Ikhwanul Murtaddin
Selama beberapa dekade terakhir, sebuah kanker mematikan
telah muncul, bermutasi, dan menyebar, mencoba untuk menenggelamkan seluruh
umat ke dalam kemurtadan. Dimulai di sebuah kota Mesir pada tahun "1928
M,"
ia dengan cepat menyebar di Mesir hingga ke Syām, Irak, dan akhirnya ke mayoritas
negeri yang dirampas oleh tawāghīt murtad. Kemudian menyebar ke Barat -
Amerika, Eropa, dan Australia - dan negara lain di seluruh dunia.
Di mana saja ada komunitas Muslim, ia mencoba untuk
memegang urusan mereka dan menanamkan dalam diri mereka agama selain Islam,
atas nama Islam. Kesesatan dari kanker ini bahkan melampaui sekte-sekte
bersejarah yang paling sesat dan tersebar luas termasuk Ahmiyyah,
Mu'tazilah, Māturīdiyyah, dan Asy'ariyyah. Dan karena kematian para ulama,
tidak adanya khulafā' selama berabad-abad, dan penyebaran Tasawuf,
Kalām "retorika teologis" yang sesat, Ra'yu pendapat "fiqh"
salah yang bertentangan dengan hadīts”,
penyembahan kuburan, dan modernisasi oleh Utsmaniyah yang sesat, serta
penjajahan tentara salib di banyak negeri Muslim, kanker ini dengan mudah
menemukan pijakan yang kuat di setiap negeri yang ia capai.
Agamanya adalah campur aduk dari penyimpangan yang
diwariskan oleh Utsmaniyah dikombinasikan dengan berbagai prinsip dan adat
demokrasi, liberalisme, pasifisme, dan sosialisme yang dipinjam dari orang
kafir Barat dan Timur. Tujuan akhirnya adalah untuk melayani kepentingan individu
dan partai secara jangka pendek dari para pemimpin dan anggotanya. Ia mengklaim
bekerja untuk penerapan Syarī'at, kebangkitan khilāfah, dan pelaksanaan jihād,
padahal ia memerangi Islam dan kaum Muslimīn!
Kanker ini pada akhirnya bekerja sama dengan tawāghīt dan salibis dalam perkara
ini di Afghanistan, Irak, Aljazair, Filipina,
Somalia, Yaman, Tunisia, Libya, Pakistan,
Bangladesh, Indonesia, Malaysia, Mesir, dan tempat lain. Penghambaannya kepada
tentara salibis mencapai titik di mana mereka memberikan tempat bagi agen
intelijen Barat di dalam pusat-pusat "Islam" di Barat untuk mengambil
bagian dalam perang melawan jihād!
Kanker ini dikenal sebagai "Jamā'at
al-Ikhwān al-Muslīmīn" (Kelompok "Ikhwānul
Muslimīn") yang didirikan pada tahun "1928
M"
oleh Hasan al-Bannā, yang menjadi "Mursyid
'ām" (Pemandu Umum) pertamanya, sebuah gelar yang diberikan
kepada pemimpin partai ini. Karena peran penting yang dimainkan kelompok ini
sepanjang sejarah modern dalam perang m elawan Islam dan kaum Muslimīn, penting
bagi muwahhid mujāhid untuk memiliki wawasan tentang prinsip, sejarah, dan
kondisinya.
Ikhwan dan Rafidah
Sejak didirikannya Rafd oleh si Yahudi Ibnu Saba', sekte itu telah memerangi
Islam, bahkan bekerja sama beberapa kali dengan musyrikin dan salibis melawan
umat Muslim. Ini adalah sekte penyembah kuburan, mengkafirkan Muslim terbaik,
dan penghinaan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam. Meskipun kemurtadan
Rāfidah, Hasan al-Bannā dan teman-temannya mengikuti jejak dari dua Freemason
modernis Muhammad 'Abduh dan Jāmal ad-Din al-Afghānī, (seorang Rāfidī) yang
keduanya merintis ajakan untuk walā' antara Muslim dan Rāfidah!
“Mursyid 'am" ketiga, 'Umar at-Tilimsāni
berkata, "Sebagian dari pengabdian Hasan al-Bannā untuk menyatukan umat
Islam adalah ia berusaha untuk mengadakan konferensi yang akan mengumpulkan
kelompok-kelompok Muslim, berharap Allah akan menyatukan mereka di atas suatu
perkara yang akan mengakhiri takfīr mereka satu sama lain, terutama karena
al-Qur'an kita satu, agama kita satu, Rasul kita shallallahu alaihi wasallam satu,
dan Allah kita satu. Untuk tujuan ini, ia menjamu yang mulia Syaikh Muhammad
al-Qummī - salah satu ulama dan pemimpin besar Syī'ah – di markas utama
Ikhwān" [Al-Mulham al-Mawhūb]. Dia juga berkata, "Selama tahun 40an,
dari apa yang saya ingat, Sayid al-Qummī - seorang pengikut madzhab Syī'ī -
tinggal sebagai tamu dari Ikhwān di markas utama Ikhwān. Pada masa itu, Hasan
al-Bannā bekerja keras untuk membawa kelompok-kelompok yang berbeda lebih dekat
satu sama lain, sehingga musuh Islam tidak menjadikan perpecahan antar kelompok
sebagai celah yang dapat mereka gunakan untuk merobek persatuan Islam. Kami
bertanya kepadanya suatu hari tentang tingkat perbedaan antara Ahlus Sunnah dan
Syī'ah, maka ia melarang kami dari menggali hal-hal rumit seperti itu yang mana
tidak patut bagi seorang Muslim untuk menyibukkan diri dengannya, karena umat
Muslim sedang… di ambang konflik yang ingin dinyalakan oleh musuh-musuh Islam.
Kami berkata karena kemuliaanya, 'Kami
tidak bertanya karena kefanatikan atau untuk memperbesar jarak antar umat
Islam. Kami bertanya untuk tahu, karena apa yang ada antara Sunnah dan Syī'ah
disebutkan di buku-buku yang tak terhitung dan kami tidak memiliki waktu untuk
merujuk referensi tersebut.' Maka dia berkata, 'Ketahuilah bahwa Ahlus Sunnah dan
Syī'ah adalah Muslim yang disatukan oleh kalimat Laa ilaaha illallah dan
Muhammad Rasulullah. Ini adalah dasar keyakinan. Sunnah dan Syī'ah dalam
masalah ini adalah sama dan murni. Adapun perbedaan antara mereka, maka itu
adalah hal-hal yang terus memungkinkan mereka untuk semakin mendekat"
[Dzikrāyāt lā Mudzakkirāt].
At-Tilimsānī juga berkata, "Hubungan
Ikhwān dengan para pemimpin Syī'ah tidak melemah. Mereka menghubungi, misalnya,
Āyatullāh al-Kāsyānī. Mereka menjamu Nawwāb Safawī di Mesir. Ikhwān melakukan
semua ini tidak untuk membuat Syī'ah meninggalkan madzhab mereka. Sebaliknya,
mereka melakukan ini untuk tujuan mulia yang diajarkan oleh Islam mereka. Yaitu
mencoba untuk membawa berbagai kelompok Islam lebih dekat satu sama lain,
sebanyak mungkin" [Syī'ah wa Sunnah]. Jadi, Ikhwān bahkan tidak ingin
Rāfidah untuk meninggalkan kemurtadan mereka!
Kelompok ini bahkan merilis pernyataan
resmi untuk mendukung negara Khomeini, menyatakan, "Organisasi
internasional Ikhwānul Muslimīn mengundang para pemimpin gerakan Islam di
Turki, Pakistan, India, Indonesia, Afghanistan, Malaysia, dan Filipina,
sekaligus cabang lokal Ikhwānul Muslimīn di dunia Arab, Eropa, dan Amerika, ke
pertemuan yang mengantarkan pada pembentukan sebuah delegasi yang dikirim
dengan pesawat pribadi ke Teheran. Delegasi tersebut bertemu Āyatullāh
al-Khomeini untuk menegaskan kembali solidaritas dari gerakan Islam yang
diwakili oleh delegasi tersebut, yaitu Ikhwānul Muslimīn, Partai Keselamatan
Turki, Jamaat-e-Islami Pakistan, Jamaat-e-Islami Hind, Partai Masyumi Indonesia,
Gerakan Pemuda Muslim Malaysia, dan al-Jamā'ah al-Islāmiyyah Filipina.
Pertemuan ini sebuah perwujudan, pada waktu
yang tepat, kebesaran dan kekuasaan Islam untuk meleburkan... perbedaan
sektarian. Imām Khomeini menghormati delegasi tersebut dan memperjelas bahwa
dia yakin selama pengasingannya bahwa cadangannya adalah cadangan milik revolusi
Islam di seluruh dunia, cadangannya adalah setiap muwahhid Muslim yang
menyatakan Laa ilaaha illallah. Dia mengatakan bahwa revolusi ini tidak hanya
untuk Iran, tetapi juga untuk setiap negara Islam yang penguasanya menindas
agama Islam dan menghalang-halangi gerakannya yang dinamis dan bahwa Allah yang
telah memberkahi Khomeini dengan kemenangan melawan Shah juga akan menolong
setiap Khomeini melawan setiap Shah. Delegasi tersebut juga menekankan dari
pihaknya kepada Imām Khomeini bahwa gerakan Islam akan terus menjunjung tinggi janji
mereka untuk melayani revolusi Islam di Iran dan di mana pun dengan segenap
kemampuan individu, keilmuan, dan material mereka. Setelah delegasi tersebut
melakukan shalat ghā'ib untuk para syuhadā' [Rāfidī], sejumlah pertemuan diadakan…
Pertemuan itu difokuskan pada koordinasi dan kerjasama di masa depan… Delegasi
itu kemudian membuat ajakan - dalam
wawancara televisi yang menyentuh – kepada hari solidaritas untuk revolusi Iran
di seluruh dunia Islam dan di mana pun ada komunitas dan pertemuan Islam di luar
itu. Pada hari itu, setelah shalat Jum'at pada tanggal 16 Maret 1979, shalat
ghā'ib akan dilakukan untuk pemakaman para syuhadā' revolusi Iran. Kami
mengajak seluruh aktivis Islam di mana pun untuk mengingat hari itu,
mengingatkan yang lain tentangnya, dan melaksanakan shalat ghā'ib sebagai simbol
persatuan umat Islam" [Al-Mujtama'].
Jadi Ikhwān menganggap revolusi Rāfidī
sebagai Islami! Revolusi yang sama dengan perang yang sedang dijalani umat di
Suriah, Lebanon, Yaman, Jazirah Arab, dan tempat lainnya. Sikap lemah Ikhwān
terhadap Rāfidah diwarisi oleh Abu Mus'ab as-Sūrī - seorang ideolog pengklaim
jihād yang dipuji oleh Dzawāhirī dan teman dari pimpinan shahawat yang telah mati
Abū Khālid as-Sūrī - yang berkata, "Aku akan meringkas apa-apa yang aku
diberi petunjuk tentangnya dalam permasalahan akidah dan mazhab dalam poin-poin
berikut ini… Banyak sekte itu termasuk Syī'ah… dan sekte lain yang mengatakan
'Laa ilaaha illallah' tetapi meninggalkan keyakinan dari Ahlus Sunnah adalah
masih termasuk umat Islam dan Ahli Kiblat. Takfīr tidak digeneralisir atas
mereka. Hukum asal mereka sebagai ahli Islam dan ahli Kiblat tidak bisa dinafikan
kecuali menurut timbangan dan batas-batas yang didefinisikan oleh ulama Ahlus
Sunnah termasuk pemenuhan syarat-syarat dan tidak adanya penghalang. Ini adalah
wewenang dari ulama ahli yang telah mencapai tingkat mujtahid dalam akidah dan
keimanan. Ini bukan wewenang bagi setiap pribadi Muslim termasuk orang-orang bodoh
dan awam di antara mereka.
Ini juga bukankah wewenang bagi orang-orang
yang mendedikasikan diri mereka untuk jihād dan melawan penjajah" [Da'wah al-Muqāwamah].
Setelah secara dusta menyandarkan sikapnya terhadap
Rāfidah kepada ulama Ahlus-Sunnah2, ia lantas mengklaim bahwa itu juga
merupakan sikap dari apa yang disebut "mayoritas jihādis," dengan
mengatakan, "Permasalahan Syī'ah dan Sekte Non-Sunnī Lainnya: Para jihādis
menganggap semua sekte ini termasuk ke dalam umat Islam atau bagian dari Ahli
Kiblat… Syī'ah Ja'farī Imāmī: Mereka adalah mayoritas Syī'ah di Iran. Mereka
adalah minoritas di Lebanon, Pakistan, Afghanistan, dan Timur Tengah… Mayoritas
jihādis menganggap mereka sebagai Muslim, dari Ahli Kiblat, menyimpang, dan
mubtadi'ah" [Da'wah al-Muqāwamah].
Kesesatannya membawanya untuk menyatakan hal
berikut dalam tulisan "Aqidah Jihādī dan Pedoman Dasar Seruan Perlawanan
Islam Global," "Pasal 10: Perlawanan Islam global menganggap setiap
Muslim yang mengatakan 'Laa ilaaha illallah dan Muhammad Rasulullah' - tanpa
memandang kelompok dan alirannya - berada dalam lingkaran umum Islam, yang
disebut oleh para ulama sebagai 'Ahli Kiblat.' Ia menganggap perbedaan
teologis, doktrin, dan kelompok adalah sesuatu yang diserahkan kepada para
ulama. Solusi untuk permasalahan ini adalah diskusi yang jujur dan klarifikasi
dengan bijaksana dan nasehat yang baik... Perlawanan ini mengecam kerusuhan dan
peperangan antar Muslim.
Ia menyeru semua Muslim Ahli Kiblat sebagai
aliran, kelompok, dan individu untuk bekerja sama dalam melawan penjajah dan
berjihād melawan musuh kāfir yang menyerang negeri umat Muslim. Ia menyeru setiap
orang untuk meninggalkan seruan kepada keberpihakan internal, yang hanya akan
menguntungkan musuh kāfir dalam menjajah negeri Muslim" [Da'wah al-Muqāwamah].
Sikap sesat dari para pengkalim jihād ini
terhadap Rāfidah, yang identik dengan Hasan al-Bannā dan para pengikutnya, tidaklah
mengherankan jika kita memahami bahwa Abu Mus'ab as-Sūrī adalah mantan Ikhwānī
yang masih menaruh rasa hormat kepada Ikhwān…
Ikhwan dan
Penyimpangan Toleransi Agama
Selain ikatan antara Ikhwān dan Rāfidah, Ikhwān
merintis ajakan menyimpang kepada kerukunan antar agama antara Muslim,
Nashrani, dan Yahudi, sehingga menggugurkan kewajiban untuk barā'ah dari
orang-orang Yahudi dan Nashrani setelah mereka menghancurkan kewajiban yang
sama terhadap murtadīn. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, {Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada
Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang
menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau
anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka} [Al-Mujādilah: 22].
Meskipun begitu, Hasan al-Bannā mengatakan
di depan komite gabungan Amerika-Inggris yang mengadakan pertemuan di Mesir
untuk mempelajari masalah Palestina, "Perselisihan kami dengan Yahudi
bukanlah masalah agama, karena al-Qur'an mendorong kami untuk bersikap ramah
kepada mereka. Islam adalah hukum untuk manusia sebelum menjadi hukum untuk
etnis. Al-Qur'an memuji orang-orang Yahudi…dan saat al-Qur'an membahas masalah
Yahudi, ia melihatnya dari sudut pandang ekonomi dan hukum" [Al-Ikhwān
al-Muslimūn Ahdāts Sana'at at-Tārīkh - Mahmūd 'Abdul-'Adzīm].
Al-Bannā juga mengirim surat kepada para
pendeta Yahudi Mesir, mengatakan, "Sebuah pesan dari Mursyid 'ām kepada
para pendeta dan pemimpin kelompok Yahudi. Salam kebaikan... Aku ingin mengambil
kesempatan ini untuk mengatakan bahwa ikatan nasional yang menyatukan semua warga
Mesir, meskipun berbagai macam keyakinan mereka, tidak memerlukan pengaturan
pemerintah dan perlindungan polisi.
Namun kita menghadapi konspirasi
internasional terkoordinasi dari golongan-golongan yang kuat. Zionisme memanfaatkan
konspirasi ini untuk mengambil Palestina dari tubuh bangsa Arab yang mana
Palestina adalah denyut jantungnya. Di hadapan gelombang besar emosi yang membara
di Mesir dan negeri-negeri Arab dan Islam lainnya, kami merasa perlu untuk
menjelaskan kepada kalian para pemuka dan putra-putra umat Yahudi yang termasuk
warga negara kami tercinta bahwa pertahanan terbaik adalah kalian para pemuka
dan tokoh dari umat kalian untuk menyatakan di depan publik partisipasi kalian
secara materi dan moral dengan sesama warga negara kalian dari putra-putra
bangsa Mesir dalam perlawanan nasional mereka, perlawanan yang telah diambil
umat Islam dan Kristen untuk menyelamatkan Palestina. Sebelum terlambat, para
pemuka kalian harus mengirim pesan ini untuk PBB, Badan Yahudi, dan semua organisasi
dan komite internasional dan Zionis yang prihatin dengan urusan ini. Kalian
harus membiarkan mereka tahu bahwa warga Yahudi Mesir akan berada di garis
depan dari perlawanan untuk menyelamatkan Arabisme dari Palestina.
Wahai orang-orang mulia, dengan itu kalian
akan sepenuhnya memenuhi kewajiban nasional. Kalian juga akan menghapus segala
keraguan yang disiratkan oleh orang-orang fanatik tentang sikap warga Yahudi
Mesir. Kalian juga akan memberikan kenyamanan untuk seluruh bangsa dan
masyarakat Islam selama kesulitan terbesar yang mereka hadapi dalam sejarah
modern. Bangsa dan sejarah tidak akan pernah lupa sikap mulia ini. Dan
terimalah semua penghormatan tinggi saya. Hasan al-Bannā" [Fī Qāfilat
al-Ikhwān al-Muslimīn - 'Abbās as-Sīsī].
Al-Bannā juga mengatakan, "Islam yang
murni tidak menentang suatu agama atau menghancurkan keyakinan yang lain."
Dia juga menyebut Koptik Mesir sebagai "saudara Nashrani kami" [Fī
Qāf ilat al-Ikhwān al-Muslimīn – 'Abbās as-Sīsī].
Al-Bannā juga mengatakan ketika sedang
merayakan hari kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam bersama dengan
Kristen Koptik, "Hari ini kita merayakan hari kelahiran Rasul shallallahu
alaihi wasallam. Ini adalah hak semua orang, baik Muslim maupun non-Muslim,
untuk merayakan peristiwa yang diberkahi ini, karena Rasul kita shallallahu
alaihi wasallam tidak datang hanya kepada umat Muslim" [Fī Qāfilat
al-Ikhwān al-Muslimīn – 'Abbās as-Sīsī].
Ikhwan juga merilis pernyataan resmi yang
berkata, "Sikap kami terhadap saudara Nashrani kami di Mesir dan dunia Muslim
adalah sikap yang bersejarah, terkenal, dan jelas. Mereka memiliki hak dan
tanggung jawab yang sama dengan kita. Mereka adalah mitra kami dalam bangsa dan
saudara kami dalam perjuangan nasional yang panjang. Mereka memiliki semua hak
kewarganegaraan: hak materi dan moral, hak sipil dan politik" [Bayān
lin-Nās].
Ini adalah bahasa Ikhwān. Nashrani adalah saudara-saudara
mereka dalam kekufuran. Mereka tidak ingin menentang agama lain. Mereka ingin memperlakukan
semua kuffār setara dengan Muslim. Dengan demikian, mereka menolak kewajiban
jihād melawan kaum Yahudi dan Nashrani.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, {Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada
Allah dan hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh
Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar, yaitu mereka
yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan
patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk} [at-Taubah: 29].
source: DABIQ 14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar