AMERICAN _________
KURDISTAN
“Kamu kira mereka itu
bersatu, sedang hati mereka berpecah belah}
[al-Hasyr: 4].
Ketika pesawat tempur
Amerika mulai membombardir kawasan Ayn al-Islam tahun lalu dalam rangka
mendukung antek YPG mereka –cabang PKK
Syria – dalam upaya menghalangi ekspansi Daulah
Islam, para pendukung PKK secara antusias menyambut intervensi Amerika di
kawasan tersebut.
Kegembiraan mereka
dilatari oleh kekuatan senjata angkatan udara Amerika bahkan tidak surut ketika
angkatan udara yang sama yang membinasakan Ayn al-Islam, merubah kota Kurdi
menjadi tumpukan puing dan reruntuhan. Para salibis putus asa itu membutuhkan
kekuatan antek yang kompeten di darat yang berarti mereka telah siap mengeluarkan
ratusan juta dolar, bahkan lebih, untuk membantu melalui udara bagi sebuah organisasi
yang masih dianggap memiliki entitas teroris. Bagi PKK, itulah alasan untuk
merayakannya.
Tiba-tiba mereka memiliki
kekuatan udara sendiri, dan sangat jelas para salibis juga membutuhkan mereka,
dan sepanjang mereka perhatikan, tidak ada yang dapat memungkiri hal ini,
inilah kelahiran Kurdistan Amerika. Membentang dari Turki belahan timur,
melalui utara Syria dan Iraq, seluruh jalur menuju barat laut Iran, kawasan
yang acap kali dikaitkan dengan Kurdistan yang terdiri dari mayoritas penduduk Kurdi.
Meskipun warisan muslim kurdi menghasilkan pahlawan seperti Salahuddin
al-Ayyubi, diantara lainnya, bagian terbesar dari faksi politik dan militer
Kurdi hari ini ialah sekularis atau Marxis murni. Faksi yang paling menonjol
dari faksi-faksi yang saling bersaing ini ialah PKK, KDP, dan PUK.
U.S-led air strikes escalating on Islamic State in Kobane |
Beberapa bulan kemudian, para
salibis memfokuskan tiga perempat serangan udaranya di Iraq dan Syam pada kota Ayn al-Islam saja, dalam upaya
mengeluarkan para mujahidin – semua ini dalam rangka mendukung para prajurit
PKK yang “menakutkan”. Dalam ketidak mampuan PKK melawan Daulah Islam, koalisi salibis terus
menfasilitasi mereka dengan bantuan serangan melalui udara dalam pertempuran
melawan mujahidin. PKK akan mengklaim bahwa mereka mengalami kemajuan melawan
Daulah Islam, sedang kenyataannya ialah mereka dan sekutu mereka FSA hanya
bergerak ke area-area Daulah Islam yang telah dibom para salibis, meninggalkan
area yang telah menjadi puing untuk diambil. PKK dan sekutunya tidak berjuang untuk
mendapatkan wilayah, mereka bersembunyi dan menunggu, membiarkan para salibis
melakukan kerja mereka dan kemudian masuk dan memanen inilah yang menjadi cara
mereka dan sekutu mereka FSA – Jamal Ma’ruf4, Abu Isa ar-Raqqah, dan Abdul-Jabbar
al-Akidi – akhir-akhir ini dapat maju ke kota Suluk dan Tall Abyad di Wilayah
ar-Raqqah.
Masih sebagai antek yang
inkompeten, PKK – tak lama setelahnya- terjepit oleh tentara Daulah Islam yang
menginfiltrasi teritori mereka dan memasuki Ayn Al-Islam sekali lagi, dengan
pencapaian para mujahidin yang lebih dari sebelumnya di belahan selatan dan
barat kota. Ditambah lagi dengan penyerangan Khilafah di Wilayah Barakah dimana
para mujahidin maju menuju kota al-Barakah dari dua titik, memukul kekuatan
Nusayri dan menutup teritori PKK di kota tersebut.
Demikian, Daulah Islam memaksa PKK
pada posisi bertahan dengan menyerang mereka di beberapa daerah yang melintang
dari Wilayah al-Barakah, melalui Wilayah ar-Raqqah, menuju Wilayah Halab, yang
secara signifikan menambah jumlah front militer yang harus dihadapi PKK.
Kekuatan PKK sedang dalam keadaan “bunuh diri militer” dengan menarik diri
mereka sendiri menjadi kurus bagi teritori yang luas membentang seperti itu dan
berupaya untuk menjaga banyak garis depan sementara hanya bersandar pada
serangan udara daerah salibis. Dan tanpa rekruitmen lokal yang efektif di
daerah yang mereka kuasai – inilah kasus yang terjadi di daerah berpenduduk
Kurdi, karena PKK dibenci punya harapan dalam menggenggam pencapaian yang
mereka buat, hanya akan memberi celah kemajuan yang lebih lagi bagi Daulah
Islam. PKK bahkan harus bersandar pada rekruitmen prajurit asing dari Barat,
yang banyak dari mereka datang hanya untuk lari pulang setelah merasakan
dahsyatnya peperangan dalam beberapa hari saja.
Permasalahan yang lebih komplek
lagi bagi PKK ialah situasi politik di Turki. Naiknya Selahattin Demirtas,
pimpinan murtad dari partai politik Kurdi di Turki yang dikenal sebagai Partai
Demokrasi Rakyat, akan muncul sebagai permulaan dari berakhirnya taghut Turki
Erdogan. Demirtas dapat mengamankan 13% suara dalam pemilu kufur di Turki,
mencabut dominasi mayoritas taghut Erdogan dan memaksa Erdogan pada posisi dimana
partai politiknya harus membentuk sebuah koalisi dengan partai Turki lainnya
saat ini demi menjaga pengaruh politik dan memiliki kesempatan mendapat
kekuatan politik yang lebih besar. Untuk menghadapi Demirtas dan PKK,
bagaimanapun Erdogan tidak mungkin bersekutu dengan inti sekularitas dari
Partai Rakyat Republik – partai yang pernah dipimpin oleh Mustafa Kemal
Ataturk. Pilihan yang lebih disukai bagi Erdogan ialah bersekutu dengan Partai
Pergerakan Nasi menolak seluruh gagasan untuk berdamai dengan PKK dan akan
meminta agar Erdogan meninggalkan proses perdamaian dengan PKK dalam pertukaran
dengan perjanjian antara mereka.
Thoghut Erdogan and Basar Assad |
KDP milik Masoud Barzani didirikan
oleh ayahnya, Mustafa Barzani, dan menikmati dukungan dari suku Kurdi, sementara
rivalnya PUK didirikan oleh Jalal Tabalani setelah memisahkan diri dari KDP membawa
pengaruh “intelektualis” Kurdi. Dua faksi ini memiliki sejarah satu sama lain,
permusuhan mereka menemui puncaknya pada konflik militer pada pertengahan
90-an. Diikuti dengan pakta perdamaian yang didalangi Amerika pada tahun 1998,
kedua sisi membagi kekuasaan di Kurdistan Iraq, dengan KDP memerintah di barat
laut setengah dari kawasan, dan PUK memerintah di barat daya setengah sisanya.
Sebagaimana anggota KDP yang
terpecah membentuk PUK pada 1975, tokoh senior PUK memisahkan diri membentuk
sebuah partai baru pada 2009 dengan sebutan Gerakan untuk Perubahan, dan hal
ini hanyalah bentuk lain ketiga dari entitas politik Kurdi di Iraq, sebagaimana
satu di Turki, Syria, dan Iran. Inilah perpecahan diantara murtadin Kurdistan Iraq,
pendudukan menjijikan terhadap satu sama lain, sejarah perkelahian mereka, dan
kerakusan dan korupsi mereka semua menggarisbawahi ketidakmampuan mereka secara
efektif memerangi Khilafah. Bahkan dengan kekuatan udara Amerika, Peshmerga
harus berjuang untuk maju melampaui teritori yang telah mereka tinggalkan
menuju tentara Iraq yang hancur tahun lalu. Sehingga tidak aneh jika kemudian,
Menteri Pertahanan Iggris baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka akan mengirim
perban dan peralatan medis senilai £600.000 kepada Peshmerga. Perpecahan dan
keretakan mereka di arena politik tidakan akan ada akhirnya, juga perdarahan
dan pendarahan mereka di medan perang.
Harus dicatat disini bahwa seluruh
agenda perebutan kekuasaan nasionalis di tanah Muslim pasti gagal, bahkan
mereka yang berupaya menyatukan satu Negara atau bahkan entitas seperti dalam kasus
murtaddin Kurdi. Ini termasuk agenda nasionalis “Islam”, yang siap mengorbankan
agama mereka demi pencapaian politik temporer, kontras sekali dengan mujahidin Khilafah yang siap
memotong kepala para murtaddin dari kaum mereka sendiri dalam mempertahankan
syariah Allah. Sebuah contoh yang sangat baik diperlihatkan oleh mujahidin
Kurdi dari Daulah Islam yang terus mengeksekusi
prajurit PKK dan Peshmerga setelah mereka mengingatkan kaum mereka sendiri untuk
tidak berdiri di sisi nasionalis sekularis, dan menyeru mereka untuk bergabung
dengan barisan mereka yang berjuang untuk menegakkan hukum Allah.
Syaikh Abu Muhammad
al-Adnani menyoroti pendirian teguh mereka melawan murtaddin dari kaum mereka
dengan mengatakan, “Akhirnya, kami tidak ingin melupakan pesan langsung kepada
saudara muslim kami dan saudara dari Kurdi di Iraq, Syam, dan dimanapun. Perang
kami dengan Kurdi ialah perang Religi. Bukan perang nasionalistik – kami
meminta perlindungan Allah. Kami tidak memerangi Kurdi karena mereka Kurdi, tapi
kami memerangi kufar diantara mereka, sekutu para salibis dan Yahudi dalam
perang mereka melawan Muslim. Sedangkan bagi Muslim Kurdi, maka mereka adalah
rakyat dan saudara kami dimanapun mereka. Ada banyak sekali Muslim Kurdi dalam
barisan Daulah Islam. Mereka adalah para pejuang paling tangguh melawan kufar
dari kaum mereka” [Sesungguhnya Rabb Kalian Benar-Benar Mengawasi].
Dengan kelemahan dan
luasnya front Kurdi di Syam dan Iraq, maka para salibis hanya memiliki sedikit
pilihan yang tersisa. Sekutu PKK mereka bukan hanya inkompeten, tapi juga
merupakan Machiavelli asli. Mereka mendukung Bashar sejak permulaan tahun
revolusi di Syam melalui milisi Shabihah Kurdi yang bekerja menghancurkan setiap
percobaan melawan Bashar. Kemudian mereka membentuk persekutuan dan menandatangani gencatan senjata dengan FSA dan
murtaddin “Islami”, hanya untuk melanjutkan kerjasama dengan Nusayriyyah
nantinya.
Sementara itu di Iraq,
perkenalan mereka dengan ketidakmampuan Peshmerga untuk meraih pencapaian perang
– sebagaimana kegagalan Safawiyyin – menggiring para salibis untuk membuat parit
terakhir mencoba untuk membuat kekuatan darat lokal yang cukup “kuat” untuk
menghadapi mujahidin Khilafah. Mereka ingin membuat kekuatan “Sunni” yang
terdiri dari inti Garda Nasional “Sunni” yang akan berada dibawah otoritas
gubernur propinsi Iraq. Pengajuan ini mendapat kritik dari Rafidah dan faksi
Kurdi, tapi tetap berjalan dengan sisa sejumlah faksi “jihadi” murtadin yang pro
demokrasi dan kepentingan salibis.
Formasi antek baru sampai
ke tahap ini dalam panggung permainan ini tidaklah mengagetkan. Para salibis
kehilangan harapan dengan antek Safawi mereka dan mulai goyah pendirian
dikarenakan inkompetensi mereka. Sekretaris Pertahanan Amerika, Ashton Carter,
baru-baru ini menyalahkan kurangnya semangat berperang para Safawiyyin karena
kekalahan dan kemunduran memalukan dari Ramadi. Sejak keterkejutan mereka
karena inkompetensi antek Safawi mereka, sehingga Mosul dibebaskan. Kemudian mereka
mulai menempatkan harapan pada murtadin Kurdi. Sekarang mereka melihat ketidak-
efektifan antek Kurdi mereka dalam mengambil teritori mereka sendiri dari
Daulah Islam, para salibis mulai bertaruh dengan Shahawat “Sunni” baru.
Kejatuhan Kurdi Amerika
tak dapat terhindarkan, dan para salibis tidak akan mempunyai pilihan lain selain
mengejar gencatan senjata atau menempatkan pasukan mereka sendiri ke lapangan.
Hasilnya, kita akan melihat koalisi salibis – dalam bahasa Amerika – menurun
dan pasti dikalahkan, bi iznillah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar