8/25/2019

BANTAHAN SYUBHAT MASALAH JIHAD (8) - Ibnu Qudamah An Najdi


Syubhat Kedelapan:
Barangkali Ada Yang Mengatakan,
‘Kalaulah Kami Terima Pendapat Kalian ini,
Maka Sesungguhnya Ini Berlaku Ketika Dalam Kondisi Perang, Sedangkan Antara Kita Dan Amerika Adalah Kondisi Damai, Sebab Ada Mu‘âhadah (Adanya Perjanjian) Yang Harus Dipenuhi

Jawaban:

Pertama: Sudah jelas dari pemaparan sebelumnya dan tidak menyisakan tempat untuk ragu, bahwa Amerika adalah negara yang memerangi kaum muslimin secara umum, tidak ada yang membantahnya kecuali orang yang sombong.

Kedua: Kalaulah kita setuju ada mu‘ahadah, apa yang kalian katakan tentang perbuatan Abu Bashir dan larinya dia ke daerah Tepi Pantai lalu menyerang orang-orang kafir, setelah itu orang yang masuk Islam yang lari membawa agamanya bergabung kepadanya? Apakah kalian akan menganggap perbuatannya haram?

Jika iya, berarti kalian telah mencela Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam dan menyebut beliau telah membatalkan janji –dan itu mustahil bagi beliau—, karena Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam membenarkan hal itu, beliau bersabda, “Tsakilathu Ummuhu, Abu Bashir adalah pengobar perang seandainya bersamanya para perwira.” (Ini adalah riwayat Bukhori)

Sekarang, tidak ada alasan buat Anda untuk mengatakan bahwa masa sekarang ini termasuk dalam kondisi perjanjian. Jika Anda mengatakan hal itu, kami katakan kepada Anda: Kondisi yang kita alami sekarang ini bukan termasuk dalam kondisi perjanjian, wahai para penghalang dan pelemah semangat jihad…

Jika Anda hendak menilai kondisi yang sedang kita hadapi sekarang, Anda mesti mendatangkan dalil tentangnya.

Ketiga: Perjanjian umum –menurut Anda tadi— sudah batal berdasarkan alasan berikut:

1. Perjanjian itu tidak dilangsungkan oleh Imam Tertinggi kaum muslimin. Maka perjanjian itu berlaku khusus bagi yang mengadakan akad dengan Amerika jika yang mengadakannya adalah seorang penguasa yang berhukum dengan hukum Islam. Jika tidak maka tidak, dan seribu kali tidak..

2. Perjanjian itu waktunya tidak terbatas, sehingga itu batil. Karena sekarang ini sudah lebih dari 150 tahun kaum muslimin tidak terjun dalam kancah perang tholabi terhadap orang kafir, dan ini adalah batil serta tidak diperbolehkan.

Makanya, Ibnu Qudamah berkata, “Minimal, jihad dilaksanakan setahun sekali; sebab jizyah itu wajib atas Ahlu Dzimmah setiap tahun dan itu merupakan ganti dari pemberian perlindungan. Maka begitu juga dengan pengganti jizyah, yaitu jihad; ia wajib dilaksanakan setahun sekali kecuali ada uzur, seperti karena kaum muslimin masih lemah dari segi jumlah dan logistiknya, atau sedang menunggu bantuan yang diminta, atau jalan yang hendak mereka lewati ke arah musuh ada penghalang, atau di sana tidak ada makanan dan minuman, atau ia mengetahui bahwa musuhnya punya pandangan bagus terhadap Islam, sehingga besar harapan mereka masuk Islam jika perang terhadap mereka ditunda, atau hal lain yang dipandang sebagai mashlahat ketika perang tidak dilaksanakan. Maka boleh tidak melaksanakan jihad dalam rangka gencatan senjata.

Karena Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam dulupun membuat perjanjian damai dengan kaum Quraisy selama dua puluh tahun dan menunda peperangan terhadap mereka sampai mereka sendiri yang membatalkan janjinya, beliau juga menunda perang terhadap para kabilah Arab tanpa adanya gencatan senjata. Jika satu tahun diperlukan perang lebih dari satu kali, hal itu wajib dilaksanakan; sebab itu adalah fardhu kifâyah, sehingga wajib dilaksanakan kapan diperlukan. Dan sebagaimana ditetapkan para ulama, jika mu‘ahadah lebih dari batas waktu yang ditentukan, batallah sisa waktu yang lebih tersebut.

3. Perjanjian itu adalah perjanjian mengenai perkara haram, maka tidak ada kata mendengar dan taat di dalamnya, yang bernilai haram di sana adalah penihilan jihad dan penghapusan pilar penegak Islam dengan alasan menjaga perdamaian dunia.

4. Tetap berlangsung tidaknya perjanjian ini sangat tergantung dengan konsekwen tidaknya salah satu fihak, yaitu ia tidak melanggarnya. Faktanya, Amerika telah melanggar semua perjanjian dan ikatan. Bahkan ia tidak mengenal selain kata khianat dan melanggar janji! “Bagaimana bisa ada perjanjian (aman) dari sisi Alloh dan rosul-Nya dengan orang-orang musyrikin.” [At-Taubah: 7]

“Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Alloh dan rosul-Nya dengan orang-orang musyrikin) padahal jika mereka menang terhadap kamu mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kamu dan tidak pula (mengindahkan perjanjian). Mereka menyenangkanmu dengan mulut-mulut mereka sedangkan hatinya menolak dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” [At-Taubah: 8]

“Mereka tidak memelihara hubungan kerabat terhadap orang-orang mukmin dan tidak pula (mengindahkan perjanjian). Dan mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” [At-Taubah: 10]

5. Kalaulah kita setuju akan adanya perjanjian khusus satu negeri Muslim dan penguasanya dengan Amerika, maka para mujahidin yang berada di selain negara yang menjalin ‘perjanjian palsu’ tadi tidak terikat janji apapun dengan Amerika seperti yang dinyatakan Amerika sendiri.

6. Berdasarkan ijma‘, boleh membatalkan janji dari suatu kaum dengan syarat dikhawatirkan kaum itu akan mengabaikannya. Alloh berfirman:

وَإِمَّا تَخَافَنَّ مِنْ قَوْمٍ خِيَانَةً فَانْبِذْ إِلَيْهِمْ عَلَى سَوَآءٍ إِنَّ اللهَ لَا يُحِبُّ الْخَآئِنِيْنَ

 “Dan jika kamu khawatir akan terjadinya pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Alloh tidak suka orang-orang yang berkhianat.” [Al-Anfal: 58]

7. Kemudian, bagaimana mungkin memberikan jaminan keamanan kepada orang kafir yang memerangi dan menjajah negeri Islam sementara ia selalu melakukan pelanggaran keamanan dan perjanjian ini setiap masa.

Maka memberikan rasa aman dan jaminan keamanan kepada orang seperti ini ibarat orang yang mengucapkan sesuatu hal sekaligus mengucapkan lawan katanya dalam satu waktu, dan seperti orang yang memberikan jaminan keamanan kepada orang yang menyembelih, merampok dan menodai kehormatannya, kemudian setelah itu mengatakan kepadanya, “Kejahatan seperti apapun yang engkau lakukan terhadap hak-ku, engkau tetap aman menurut fihak saya; adapun engkau –hai musuh yang menyerang—engkau mendapatkan kebebasan sebebas-bebasnya untuk menodai kehormatanku dan merampok hasil negeriku, bagaimana dan kapan saja kamu mau.”

Tindakan seperti ini tentu saja tidak benar baik secara akal maupun syar‘i. Dan tidak ada seorangpun –yang memiliki akal dan din walau seberat biji dzarroh— menyatakan kebenaran akad dan perjanjian seperti ini dan keharusan untuk menghormatinya.

Umat ini belum pernah mengenal perjanjian dan akad seperti ini kecuali di zaman kita sekarang, di mana banyak sekali putera-putera Umat Islam yang mengekor dan “menuhankan” Amerika serta negeri kekafiran dan keangkaramurkaan lainnya, merasa ridho dengannya.

8. Islam melarang memberi tempat, melindungi, menyelamatkan atau memberi keamanan kepada ahli bid‘ah yang seharusnya dijatuhi hukuman atau had. Islam menganggap perbuatan seperti itu termasuk dosa besar.

Terdapat riwayat shohih dari Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda,

“Barangsiapa yang berbuat bid‘ah di Madinah, atau melindungi pelakunya, maka ia menanggung laknat Alloh, para malaikat dan semua manusia, tidak ada alasan lagi bagi dia.”

Walaupun hadits ini khusus bagi orang yang memberi tempat berlindung pelaku bid‘ah di Madinah, namun ia mengandung celaan mutlak bagi orang yang menjadi tempat lari orang yang menjadi ahli bid‘ah kemudian ia melindungi dan menyelamatkannya serta menghalangi antara dirinya dan pelaksaan qishosh hak dan keadilan.

Jika hukum orang yang memberi tempat, melindungi dan mengamankan orang Muslim yang melakukan bid‘ah saja seperti ini, lantas bagaimana dengan orang yang menyelamatkan dan memberikan keamanan kepada orang kafir harbi yang terus melancarkan makar dan memeranginya sebelum, ketika dan setelah ia beri jaminan keamanan dan perlindungan? Tidak diragukan lagi orang seperti ini lebih berhak mendapatkan ancaman, laknat dan kejauhan dari rahmat Alloh. Dia juga merupakan serikat dari orang kafir ini dalam kejahatan dan permusuhannya yang terus menerus tiada henti. Sebagaimana firman Alloh ta‘ala:

مَّنْ يَشْفَعْ شَفَاعَةً يَكُنْ لَّهُ نَصِيْبٌ مِّنْهَا وَ مَنْ يَشْفَعْ شَفَاعَةً سَيِّئَةً يَكُنْ لَهُ كِفْلُ مِّنْهَا وَ كَانَ اللهُ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ مُّقِيْمًا

“Barangsiapa memberi syafaat yang baik, niscaya akan memperoleh bagian pahala daripadanya. Dan siapa yang memberi syafaat yang buruk, niscaya ia akan memikul bagian dosa dari padanya. Dan Alloh Mahakuasa atas segala sesuatu.” [An-Nisa’: 85]

Terdapat riwayat shohih dari Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam –seperti dalam Shohih Muslim—bahwa beliau bersabda, “Siapa yang menyimpan barang hilang, maka ia sesat selama ia tidak mengumumkannya.”

Hadits ini berbicara mengenai orang yang menyimpan serta menyembunyikan hewan hilang. Lantas bagaimana dengan orang yang memberi tempat orang kafir harbi dan tidak menghentikan perang dan penjajahannya, kemudian malah menyembunyikan, membantu dan menghalangi antara dirinya dengan pedang-pedang kebenaran untuk bisa mencapainya? tidak diragukan lagi, ini lebih berhak mendapat predikat jahat dan sesat.!

Bukti keterangan dari penjelasan tadi adalah: Siapa saja yang seperti ini keadaannya –yaitu melakukan penjajahan dan perang yang terus menerus—maka dalam kondisi apapun tidak boleh mendapatkan jaminan keamanan atau diselamatkan. Dan siapa yang memberi tempat, menyelamatkan atau melindunginya, maka ia dosa dan penjahat. Jaminan keamanannya tidak berlaku, tidak boleh dan tidak mengharuskan seorangpun dari umat ini memenuhinya.

Source:
Judul Asli
Kasyful Litsam ‘An Dzirwati Sanamil Islam
Penulis
Asy-Syaikh Ibnu Qudamah An-Najdi
Judul Terjemahan
Jawaban seputar Masalah-Masalah Fikih Jihad
Alih Bahasa
Abu Jandl Al-Muhajir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...