8/10/2019

Ikhwanul Murtaddin [Bag. 4]


I k h w a n,
Pelindung dari
Taghut Raja-Raja Mesir

Selama penjajahan Inggris di Mesir, salibis mendirikan monarki superfisial yang setia kepada Kerajaan Inggris selama tiga puluh tahun. Kerajaan ini berhukum dengan hukum sekuler di mana Fuad dan Farouk bertindak sebagai "raja," keduanya adalah keturunan Muhammad Alī Pasha, modernis yang - di bawah bendera Turki Utsmaniyah si penyembah-kuburan - memimpin perang melawan tauhīd di al-Hijāz dan Najd. Kedua murtaddin Fuad dan Farouk terkenal karena sekularisme, kerusakan, dan sikap tunduk mereka kepada Inggris. 

Namun, Hasan al-Bannā menghitung "manfaat" dari raja Mesir bagi Ikhwān, sebagaimana yang al-Bannā jelaskan dalam otobiografinya. Dia bahkan memerintahkan para pengikutnya untuk berkumpul di depan publik dalam jumlah banyak dan menyapa raja pada setiap kunjungan monarki itu ke kota, dengan mengatakan, "Kalian harus berkumpul di trotoar dan menyapa raja, sehingga orang asing di negeri ini tahu bahwa kita menghormati raja dan mencintainya, sehingga rasa hormat mereka kepada kita akan meningkat" [Mudzakkarāt ad-Dakwah]. Jurnal resmi Ikhwān juga akan menyeru untuk menunjuk sang raja – sekuleris bukan Qurasyī - ke posisi Khalīfah. 

Dan secara umum, jurnal Ikhwānī memuji Fuad dan Farouk meskipun mereka adalah pion murtad dari Inggris. Judul-judul artikel di jurnal Ikhwānī termasuk, "Raja Farouk Adalah Panutan untuk Negaranya," "Farouk: Sang Pembela al-Qur'an," "Farouk Menghidupkan Sunnah Khulafā' Rāsyidah," "Raja Menyeru, Bangsa Menjawab – Kepada Yang Mulia, Raja Yang Shalih Farouk Yang Pertama, Dari Ikhwānul Muslimīn," "Kepada Yang Mulia Raja Tercinta, Semoga Allah Menolongnya," dan "Farouk: Panutan Yang Shalih." Beberapa artikel tersebut ditulis oleh al-Bannā sendiri. Di tahun "1937," Ikhwān merayakan pengangkatan resmi Farouk sebagai raja Mesir di konferensi umum mereka yang keempat, mengumpulkan dua puluh ribu orang dalam perayaan itu, dan mengumumkan janji setia mereka kepadanya. 

Ikhwān kemudian memerintahkan para pengikut mereka untuk setiap tahun berkumpul dan menunjukkan kesetiaan mereka kepada tāghūt pada hari perayaan ulang tahun ia naik tahta, pada saat ia kembali dari perjalanan ke negara lain, dan bahkan hari ulang tahunnya, sebagaimana didokumentasikan di dalam tulisan para sejarawan mereka sendiri.

Ikhwan dan Taghut Mubarak

Meskipun kesyirikan yang diterapkan oleh Hosni Mubarak dan penindasannya kepada umat Muslim di Mesir, Ikhwān tetap membelanya dan pemerintahannya, bahkan bekerja sama dengan rezimnya untuk melawan umat Muslim. Ma'mūn al-Hudaybī berkata, "Tidak ada kerentanan atau kebencian apa pun antara Ikhwānul Muslimīn dan Presiden Hosni Mubarak, karena ia tidak ikut campur dalam menekan dan menyiksa Ikhwān di era dahulu. Juga tidak ada permusuhan apa pun antara kelompok Ikhwān dengan partai politik dan orientasi mana pun" [Majalah Al-Mujtama].

'Umar at-Tilimsānī juga berkata, "Aku ikut serta dalam banyak sikap di mana pemerintah membutuhkan bantuan dari Ikhwānul Muslimīn… Aku selalu berhubungan dengan personil keamanan dari Kementerian Dalam Negeri. Aku menawarkan segala sesuatu yang akan memperkuat keamanan di Mesir. Aku tidak akan membiarkan tokoh kecil atau besar dari mereka untuk mendatangiku. Aku merasa cukup dengan mereka memanggilku di telepon untuk pergi ke kementerian, kecuali ketika sakit atau liburan, di mana mereka akan mengunjungiku dan berterima kasih kepadaku. Atas karunia Allah kepadaku, aku tidak pernah sekali pun pergi ke perguruan tinggi yang terhasut karena sejumlah sebab kecuali aku kembali dengan sukses. Pihak berwenang di Kementerian Dalam Negeri berterima kasih atas usahaku" [Dzikrāyāt lā Mudzakkirāt].

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, {Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nashrani menjadi auliyā’. Sebagian mereka adalah auliyā’ bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi auliyā’, maka sesungguhnya ia termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim} [Al-Mā'idah: 51]. Ini adalah hukum Allah atas Muslim yang mengambil orang Yahudi dan Kristen sebagai auliyā'. Betapa jauh lebih buruk orang-orang yang mengambil murtaddīn sebagai auliyā', karena kekufuran riddah lebih parah daripada kekufuran orang Yahudi dan Nashrani, menurut ijmā' Salaf, seperti nampak dalam masalah jizyah, pernikahan, dan hukum lain.


Ikhwan dan Irja’ Ekstrim

Irja' Ekstrim dari Ikhwān bukanlah fenomena yang tersembunyi. Hasan al-Hudaybī – "Mursyid 'ām" kedua – menulis buku "Du'āt lā Qudāt" (Pendakwah, Bukan Hakim), yang digunakan untuk menyebarkan bentuk ekstrim dari Irjā' dalam barisan para pengikutnya. Dia menentang pengucapan takfīr kepada pemerintah yang berhukum dengan hukum buatan manusia, karena sebagian Ikhwān mulai mengambil sikap yang lebih tegas dalam masalah ini.

Mengenai hal ini, anggota parlemen Ikhwānī Muhammad Jamāl Hishmat berkata, "Penerbitan buku 'Pendakwah, Bukan Hakim' adalah cukup untuk menyingkirkan masalah takfīr, bahkan jika permasalahan ini diangkat oleh Sayyid Qutb[5]. Manhaj yang diikuti oleh Ikhwān adalah tidak adanya takfīr. Prinsip keduapuluh dari dua puluh prinsip [ditulis oleh Hasan al-Bannā] adalah tidak diperbolehkan bagi siapa pun untuk menyatakan takfīr kepada orang lain dikarenakan dosa[6]. Ini adalah jelas. Tidak ada upaya pembunuhan yang dilatarbelakangi oleh takfīr. Tidak ada adopsi takfīr. Orang-orang Ikhwān yang mengadopsi takfīr maka telah meninggalkan partai. Mereka telah dibantah. Mereka yang paham, menjadi moderat, dan kembali dari kejahatan mereka, kembali ke partai. Mereka yang tidak kembali, diusir dari partai dan diberitahu oleh yang mengusir mereka, 'Carilah spanduk lain." Ini adalah perkara yang sangat jelas" [Wawancara Al-Jazīrah].

"Mursyid 'am" keempat Abun-Nasr berkata, "Kami mengulurkan tangan kami kepada semua aktivis yang menganggap diri mereka berasal dari gerakan Islam di bidang dakwah, kecuali mereka yang menyatakan takfīr kepada penguasa atau orang lain. Hal ini karena kami menentang takfīr secara umum" [Majalah An-Nūr].

Ikhwān mengatakan dalam sebuah pernyataan resmi, "Ikhwānul Muslimīn melihat semua orang sebagai pembawa kebaikan, memenuhi syarat untuk membawa amanah dan tegak di atas kebenaran. Ikhwānul Muslimīn tidak menyibukkan diri dengan takfīr kepada siapa pun... Kami, Ikhwān, selalu mengatakan, kami adalah pendakwah bukanlah hakim. Dengan alasan ini kami tidak pernah berpikir sebentar saja untuk memaksa siapa pun ke dalam keyakinan atau agama lain" [Bayān lin-Nās].

"Mursyid 'am" ketiga 'Umar at-Tilimsanī berkata, "Terdapat perbedaan yang jelas antara sekularisme dan ateisme. Sekularisme tidak menentang agama. Ia memberikan orang beragama haknya untuk mengekspresikan dirinya. Adapun ateisme, maka ini adalah sikap individu yang mengarah untuk secara tidak adil mengejar orang-orang beragama. Aku adalah rekan dari Mister Siraj ad-Din, presiden dari partai Wafd [sekuler] di Fakultas Hukum. Dia adalah orang saleh yang melaksanakan shalat dan puasa. Selain itu, partai al-Wafd tidak pernah merugikan Ikhwān" [Jurnal Al-Mustaqbal].
Jadi, Ikhwān tidak menyatakan takfīr bahkan kepada sekuleris! Mereka bahkan mengingkari mantan anggotanya hanya karena anggota tersebut menyatakan takfīr kepada rezim tāghūt!

[5] Terkadang anggota-anggota Ikhwan telah meninggalkan aqidah para pemimpin Ikhwani dengan menyatakan takfir kepada rezim yang berhukum dengan hukum buatan manusia, menyatakan permusuhan dengan rezim semacam itu, dan mengecam keikutsertaan dalam pemerintahan sekuler. Sebagian anggotanya juga menyeru kepada jihad yang menjadi wajib bagi tiap Muslim di zaman ini, terutama jihad melawan rezim murtad tersebut dan para penjajah kafir. Seruan itu ditolak oleh Ikhwan, jadi para penganut keyakinan tersebut akan meninggalkan partai atau menghadapi kecaman, pengucilan, dan pengusiran jika orang-orang itu tidak kembali.
[6] Tidak diperbolehkan menyatakan tafkīr pada seorang Muslim karena dosa-dosa seperti membunuh, berzina, dan meminum alkohol. Kesalahan dari ucapan al-Bannā dan ucapan para pengikutnya adalah penerapan dari aturan tersebut untuk perbuatan-perbuatan yang termasuk kufur akbar pada dan dari perbuatan itu sendiri, seperti menghina agama, menyembah kepada yang telah mati, berhukum dengan hukum buatan manusia, dan menolong kuffār melawan umat Muslim. Pelaku dari perbuatan-perbuatan tersebut adalah seorang murtad tanpa keraguan.


source: DABIQ 14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...