DAN TERHADAP NIKMAT DARI
TUHANMU
HENDAKLAH ENGKAU
NYATAKAN
(AD-DUHA:
11)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang diberi nikmat, kemudian dia
menyebutnya, sungguh ia telah bersyukur. Dan jika ia menyembunyikannya, sungguh
ia telah mengingkarinya”
[Shahih:
HR. Abu Dawud dari Jabir Ibnu ‘Abdillah].
Al-Hasan Ibnu ‘Ali radhiallahu anhu berkata, “Jika engkau memperoleh nikmat / kebaikan,
maka ceritakanlah kepada
saudara-saudaramu.” Umar Ibn’ abdil-Aziz rahimahullah (wafat 101 H)
mengatakan, “menceritakan nikmat merupakan wujud rasa syukur.” Abu Nadrah rahimahullah (wafat
108 H) mengatakan,” kaum Muslimin
biasanya memandang bahwa menceritakan tentang nikmat merupakan perwujudan
terima kasih atasnya.” Al-Hasan al-Basri
rahimahullah (wafat
110 H) mengatakan, “Biasakanlah untuk menceritakan
nikmat, karena itu adalah bagian dari rasa syukur.” Qatadah rahimahullah (wafat
118 H) mengatakan, “menyebarkan kabar baik tentang sebuah nikmat adalah bagian
dari terima kasih atasnya.”
Al-Jariri rahimahullah (wafat 144 H) dan Yahya
Ibnu Sa’id rahimahullah
(wafat
143 H) keduanya berkata, “Dahulu dikatakan bahwa menghitung nikmat-nikmat itu
adalah bagian dari rasa syukur.” Al-Fudayl Ibn ‘Iyad rahimahullah (wafat
187 H) mengatakan, “Dahulu dikatakan bahwa membicarakan nikmat adalah bagian
untuk menunjukkan terima kasih atasnya.” Ibn Abi al-Hawari mengatakan,” Fudhail
bin Iyadh dan Sufyan bin Uyainah, keduanya duduk bersama di malam hari hingga
pagi. Sufyan mengatakan, ”Allah telah menganugerahkan kepada kita ini dan itu,
Dia telah menolong kita tatkala ini dan itu..” Begitupun halnya dengan Fudhail”
Kenikmatan terbesar yang diberikan kepada kaum Muslimin
pada umumnya dan untuk para mujahidin khususnya adalah Kebangkitan
Khilafah, tubuh umat islam yang telah absen selama beberapa abad
sejak runtuhnya khilafah Abbasiyah. Tidak ada yang dapat menyadari dan memahami
nikmat ini melebihi mereka yang pernah hidup di negara tentara salib di Barat,
atau penduduk syam yang pernah tersiksa oleh Baath dan tawāghīt Nusayrīah, atau
penduduk Syam yang dijarah oleh murtadin dari Tentara pembebasan Suriah (FSA)
dan sekutu nasionalisnya. Ya, kebangkitan kembali Khilāfah adalah nikmat
yang tidak terbantahkan bagi mereka yang berusaha dan mengupayakannya, sehingga
mereka bersyukur kepada Allah atasnya, dan ia tidak akan pernah bisa berhenti
mengucapkan rasa syukur ini kepada-Nya.
Salah satu contoh dari Dawud (’alayhis-salam) yang
diriwayatkan bahwa ia telah berkata, “Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa bersyukur atas
nikmat-Mu sementara aku saya tidak bisa bersyukur kecuali dengan nikmat-Mu”
kemudian Allah mewahyukan kepadanya, “Wahai Dawud, tidakkah engkau mengetahui
bahwa nikmat yang engkau miliki itu adalah dari-Ku?” Dia menjawab,” Tentu saja
Tuhanku.” Allah berkata kepadanya,” Aku Puas dengan rasa syukur seperti itu
darimu” [HR Imam Ahmad dalam “Az- Zuhd”].
Kami juga memiliki contoh dari Musa ‘alayhis-salam yang
diriwayatkan bahwa ia telah berkata, “Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa bersyukur
sementara aku tidak mampu mengganti nikmat terkecil dari nikmat yang telah
Engkau berikan kepadaku dengan semua amalku?” Maka Allah berfirman kepadanya,
“wahai Musa, sekarang engkau telah bersyukur kepada-Ku” [HR Imam Ahmad dalam
“Az-Zuhd”].
Ya, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberkahi kita dengan menghidupkan
kembali Khilafah bagi kita melalui
tentara dari Negara Islam. Dia juga memberkahi kita dengan meng-izin-kan kita
untuk bersyukur kepada-Nya atas nikmat yang besar ini. Dan tidaklah semua ini tercapai kecuali atas kehendak-Nya sendiri.
Keterasingan
Keterasingan adalah suatu kondisi
dimana Muslim yang tinggal di Barat yang tidak dapat melarikan diri selama dia
tetap berada diantara pasukan salib. Dia adalah orang asing di antara orang Kristen
dan kaum liberal. Ia adalah orang asing di antara pezina dan pelaku sodomi. Dia
adalah orang asing di antara pemabuk dan pecandu obat-obatan. Dia adalah orang
asing dalam iman dan perbuatannya, yang ketulusan dan penyerahan dirinya hanya untuk
Allah Subhanahu wa Ta’ala saja, sedangkan orang-orang kafir dari Barat mereka
menyembah dan mentaati pendeta, badan legislatif, media, nafsu kebinatangan
serta keinginan menyimpang mereka. adalah aneh Bagi mereka jika ada seseorang
yang memanifestasikan penyerahan diri secara tulus untuk Tuhan-Nya dalam kata
dan perbuatan. Sungguh aneh orang yang bekerja untuk akhirat dan lebih mempropritaskannya
daripada dunia. Sungguh aneh ketika seseorang tidak memburu nafsunya seperti
binatang atau bahkan percobaan atas keinginannya yang menyimpang seperti setan!
Mereka seperti kaum Sodom yang terkutuk yang mengatakan tentang Luth
‘alayhis-salam, {”Usirlah mereka (luth dan pengikutnya) dari negerimu ini,
mereka adalah orang yang menganggap dirinya suci”} [Al- A’raf: 82].
Penyimpangan yang merata ini -sebagaimana dinubuatkan
dalam Sunnah- bertentangan dengan fitrah dari manusia, apalagi Muslim yang
telah dianugerahi oleh Tuhannya untuk menggenggam erat fitrah dari ketulusan,
kemurnian, dan moralitas. Dan meskipun orang Mu’min yang asing ini diberkahi
dalam Sunnah dari Rosululloh, seorang Mu’min tidak akan membuat Islam menjadi aneh.
Kecuali jika ia berusaha untuk menghidupkan kembali dan menyebarkan Islam serta
membuat jahiliyyah terancam atau malah melenyapkannya. Dengan demikian, Muslim
di Barat selalu berada dalam pertempuran yang terus-menerus. Fitrahnya selalu
berperang melawan kecenderungan
menyimpang kuffar yang mengelilinginya.
Pertempuran yang tidak mengenal gencatan senjata untuk melindungi
fitrah dan imannya. Jika dia ingin melindungi iman yang hanya sebesar biji sawi
yang telah dikaruniakan kepadanya, ia harus menguras tenaganya semaksimal
mungkin untuk hanya tetap bertahan sebagai seorang Muslim saja, apalagi untuk menjadi
seorang Mu’min yang berjihad?. Jika ia meninggalkan perjuangan atau hanya
sesekali saja, ia akan segera menemukan dirinya sebagai seorang murtad.
Kesulitan lain yang ada di Barat adalah bahwa pada
umumnya tidak ada masjid yang berdiri kecuali masjid Dhirar atau masjid yang dijalankan
oleh Ikhwan, para sufi, para Madākhilah, Surūriyyah, Jama’ah Tabligh,
Deobandis, dan modernis yang menyimpang. Hampir tidak ada Masjid di mana
seseorang dapat mencari perlindungan dari bid’ah dan dimiliki oleh komunitas
orang-orang “asing”. Jika disana ada dakwah yang lurus, maka akan bertentangan dengan
pihak menyimpang yang mengendalikan “Masjid” itu.
Secara umum, ini adalah kasus yang paling sering ditemui
oleh seorang Muslim ketika tinggal di Barat. Ia merasa dirinya orang asing dan
selalu mencari tempat di mana ia dapat mengamalkan Islam secara menyeluruh,
terutama jika ia berharap untuk berjihad, maka ia akan berada dalam ancaman dan
penganiayaan badan intelijen tentara salib. Dia tidur setiap malam dengan pisau
atau pistol di sampingnya, khawatir akan ada enggerebekan pada malam atau dini
hari dirumahnya, hanya karena ia selalu engingatkan dirinya dan orang lain
dengan kewajiban dari jihad.
Ini adalah apa yang saya rasakan di Barat dan karenanya
saya lari bersama agama saya menuju Syam beberapa tahun sebelum “Revolusi
Suriah”.
“Saya langsung merasakan perbedaan ketika berada diantara
orang-orang Syam. Saya tidak lagi merasa asing untuk hanya melaksanakan beberapa
kewajiban Islam yang mungkin akan menciptakan gelombang hebat bila dikerjakan
di Barat. Tapi masih banyak yang kurang di Suriah ini. Memiliki jenggot akan
memunculkan kecurigaan dari aparat keamanan murtadin. Mengangkat tangan sebelum
dan sesudah ruku’ juga menarik perhatian mereka karena mereka akan menuduh Anda
salafi. Mencari ilmu agama juga memicu kecurigaan mereka. Niat untuk berjihad
juga suatu kejahatan. Permusuhan terhadap taghut juga kejahatan. Takfir kepada
Rafidhah, Nusayriyyah, dan Baath adalah kejahatan juga. Dan aku terus merasa
asing di Syam, meskipun kadar dan sifat keterasingannya masih kurang parah
dibanding di barat. Di sana, kerabat dan teman hanya berbicara tentang Dunia.
Lidah mereka sibuk dengan harga barang pokok dan dekorasi rumah mereka. Bila
tidak, mereka akan saling memfitnah. ‘Aqidah dan jihad merupakan hal yang asing
untuk sebagian besar masyarakat.
Mereka telah dirusak oleh “agama” yang dipelihara oleh
“ulama” rezim pemerintah dan “agama satelit”. Aku harus berdebat dengan beberapa
orang yang berpikir bahwa Jamal Abdil Nasir, Bashar al-Asad, Nasserites,
Baathists, dan tawāghīt Arab dan Murtaddin lainnya adalah “Muslim”! Aku harus
berdebat dengan orang yang berpikir bahwa Rafidhah, Hasan Nasrullāt, dan Hizb
al-lat adalah “Muslim” atau bahkan “Mujahidin”! yang paling parah adalah ketika
saya harus berdebat dengan orang-orang yang berpikir bahwa Nusayriyyah adalah
“Muslim”! Aku bahkan harus berdebat dengan beberapa yang berpikir bahwa mencari
syafaat dari orang mati atau mengutuk agama itu benar-benar hal “normal”! Ini
sangat mengejutkan, mengingat saya selalu memiliki asumsi yang baik tentang
orang-orang yang tinggal di negeri-negeri Muslim’ dan mengasumsikan bahwa
tawāghīt murtad tidak akan berhasil merusak agama kecuali orang yang bodoh
saja. Suasana disana juga sedikit berbahaya, itu karena Dunia yang
diprioritaskan oleh kebanyakan orang sehingga mengikis perjuangan seseorang untuk
berjihad. Itu adalah keterasingan lainnya yang harus saya hadapi.
Beberapa tahun kemudian, saya mengamati “Musim Semi Arab”
yang melompat dari Tunisia ke Mesir ke Libya dan ke Yaman. Saya berharap bahwa
kekacauan yang ditimbulkan oleh “Musim Semi Arab” akan datang ke Syam, karena
itu akan memudahkan kebangkitan jihad di sana. Pada saat yang sama, saya
berpikir bahwa orang-orang syam tidak akan bergerak karena banyaknya pembantaian
atas orang Syam yang telah dilakukan oleh Rezim selama awal “1980” di Halab,
Hamah, Tadmur, Jisr ash-Shughūr, dan tempat lain, dan juga karena agama mereka
telah dirusak selama lima puluh tahun pemerintahan Baath, itu selain kecondongan
mereka kepada dunia. Tapi ternyata Aku salah, karena beberapa pemudalah yang
memulai pergerakan, mereka yang hanya mendengar pembantaian ini dalam cerita
dari orang tua untuk menakut-nakuti mereka agar bersikap apatis. Saya bertemu dengan
beberapa pemuda ini, lalu bekerja sama dengan mereka yang religius, dan
memperoleh wawasan langsung di dalam sifat demonstrasi ini.
Sayangnya, sebagian besar demonstran tidak berdiri diatas
dasar Islam. Kebanyakan mereka sekularis yang menyerukan adanya taghut baru
dalam demokrasi, yang ikut mengucapkan “Allahu Akbar” hanya karena latar
belakang dan budaya tempat mereka dibesarkan, dan bukan karena mereka meyakini
bahwa Allah maha besar dan memiliki hak mutlak dalam membuat undang-undang.
Banyak dari mereka yang menghadiri Shalat tarawih atau Jumat hanya untuk
bergabung dengan demonstran, tapi sebaliknya, mereka tidak memiliki hubungan
apapun dengan sholat ataupun Masjid. Saya sendiri harus berdebat dengan
sekuleris yang datang menghadiri pemakaman seorang pria yang bermanhaj jihadi
yang meninggal di dalam penjara Rezim Nusayrīah. Saya mengatakan kepada sekuleris
sesaat sebelum pemakaman: “Saya menasehatkan kepada Anda untuk bertobat dari
sekularisme sebelum pemakamanmu. Jika tidak, maka bila Anda mati Anda akan
berada didalam neraka.” Dia tidak mendengarkan nasehat saya, dia malah
berteriak dan berpendapat bahwa nasionalisme Suriah dan pemisahan agama dan
negara bukanlah sekularisme! Ini karena pemikiran bodoh yang menyimpulkan bahwa
sekularisme adalah kata lain dari atheisme.
Pada insiden berikutnya, aku akhirnya di penjara untuk
beberapa waktu setelah tertangkap oleh murtad Shabīhah. Aku berada di sebuah
ruangan dengan enam puluh tahanan yang semuanya juga ditangkap karena terkait
dengan demonstrasi. Sayangnya, tidak lebih dari sepuluh orang yang shalat lima
waktu dari enam puluh tahanan itu! di antara tahanan tersebut tidak sedikit
yang mengutuk agama. Dan masa penahanan saya hanya seminggu, Alhamdulillah.
Di antara para demonstran, ada juga orang-orang yang
berpikiran “Islam” yang mengakui bahwa Burhan Ghalyūn dan Dewan Nasional Suriah
adalah kafir, tapi ia mengklaim bahwa itu bukan waktu yang tepat utuk
menyatakan takfir kepada mereka! (Ada juga pengklaim jihad online yang
mengatakan bahwa ini bukanlah waktu yang tepat untuk jihad karena itu akan
merusak citra “revolusi”). Sekali lagi, ini adalah keterasingan baru yang harus
dihadapi.
Sebagaimana demonstran menjadi lebih militan,
slogan-slogan yang diangkat oleh berbagai nasionalis dan sekuleris juga menjadi
lebih militan. Kehadiran Negara Islam di arena -pertama kali bernama “Jabhat
an-Nusrah,” kemudian bernama Negara Islam Irak dan Syam (sebelum kebangkitan
dari Khilafah)- memaksa penggambaran politik dan agama di Syam bergeser.
Sekularis dan nasionalis sekarang berada dalam perlombaan propaganda dengan Mujahidin.
Tentara Pembebasan Suriah (FSA), faksi yang didukung taghut, dan semua faksi
proxy dari tentara salib juga berusaha menarik simpati dari masyarakat awam di
Syam, yang pada umumnya jahil atas hukum Islam dan tidak menyukai sekulerisme.
Sangatlah sulit untuk meyakinkan seorang Muslim atau bahkan orang awam bodoh
pengklaim islam untuk memilih yang terbaik diantara terbunuh demi sedikit uang
atau mendapatkan sebuah tempat di dekat Allah di surga. Dan begitu banyak sekularis
dan nasionalis menjadi lebih “Islam” (permukaannya saja), dan beberapa dari
mereka bahkan bergabung dan menyusup ke beberapa faksi yang lebih “Islami”.
Sebelum memiliki kesempatan untuk bergabung dengan Negara
Islam yang telah memasuki Syam dengan nama “Jabhat an-Nusrah”, Aku telah
bertempur di beberapa pertempuran bersama beberapa faksi lokal yang mengaku
memperjuangkan Syari’ah; dan itu sebelum bantuan dari luar negeri yang
menyebabkan kemunafikan mereka muncul ke permukaan. Nasionalisme dan kebanggaan
lokal telah mengakar dan hal ini tidak bisa mereka hilangkan dari diri mereka
sendiri. Mereka yang berasal dari pedesaan selalu sesumbar dengan bangga bahwa
mereka dari pedesaan dan bukan dari kota. Mereka yang dari suatu kampung akan
selalu membanggakan bahwa mereka berasal dari kampung itu dan bukan kampung
lainnya. Merokok di bulan Ramadhan adalah salah satu kebiasaan diantara pejuang
ini. Tidak jarang mereka mengutuk agama ketika marah. Perampokan rakyat biasa dan
pencurian rampasan perang semakin menyebar. Saya lalu menyadari bahwa mereka
adalah calon Sahawat yang menunggu sponsor untuk mengaktifkan mereka.
Alhamdulillāh, saya bisa bergabung dengan Negara Islam, yang waktu itu disebut
“Jabhat an-nusrah”. Dengan demikian, beban berat keterasingan cukup berkurang.
Tapi itu bukanlah pemberhentian terakhir. Kami
dikelilingi oleh tentara murtad FSA dan faksi munafik yang bersembunyi sambil menunggu
untuk mengumumkan wala mereka untuk demokrasi dan tawāghīt. Setiap Muhajir yang
dicari oleh tentara salib atau tawāghīt sangat berhati-hati akan kemunafikan
ini, karena tidak ada hal yang dapat mencegah mereka dari menangkap dan
menyerahkannya kepada kuffar. faksi Munafik ini selalu menyebabkan masalah bagi
Muhajirin, seolah-olah mereka diperintahkan untuk melakukannya oleh tentara
salib dan tawāghīt. Itu adalah bentuk lain dari keterasingan yang harus saya
hadapi.
Kepemimpinan Negara Islam sangatlah bijaksana dan
memerintahkan untuk beroperasi dengan nama “Jabhat an-Nusrah” yang secara umum
bersih dari faksi menyimpang. Tapi banyak Pemimpin di “Jabhat an-Nusrah” yang
dari Suriah telah mendekatkan diri dengan faksi yang menyimpang, hanya karena
mereka memiliki hubungan kerabat atau mantan rekan di faksi tersebut. Mereka lalu
menjadi sensitif dengan konsep wala’ dan bara’ serta sam’u (mendengarkan) dan
tā’ah (mematuhi). Mereka membenci kritik kepada faksi-faksi itu. Mereka
mengeluhkan perintah dari pemimpin Negara Islam untuk menghindari - sebanyak
mungkin- kerjasama dengan faksi yang menyimpang.
Mereka mengkritik perintah untuk memisahkan diri dari
faksi-faksi itu. Mereka bahkan menjadikan kehadiran Muhajirin sebagai kambing
hitam atas semua masalah antara “jabhah” dan faksi-faksi lain. Mereka mencoba
untuk membatasi kehadiran Muhajirin secara Perlahan-lahan. Dan perintah ini diberikan
oleh Abu Ahmad Zakkūr Di Halab -mantan pemimpin wilayah Halab yang ditunjuk
oleh Jawlānī. Itu kurang lebih 2 bulan sebelum pengumuman berdirinya Negara
Islam Irak dan Syam.
Pengumuman resmi yang diberkahi ini membuat Syam terbagi menjadi
dua kelompok yang berbeda serta memudarnya zona abu-abu. Polarisasi /
pengerucutan ini juga dibantu dengan pergeseran alamiah dalam agama dan
politik. Faksi nasionalis dan kriminal lalu berpura-pura mengubah nada mereka
menjadi “Islami”, dan kemunafikanpun akan beresonansi. Tiba-tiba berbagai faksi
mengubah bendera dan nama mereka untuk tampil lebih “Islami”. Mereka
mencampurkan pesan nasionalis mereka dengan kata-kata yang bisa ditafsirkan
secara “islami” oleh seorang pemuda yang naif. “Islamisasi” permukaan faksi ini
dilakukan hingga tiga bulan sebelum hadirnya Sahawat yang memulai proses
de-”Islamisasi”. Bahkan pengklaim jihad yang bersekutu dengan nasionalis dan
faksi sekuleris mengubah “nada” mereka. Tiba-tiba mereka mengakui dan menerima
kehadiran Muhajirin dan mendengungkan takfir kepada tawāghīt, setelah berbulan-bulan
mengklaim itu hingga akhirnya mereka malah “merusak” jihad.
Kemudian datanglah peristiwa Sahawat, tapi tidak seperti Sahawat
Irak pada tahun “2006/2007” yang mampu memaksa Negara Islam keluar dari kota-kota
dan tinggal di padang pasir, Sahawat syam memandang Negara Islam tidak punya
pengalaman sebelumnya dalam mengkonsolidasikan pasukan akan pengkhianatan seperti
ini. Tapi secara mengejutkan wilayah -wilayah besar seperti al Khayr,
ar-Raqqah, Hims, Halab timur, dan al-Barakah secara eksklusif berada di bawah
kekuasaan Negara Islam dengan tanpa faksi munafik atau murtad apapun yang
memperebutkan kekuasaan didalamnya. Perluasan Negara Islam setelah konspirasi
sahawat diikuti dengan konsolidasi di Irak serta kebangkitan Khilafah. Dan
tiba-2 Muhajir dapat melakukan perjalanan dari al-Bab &
Manbij
di Syam ke Mosul dan al-Fallujah di Irak tidak takut apapun kecuali ban kempes.
Khilafah telah dibangkitkan kembali, dan Muhajirin dari
seluruh penjuru bumi seakan tumpah ke tanah Syam pada tingkat yang jauh lebih
besar dari sebelumnya. Tidak seorangpun yang merasa asing sebagaimana yang ia
alami di tanah tentara salib atau di tanah tawāghīt maupun di wilayah yang
dikuasai faksi nasionalis. Dialah tuan diatas tanahnya sendiri, di mana
aqidahnya dijunjung tinggi dan manhajnya ditegakkan, aqidah dan manhaj Islam,
Sunnah, dan Jama’ah. Tidak ada ikhwānisme, Irja’, ataupun hizbiyyah.
Setelah hampir dua puluh tahun hidup di bawah penindasan dari
tentara salib dan murtad, seseorang akhirnya bisa menjalani Kehidupan Islami
dengan keselamatan dan keamanan yang terjamin. Dia mampu mempraktekan imannya
dalam jihad tanpa khawatir intelijen kafir tiba-tiba menggerebek rumahnya. Dia
bisa menyatakan Takfir atas tawāghīt dan Murtaddin tanpa takut hukuman penjara.
Dia bisa membesarkan anak-anaknya jauh dari sistem sekolah orang-orang kafir
tanpa takut akan dinas layanan sosial yang akan menculik anak-anaknya. Dan ia
tidak lagi terasing di dalam masyarakatnya sendiri. Dia dikelilingi oleh Mujahidin
muwahhid. Ia akan dengan mudah menemukan beberapa mujahidin selain dirinya yang
berjalan pada setiap jalan utama di dalam kota di Negara Islam. Bila dia pergi
ke Masjid atau bahkan toko-toko ia akan menemukan keakraban mujāhirīn dan
Ansar. Banyak masyarakat umum yang tidak sabar menuju ma’had syar’i untuk
belajar dan berlatih agama mereka. Percakapan mereka banyak yang menjadi,
“Apakah ini dan itu adalah bid’ah? Apakah ini dan itu adalah Sunnah?” Setelah
bertahun-tahun percakapannya hanya tentang Dunia saja. Keterasingan yang berat
telah terangkat. Satu-satunya keterasingan yang dihadapi adalah aliansi tentara
salib, aliansi Sahawat, dan aliansi Safawi. Tapi kami menyambut keterasingan
ini, karena itu adalah kunci untuk Syahadah dan Jannah.
Ya Allah….. segala nikmat yang ada pada kami ini hanyalah
dari-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, dan hanya kepada-Mu lah segala puji dan
syukur, ya Allah….. lindungilah Khilafah
karena ia adalah nikmat terbesar bagi kami hingga Nabi Isa ‘alayhis-salam turun
untuk memimpin kami. Ya Allah….. jadikanlah kami sebagai hamba yang pandai
bersyukur.
Rasulullah bersabda: ”BARANGSIAPA
YANG TIDAK BERSYUKUR (BERTERIMA KASIH) KEPADA MANUSIA, MAKA TIDAK BERSYUKUR
KEPADA ALLAH”
[HR
Imam Ahmad dari Abu Hurairah].
Dan Khilāfah ini tidak akan aman jika bukan karena Allah
yang menjaga garis depannya. Semoga Allah membalas murabitin, muqatilin, dan
Syuhada dengan balasan yang sangat besar baik di dunia dan akhirat.
Dan segala puji hanya bagi Allah yang telah memberkahi
semua nikmat hingga selesai.
SOURCE:
DABIQ 12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar