Amar Ma'ruf
Nahi Munkar
Oleh : Ibnu Taimiyah
Ibnu
Taimiyah - rahimahullah - berkata:
"Kewajiban ini adalah
kewajiban atas keseluruhan umat, dan ini yang oleh para ulama disebut fardhu
kifayah. Apabila segolongan dari umat melaksanakannya, gugurlah kewajiban
itu dari yang lain. Seluruh umat dikenai kewajiban itu, Tetapi bila segolongan
umat telah ada yang melaksanakannya, maka tertunaikan kewajiban itu dari yang
lain"
Ketika para fuqaha' (ulama fiqh) menetapkan Dakwah adalah
fardhu kifayah, sebagian orang menyangka, mereka boleh tidak melaksanakan kewajiban
dakwah itu. Duduk perkaranya tidaklah seperti apa yang mereka sangka itu.
Sesungguhnya fardhu kifayah dan pelaksanaannya menghendaki pentingnya realisasi
sesuatu yang diperintahkan itu, dan penerapannya serta golongan yang jadi
sasaran perintah itu dapat menerimanya secara nyata. Apabila mereka tetap dalam
kesesatan, mengikuti hawa nafsu, senang dalam kedurhakaan dan terjerumus dalam
kesalahan, maka semua orang Islam tetap mendapat beban kewajiban tersebut.
Dan diwajibkan kepada setiap Muslim melakukan amar ma'ruf dan nahi
munkar dalam hal-hal di mana orang berilmu dan orang bodoh sama di dalamnya, seperti
zina, minum khamar (minuman keras), riba, ghibah. Mengadu domba, dusta,
bersumpah dengan selain Allah dan sifat-sifat-Nya, mengandalkan diri kepada
selain Allah Yang Maha Pemberi rezeki, mengganggu manusia, menolong orang
dzalim, meninggalkan shalat, tidak menunaikan zakat, puasa, haji dan hal-hal
lain yang sudah di ketahui secara umum di kalangan perseorangan umat, baik
peringatan itu bermanfaat atau tidak.
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah pernah menjawab ketika ada pertanyaan:
Apakah seseorang masih harus menyeru (amar ma'ruf nahi munkar) kepada orang
lain yang diketahui Bahwa dia tak akan menerima seruan itu? Jawab beliau itu: 'Ya,
agar seruan itu nanti menjadi alasan di sisi Allah bagi si penyeru itu."
Verifikasi
(Tahqiq) dan Komentar Atas Hadits "Mengubah Kemungkaran" (Taghyir
Al-Munkar)
Dari Abu
Sa'id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَارًا
فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ, فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ
أَضْعَفُ الْإِيمَانَ
"Siapa di antara kalian melihat
suatu Kemungkaran,
maka hendaklah dia mengubahnya
dengan tangan (kekuatan)-nya.
Jika tidak kuasa, dengan lisannya;
jika tidak kuasa, maka dengan hatinya,
dan ini iman yang paling lemah.”
(H.R. Muslim)
Dan Hadits ini dengan maksud yang sama telah pula diriwayatkan
melalui suatu jalan lain, dikeluarkan (takhrifi oleh Muslim dari hadits Ibnu
Mas'ud radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda:
مَامِنْ نَبِيٍّ بَعَثَ اللهُ فِي
اُمَّةِ قَبْلِي إِلَّا كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّةٍ حَوَارِيُّونَ وَأَصْحَابُ
يَأْخُذَونَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ. ثُمَّ إِنَّهَا تَخَلَّفَ مِنْ
بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُلُونَ مَالَا يَفْعَلُونَ, وَيَفْعُلُونَ مَالَا يُؤْمُرُونَ,
فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ, وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بَقَلْبِهِ
فَهُوَ مُؤْمِنٌ, وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنَ الْإِيمَانَ حَبَّةٌ خَرْدَلٌ
'Tiadalah dari seorang Nabi yang diutus
AIIah kepada suatu umat sebelum aku melainkan dari umatnya ia mempunyai
penolong (hawariyyun) dan sahabat yang mereka berpegang tegah pada sunnahnya dan
mengikuti perintahnya. Kemudian sesudah mereka muncul generasi-generasi penerus
yang mereka mengatakan sesuatu yang mereka sendiri tidak melakukannya, dan
melakukan sesuatu yang mereka tidak diperintahkan. Maka bagi yang berjihad
terhadap mereka dengan tangannya, ia seorang yang beriman dan siapa yang berjihad
terhadap mereka dengan lisannya, ia adalah seorang yang beriman, dan siapa yang
berjihad terhadap mereka dengan hatinya, ia juga seorang yang beriman. Dan
sesudah itu tidak ada sebesar biji sawi pun iman. "
Al-Ismaili mengeluarkan (takhrifi dan riwayat Al-Awza'i dari Umair
bin Hani' dari Ali radhiallahu ‘anhu bahwa ia mendengar Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
سَتَكُونَ بَعْدِي فِتَنَ لَا
يَسْتَطِيْعُ الْمُؤْمِنُ فِيهَا أَنْ يُغَيِّرْ بِيَدِهِ وَلَا بِلِسَانِهِ,
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهَ وَكَيْفَ ذَاكَ؟ قَالَ: يُنْكَرُونَهُ بِقُلُوْبِهِمْ, قُلْتُ يَارَسُولَ
اللهَ وَهَلْ نَقْصُ ذَلِكَ إِيمَانَهُمْ شَيْئًا؟ قَالَ: لَا إِلَّا كَمَا يَنْقُصُ الْقِطْرَ
الصَّفًّا
"Sepeninggalku akan terjadi banyak
fitnah di mana orang yang beriman tidak kuasa mengubah dengan tangannya dan
tidak pula dengan lisannya.
"
Aku bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana yang demikian itu?
Beliau menjawab: "Mereka menentang (mengubah)-nya dengan hatinya." Aku
bertanya lagi: wahai Rasulullah, apakah yang demikian itu mengurangi iman mereka?
Jawab beliau: 'Tidak, kecuali seperti tetesan air mengikis batu karang."
Hadits-hadits tersebut - dan banyak hadits-hadits lain yang
semakna - menunjukkan bahwa wajibnya menentang kemungkaran (al-munkar) hanyalah
menurut kemampuan yang ada. Tetapi Penentangan Dengan Hati adalah Keharusan. Maka jika hati tidak mau menentang,
itu pertanda hilangnya iman dari orang yang bersangkutan.
Ada suatu riwayat dari Abu juhaifah, ia menceritakan: Ali radhiallahu
‘anhu pernah berkata:
"Sesungguhnya jihad pertama yang harus diatasi adalah jihad
dengan tangan kalian, kemudian jihad dengan lisan, lalu dengan hati. Barang
siapa hatinya tidak mengetahui kebaikan (al-ma'ruf) dan menentang kemunkaran
(al-munkar), maka ia jungkir-balik, yang di atas menjadi di bawah. "
Ibnu Mas'ud radhiallahu ‘anhu pernah mendengar seseorang berkata:
"Celakalah orang yang tidak mau menyeru kepada kebaikan (al-ma'ruf) dan
tidak melarang kemungkaran (al-munkar)" Ibnu Mas'ud berkata:
"CELAKALAH ORANG YANG
HATINYA TIDAK MENGENAL (MENGETAHUI) KEBAIKAN DAN KEMUNGKARAN".
Itu menunjukkan, Bahwa mengetahui kebaikan dan kemungkaran dengan
hati merupakan kewajiban yang tidak bisa lepas dari seseorang, maka bagi yang tidak
tahu, celaka ia. Adapun penentangan dengan tangan dan Iisan, kewajibannya
hanyalah menurut kemampuan seseorang.
Dari Ibnu Mas'ud-semoga Allah meridhainya - berkata:
"Hampir seseorang di antara kalian yang hidup, melihat suatu
kemungkaran tapi ia tidak kuasa (mengubah)-nya, melainkan Allah mengetahui dari
hatinya bahwa ia benci terhadap kemungkaran itu."
Dalam Sunan
Abu Dawud dari Al-'Urs bin 'Umairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
beliau bersabda:
"Jika kamu berbuat dosa di atas
bumi, maka orang yang menyaksikannya dan membencinya adalah sama dengan orang
yang tidak menyaksikannya; dan orang yang tidak menyaksikannya tapi
menyenanginya sama dengan orang yang menyaksikannya".
Barang siapa menyaksikan perbuatan dosa dan membencinya, ia sama
dengan orang yang tidak menyaksikannya jika ia tidak kuasa menentangnya dengan
tangan dan lidahnya. Dan orang yang tidak menyaksikannya tapi meyenanginya, ia
sama dengan orang yang menyaksikannya yang kuasa menentangnya tapi tidak
melakukan penentangan. Karena setuju dan senang pada perbuatan dosa termasuk hal
terjelek yang diharamkan, dan itu merusak penentangan dengan hati.
Adapun penentangan (al-inkar, at-taghyir) dengan tangan dan lidah
- sebagaimana telah disebut di atas adalah menurut kemampuan, karena hadits
yang dikeluarkan (ditakhrij) oleh Abu Dawud dari hadits Abu Bakar (semoga Allah
meridhainya) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
"Suatu kaum yang di kalangan mereka
banyak diperbuat kemaksiatan, dan kaum itu bisa mengubah (menentang)-nya tapi Tidak
Mau melakukannya, dikhawatirkan Allah akan meratakan terhadap semua mereka dengan
siksa-Nya".
Dan hadits
yang dikeluarkan oleh at-Turmudzi dan Ibnu Majah dari hadits Abu Sa'id - semoga
Allah meridhainya - dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau
pernah bersabda dalam suatu khutbahnya:
“Ingatlah, janganlah sekali-kali rasa takut kepada manusia
mencegah seseorang untuk berkata dengan hak jika ia telah mengetahuinya.” Maka
menangislah Abu Sa'id dan berkata: Demi Allah, kami telah melihat beberapa hal,
tapi kami takut.
Dan Imam
Ahmad mengeluarkan (mentakhrij)-nya, dan menambahkan:
"Sesungguhnya tidak akan
mendekatkan kepada ajal dan tidak menjauhkan dari rezeki kalau yang hak itu diperlihatkan
atau sesuatu yang besar (agung?) dijadikan peringatan. "
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang orang yang
menentang dengan hatinya "...dan itu iman yang terlemah" menunjukkan,
amar ma'ruf nahi munkar termasuk masalah iman. Dan sabda beliau "siapa di
antara kalian melihat suatu kemungkaran.." menunjukkan penentangan
(terhadap kemunkaran) itu berhubungan dengan
'melihat'. Jika kemungkaran itu tak terlihat namun ia mengetahuinya, maka yang
benar masalah kemungkaran itu tidak dihadapkan (atau tidak nampak) kepadanya, dan
ia tidak akan diperiksa tentang apa yang kurang jelas baginya,
Source:
Amar Ma'ruf Nahi Mungkar
(Perintah kepada kebaikan-
Larangan dari kemungkaran)
Buah karya : Syekhul lslam lbnu Taimiyyah
Terjemahan : Akhmad Hasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar