Sikap Meniru-niru Pasti Akan
Menimbulkan
Rasa Cinta dan Kasih Sayang
Oleh : Syaikhul Islam lbnu Taimiyyah
Oleh : Syaikhul Islam lbnu Taimiyyah
Meniru-niru gaya hidup secara
lahiriyah akan menimbulkan semacam cinta dan kasih sayang serta simpati dan
loyalitas dalam hati. Demikian juga sebaliknya, kecintaan dalam hati juga dapat
menimbulkan sikap meniru gaya hidup secara lahiriyah. Ini hal yang dapat
dibuktikan secara kongkrit berdasarkan pengalaman. Sehingga bila ada dua orang
lelaki yang berasal dari satu negeri, kebetulan keduanya saling bersua di
rantau, antara keduanya pasti timbul rasa cinta, simpati dan keakraban yang
amat sangat. Meskipun di negeri mereka sendiri keduanya tidak saling mengenal,
atau bahkan mungkin malah saling berjauhan.
Karena kehidupan sosial di negeri
sendiri memiliki karakter tertentu yang menskhususkan masing-masing mereka,
vang berbeda dengan di negeri asing. Bahkan bila ada dua orang lelaki di negeri
rantau atau di negeri asing, sementara di antara kedunya ada kesamaan dalam
sorban, pakaian, rambut, ataupun
tunnggangan dan lain-lain, di antara keduanya pasti tercipta keakraban
yang lebih dibandingkan dengan para perantau lainnya. Demikian juga kita dapati
para pengrajin berbagai industri keduniaan. Mereka lebih akrab satu sama
lainnya dibandingkan dengan teman lain profesi. Bahkan keakraban itu masih bisa
terjadi meskipun di antara mereka terdapat permusuhan dan peperangan, atas dasar
agama ataupun kekuasaan. Demikian juga halnya dengan para raja, pemimpin dan
sejenisnya. Meskipun mereka tinggal di negeri-negeri dan kerajaan yang saling
berjauhan, namun di antara mereka tetap terdapat kesesuaian yang menimbulkan
sikap saling meniru dan saling menjaga satu sama lainnva. Demikianlah, semua
itu terjadi dari dasar tabiat dan kecenderungan-kecenderungan. Kecuali bila hal
itu dihalangi oleh ikatan agama atau tujuan tertentu lainnya.
Apabila meniru-niru dalam urusan
dunia saja dapat menimbulkan kecintaan dan rasa simpati, terlebih lagi
meniru-niru dalam urusan agama. Sesungguhnya dorongan untuk saling menunjukkan
loyalitas dan bersimpati lebih besar dan lebih kuat. Padahal kecintaan dan
loyalitas terhadap orang kafir sangat bertentangan dengan keimanan, sebagaimana
difirmankan Allah subhanahu wa ta’ala:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (51) فَتَرَى الَّذِينَ فِي
قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَى أَنْ تُصِيبَنَا
دَائِرَةٌ فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِنْ عِنْدِهِ
فَيُصْبِحُوا عَلَى مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ نَادِمِينَ (52) وَيَقُولُ
الَّذِينَ آمَنُوا أَهَؤُلَاءِ الَّذِينَ أَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ
أَيْمَانِهِمْ إِنَّهُمْ لَمَعَكُمْ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَأَصْبَحُوا
خَاسِرِينَ (53)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil
orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (kalian); sebagian mereka adalah
wali bagi sebagian yang lain. Barang siapa di antara kalian mengambil mereka
menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Maka kami akan
melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik)
bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani) seraya berkata, "Kami
takut akan mendapat bencana, " Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan
kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka
karena itu mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam
diri mereka. Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan, "Inikah
orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka
benar-benar beserta kamu?” Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka
menjadi orang-orang yang merugi.” (Al -Maaidah: 51 - 53)
Demikian juga difirmankan Allah
sehubungan dengan celaan-Nya terhadap ahli kitab:
لُعِنَ
الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى
ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ (78) كَانُوا لَا
يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ (79)
تَرَى كَثِيرًا مِنْهُمْ يَتَوَلَّوْنَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَبِئْسَ مَا قَدَّمَتْ
لَهُمْ أَنْفُسُهُمْ أَنْ سَخِطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَفِي الْعَذَابِ هُمْ
خَالِدُونَ (80) وَلَوْ كَانُوا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالنَّبِيِّ وَمَا
أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَا اتَّخَذُوهُمْ أَوْلِيَاءَ وَلَكِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ
فَاسِقُونَ (81)
“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil melalui
lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka
dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang
tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang
selalu mereka perbuat itu. Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong
dengan orang-orang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka
sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka
akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada nabi
dan kepada apa yang diturunkan kepadanya, niscaya mereka tidak akan mengambil
orang-orang musyrik itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka
adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Maidah : 78 - 81)
Allah
–subhanahu wa ta’ala- menjelaskan bahwa iman kepada-Nva, kepada Nabi-Nya dan
kepada apa yang diturunkan kepada rasul-Nya mengharuskan seorang mukmin untuk
tidak bersikap loyal kepada ahli kitab. Dengan demikian, loyalitas kepada
mereka menyebabkan hilangnva keimanan. Karena ada sebab pasti ada akibat,
demikian pula sebaliknya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
لَا
تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ
حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ
إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ
وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا
الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ
حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (22)
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada
Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang
menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau
anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah
orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan
menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. Dan dimasukkan-Nya
mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap
(limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa
sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung.” (Al-Mujaadalah : 22)
Allah
memberitahukan dalam ayat tersebut bahwa tidak ada seorang mukmin pun yang
mencintai orang kafir. Seseorang yang mencintai orang kafir berarti bukan mukmin.
Meniru bentuk lahiriyah adalah sarana yang dapat menimbulkan kecintaan.
Sehingga hukumnya haram. Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam masalah yang
sejenis dengan itu sebelumnya.
Perlu diketahui, bahwa sisi kerusakan
dalam menyerupai mereka amat banyak sekali. Kita cukupkan saja apa yang telah
di singgung tadi.
Wallahu A'lam.
Source:
JuduI Asli:
IQTIDHA' SHIRATHIL MUSTAQIM
MUKHALAFATA ASHHABIL
JAHIM
Penulis : Syaikhul Islam lbnu
Taimiyyah
Di Tahqiq oleh: Khalid bin Abdul Lathif
As-Sab'ul Alamiy
Edisi Indonesia;
JALAN ISLAM VERSUS JALAN SETAN
Penerjemah : ABU FUDHAIL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar