SAUDARA KANDUNG
PARA MUHAJIRIN
OLEH UMMU SUMAYYAH
AL-MUHAJIRAH
Dengan
nama Allah yang telah menurunkan ayat bagi para muhajirah, dan memeliharanya di
dalam Al-Quran hingga hari Kiamat, Shalawat dan salam semoga tercurah atas imam
para mujahidin, orang yang paling dicinta oleh kaum anshar dan muhajirin, dan
atas para keluarga, shahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik
hingga hari pembalasan. Amma ba’du:
Maka
sesungguhnya, di saat hijrah di jalan Allah adalah perkara yang sangat agung,
maka Allah menurunkan sebuah ayat: (Dan orang-orang yang pertama kali
masuk Islam dari kalangan muhajirin dan Anshar, dan orang-orang yang
mengikutinya dengan baik, maka Allah meridhoi mereka dan mereka ridho kepada
Allah, dan Allah mempersiapkan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, itulah kemenangan yang agung)
[At-Taubah: 100]. Demikian juga, seandainya bukan karena hijrah tentulah Nabi
tidak akan memberikan permisalan kepada kita dengan sabdanya ‘Setiap amal
itu tergantung dari niatnya’, di mana beliau bersabda: “Maka
siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan
Rasul-Nya”. Hijrah dari Makkah ke Madinah juga telah
menjadi moment besar dan titik perubahan paling berpengaruh dalam misi
kenabian, dia juga mengandung pelajaran yang sangat berharga, sehingga dia telah
menjadi kejadian paling agung dalam sejarah Islam, dan dengan alasan ini dia
menjadi dasar penanggalan dalam kalender Islam.
Hijrah
di jalan Allah bertujuan untuk menyelamatkan diri dari fitnah, lantaran takut
terjatuh ke dalamnya, dan menyelamatkan agama, karena terbiasa melihat
kekufuran dan kesyirikan tanpa sedikitpun tergugah untuk merubahnya terkadang
akan mematikan hati, sehingga tidak merasakan lagi perasaan Islam dan
pemeluknya. Begitu juga di antara tujuan hijrah adalah untuk memperkuat barisan
kaum muslimin dan membantu mereka untuk berjihad melawan musuh-musuh Allah dan
juga musuh mereka.
Dan
hijrah, menurut definisi yang disebutkan oleh Imam Ibnu Qudamah adalah “MENINGGALKAN
DARUL KUFR MENUJU DARUL ISLAM” [Al-Mughni].
Syaikh Sa’d bin Atiq (rahimahullah) berkata, “Berpindah dari tempat syirik dan
maksiat menuju negeri Islam dan ta’at” [Ad-Durar As-Saniyyah]. Dan Darul Islam
Adalah negeri yang diatur oleh kaum Muslimin dan berlaku di dalamnya
hukum-hukum Islam, sehingga yang menjadi penentu adalah kaum muslimin, walau
terkadang mayoritas masyarakatnya adalah kafir, sedangkan Darul Kufr adalah
negeri yang diatur oleh orang-orang kafir, berlaku di dalamnya hukum-hukum
kafir dan yang menjadi penentu adalah orang-orang kafir, walaupun mungkin mayoritas
masyarakatnya adalah muslim.
Adapun
hukum hijrah, yaitu dari darul kufr menuju darul Islam, adalah Wajib.
Allah berfirman {Sesungguhnya orang-orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat
dalam keadaan menzalimi diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya,
"Dalam keadaan bagaimana kamu ini?" Mereka menjawab, "Kami
orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Mereka (para malaikat)
bertanya, "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di
bumi itu?" Maka orang-orang itu tempatnya di neraka Jahannam, dan Jahannam
itu seburuk-buruk tempat kembali} [An-Nisa-97].
Imam
Ibnu Katsir – rahimahullah – berkata: “Ayat ini menunjukkan kewajiban hijrah
secara umum, maka setiap yang tinggal di antara masyarakat musyrik, dan dia
sanggup untuk hijrah, dan tidak bisa leluasa menjalankan agamanya, maka dia
berarti telah dzalim terhadap dirinya sendiri dan telah melakukan perbuatan
haram secara ijma’, telah diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanadnya dari
Samurah bin Jundab (radhiyallahu anhuma) bahwa Rasulullah (shallallahu ‘alaihi
wa sallam) bersabda; “Barangsiapa yang bercampur baur bersama orang-orang
musyrik atau tinggal bersama mereka maka sesungguhnya dia seperti mereka”.
Dan
seandainya tidak ada dalil-dalil lain atas wajibnya hijrah kecuali hadits-hadits
Rasulullah (shallallahu alaihi wa sallam): “Tidak
akan terputus HIJRAH hingga terputusnya taubat, dan tidak akan terputus taubat
hingga matahari terbit dari barat” [diriwayatkan oleh Abu
Dawud dari Mu’awiyah radhiyallahu anhu] dan “Tidak akan terputus hijrah selama
masih ada jihad” [Diriwayatkan oleh Ahmad], dan “Aku berlepas diri dari seorang
muslim yang tinggal di antara orang-orang musyrik” [Diriwayatkan oleh
At-Tirmidzi dan Abu Dawud], dan “TIDAK AKAN TERPUTUS HIJRAH SELAMA MUSUH MASIH DIPERANGI” [DIriwayatkan oleh Ahmad dan Nasa`i], jika
kita tidak memiliki dalil-dalil kecuali hadits-hadits ini, maka ini semua telah
cukup dan memadahi untuk menolak syubhat orang-orang yang membuat ragu dan
kedustaan orang-orang yang membuat khawatir.
Dan
hukum ini wajib atas wanita sebagaimana dia wajib atas laki-laki, di mana Allah
Ta’ala ketika mengecualikan orang-orang yang tidak sanggup berhijrah, Dia
mengecualikan orang-orang yang tidak sanggup dari kalangan wanita sebagaimana
mengecualikan orang-orang yang tidak sanggup dari kalangan laki-laki. Allah
berfirman; {Kecuali orang-orang lemah dari laki-laki, wanita dan
anak-anak yang tidak berdaya dan tidak mengetahui jalan, maka mereka itu
mudah-mudahan Allah memaafkannya. Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun}
[An-Nisa: 98-99]. Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda; “Wanita
adalah saudara kandung laki-laki” [diriwayatkan oleh Abu Dawud, At-Tirmidzi dan
Ibnu Majah].
Dan
hari ini, setelah kaum muslimin menegakkan sebuah daulah yang berhukum dengan
Al-Quran dan Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dengan wilayah
kekuasaan yang terbentang lebih luas dari beberapa Negara bentukan Sykes Pycot,
dan para tentaranya telah mengembalikan tentang khilafah yang dijanjikan dengan
tajamnya pedang bukan dengan sikap pasif, maka menguatlah alur hijrah sehingga
setiap hari tidak hanya muhajirin yang berhijrah ke negeri Islam, namun juga
muhajirah, mereka telah bosan hidup di tengah kekufuran dan orang-orangnya,
maka ketika mentari Daulah yang mereka tunggu telah bersinar, mereka pun segera
melesat ke sana, baik secara berkelompok maupun secara sendiri-sendiri, dari
berbagai penjuru bumi, timur dan baratnya, berbagai warna kulit dan bermacam
bahasa namun hati mereka bersatu di atas Laa ilaaha illallah, dan aku teringat
di saat aku berhijrah dan aku adalah satu-satunya wanita Arab di tengah-tengah
para akhowat muhajirah.
Jika
pembicaraan tentang muhajirin adalah hal yang menakjubkan, maka membicarakan
saudara mereka dari kalangan muhajirat adalah hal yang lebih menakjubkan!
Berapa banyak kisah yang jika bukan karena aku mendengarnya langsung dari lisan
pelakunya atau melihat langsung dengan mata kepalaku sendiri, maka aku mengira
itu hanya dongeng yang tidak masuk akal dan sesuatu yang mustahil!
Orang-orang
yang tidak suka sering mengatakan bahwa mereka yang berhijrah ke Daulah Islam
adalah kelompok masyarakat pinggiran di negerinya, hidup terlunta-lunta dengan
susah payah antara menganggur, kemiskinan, problem rumah tangga dan gangguan
jiwa, akan tetapi yang aku lihat berbeda dari itu semua! Aku melihat mereka
adalah wanita yang telah mentalak dunia dan datang kepada Rabbnya, aku melihat
para wanita yang zuhud dari kehidupan yang nyaman dan harta yang berlimpah, aku
melihat wanita yang meninggalkan rumah megah dan mobil mewah untuk berlari di
jalan Rabbnya dengan mengatakan di dalam hatinya {Wahai
Rabbku bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu di surga}
[At-Tahrim: 11], aku mengira mereka demikian, dan hanya Allah yang bisa
memastikan.
Mereka
adalah gelas-gelas kaca tetapi jiwa mereka adalah jiwa para ksatria, bahkan
semangat mereka hampir merengkuh angkasa. Ya, mereka adalah para akhawat muwahhidat
yang berhijrah ke pangkuan Daulah Islamiah, mereka telah mewarisi semangat ini
dari ibunda mereka, istri Rasul mereka – shallallahu alaihi wa sallam – ibunda
kaum mukminin; Saudah binti Zam’ah radhiyallahu’anha, wanita yang telah hijrah
ke Habasyah dan ke Madinah dan keluar dari Makkah dengan berbagai kemuliaannya,
bersama sebelas wanita Quraisy lainnya dan tujuh wanita dari suku lain, dan
juga saat hijrah kedua.
Sesungguhnya
kisah hijrah para muwahhidat yang telah dikisahkan kepadaku tidaklah terlepas
dari kesulitan dan ujian, semua dimulai ketika ukhti mengajukan idenya untuk
keluar di jalan Allah, dan tantangan pertama bagi para muhajirah ini tidak lain
adalah keluarga, dan kalian pasti tahu siapa itu keluarga! Kebanyakan keadaan
keluarga mereka adalah orang-orang Islam yang awam, yang ketika mereka
melayangkan ide hijrah maka seakan dia melayangkan sebuah batu karang ke atas
mereka! Ya, seorang wanita adalah kehormatan mereka dan hak mereka untuk
khawatir kepada mereka, akan tetapi mereka tidak khawatir atau takut apabila
ukhti ini akan melakukan perjalanan mereka ke Paris atau London untuk mencari
ilmu yang tidak bermanfaat, bahkan engkau dapati mereka mengharap hal itu,
berusaha membantu dan membanggakannya, tetapi jika tujuannya adalah Daulah
Islamiah, maka semua akan menjadi fuqaha, yang memutuskan ini boleh dan itu
tidak boleh! Dan demi Allah, aku mengenal seseorang yang keluar menemani
suaminya menuju bandara dan tiba-tiba dihentikan oleh tentara thaghut setelah
keluarganya memberikan informasi tentang mereka! Ini kisah wanita yang bersama
mahram, lalu bagaimana yang tidak?
Maka
di sini aku ingin mengatakannya dengan suara paling lantang, kepada orang-orang
yang hatinya sakit berkepanjangan atas kehormatan para wanita yang menjaga
diri, hijrah wanita dari Darul Kufr adalah kewajiban atasnya, baik bersama
mahram atau tanpa mahram, jika dia mengetahui jalan yang relativ aman dan takut
kepada Allah terhadap dirinya, pergi keluar tanpa menunggu siapa pun, pergi
bersama agamanya dan sampai di negeri yang Islam menjadi jaya dan juga
pemeluknya, dan siapa yang ragu akan hal ini maka telitilah kembali kitab-kitab
fiqh dan pendapat para ulama, dan beritahukanlah kami, kepada siapa ayat mulia
ini ditu-runkan?
“Hai orang-orang yang beriman, apabila
perempuan-perampuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji
keimanan mereka, Allah lebih tahu tentang keimanan mereka, dan jika engkau
telah mengetahui tentang keimanan mereka maka janganlah engkau kembalikan
mereka kepada orang-orang kafir”
[Al-Mumtahanah:
10].
Akan
tetapi, orang-orang yang berisik ini tidak sepakat dengan kita dalam hal pokok,
yakni tegaknya Daulah Islamiyyah walau telah terpenuhi syarat dan
legitimasinya, lalu bagaimana mereka mau mendebat kami dalam masalah yang hanya
cabangnya saja, yaitu hijrahnya para wanita tanpa mahram dari Darul Kufr menuju
Darul Islam?! Maka tidak ada yang bisa kami ucapkan kecuali cukuplah Allah bagi
kami, dan Dia adalah sebaik-baik penolong kami dari setiap orang yang
menghalangi para muhajirah walau dengan satu huruf, dan di sisi Allah kelak
akan diputuskan segala peraduan!
Lalu
ukhti kita ini pun berhasil melewati tantangan keluarga, dengan jalan dan
pengawasan dari Allah dan kemudahan dari-Nya, dia harus menempuh perjalanan
panjang dan berat, walau sebenarnya menyenangkan dan penuh kenangan indah, dan
sungguh terkadang kami bertukar kisah dan pengalaman hijrah kami, bertukar
perasaan yang dialami dalam perjalanan hijrah kami, dan seakan-akan kami baru
keluar dari kegelapan menuju cahaya, dari gua yang sempit dan sesak menuju
lembah hijau yang luas, bahkan demi Allah, seakan kami baru saja dibangkitkan
dari kematian! Ya benar, memang ada rasa takut, di sana ada rasa khawatir dan
gelisah, karena mereka yang membenci muwahhid senantiasa terus mengintai, akan
tetapi siapakah yang memberi keteguhan? Siapakah yang memberi rasa aman,
siapakah yang memberikan rasa tenang di hati hamba-hamba yang lemah? Dia adalah
Allah… Raja Diraja!
Aku
pernah bertemu dengan seorang ukhti yang sedang hamil di usia keenam bulan, dia
bersama suaminya berasal dari Inggris, aku sangat heran dengan petualangan
mereka, aku bertanya, “Mengapa engkau tidak menunggu melahirkan bayimu lalu
membawanya dan pergi berhijrah?” dia menjawab; “Tidak, kami tidak bisa lagi
menunggu lebih lama, kami telah meleleh karena rindu dengan Daulah Islam!”
Ada
juga wanita lain yang hijrah bersama suaminya, dia dalam keadaan hamil,
melakukan perjalanan menggunakan mobil dan menyeberangi tiga Negara hingga
sampai di pangkuan Daulah Islamiah, dan Allah menakdirkannya melahirkan
janinnya dalam keadaan meninggal, mungkin karena perjalanan yang cukup berat
yang dia hadapi hingga berpengaruh kepada janinnya. Ya, dia meninggal dan dimakamkan
di Daulah Islamiyyah dan ibunya dalam keadaan senang dan bersyukur – aku
menganggapnya demikan dan hanya Allah yang bisa menghisabnya – ya, dia
meninggal di Daulah Islamiyah dalam keadaan fithrah, dan itu lebih baik dari
pada dia dimatikan dalam keadaan teracuni kurikulum pendidikan thaghut. Betapa
mahalnya hijrah dan alangkah murahnya pengorbanan di jalannya.
Dan
ada juga seorang wanita tua, nenek yang menemaniku dalam perjalanan yang
menyenangkan, dia datang menemani seorang anak lelakinya, seorang anak
perempuannya dan seorang cucunya, dan setelah bercerita panjang lebar apa yang
dia hadapi dari kesulitan dan ujian hingga dia berhasil meninggalkan negerinya,
dia mengatakan; “Putraku telah terbunuh, sehingga aku datang ke sini dengan
anak laki-lakiku yang lain, anak perempuanku dan cucuku!” Allahu Akbar, Engkau
telah membuat lelah orang yang ingin menyaingimu wahai nenek!
Maka
tidaklah jalan kebenaran itu berhamparkan kecuali dengan duri, dan tidaklah
surga itu dikelilingi kecuali dengan sesuatu yang dibenci jiwa, dan di jalan
menuju surga maka tidak ada tempat bagi para penakut dan pengecut!
Jika
aku lupa akan sesuatu, maka aku tidak akan lupa saat-saat aku pertama kali
menginjakkan kaki ini ke tanah Islam yang indah, saat-saat melihat panji
al-‘uqab berkibar gagah! Berapa lama hati ini melihat berhala yang berkibar di
negeri-negeri kufur! Dan checkpoint pertama yang kami lihat, gambaran pertama
tentang tentara Daulah Islam, yang sangat jauh berbeda dengan apa yang ada di
internet dan televisi, kumuh dan berdebu dengan percikan darah dan kotor, tapi
sekarang aku melihatnya dengan mata kepala sendiri, air mataku menetes deras
dan lisanku bertakbir dengan perlahan! Duhai, alangkah banyak kebaikan yang
terhalang untukmu wahai orang yang tetap duduk-duduk dan enggan berangkat
jihad?
Allah
berfirman: {Sesungguhnya orang-orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat dalam
keadaan menzalimi sendiri, mereka (para malaikat) bertanya, “Bagaimana kamu
ini?” Mereka menjawab, “Kami orang-orang yang tertindas di bumi (Mekah).”
Mereka (para malaikat) bertanya, “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu
dapat berhijrah (berpindah-pindah) di bumi itu?” Maka orang-orang itu tempatnya
di neraka Jahanam, dan (Jahanam) itu seburuk-buruk tempat kembali} [An-Nisa: 97].
Ibnu Qudamah (rahimahullah) mengatakan; “Dan ancaman keras ini menunjukkan
bahwa itu adalah wajib” [Al-Mughni].
Namun
ayat ini kemudian didengar oleh telinga para wanita hamba Allah dan
merenungkannya, sehingga tumbuhlah semangat dan dia pun segera berhijrah
meninggalkan negerinya, keluarganya, teman-teman dan cita-citanya demi hidup di
bawah naungan syari’at Islam! Dan setiap kali aku bertanya kepada salah seorang
dari mereka, “Apa yang membuatmu datang ke mari?” selalu aku dengar sebuah
jawaban yang berulang-ulang; “Syari’at Allah” sebuah jawaban singkat namun
jelas dan telah mencakup semua! Sedangkan telinga kaum laki-laki dari
putra-putra kaumku, maka seolah telinga mereka tersumpal sesuatu – kecuali
mereka yang dilindungi Allah – yang ini tertahan oleh dunia, yang itu tertahan
oleh istrinya, dan yang lain mencari fatwa dari para ‘syaikh’ yang menakutkan,
dan berkata; “Hai anakku, tetaplah engkau duduk di sini dan jauhilah olehmu
fitnah”, dan sebagian lagi akalnya terkena tiupan setan sehingga menjadi samar
beberapa hal, sehingga tidak bisa mengetahui kebenaran dari kebathilan, dan
kepadanya aku katakan; “Dua raka’at di tengah malam, beberapa sujud dengan
tulus, doa yang berlinang air mata, dan ‘Ya Allah, perlihatkanlah aku kebenaran
itu sebagai kebenaran dan karuniailah aku kekuatan untuk mengikutinya, dan
tunjukilah aku kebathilan itu sebagai kebathilan dan karuniailah aku kekuatan
untuk menjauhinya”, jika engkau jujur dalam melakukannya maka tidak perlu waktu
lama engkau menunggu.
Sesungguhnya
aku, berapa pun yang aku katakan dan apa yang aku tuliskan, maka aku tidak bisa
memenuhi hak para muhajirat Daulah Islam, andaikan bukan suatu halangan tentu
akan aku tuliskan dengan air mata kisah-kisah mereka, aku pernah melihat dua
wanita yang mengeluarkan anak-anak mereka yang berusia sekitar lima belas
tahunan, di suatu malam ketika perang sedang berkecamuk, dua wanita ini
mendorong anak mereka keluar rumah sambil terus mengucapkan; “Allahu Akbar!
Pergilah ke surga yang luasnya seluas langit dan bumi!” Rabbi! Sesungguhnya
mereka adalah anak-anak mereka, belahan jiwa mereka, akan tetapi tidak ada yang
lebih mahal dari dien ini dan dari umat ini! Ya, mereka adalah para muhajirat
Daulah Islamiyyah dan tidak lebih mulia dari ini, mereka telah mengenal dan faham
dengan Haritsah yang berada di Firdaus lewat persaksian pemimpin para manusia,
(shallallahu alaihi wa sallam), - demi ayah dan ibuku sebagai tebusannya –
“Sungguh Haritsah telah meninggal pada saat perang Badar, dan ketika itu
usianya masih muda, ibunya datang menemui Nabi (shallallahu alaihi wa sallam)
dan berkata; “Wahai Rasulullah, engkau tahu kedudukan Haritsah di hatiku, jika
dia sekarang berada di surga maka aku akan bersabar dan mengharap pahala Allah,
jika sebaliknya maka Engkau akan melihat apa yang akan aku perbuat”. Maka
Rasulullah (shallallahu alaihi wa sallam) bersabda; “Kasihan engkau… apakah
engkau telah kehilangan fikiran, apakah engkau kira hanya satu surga? Sungguh
itu adalah surga-surga, dan sesungguhnya dia ada di surga Firdaus”. [Shahih
Al-Bukhari].
Di
sini, aku ingin berbisik di telinga setiap ukhti muhajirah, yang diuji dengan
kehilangan suami di medan juang di Daulah ini; “Teguhlah wahai saudari ku,
bersabarlah dan berharaplah akan pahala Allah, dan janganlah, sekali lagi
janganlah engkau berfikir untuk kembali ke bumi para thaghut, dan ketahuilah
bahwa engkau juga memiliki akhawat yang juga telah diuji dengan ujian seperti
ujianmu, dari terbunuhnya suami, ada yang diamputasi, ada yang lumpuh, ada juga
yang tertawan musuh, akan tetapi mereka tetap teguh laksana gunung yang
menjulang, tidaklah ujian itu semua kecuali membuat mereka semakin sabar dan
kuat, dan janganlah engkau lupa bahwa balasan itu sesuai dengan kadar ujian,
dan “Sungguh mengherankan urusan seorang mukmin,
sesungguhnya seluruh urusannya adalah kebaikan, dan itu tidak terjadi pada
seorang pun kecuali pada seorang mukmin, jika dia mendapat kesenangan dia
bersyukur, dan itu baik untuknya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia bersabar,
dan itu juga baik untuknya” [Shahih Muslim].
Ini
adalah jalan para mukminat yang bersabar, tidak seperti para lelaki gadungan
yang masih saja kita lihat digembosi oleh apa yang disebut ‘Minbar Tauhid wa
al-Jihad’ yang menyeru untuk mengeluarkan para wanita dari wilayat Ninawa yang
diberkahi.
Dan
kepada mereka yang masih mengenakan pakaian nasihat dari minbar mukhadzil itu,
aku katakan: “Engkau berkata dengan kedustaan atas kekhawatiran kalian kepada
para wanita muwahhidat, padahal mereka sendiri tidak takut kecuali hanya kepada
Allah semata, jika engkau masih memiliki kebaikan tentu engkau telah mengenakan
pakaian perang untuk membela umat dan datang untuk beribath di perbatasan Mosul
untuk melindungi ‘akhawatmu’, akan tetapi jauh dan jauh sekali…semoga Allah
memburukkan turban para wanita PKK, mereka justru lebih jantan dari mereka!
Dan
akhir dari doa kami adalah segala puji hanya milik Allah, Shalawat dan salam
semoga tercurah atas sayyidina Muhammad, dan atas keluarga dan seluruh
shahabatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar