8/10/2019

Ikhwanul Murtaddin [Bag. 2]


Ikhwān dan Legislatif

Hubungan terlarang Ikhwān dengan parlemen adalah sifat yang paling terkenal dari kelompok ini dalam tiga puluh tahun terakhir. Namun, ini bukan tradisi baru bagi kelompok karena "Mursyid 'ām" pertamanya, Hasan al-Bannā, menominasikan dirinya sendiri untuk parlemen Mesir sebanyak dua kali selama pemerintahan tāghūt Farouk I - di tahun "1942" dan "1944" - sebagaimana didokumentasikan oleh wartawan Ikhwānī Jābir Rizq dalam bukunya "Hasan al-Bannā bi Aqlām Talāmidhatihī wa Mu'āsirīh."  

Al-Bannā juga berusaha untuk membenarkan partisipasinya dan para pengikutnya dalam pemilihan parlemen di dalam sebuah artikel berjudul "Mengapa Ikhwān Mengambil Bagian dalam Pemilihan Parlemen?" di jurnal resmi Ikhwānī. Sejak itu, Ikhwān telah berpartisipasi dalam berbagai pemilu badan legislatif di beberapa negara, meminta untuk diri mereka sendiri hak Allah untuk membuat hukum Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, {Apakah mereka memiliki sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?} [Asy-Syūrā: 21].

Ikhwān secara licik "membenarkan" kekufuran seperti itu dengan dalih memerintahkan kepada yang baik dan mencegah dari yang munkar, sebagaimana al-Bannā menulis sebuah artikel pada tahun "1938M" berjudul "Penghancuran Bar Adalah Sebuah Insiden Yang Memerlukan Refleksi Serius" dimana ia berkata, 'Melarang alkohol adalah hak-hak imām… Dengan demikian, kita melihat bahwa Islam adalah agama organisasi. Ia menjadikan merubah kemunkaran sebagai hak imām… Pemerintah di zaman kita memiliki peran imām. Ia bertanggung jawab untuk melarang semua kemunkaran. Jika ia tidak melakukannya, maka wajib atas perwakilan dari masyarakat untuk membuat mosi tidak percaya kepada pemerintah. Jika perwakilan tidak memenuhi tanggung jawab mereka, maka wajib atas bangsa untuk tidak memberikan mereka kepercayaan mereka dan beralih memilih perwakilan lainnya. Jika perwakilan Muslim berkumpul di bawah kubah parlemen, maka memungkinkan untuk mengakhiri semua kemunkaran melalui kekuatan hukum dan kekuasaan dari sistem" [Majalah An- Nadhīr].

Bukannya menyeru kepada kewajiban jihād melawan kelompok-kelompok yang menolak dengan kekuatan untuk mentaati kewajiban Syarī'at yang jelas, seperti haramnya alkohol dan pengumpulan zakāt, Ikhwān malah menyeru umat Muslim untuk melakukan kemurtadan dengan memilih individu untuk mewakili mereka dalam parlemen sebagai pembuat hukum selain Allah!


Ikhwan dan Demokrasi

Demokrasi adalah sebuah agama yang memberikan kekuasaan tertinggi kepada manusia bukan Allah subhanahu wa ta’ala. Di dalamnya, hak untuk membuat hukum didistribusikan di antara manusia sehingga mereka dengan demikian menentukan apa hukum yang cocok untuk diterapkan di negeri itu. Jika mayoritas memutuskan sodomi diperbolehkan, maka ia disahkan meskipun itu bertentangan dengan Syarī'at Allah. Dan jika mayoritas memutuskan untuk melarang sodomi, maka ia dibuat ilegal, bukan karena itu adalah hukum Allah, tetapi karena kekuasaan tertinggi ada di tangan manusia, di atas dan di luar kekuasaan Allah! Betapa keji agama yang mana semua anggotanya menganggap mereka "Tuhan" selain Allah! Namun, Ikhwān bersikeras bahwa ini adalah agama mereka dan menyebarkannya atas nama Islam! {"Kamu tidak menyembah selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya.

Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui"} [Yūsuf: 40].

"Ulama" Ikhwānī al-Qardāwī berkata, "Gerakan Islam harus selalu berada di barisan kebebasan berpolitik yang diwakili oleh demokrasi sejati" [Awlawiyyāt al-Harakah al-Islāmiyyah].

"Mursyid 'ām" keempat Muhammad Hāmid Abun-Nasr pernah ditanya, "Sebagian orang menuduh Ikhwān menjadi musuh demokrasi dan memusuhi pluralisme politik. Apakah tanggapan Anda mengenai tuduhan ini?" Dia menjawab, "Siapa pun yang mengatakan seperti itu maka ia tidak mengenal Ikhwān. Dia hanya menuduh tanpa ilmu. Kami mendukung semua makna dan dimensi yang lengkap dan komprehensif dari demokrasi. Kami tidak melawan pluralisme partai. Orang-oranglah yang memiliki hak untuk menilai semua ideologi dan individu" [Majalah Al-'Ālam]. 

"Ideolog" Ikhwānī Farīd 'Abdil-Khāliq berkata, "Islam tidak menentang pembentukan partai politik dan tidak menentang demokrasi. Bahkan, inti dari demokrasi berasal dari jantung Islam" [Majalah Al-Musawwir].

"Mursyid 'ām" keenam Ma'mūn al-Hudaybī berkata, "Ikhwānul Muslimīn mendukung demokrasi yang sebenarnya" [Majalah Al-Musawwir].

'Abdul-Mun'im 'Abdul-Futūh - anggota Kantor Eksekutif Ikhwān - berkata, "Kami menganggap semua rezim yang diangkat bertentangan dengan kehendak masyarakat adalah rezim yang tidak sah. Kami tidak akan mengakui legitimasi konstitusional mereka sampai mereka diangkat melalui kotak suara pemilu. Kami menghormati setiap rezim yang datang melalui pemilihan kotak suara bahkan walaupun tidak mengangkat slogan Islam. Kami akan terus menentang setiap rezim yang tidak konstitusional yang tidak mewakili kehendak rakyat atau yang datang menentang kehendak rakyat. Kami akan terus menentangnya, tetapi itu tidak akan pernah melalui jalan oposisi militer" [Wawancara Al-Jazīrah].

Ikhwan dan Pemerintahan Konstitusional

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, {Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman pada apa yang diturunkan kepadamu dan pada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thāghūt, padahal mereka telah diperintah mengingkari thāghūt itu; dan Syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauhjauhnya} [An-Nisā': 60]

Konstitusi dari berbagai pemerintah murtad yang mengaku Muslim adalah kekuasaan hukum yang menandingi Syarī'at Allah. Jadi, mereka adalah tawāghīt yang harus dibenci, diingkari, dan diperangi. Wajib untuk menyatakan takfīr kepada orang-orang yang berhukum dengan dan membela konstitusi itu. Namun, para pemimpin Ikhwān malah menyatakan rasa hormat mereka yang mendalam kepada hukum konstitusi demokrasi! Al-Bannā berkata, "Jika si pengamat melihat dasar dari pemerintahan konstitusional, ia akan melihat bahwa secara keseluruhan ia menjaga segala bentuk kebebasan individu, musyawarah, kekuasaan di tangan masyarakat, tanggung jawab penguasa di hadapan masyarakat, pengadilan penguasa atas perbuatannya, dan penetapan batas kekuasaan untuk setiap badan otoritas. Bagi si pengamat, prinsip-prinsip itu semuanya jelas sesuai dengan ajaran dan sistem Islam dalam metode  pemerintahan. Karena alasan ini, Ikhwānul Muslimīn percaya bahwa sistem pemerintahan konstitusional adalah sistem pemerintahan di dunia yang paling dekat dengan Islam. Ikhwānul Muslimīn tidak mendahulukan sistem lain atasnya" [Mabādi' wa Ushūl fī Mu'tamarāt Khāssah].

Pemimpin tinggi Ikhwānī 'Isām al-'Aryān berkata, "Ikhwān menganggap pemerintahan konstitusional adalah yang paling dekat dengan pemerintahan Islam. Mereka tidak lebih mendahulukan sistem lain atasnya, terutama karena ditekankan oleh pernyataan konferensi kelima oleh Hasan al-Bannā… Mengapa sebagian orang bersikeras bahwa Islam adalah musuh demokrasi? Ini adalah tuduhan palsu. Kami adalah yang pertama menyeru kepada demokrasi dan melaksanakannya. 

Kami akan membelanya sampai mati" [Majalah Liwā’ al-Islām]. Ikhwān tidak hanya mengagumi konstitusi tāghūt yang ada, tapi bahkan menulis milik mereka sendiri untuk Mesir di tahun "1952." Itu disetujui oleh partai "Komisi Dasar" dan mencakup yang berikut ini:
·      Pasal 11: Sebelum para anggota DPR memangku jabatan mereka, mereka harus berjanji di depan publik di aula pertemuan mereka bahwa mereka akan tulus kepada Allah, kemudian bangsa, untuk mematuhi hukum konstitusi baik dalam teks maupun ruhnya.
·      Pasal 17: Tidak diperbolehkan untuk meminta pertanggungjawaban anggota DPR atas apa yang mereka tawarkan berupa ide dan opini di dalam sidang.
·      Pasal 18: Tdak diperbolehkan selama pertemuan sidang untuk menangkap anggota dewan tanpa izin dari dewan.
·      Pasal 19: Tidak diperbolehkan untuk mengeluarkan anggota dewan kecuali dengan keputusan mayoritas anggota dewan.
·      Pasal 26: Sebelum presiden negara memegang kekuasaannya ia harus berjanji sebagai berikut di depan dewan, "Aku bersumpah demi Allah Yang Mahakuasa untuk menghormati teks dan ruh konstitusi."
·      Pasal 77: Manusia terlahir merdeka dan setara dalam hal kehormatan, hak, dan kebebasan mereka, tanpa pembedaan berdasarkan asal, bahasa, agama, atau warna. Mereka harus memperlakukan satu sama lain dengan semangat persaudaraan.
·      Pasal 78: Setiap individu memiliki hak hidup, kebebasan, dan kesetaraan di hadapan hukum dan hak untuk tinggal dengan rasa aman dan nyaman.
·      Pasal 88: Setiap individu memiliki hak kebebasan dalam pemikiran, keyakinan, dan agama.
·      Pasal 89: Setiap individu memiliki hak kebebasan berpendapat dan berekspresi.
·      Pasal 90: Setiap individu memiliki hak untuk berkumpul dan membentuk organisasi damai.

Pasal-pasal ini secara terang-terangan menyerukan untuk pelaksanaan dan pemeliharaan berbagai prinsip yang mana negara sekuler modern didirikan di atasnya. Bagaimana mungkin partai ini dinyatakan memiliki hubungan dengan Islam kecuali sebagaimana Musailimah al-Kadzdzāb memiliki hubungan dengannya.


source: DABIQ 14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...