BUNUHLAH !
PARA PEMIMPIN KEKAFIRAN
Pada tanggal 21
Rabi'al-Awwal, rezim tāghut Alu Sa'ud,
dengan persetujuan hakim mereka dan dukungan "para ulama" antek
mereka, mengeksekusi puluhan orang besar yang "pelanggaran" mereka
hanyalah berkhutbah tentang tauhid dan berjihād di jalan Allah. Yang paling
menonjol di antara mereka yang terbunuh adalah ulama Abu Jandal al-Azdi (Faris Al
Shuwayl az-Zahrāni), Hamd al-Humaydi,
dan 'Abdul-'Aziz at-Tuwayli'i, semoga Allah menerima mereka semua sebagai syuhadā'.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman, “Dan
janganlah kamu mengatakan orang-orang yang gugur di jalan Allah (itu) mati,
bahkan mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya” [Al-Baqarah :154).
Sejak
pembentukan negara mereka yang sekarang, rezim Saudi dikenal telah melakukan
lebih dari satu Pembatal Keislaman. Gambar dan video dari "keluarga
kerajaan" Saudi yang sedang menari, berjingkrak, dan bahkan mencium rekan
mereka tentara salib, karena "keluarga kerajaan" Saudi mendukung tentara
salib dalam perang melawan Islam dan kaum Muslimin, cukup terkenal sehingga
tidak ada yang bisa menyangkal rasa kasih sayang yang mereka tunjukkan dan
Allah subhahu
wa ta’al berfirman, “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman
pada Allah dan hari akhir, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang
menentang Allah dan Rasul-Nya” [Al-
Mujādilah: 22].
Namun
karena suatu alasan atau yang lain, banyak orang bodoh sering tidak mengenali
realitas dari ulama istana milik rezim ini, bahwa ulama-ulama tersebut tidak
diragukan lagi adalah Murtaddin. Kemurtadan mereka bahkan lebih besar
dari yang lain, kenyataan bahwa mereka telah mempelajari dien ini dengan jelas
telah membuktikan jatuhnya mereka kepada kufur. Mereka mencari-cari pembenaran
bagi tuan-tuan mereka dengan penipuan, menambal pendapat mereka dengan ayat, hadits,
dan atsar dari para Salaf bukan pada tempatnya. Yang paling parah, mereka telah
menasehati para pemuda untuk menolak arti sebenarnya dari jihād dan menggantinya
dengan nasionalisme. "Hukum Allah" bagi mereka adalah apa saja yang
bisa diterima oleh pemerintahan Saudi. Oleh karena itu, harus dipahami bahwa
ulama tersebut tidak hanya pengamat yang diam di belakang layar.
Sebaliknya,
ulama istana rezim Saudi - mulai dari "Mufti Agung" mereka 'Abdul-'Aziz
Alu asy-Syaikh sampai pelayan yang menyebarkan propaganda pro-tāghut yang penuh
penipuan di atas mimbar "kerajaan" - berada di garis depan dalam
upaya menghalangi Muslim dari jihād dan menegakkan Syari'ah, mencegah mereka
dari jalan Allah. Bersembunyi di balik klaim "Sunni," "Hanbali,"
"Salafi," dan terutama klaim sebagai anak keturunan dan murid-murid
dari Muhammad Ibnu 'Abdil-Wahhāb, mereka sebenarnya tidak lebih dari budak tāghut,
memerangi mujāhidin untuk mempertahankan kekuasaan. Padahal Ibnu 'Abdil-Wahhāb telah menyebutkan di antara
sepuluh pembatal keislaman yang terbesar, "Kedelapan: mendukung musyrikin
dan membantu mereka terhadap kaum Muslimin. Dalilnya adalah firman-Nya subhanahu wa ta’ala,
“Barangsiapa dari kamu mengambil mereka menjadi pemimpin
[wali], maka sungguh dia termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim”. [Ar-Rasāil asy-Syakhsiyyah].
Ketika
ditanya tentang perbedaan yang jelas antara aqidah berlandaskan Al Qur'an dari
Muhammad Ibnu 'Abdil-Wahhāb dengan rezim Saudi yang terus berkoalisi dengan
Salibis, ulama istana Hātim al-'Auni malah mengkritik Ibnu 'Abdil-Wahhāb dan menganggap
hal tersebut adalah salah satu alasan perlunya revisi terhadap tulisan
ulama-ulama bersejarah Nejd.
Dalam
"pembenaran" mereka untuk membunuh mujāhidin, Saudi menyatakan bahwa
rencana sebagian ikhwan tersebut adalah "untuk merusak ekonomi negara dan
membahayakan status kerajaan serta hubungan dan kepentingannya dengan
negara-negara sahabat," secara khusus menyebut "dengan menyerang
konsulat Amerika di Jeddah"
Serangan terhadap saudara rezim
dalam kekufuran semacam itu dilabeli oleh Sa'ad asy-Syathri - seorang konsultan
dewan "keluarga kerajaan" Saudi -sebagai "penyebab kerusakan di
muka bumi." Penipuan yang sama disampaikan oleh rekannya 'Abdullāh al-Mutlaq
dan 'A'id al-Qarni, sementara si pencari muka Saudi, Muhammad al-'Arifi memuji
keputusan peradilan.
Salmān al-'Audah menyebut
eksekusi tersebut sebagai peringatan bagi pemuda Muslim agar tidak berpaling
kepada "ekstremisme" (yaitu jihād di jalan Allah) dan si antek Adil
al-Kalbāni menasehati orang-orang untuk waspada terhadap siapa saja yang
marah atas eksekusi tersebut, menyatakan bahwa orang seperti itu adalah kaki
tangan para terhukum di dalam kejahatan.
Dukungan serupa diberikan oleh 'Abdullāh
al asy-Syaikh, Salmān an-Nashwān, 'Abdur-Rahmān as-Sudays, Salih al-Maghāmisi, Sulaymān
al-Mājid, Muhammad as-Sa'idi,
'Iwad al-Qarni, Sa'ad Ibnu Musfir al-Qahtāni, Yusuf al-Muhawwis, dan 'Abdul-'Aziz
al-Fauzān.
Dan di kesempatan ini,
adz-Dzawāhiri muncul dan mengkritik rezim murtad Saudi namun tidak menyebut ulam-aulama
suu' yang menopang mereka, bahkan, dia hanya menyarankan "ulama-ulama"
Jazirah Arab untuk berbicara menentang pemerintah. Sambil mengulang-ulang
perbedaan yang mencolok antara kebijakan Irja'-nya dan konsep al wala' wal
bara', dia tidak menyarankan kaum muslimin untuk bangkit memerangi rezim Saudi.
Sebaliknya, ia menasehati mereka yang berniat balas dendam bagi para ulama itu
untukmenyerang Yahudi dan tentara salib tuan dari Alu Sa'ud. Sang "orang
bijak dari umat ini" menganggap hal itu adalah respon terbaik terhadap
rezim, dengan dusta mengklaim bahwa itu akan mendorong salibis untuk berhenti
menopang negara Saudi, negara yang telah berbuat sekuat tenaga untuk melayani tentara
salib”
Para pengklaim jihād tampaknya tidak menyadari bahwa satusatunya respon
terhadap tertumpahnya darah seorang Muslim adalah dengan membantai para
pembunuh murtad dan semua yang membantu mereka - terutama "ulama"
setia mereka.
Kapan umat Islam di Jazirah Arab
akan bangkit dan melawan kemurtadan para ulama istana? Sungguh, "para
ulama" itu telah merusak sumpah mereka kepada Allah dan kepada kaum
Muslimin, karena mereka telah membuat kedustaan di dalam agama dan memfitnah para
pengemban jihād dan shalihin.
Sebagaimana Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman, “Jika mereka merusak sumpahnya sesudah mereka berjanji, dan
mereka mencerca agamamu, maka perangilah para pemimpin kekafiran itu, karena
sesungguhnya tidak ada perjanjian [keamanan] bagi mereka, agar mereka berhenti”
[at-Taubah: 12], jadi mereka tidak memiliki perjanjian atau keselamatan dan harus
diperangi. Sungguh, mereka adalah Abu Jahal bin Hisyām, Umayyah bin Khalaf, dan
'Utbah Ibnu Rabi'ah masa kini, menempatkan "nasionalisme" jāhiliyah
di atas penegakkan Islam.
Ulama istana murtad itu disebut
oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai "para penyeru ke pintu Jahannam"
dan bahwa "mereka berkulit seperti kita dan berbicara dengan bahasa
kita." Ketika ditanya apa yang harus dilakukan jika menyaksikan kejahatan
semacam itu, beliau memerintahkan, "Tetaplah bersama Jamā'ah kaum
muslimin dan imam mereka" [HR. al-Bukhāri dan Muslim dari Hudzaifah].
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, "Siapapun yang mendatangi kalian
ingin mematahkan kekuatan atau memecah belah persatuan kalian sementara urusan
kalian semua berada di bawah satu orang, maka bunuhlah dia" [HR Muslim
dari 'Arfajah].
Ini adalah hukuman untuk
seseorang yang hanya mencoba untuk memecah belah Jamā'ah kaum Muslim - Khilafah
- melalui propaganda dan kekuatan. Lalu bagaimana dengan hukuman bagi para
pendukung tawāghit itu, menara kekufuran itu, penyeru ke pintu Jahannam itu,
yang – dengan ceramah-ceramah dan fatwa-fatwa sesat mereka - menggiring
orang-orang bodoh untuk mendukung tawāghit?! Mereka telah melakukan syirik
dalam hukum Allah, karena mereka telah menjadikan diri mereka sebagai
tuhan-tuhan selain Allah, sengaja menghalalkan yang harām dan mengharamkan
tidak hanya yang halāl tapi bahkan yang wājib! Mereka tidak diragukan adalah musyrikin,
dan Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “MAKA BUNUHLAH MUSYRIKIN ITU DI MANA SAJA KAMU JUMPAI MEREKA” [at-Taubah: 5].
Sungguh, telah wajib menumpahkan darah
ulama istana itu, karena mereka telah murtad bertahun-tahun yang lalu, membela
dan mendukung tāghut memerangi Islam. Namun, alasan untuk membunuh mereka saat
ini lebih besar, karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Oleh sebab
itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan
serangannya terhadapmu” [al-Baqarah: 194].
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala merahmati
semua ksatria "tunggal" Khilāfah di Jazirah Arab dan menganugerahi
mereka kesuksesan dalam amal-amal mereka dan keikhlasan di hati mereka. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar