempar memiliki banyak keutamaan.

Di antaranya, Alloh Ta‘ala memerintahkan melempar sebagai persiapan jihad di jalan Alloh ta‘ala. Alloh ta‘ala berfirman:

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَّااسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ

“Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan yang kalian mampu…”
[Al-Anfal: 60]

Berdasarkan ayat mulia ini sebagian ulama berpendapat bahwa melempar wajib hukumnya, sebab maksud kekuatan di sini adalah melempar sebagaimana disebutkan dalam hadits Shohih Muslim.

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir RA ia berkata: Aku mendengar Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda—saat itu beliau di atas mimbar—,

“Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan yang kalian mampu…”

…ketahuilah, kekuatan adalah melempar, kekuatan adalah melempar, kekuatan adalah melempar.”

Hadits lain adalah riwayat Bukhori dan lainnya dari Salamah bin Al-Akwa‘ RA ia berkata:

Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam melewati satu kaum yang sedang berlomba memanah, beliaupun bersabda, “Melemparlah hai Bani Isma‘il, sesungguhnya ayah kalian adalah jago melempar. Melemparlah, aku bersama Bani Fulan.”

Maka salah satu kelompok tadi menahan tangannya. Melihat itu, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Mengapa kalian tidak melempar?”

kata mereka, “Wahai Rosululloh, bagaimana kami melempar sementara engkau bersama mereka?”

maka beliaupun bersabda,
“Melemparlah, sekarang aku bersama kalian semua.”

Source:
Judul Asli
Kasyful Litsam ‘An Dzirwati Sanamil Islam
Penulis
Asy-Syaikh Ibnu Qudamah An-Najdi
Judul Terjemahan
Jawaban seputar Masalah-Masalah Fikih Jihad
Alih Bahasa
Abu Jandl Al-Muhajir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...