8/12/2019

BUNUHLAH PARA PEMIMPIN KEKAFIRAN


BUNUHLAH ! 
PARA PEMIMPIN KEKAFIRAN

Pada tanggal 21 Rabi'al-Awwal, rezim tāghut Alu Sa'ud, dengan persetujuan hakim mereka dan dukungan "para ulama" antek mereka, mengeksekusi puluhan orang besar yang "pelanggaran" mereka hanyalah berkhutbah tentang tauhid dan berjihād di jalan Allah. Yang paling menonjol di antara mereka yang terbunuh adalah ulama Abu Jandal al-Azdi (Faris Al Shuwayl az-Zahrāni), Hamd al-Humaydi, dan 'Abdul-'Aziz at-Tuwayli'i, semoga Allah menerima mereka semua sebagai syuhadā'. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang gugur di jalan Allah (itu) mati, bahkan mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya [Al-Baqarah :154).

Sejak pembentukan negara mereka yang sekarang, rezim Saudi dikenal telah melakukan lebih dari satu Pembatal Keislaman. Gambar dan video dari "keluarga kerajaan" Saudi yang sedang menari, berjingkrak, dan bahkan mencium rekan mereka tentara salib, karena "keluarga kerajaan" Saudi mendukung tentara salib dalam perang melawan Islam dan kaum Muslimin, cukup terkenal sehingga tidak ada yang bisa menyangkal rasa kasih sayang yang mereka tunjukkan dan Allah subhahu wa ta’al berfirman, “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhir, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya[Al- Mujādilah: 22].

Namun karena suatu alasan atau yang lain, banyak orang bodoh sering tidak mengenali realitas dari ulama istana milik rezim ini, bahwa ulama-ulama tersebut tidak diragukan lagi adalah Murtaddin. Kemurtadan mereka bahkan lebih besar dari yang lain, kenyataan bahwa mereka telah mempelajari dien ini dengan jelas telah membuktikan jatuhnya mereka kepada kufur. Mereka mencari-cari pembenaran bagi tuan-tuan mereka dengan penipuan, menambal pendapat mereka dengan ayat, hadits, dan atsar dari para Salaf bukan pada tempatnya. Yang paling parah, mereka telah menasehati para pemuda untuk menolak arti sebenarnya dari jihād dan menggantinya dengan nasionalisme. "Hukum Allah" bagi mereka adalah apa saja yang bisa diterima oleh pemerintahan Saudi. Oleh karena itu, harus dipahami bahwa ulama tersebut tidak hanya pengamat yang diam di belakang layar.

Sebaliknya, ulama istana rezim Saudi - mulai dari "Mufti Agung" mereka 'Abdul-'Aziz Alu asy-Syaikh sampai pelayan yang menyebarkan propaganda pro-tāghut yang penuh penipuan di atas mimbar "kerajaan" - berada di garis depan dalam upaya menghalangi Muslim dari jihād dan menegakkan Syari'ah, mencegah mereka dari jalan Allah. Bersembunyi di balik klaim "Sunni," "Hanbali," "Salafi," dan terutama klaim sebagai anak keturunan dan murid-murid dari Muhammad Ibnu 'Abdil-Wahhāb, mereka sebenarnya tidak lebih dari budak tāghut, memerangi mujāhidin untuk mempertahankan kekuasaan. Padahal Ibnu 'Abdil-Wahhāb telah menyebutkan di antara sepuluh pembatal keislaman yang terbesar, "Kedelapan: mendukung musyrikin dan membantu mereka terhadap kaum Muslimin. Dalilnya adalah firman-Nya subhanahu wa ta’ala, Barangsiapa dari kamu mengambil mereka menjadi pemimpin [wali], maka sungguh dia termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim”.  [Ar-Rasāil asy-Syakhsiyyah].

Ketika ditanya tentang perbedaan yang jelas antara aqidah berlandaskan Al Qur'an dari Muhammad Ibnu 'Abdil-Wahhāb dengan rezim Saudi yang terus berkoalisi dengan Salibis, ulama istana Hātim al-'Auni malah mengkritik Ibnu 'Abdil-Wahhāb dan menganggap hal tersebut adalah salah satu alasan perlunya revisi terhadap tulisan ulama-ulama bersejarah Nejd.

Dalam "pembenaran" mereka untuk membunuh mujāhidin, Saudi menyatakan bahwa rencana sebagian ikhwan tersebut adalah "untuk merusak ekonomi negara dan membahayakan status kerajaan serta hubungan dan kepentingannya dengan negara-negara sahabat," secara khusus menyebut "dengan menyerang konsulat Amerika di Jeddah"

Serangan terhadap saudara rezim dalam kekufuran semacam itu dilabeli oleh Sa'ad asy-Syathri - seorang konsultan dewan "keluarga kerajaan" Saudi -sebagai "penyebab kerusakan di muka bumi." Penipuan yang sama disampaikan oleh rekannya 'Abdullāh al-Mutlaq dan 'A'id al-Qarni, sementara si pencari muka Saudi, Muhammad al-'Arifi memuji keputusan peradilan.

Salmān al-'Audah menyebut eksekusi tersebut sebagai peringatan bagi pemuda Muslim agar tidak berpaling kepada "ekstremisme" (yaitu jihād di jalan Allah) dan si antek Adil al-Kalbāni menasehati orang-orang untuk waspada terhadap siapa saja yang marah atas eksekusi tersebut, menyatakan bahwa orang seperti itu adalah kaki tangan para terhukum di dalam kejahatan.

Dukungan serupa diberikan oleh 'Abdullāh al asy-Syaikh, Salmān an-Nashwān, 'Abdur-Rahmān as-Sudays, Salih al-Maghāmisi, Sulaymān al-Mājid, Muhammad as-Sa'idi, 'Iwad al-Qarni, Sa'ad Ibnu Musfir al-Qahtāni, Yusuf al-Muhawwis, dan 'Abdul-'Aziz al-Fauzān.

Dan di kesempatan ini, adz-Dzawāhiri muncul dan mengkritik rezim murtad Saudi namun tidak menyebut ulam-aulama suu' yang menopang mereka, bahkan, dia hanya menyarankan "ulama-ulama" Jazirah Arab untuk berbicara menentang pemerintah. Sambil mengulang-ulang perbedaan yang mencolok antara kebijakan Irja'-nya dan konsep al wala' wal bara', dia tidak menyarankan kaum muslimin untuk bangkit memerangi rezim Saudi. Sebaliknya, ia menasehati mereka yang berniat balas dendam bagi para ulama itu untukmenyerang Yahudi dan tentara salib tuan dari Alu Sa'ud. Sang "orang bijak dari umat ini" menganggap hal itu adalah respon terbaik terhadap rezim, dengan dusta mengklaim bahwa itu akan mendorong salibis untuk berhenti menopang negara Saudi, negara yang telah berbuat sekuat tenaga untuk melayani tentara salib Para pengklaim jihād tampaknya tidak menyadari bahwa satusatunya respon terhadap tertumpahnya darah seorang Muslim adalah dengan membantai para pembunuh murtad dan semua yang membantu mereka - terutama "ulama" setia mereka.

Kapan umat Islam di Jazirah Arab akan bangkit dan melawan kemurtadan para ulama istana? Sungguh, "para ulama" itu telah merusak sumpah mereka kepada Allah dan kepada kaum Muslimin, karena mereka telah membuat kedustaan di dalam agama dan memfitnah para pengemban jihād dan shalihin.

Sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Jika mereka merusak sumpahnya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah para pemimpin kekafiran itu, karena sesungguhnya tidak ada perjanjian [keamanan] bagi mereka, agar mereka berhenti” [at-Taubah: 12], jadi mereka tidak memiliki perjanjian atau keselamatan dan harus diperangi. Sungguh, mereka adalah Abu Jahal bin Hisyām, Umayyah bin Khalaf, dan 'Utbah Ibnu Rabi'ah masa kini, menempatkan "nasionalisme" jāhiliyah di atas penegakkan Islam.

Ulama istana murtad itu disebut oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai "para penyeru ke pintu Jahannam" dan bahwa "mereka berkulit seperti kita dan berbicara dengan bahasa kita." Ketika ditanya apa yang harus dilakukan jika menyaksikan kejahatan semacam itu, beliau memerintahkan, "Tetaplah bersama Jamā'ah kaum muslimin dan imam mereka" [HR. al-Bukhāri dan Muslim dari Hudzaifah]. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  juga bersabda, "Siapapun yang mendatangi kalian ingin mematahkan kekuatan atau memecah belah persatuan kalian sementara urusan kalian semua berada di bawah satu orang, maka bunuhlah dia" [HR Muslim dari 'Arfajah].

Ini adalah hukuman untuk seseorang yang hanya mencoba untuk memecah belah Jamā'ah kaum Muslim - Khilafah - melalui propaganda dan kekuatan. Lalu bagaimana dengan hukuman bagi para pendukung tawāghit itu, menara kekufuran itu, penyeru ke pintu Jahannam itu, yang – dengan ceramah-ceramah dan fatwa-fatwa sesat mereka - menggiring orang-orang bodoh untuk mendukung tawāghit?! Mereka telah melakukan syirik dalam hukum Allah, karena mereka telah menjadikan diri mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah, sengaja menghalalkan yang harām dan mengharamkan tidak hanya yang halāl tapi bahkan yang wājib! Mereka tidak diragukan adalah musyrikin, dan Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “MAKA BUNUHLAH MUSYRIKIN ITU DI MANA SAJA KAMU JUMPAI MEREKA” [at-Taubah: 5].

Sungguh, telah wajib menumpahkan darah ulama istana itu, karena mereka telah murtad bertahun-tahun yang lalu, membela dan mendukung tāghut memerangi Islam. Namun, alasan untuk membunuh mereka saat ini lebih besar, karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu” [al-Baqarah: 194].

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala merahmati semua ksatria "tunggal" Khilāfah di Jazirah Arab dan menganugerahi mereka kesuksesan dalam amal-amal mereka dan keikhlasan di hati mereka. Amin.


Source: DABIQ 13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...