Keutamaan Ribath
(Berjaga-Jaga Di Daerah Perbatasan) Di Jalan Alloh Ta‘ala Dan Keutamaan Orang
Yang Bermalam Dalam Kondisi Ribath
Oleh : Ibnu Qudamah An Najdi
Alloh ta‘ala berfirman:
فَاقْتُلُوا
الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ وَحُذُوْهُمْ وَاحْصُرُوْهُمْ
وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ وَرْصَدٍ
“…maka
bunuhlah orang-orang musyrik di manapun kalian jumpai mereka, kepunglah mereka,
dan intailah mereka dari tempat-tempat pengintaian.”
[At-Taubah:
5]
Alloh ta‘ala juga berfirman:
يَا أَيُّهَا
الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللهَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“…Hai
orang-orang beriman, bersabarlah dan kuatkanlah kesabaranmu dan beribathlah
serta bertakwalah kepada Alloh agar kalian beruntung.”
[Ali
‘Imron: 200]
Mubarok bin Fadholah
mengatakan, aku mendengar Al-Hasan ketika membaca ayat ini: Ishbiruu wa
shoobiruu (Ali Imron: 200) ia mengatakan, “Mereka diperintahkan agar terus
bersabar menghadapi orang-orang kafir sampai mereka bosan sendiri dengan agama
mereka.”
Muhammad bin Ka‘b Al-Qurodzi
mengomentari ayat ini, “(Maksudnya ayat ini): Beribathlah kalian menjaga
musuh-Ku dan musuh kalian sampai ia meninggalkan agamanya dan memeluk agama
kalian.”
Dari Sahl bin Sa‘d RA
bahwasanya Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
رِبَاطُ
يَوْمٍ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا, وَمَوْضِعُ
سَوْطِ أَحَدِكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا
“Ribath satu hari di jalan
Alloh lebih baik daripada dunia seisinya. Dan tempat cemeti salah seorang dari
kalian di jannah lebih baik daripada dunia seisinya.”
(HR. Bukhori dan yang lain)
Sabda
beliau dalam hadits di atas serta yang semisal:
“…lebih baik daripada dunia
seisinya…”
Ada
yang mengatakan makna hadits ini apa adanya.
Ada juga yang berpendapat bahwa maknanya adalah: Ketaatan
ini lebih baik daripada dunia seisinya kalau manusia itu memilikinya dan
menginfakkanya di dalam ketaatan kepada Alloh Ta‘ala.” Disebutkan oleh Al-Qodhi
‘Iyadh di dalam Syarah Muslim.
Keutamaan Berjaga-jaga
(Hirosah) Di Jalan Alloh Ta‘ala
Di dalam Shohih Bukhori dari
Abu Huroiroh Radhiallahu anhu dari Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam beliau
bersabda,
تَعِسَ
عَبْدُ الدِّيْنَارِ وَعَبْدُ الدِّرْهَمِ وَعَبْدُ الْخَمِيْصَةِ إِنْ أُعْطِيَ
رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ, تَعِسَ وَانْتَكَسَ وَ إِذَا شِيْكَ فَلَا
انْتَقَشَ, طُوبَى لِعَبْدٍ آخِذٍ بِعِنَانِ فَرَسِهِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ
أَشْعَثَ رَأْسُهُ مَغْبَرَّةٌ قَدَمَاهُ, إِنْ كَانَ فِيْ الْحِرَاسَةِ كَانَ
فِيْ الْحِرَاسَةِ, وَ إِنْ كَانَ فِيْ السَّقَةِ, إِذَا اسْتَأْذَنَ لَمْ
يُؤْذَنْ لَهُ, وَ إِنْ شَفَّعَ لَمْ يُشَفَّعْ
“Celakalah hamba dinar, hamba
dirham dan hamba pakaian; jika diberi senang dan jika tidak diberi marah.
Celaka dan kembali sakitlah ia, jika tertusuk duri tidak bisa lagi dicabut.
Beruntunglah seorang hamba yang mengambil tali kekang kudanya di jalan Alloh,
kusut masai rambutnya, berdebu kakinya; jika ia sedang dalam berjaga, ia
berjaga, jika ia di garis belakang ia berada di garis belakang, jika ia minta
izin tidak diberi izin, jika ia minta tolong tidak diberi pertolongan.”
Dan
dari Abdulloh bin ‘Amru Radhiallahu anhu ia berkata:
“Sungguh aku bermalam dalam
keadaan berjaga dan ketakutan di jalan Alloh ‘azza wa jalla lebih aku sukai
daripada bersedekah dengan seratus hewan tunggangan.”
(HR. Ibnul Mubarok melalui
jalur Ibnu Lahi‘ah, hadits ini adalah mauquf.)
Ketahuilah, bahwa berjaga di
jalan Alloh ta‘ala termasuk taqorrub terbesar dan
ketaatan tertinggi. Ini juga merupakan salah
satu ribath paling utama. Dan siapa saja menjaga kaum muslimin
pada daerah yang dikhawatirkan akan diserang musuh,
maka ia adalah orang yang beribath (muroobith).
Namun tidak sebaliknya; orang
yang berjaga di jalan Alloh itu mendapatkan pahala orang yang
beribath. Dan masih banyak keutamaan baginya, di
antaranya adalah: neraka tidak akan menyentuh mata yang berjaga
di jalan Alloh selama-lamanya.
Dari Ibnu ‘Abbas RA ia berkata: Aku mendengar Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
عَيْنَانِ لَا
تَمَسَّهُمَا النَّارُ عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ, وَ عَيْنٌ بَاتَتْ
تَحْرُسُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
“Dua mata yang tidak akan disentuh api
neraka: mata yang menangis karena takut kepada
Alloh, dan mata yang bermalam karena berjaga di
jalan Alloh.”
(HR. Tirmizi
dan ia berkata, hadits hasan)
Dan
dari Abu Huroiroh ra bahwasanya Rosululloh Shollallohu
‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Ada tiga mata yang tidak
akan disentuh api neraka:
mata yang
tercungkil di jalan Alloh, mata yang berjaga di jalan Alloh
dan mata yang menangis karena takut kepada Alloh.”
(HR. Al-Hakim dari jalur ‘Umar bin Rosyid
Al-Yamani, ia berkata: Isnadnya shohih)
Keutamaan Luka Di Jalan Alloh
Ta‘ala
Dari Abu Huroiroh RA dari Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam beliau bersabda,
مَا مِنْ
مَكْلُومٍ يُكْلَمُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ – وَ اللهُ أَعْلَمُ بِمَنْ يُكْلَمُ فِيْ
سَبِيْلِهِ – إِلَّا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَ كَلْمُهُ يُدْمَى, اَللَّونُ
لَوْنُ الدَّمِ وَ الرِّيْحُ رِيْحُ مِيْكٍ
“Tidaklah seorang terluka di jalan Alloh
–dan Alloh lebih tahu siapa yang terluka di
jalan-Nya— kecuali ia datang pada hari kiamat sedangkan
lukanya mengucur; warnanya warna darah, aromanya aroma
misik.”
Dalam redaksi lain, “Setiap luka yang dialami seorang muslim di jalan Alloh, pada hari kiamat kelak ia
seperti apa adanya ketika ia tertikam; ia
masih mengalirkan darah, warnanya warna darah dan
aromanya aroma misik.”
(HR. Bukhori
dan Muslim, lafadznya adalah milik Muslim)
Sedangkan kata Al-Kalmu
(dengan kaf fathah dan lam sukun) artinya adalah luka.
Sedangkan Al-‘Arfu
(dengan ‘ain fathah dan ro’ sukun) artinya adalah aroma.
Sedangkan sabda beliau:
“Yats‘abu…” (dengan tsa’ sukun, ‘ain fathah dan diakhiri dengan ba’) maknanya adalah mengucur sebagaimana terdapat dalam riwayat lain.
Ibnu Daqiq Al-‘Id berkata di
dalam Syarh Al-‘Umdah, “Datangnya luka pada
hari kiamat bersamaan dengan mengalirnya darah mengandung
dua hal: Pertama, sebagai saksi
atas lukanya. Kedua, menampakkan kemuliaannya kepada para penduduk mahsyar yang menyaksikan aroma misik dan kesaksian terhadap kebaikan di sana.”
Dan dari Mu‘adz bin Jabal RA
dari Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam beliau bersabda,
“Barangsiapa
berperang di jalan Alloh sebentar saja, maka sungguh
wajib baginya surga. Dan siapa yang memohon dengan
jujur agar terbunuh kepada Alloh kemudian ia mati atau
benar-benar terbunuh, maka sesungguhnya bagi dia pahala
syahid. Dan barangsiapa yang terluka di jalan Alloh atau
terkena satu marabahaya maka ia akan datang pada hari
kiamat dalam keadaan yang paling deras, warnanya adalah
warna za‘farôn dan aromanya adalah aroma misik. Dan
barangsiapa yang keluar bisul di jalan Alloh, maka ia akan
mengenakan cincin para syuhada.”
(HR. Abu Dawud dengan
isnad hasan, lafadznya milik dia, Tirmizi: ia berkata,
hadits hasan shohih, An-Nasa’i serta Ibnu Majah)
Dan perlu diketahui, orang
yang terluka di jalan Alloh tidaklah merasakan sakit dari
luka tersebut sebagaimana dirasakan oleh orang lain.
Ada hadits shohih menyebutkan
bahwa orang yang terbunuh di jalan Alloh tidak
merasakan sakit ketika mati, kecuali hanya seperti gigitan
semut. Jika begini keadaan orang yang terbunuh, maka
bagaimana orang yang tidak sampai terbunuh, yaitu hanya
terluka. Ini adalah fakta, tidak akan ditentang kecuali oleh orang
yang belum membuktikannya.
Cerita tentang orang yang
terluka tidak terlalu sulit diterima akal. Amarah dan
emosi jika telah mencapai klimaks dan mendominasi perasaan
seseorang, ia akan merasakan kedahsyatan, kekuatan,
kesabaran dan ketabahan dalam dirinya, tak terlalu peduli
terhadap hal tidak mengenakkan, dan tidak merasakan sakit,
padahal sebelum itu ia merasakannya. Bahkan, tak
jarang dua orang yang berkelahi sampai kepala salah satunya
pecah-pecah, yang terasa menyakitkan serta luka yang parah namun
ia tidak merasakannya kecuali setelah
selesai dari kejadian yang baru saja ia alami; masing-masing
membela diri dan tidak ingin mati. Lantas, bagaimana
dengan orang yang kemarahannya meledak karena Alloh,
mengorbankan nyawanya untuk Alloh dan berharap memperoleh
kesyahidan di sisi-Nya; tentu ia merasa apa yang menimpa
dirinya justeru anugerah Alloh.
Dengan kekuatan cahaya
imannya, ia menyaksikan apa yang Alloh sediakan bagi para
syuhada dan orang-orang yang terluka di jalan-Nya berupa
keutamaan besar, sebagai sebuah sesuatu yang nyata, bukan
sekedar ilmu (baca: wacana).
Keutamaan
Melempar di Jalan Alloh Ta‘ala dan
Dosa
Orang yang pernah Mempelajarinya
Lalu
Meninggalkannya
Perlu diketahui, belajar
melempar –dengan niat berjihad di jalan Alloh ta‘ala—, mengajarkan dan
berlomba-lomba dalam melempar merupakan perkara yang dianjurkan dan didorong oleh
Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam. Melempar memiliki banyak keutamaan.
Di antaranya, Alloh Ta‘ala
memerintahkan melempar sebagai persiapan jihad di jalan Alloh ta‘ala. Alloh
ta‘ala berfirman:
وَأَعِدُّوا
لَهُمْ مَّااسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ
“Dan persiapkanlah untuk
menghadapi mereka kekuatan yang kalian mampu…”
[Al-Anfal: 60]
Berdasarkan ayat mulia ini
sebagian ulama berpendapat bahwa melempar wajib hukumnya, sebab maksud kekuatan
di sini adalah melempar sebagaimana disebutkan dalam hadits Shohih Muslim.
Dari
‘Uqbah bin ‘Amir RA ia berkata: Aku mendengar Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda—saat itu beliau di atas mimbar—,
“Dan
persiapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan yang kalian mampu…”
…ketahuilah, kekuatan adalah
melempar, kekuatan adalah melempar, kekuatan adalah melempar.”
Hadits lain adalah riwayat
Bukhori dan lainnya dari Salamah bin Al-Akwa‘ RA ia berkata:
Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa
Sallam melewati satu kaum yang sedang berlomba memanah, beliaupun bersabda,
“Melemparlah hai Bani Isma‘il, sesungguhnya ayah kalian adalah jago melempar. Melemparlah,
aku bersama Bani Fulan.”
Maka salah satu kelompok tadi menahan tangannya.
Melihat itu, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Mengapa kalian
tidak melempar?”
kata mereka, “Wahai Rosululloh, bagaimana kami melempar
sementara engkau bersama mereka?”
maka beliaupun bersabda,
“Melemparlah, sekarang aku
bersama kalian semua.”
Source:
Judul Asli
Kasyful Litsam ‘An Dzirwati Sanamil
Islam
Penulis
Asy-Syaikh Ibnu Qudamah An-Najdi
Judul Terjemahan
Jawaban seputar Masalah-Masalah Fikih Jihad
Alih Bahasa
Abu Jandl Al-Muhajir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar