8/28/2019

Aqidah Muslim Berikut Penjelasannya ( 38 – 44 )


Aqidah Muslim
Berikut Penjelasannya
( 38 – 44 )
(Kumpulan Risalah Yang Memiliki Faidah)
Penyusun : Abu Sulaiman Aman Abdurrahman

(39) Makhluk Pertama

Makhluk yang pertama kali diciptakan Allah ‘azza wa jalla dari golongan manusia adalah Adam ‘alaihissalam, dan dari sekalian makhluk di alam ini adalah qalam (pena), sedangkan Arasy Allah sudah ada sebelum pena sebagaimana Allah berfirman:

إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَئِكَةِ إِنِّيْ خَلِقٌ بَشَرٌ مِّنْ طِيْنٍ

“(ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: "Sesungguhnya aku akan menciptakan manusia dari tanah".
(Shaad: 71)

Ayat ini menegaskan bahwa manusia pertama adalah Adam, dia diciptakan langsung dengan tangan Allah dari tanah, tiada manusia sebelum Adam, sehingga di dalam hadits Adam dipanggil dengan panggilan Abul Basyar (Ayah Manusia), maka barangsiapa mengatakan bahwa manusia itu terbentuk dari kera atau dari makhluk yang lebih kecil darinya, kemudian setelah lama berubah dan beradaptasi sehingga menjadi manusia, maka dia telah keluar dari Islam karena telah mengingkari ayat Al Qur’an dan hadits nabi yang tidak menerima ta’wil sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama.

Dan sabda Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam:

أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللهُ الْقَلَمُ فَقَالَ لَهُ : أُكْتُبْ

“Yang pertama kali diciptakan Allah adalah Al Qalam (pena) kemudian Dia berfirman: “Tulislah!”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Hadits ini ada kemungkinan satu kalimat dan ada kalimat dua kalimat, dan bila satu kalimat -dan ini yang benar- maka maknanya: di saat awal Allah menciptakan pena, Dia langsung befirman kepada-Nya: “Tulislah” sebagaimana dalam lafadz yang lain:

أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللهُ الْقَلَمَ فَقَالَ لَهُ : أُكْتُبْ

 “Di awal Allah menciptakan pena, Dia langsung berfirman kepadanya: “Tulislah”
Dengan dibaca nashab “awwala” dan “al qalama”. Dan bila hadits itu mengandung dua kalimat, yaitu yang diriwayatkan dengan dibaca rafa’ “awwalu” dan “al qalamu” maka maknanya bahwa qalam itu makhluk pertama dari alam ini, bukan makhluk pertama secara mutlak. Pena lebih awal lebih awal dibandingkan makhluk-makhluk di alam ini. Namun Arasy lebih awal daripada qalam, karena Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَدَّرَ اللهُ مقدِرَ الْخلقِ قبل أن يخلق السَّموات و الأرض بِخمسين ألف سنةٍ وكان عرشه على الماءِ

“Allah telah mentaqdirkan taqdir-taqdir semua makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi, sedangkan Arasy-Nya telah ada di atas air”
(HR. Muslim)

Penetapan taqdir ini berbarengan dengan penciptaan qalam, karena qalam langsung diperintahkan untuk menulis di awal penciptaannya, sebagaimana di dalam sebagian lafadz hadits: “Tatkala Allah menciptakan qalam, Dia langsung berfirman kepada-Nya: “Tulislah!”, dan di dalam lafadz yang lain: “Pada awal Allah menciptakan qalam, Dia langsung berfirman kepadanya: “Tulislah”, sedangkan Arasy itu sudah ada sebelum penetapan taqdir. [Syarah Al Aqidah Ath Thahawiyyah: 345]

(40) Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam Diciptakan Dari Sperma Seperti Manusia Biasa

Penciptaan Muhammad shalallaahu ‘alaihi wa sallam dari nuthfah (sperma) seperti manusia biasa. Sebagaimana firman Allah shalallaahu ‘alaihi wa sallam:

هُوَ الَّذِى خَلَقَكُمْ مِّنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُّطْفَةٍ

“Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani”
(Al Mu’min: 67)

Dan sabda Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ أَحَدُكُمْ يُجْمَعُ خلقه فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا نُطْفَةً ....

“Sesungguhnya, setiap orang dari kamu diproses penciptaannya di dalam perut ibunya selama 40 hari, sebagai nuthfah (sperma)”
(Muttafaq ‘alaih)

(41) Hukum Jihad

Jihad hukumnya wajib, dengan harta, jiwa dan lisan, dan jihad itu terus berlaku hingga hari kiamat, sebagaiman firman Allah ‘azza wa jalla:

أنْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَ جَهَدُوْا بِأَمْوَالِكُمْ وَ أَنْفُسِكُمْ فِيْ سَلِيْلِ اللهِ

“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah”
(At Taubah: 41)

Dan sabda Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam:

جَاهِدُوا الْمُشْرِكِيْنَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُكْ وَ أَلْسِنَتِكُمْ

“Perangilah orang-orang musyrik itu dengan harta, jiwamu, dan lisanmu”
(HR. Abu Dawud)

(42) Makna Loyal (Wala) Kepada Sesama Muslim

Loyal kepada sesama muslim adalah dengan mencintainya, membelanya, serta menolong mereka yang beriman lagi bertauhid. Sebagaimana firman Allah ‘azza wa jalla:

وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَ الْمُؤْمِنَتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain”. (At Taubah: 71)

Dan sabda Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam:

ألمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشدُّ بَعْضُهُمْ بَعْضًا

“Seorang mukmin terhadap mukmin yang lainnya bagaikan bangunan, satu sama lainnya saling menguatkan”. (HR. Muslim)

(43) Tidak Ada Loyal Terhadap Orang Kafir

Tidak, tidak boleh berwala’ (berloyal) kepada orang kafir dan tidak pula membela mereka, sebagaimana firman Allah ‘azza wa jalla:

وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِّنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ

“Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka” (Al Maidah: 51)

Dan sabda Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ ال بنِي فُلَانٍ لَيْسَ لِى بِأَولِيَاء

“Sesungguhnya bani (suku) si fulan itu bukanlah para waliku” (Muttafaqun ‘alaih)

Di antara bentuk wala’ kepada orang kafir adalah membantu, bahu-membahu dengan orang-orang kafir dalam rangka menindas dan memerangi orang muslim, bahkan ini merupakan pembatal keislaman. Banyak sekali para penguasa di negeri kaum muslimin yang sengaja mencari muka, dan menjilat terhadap negara kafir, mereka memberangus dan menekan umat Islam, inilah di antara bentuk loyal kepada orang kafir yang membatalkan keislamannya.

(44) Wali Allah

Wali Allah yaitu orang yang beriman kepada Allah ‘azza wa jalla lagi bertaqwa sebagaiman firman-Nya ‘azza wa jalla:

أَلَآ إِنَّ أَوْلِيَآءَ اللهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَ لَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ () الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَ كَانُوا يَتَّقُونَ

“Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa”.
(Yunus: 62-63)

Ayat ini secara gamlang menerangkan bahwa wali Allah Subhanahu Wa Ta'ala adalah orang mukmin yang bertaqwa, dan sebagaimana derajat keimanan itu bertingkat-tingkat, maka demikian juga derajat kewalian itu, namun yang jelas bahwa semua orang mukmin yang bertaqwa adalah wali Allah. Wali Allah yang paling tinggi adalah para rasul dan para nabi, kemudian para shahabat nabi, dan seterusnya. Dengan demikian kita mengetahui bahwa wali Allah itu bukanlah golongan tertentu saja, terus wali itu tidak identik dengan karomah, karena karomah itu bukan syarat ada atau tidaknya kewalian, serta tidak setiap wali diberi karomah, dan sebenarnya karomah itu adalah salah satu bentuk pahala yang disegerakan di dunia sehingga sebagian para wali Allah ketika diberi karomah, mereka taubat darinya. Para wali selain para wali dan rasul tidak ma’shum, dan bila ada sesuatu yang luar biasa pada diri seseorang, kita tidak boleh langsung mengatakan bahwa dia itu wali Allah dan hal itu karomah, sehingga kita bisa menilai apakah dia itu mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam atau tidak? Bila iya, berarti itu adalah karomah, namun bila tidak maka dia itu adalah wali syaitan, dan hal luarbiasa itu adalah tipu daya syaitan atau bisa jadi istidraj. Dan orang tidak bisa menjadi wali Allah ‘azza wa jalla kecuali bila mengikuti syari’at yang dibawa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Dan sabda Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّمَا وَلِيِّيَ الله وَ صَالِح المؤمِنِين

“Sesungguhnya penolongku adalah Allah, dan orang yang shaleh dari orang-orang mukmin”
(Muttafaq ‘alaih).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...