8/10/2019

Ikhwanul Murtaddin [Bag. 1]


Ikhwanul Murtaddin

Selama beberapa dekade terakhir, sebuah kanker mematikan telah muncul, bermutasi, dan menyebar, mencoba untuk menenggelamkan seluruh umat ke dalam kemurtadan. Dimulai di sebuah kota Mesir pada tahun "1928 M," ia dengan cepat menyebar di Mesir hingga ke Syām, Irak, dan akhirnya ke mayoritas negeri yang dirampas oleh tawāghīt murtad. Kemudian menyebar ke Barat - Amerika, Eropa, dan Australia - dan negara lain di seluruh dunia.

Di mana saja ada komunitas Muslim, ia mencoba untuk memegang urusan mereka dan menanamkan dalam diri mereka agama selain Islam, atas nama Islam. Kesesatan dari kanker ini bahkan melampaui sekte-sekte bersejarah yang paling sesat dan tersebar luas termasuk Ahmiyyah, Mu'tazilah, Māturīdiyyah, dan Asy'ariyyah. Dan karena kematian para ulama, tidak adanya khulafā' selama berabad-abad, dan penyebaran Tasawuf, Kalām "retorika teologis" yang sesat, Ra'yu pendapat "fiqh" salah yang bertentangan dengan hadīts, penyembahan kuburan, dan modernisasi oleh Utsmaniyah yang sesat, serta penjajahan tentara salib di banyak negeri Muslim, kanker ini dengan mudah menemukan pijakan yang kuat di setiap negeri yang ia capai.

Agamanya adalah campur aduk dari penyimpangan yang diwariskan oleh Utsmaniyah dikombinasikan dengan berbagai prinsip dan adat demokrasi, liberalisme, pasifisme, dan sosialisme yang dipinjam dari orang kafir Barat dan Timur. Tujuan akhirnya adalah untuk melayani kepentingan individu dan partai secara jangka pendek dari para pemimpin dan anggotanya. Ia mengklaim bekerja untuk penerapan Syarī'at, kebangkitan khilāfah, dan pelaksanaan jihād, padahal ia memerangi Islam dan kaum Muslimīn! Kanker ini pada akhirnya bekerja sama dengan tawāghīt dan salibis dalam perkara ini di Afghanistan, Irak, Aljazair, Filipina, Somalia, Yaman, Tunisia, Libya, Pakistan, Bangladesh, Indonesia, Malaysia, Mesir, dan tempat lain. Penghambaannya kepada tentara salibis mencapai titik di mana mereka memberikan tempat bagi agen intelijen Barat di dalam pusat-pusat "Islam" di Barat untuk mengambil bagian dalam perang melawan jihād

Kanker ini dikenal sebagai "Jamā'at al-Ikhwān al-Muslīmīn" (Kelompok "Ikhwānul Muslimīn") yang didirikan pada tahun "1928 M" oleh Hasan al-Bannā, yang menjadi "Mursyid 'ām" (Pemandu Umum) pertamanya, sebuah gelar yang diberikan kepada pemimpin partai ini. Karena peran penting yang dimainkan kelompok ini sepanjang sejarah modern dalam perang m elawan Islam dan kaum Muslimīn, penting bagi muwahhid mujāhid untuk memiliki wawasan tentang prinsip, sejarah, dan kondisinya.


Ikhwan dan Rafidah
Sejak didirikannya Rafd oleh si Yahudi Ibnu Saba', sekte itu telah memerangi Islam, bahkan bekerja sama beberapa kali dengan musyrikin dan salibis melawan umat Muslim. Ini adalah sekte penyembah kuburan, mengkafirkan Muslim terbaik, dan penghinaan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam. Meskipun kemurtadan Rāfidah, Hasan al-Bannā dan teman-temannya mengikuti jejak dari dua Freemason modernis Muhammad 'Abduh dan Jāmal ad-Din al-Afghānī, (seorang Rāfidī) yang keduanya merintis ajakan untuk walā' antara Muslim dan Rāfidah!

“Mursyid 'am" ketiga, 'Umar at-Tilimsāni berkata, "Sebagian dari pengabdian Hasan al-Bannā untuk menyatukan umat Islam adalah ia berusaha untuk mengadakan konferensi yang akan mengumpulkan kelompok-kelompok Muslim, berharap Allah akan menyatukan mereka di atas suatu perkara yang akan mengakhiri takfīr mereka satu sama lain, terutama karena al-Qur'an kita satu, agama kita satu, Rasul kita shallallahu alaihi wasallam satu, dan Allah kita satu. Untuk tujuan ini, ia menjamu yang mulia Syaikh Muhammad al-Qummī - salah satu ulama dan pemimpin besar Syī'ah – di markas utama Ikhwān" [Al-Mulham al-Mawhūb]. Dia juga berkata, "Selama tahun 40an, dari apa yang saya ingat, Sayid al-Qummī - seorang pengikut madzhab Syī'ī - tinggal sebagai tamu dari Ikhwān di markas utama Ikhwān. Pada masa itu, Hasan al-Bannā bekerja keras untuk membawa kelompok-kelompok yang berbeda lebih dekat satu sama lain, sehingga musuh Islam tidak menjadikan perpecahan antar kelompok sebagai celah yang dapat mereka gunakan untuk merobek persatuan Islam. Kami bertanya kepadanya suatu hari tentang tingkat perbedaan antara Ahlus Sunnah dan Syī'ah, maka ia melarang kami dari menggali hal-hal rumit seperti itu yang mana tidak patut bagi seorang Muslim untuk menyibukkan diri dengannya, karena umat Muslim sedang… di ambang konflik yang ingin dinyalakan oleh musuh-musuh Islam.

Kami berkata karena kemuliaanya, 'Kami tidak bertanya karena kefanatikan atau untuk memperbesar jarak antar umat Islam. Kami bertanya untuk tahu, karena apa yang ada antara Sunnah dan Syī'ah disebutkan di buku-buku yang tak terhitung dan kami tidak memiliki waktu untuk merujuk referensi tersebut.' Maka dia berkata, 'Ketahuilah bahwa Ahlus Sunnah dan Syī'ah adalah Muslim yang disatukan oleh kalimat Laa ilaaha illallah dan Muhammad Rasulullah. Ini adalah dasar keyakinan. Sunnah dan Syī'ah dalam masalah ini adalah sama dan murni. Adapun perbedaan antara mereka, maka itu adalah hal-hal yang terus memungkinkan mereka untuk semakin mendekat" [Dzikrāyāt lā Mudzakkirāt].

At-Tilimsānī juga berkata, "Hubungan Ikhwān dengan para pemimpin Syī'ah tidak melemah. Mereka menghubungi, misalnya, Āyatullāh al-Kāsyānī. Mereka menjamu Nawwāb Safawī di Mesir. Ikhwān melakukan semua ini tidak untuk membuat Syī'ah meninggalkan madzhab mereka. Sebaliknya, mereka melakukan ini untuk tujuan mulia yang diajarkan oleh Islam mereka. Yaitu mencoba untuk membawa berbagai kelompok Islam lebih dekat satu sama lain, sebanyak mungkin" [Syī'ah wa Sunnah]. Jadi, Ikhwān bahkan tidak ingin Rāfidah untuk meninggalkan kemurtadan mereka!

Kelompok ini bahkan merilis pernyataan resmi untuk mendukung negara Khomeini, menyatakan, "Organisasi internasional Ikhwānul Muslimīn mengundang para pemimpin gerakan Islam di Turki, Pakistan, India, Indonesia, Afghanistan, Malaysia, dan Filipina, sekaligus cabang lokal Ikhwānul Muslimīn di dunia Arab, Eropa, dan Amerika, ke pertemuan yang mengantarkan pada pembentukan sebuah delegasi yang dikirim dengan pesawat pribadi ke Teheran. Delegasi tersebut bertemu Āyatullāh al-Khomeini untuk menegaskan kembali solidaritas dari gerakan Islam yang diwakili oleh delegasi tersebut, yaitu Ikhwānul Muslimīn, Partai Keselamatan Turki, Jamaat-e-Islami Pakistan, Jamaat-e-Islami Hind, Partai Masyumi Indonesia, Gerakan Pemuda Muslim Malaysia, dan al-Jamā'ah al-Islāmiyyah Filipina.

Pertemuan ini sebuah perwujudan, pada waktu yang tepat, kebesaran dan kekuasaan Islam untuk meleburkan... perbedaan sektarian. Imām Khomeini menghormati delegasi tersebut dan memperjelas bahwa dia yakin selama pengasingannya bahwa cadangannya adalah cadangan milik revolusi Islam di seluruh dunia, cadangannya adalah setiap muwahhid Muslim yang menyatakan Laa ilaaha illallah. Dia mengatakan bahwa revolusi ini tidak hanya untuk Iran, tetapi juga untuk setiap negara Islam yang penguasanya menindas agama Islam dan menghalang-halangi gerakannya yang dinamis dan bahwa Allah yang telah memberkahi Khomeini dengan kemenangan melawan Shah juga akan menolong setiap Khomeini melawan setiap Shah. Delegasi tersebut juga menekankan dari pihaknya kepada Imām Khomeini bahwa gerakan Islam akan terus menjunjung tinggi janji mereka untuk melayani revolusi Islam di Iran dan di mana pun dengan segenap kemampuan individu, keilmuan, dan material mereka. Setelah delegasi tersebut melakukan shalat ghā'ib untuk para syuhadā' [Rāfidī], sejumlah pertemuan diadakan… Pertemuan itu difokuskan pada koordinasi dan kerjasama di masa depan… Delegasi itu kemudian  membuat ajakan - dalam wawancara televisi yang menyentuh – kepada hari solidaritas untuk revolusi Iran di seluruh dunia Islam dan di mana pun ada komunitas dan pertemuan Islam di luar itu. Pada hari itu, setelah shalat Jum'at pada tanggal 16 Maret 1979, shalat ghā'ib akan dilakukan untuk pemakaman para syuhadā' revolusi Iran. Kami mengajak seluruh aktivis Islam di mana pun untuk mengingat hari itu, mengingatkan yang lain tentangnya, dan melaksanakan shalat ghā'ib sebagai simbol persatuan umat Islam" [Al-Mujtama'].

Jadi Ikhwān menganggap revolusi Rāfidī sebagai Islami! Revolusi yang sama dengan perang yang sedang dijalani umat di Suriah, Lebanon, Yaman, Jazirah Arab, dan tempat lainnya. Sikap lemah Ikhwān terhadap Rāfidah diwarisi oleh Abu Mus'ab as-Sūrī - seorang ideolog pengklaim jihād yang dipuji oleh Dzawāhirī dan teman dari pimpinan shahawat yang telah mati Abū Khālid as-Sūrī - yang berkata, "Aku akan meringkas apa-apa yang aku diberi petunjuk tentangnya dalam permasalahan akidah dan mazhab dalam poin-poin berikut ini… Banyak sekte itu termasuk Syī'ah… dan sekte lain yang mengatakan 'Laa ilaaha illallah' tetapi meninggalkan keyakinan dari Ahlus Sunnah adalah masih termasuk umat Islam dan Ahli Kiblat. Takfīr tidak digeneralisir atas mereka. Hukum asal mereka sebagai ahli Islam dan ahli Kiblat tidak bisa dinafikan kecuali menurut timbangan dan batas-batas yang didefinisikan oleh ulama Ahlus Sunnah termasuk pemenuhan syarat-syarat dan tidak adanya penghalang. Ini adalah wewenang dari ulama ahli yang telah mencapai tingkat mujtahid dalam akidah dan keimanan. Ini bukan wewenang bagi setiap pribadi Muslim termasuk orang-orang bodoh dan awam di antara mereka.

Ini juga bukankah wewenang bagi orang-orang yang mendedikasikan diri mereka untuk jihād dan melawan penjajah" [Da'wah al-Muqāwamah].

Setelah secara dusta menyandarkan sikapnya terhadap Rāfidah kepada ulama Ahlus-Sunnah2, ia lantas mengklaim bahwa itu juga merupakan sikap dari apa yang disebut "mayoritas jihādis," dengan mengatakan, "Permasalahan Syī'ah dan Sekte Non-Sunnī Lainnya: Para jihādis menganggap semua sekte ini termasuk ke dalam umat Islam atau bagian dari Ahli Kiblat… Syī'ah Ja'farī Imāmī: Mereka adalah mayoritas Syī'ah di Iran. Mereka adalah minoritas di Lebanon, Pakistan, Afghanistan, dan Timur Tengah… Mayoritas jihādis menganggap mereka sebagai Muslim, dari Ahli Kiblat, menyimpang, dan mubtadi'ah" [Da'wah al-Muqāwamah].

Kesesatannya membawanya untuk menyatakan hal berikut dalam tulisan "Aqidah Jihādī dan Pedoman Dasar Seruan Perlawanan Islam Global," "Pasal 10: Perlawanan Islam global menganggap setiap Muslim yang mengatakan 'Laa ilaaha illallah dan Muhammad Rasulullah' - tanpa memandang kelompok dan alirannya - berada dalam lingkaran umum Islam, yang disebut oleh para ulama sebagai 'Ahli Kiblat.' Ia menganggap perbedaan teologis, doktrin, dan kelompok adalah sesuatu yang diserahkan kepada para ulama. Solusi untuk permasalahan ini adalah diskusi yang jujur dan klarifikasi dengan bijaksana dan nasehat yang baik... Perlawanan ini mengecam kerusuhan dan peperangan antar Muslim. 

Ia menyeru semua Muslim Ahli Kiblat sebagai aliran, kelompok, dan individu untuk bekerja sama dalam melawan penjajah dan berjihād melawan musuh kāfir yang menyerang negeri umat Muslim. Ia menyeru setiap orang untuk meninggalkan seruan kepada keberpihakan internal, yang hanya akan menguntungkan musuh kāfir dalam menjajah negeri Muslim" [Da'wah al-Muqāwamah].

Sikap sesat dari para pengkalim jihād ini terhadap Rāfidah, yang identik dengan Hasan al-Bannā dan para pengikutnya, tidaklah mengherankan jika kita memahami bahwa Abu Mus'ab as-Sūrī adalah mantan Ikhwānī yang masih menaruh rasa hormat kepada Ikhwān…


Ikhwan dan
Penyimpangan Toleransi Agama
Selain ikatan antara Ikhwān dan Rāfidah, Ikhwān merintis ajakan menyimpang kepada kerukunan antar agama antara Muslim, Nashrani, dan Yahudi, sehingga menggugurkan kewajiban untuk barā'ah dari orang-orang Yahudi dan Nashrani setelah mereka menghancurkan kewajiban yang sama terhadap murtadīn. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, {Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka} [Al-Mujādilah: 22].

Meskipun begitu, Hasan al-Bannā mengatakan di depan komite gabungan Amerika-Inggris yang mengadakan pertemuan di Mesir untuk mempelajari masalah Palestina, "Perselisihan kami dengan Yahudi bukanlah masalah agama, karena al-Qur'an mendorong kami untuk bersikap ramah kepada mereka. Islam adalah hukum untuk manusia sebelum menjadi hukum untuk etnis. Al-Qur'an memuji orang-orang Yahudi…dan saat al-Qur'an membahas masalah Yahudi, ia melihatnya dari sudut pandang ekonomi dan hukum" [Al-Ikhwān al-Muslimūn Ahdāts Sana'at at-Tārīkh - Mahmūd 'Abdul-'Adzīm].

Al-Bannā juga mengirim surat kepada para pendeta Yahudi Mesir, mengatakan, "Sebuah pesan dari Mursyid 'ām kepada para pendeta dan pemimpin kelompok Yahudi. Salam kebaikan... Aku ingin mengambil kesempatan ini untuk mengatakan bahwa ikatan nasional yang menyatukan semua warga Mesir, meskipun berbagai macam keyakinan mereka, tidak memerlukan pengaturan pemerintah dan perlindungan polisi.

Namun kita menghadapi konspirasi internasional terkoordinasi dari golongan-golongan yang kuat. Zionisme memanfaatkan konspirasi ini untuk mengambil Palestina dari tubuh bangsa Arab yang mana Palestina adalah denyut jantungnya. Di hadapan gelombang besar emosi yang membara di Mesir dan negeri-negeri Arab dan Islam lainnya, kami merasa perlu untuk menjelaskan kepada kalian para pemuka dan putra-putra umat Yahudi yang termasuk warga negara kami tercinta bahwa pertahanan terbaik adalah kalian para pemuka dan tokoh dari umat kalian untuk menyatakan di depan publik partisipasi kalian secara materi dan moral dengan sesama warga negara kalian dari putra-putra bangsa Mesir dalam perlawanan nasional mereka, perlawanan yang telah diambil umat Islam dan Kristen untuk menyelamatkan Palestina. Sebelum terlambat, para pemuka kalian harus mengirim pesan ini untuk PBB, Badan Yahudi, dan semua organisasi dan komite internasional dan Zionis yang prihatin dengan urusan ini. Kalian harus membiarkan mereka tahu bahwa warga Yahudi Mesir akan berada di garis depan dari perlawanan untuk menyelamatkan Arabisme dari Palestina.

Wahai orang-orang mulia, dengan itu kalian akan sepenuhnya memenuhi kewajiban nasional. Kalian juga akan menghapus segala keraguan yang disiratkan oleh orang-orang fanatik tentang sikap warga Yahudi Mesir. Kalian juga akan memberikan kenyamanan untuk seluruh bangsa dan masyarakat Islam selama kesulitan terbesar yang mereka hadapi dalam sejarah modern. Bangsa dan sejarah tidak akan pernah lupa sikap mulia ini. Dan terimalah semua penghormatan tinggi saya. Hasan al-Bannā" [Fī Qāfilat al-Ikhwān al-Muslimīn - 'Abbās as-Sīsī].

Al-Bannā juga mengatakan, "Islam yang murni tidak menentang suatu agama atau menghancurkan keyakinan yang lain." Dia juga menyebut Koptik Mesir sebagai "saudara Nashrani kami" [Fī Qāf ilat al-Ikhwān al-Muslimīn – 'Abbās as-Sīsī].

Al-Bannā juga mengatakan ketika sedang merayakan hari kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam bersama dengan Kristen Koptik, "Hari ini kita merayakan hari kelahiran Rasul shallallahu alaihi wasallam. Ini adalah hak semua orang, baik Muslim maupun non-Muslim, untuk merayakan peristiwa yang diberkahi ini, karena Rasul kita shallallahu alaihi wasallam tidak datang hanya kepada umat Muslim" [Fī Qāfilat al-Ikhwān al-Muslimīn – 'Abbās as-Sīsī].

Ikhwan juga merilis pernyataan resmi yang berkata, "Sikap kami terhadap saudara Nashrani kami di Mesir dan dunia Muslim adalah sikap yang bersejarah, terkenal, dan jelas. Mereka memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dengan kita. Mereka adalah mitra kami dalam bangsa dan saudara kami dalam perjuangan nasional yang panjang. Mereka memiliki semua hak kewarganegaraan: hak materi dan moral, hak sipil dan politik" [Bayān lin-Nās].

Ini adalah bahasa Ikhwān. Nashrani adalah saudara-saudara mereka dalam kekufuran. Mereka tidak ingin menentang agama lain. Mereka ingin memperlakukan semua kuffār setara dengan Muslim. Dengan demikian, mereka menolak kewajiban jihād melawan kaum Yahudi dan Nashrani.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, {Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar, yaitu mereka yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk} [at-Taubah: 29].

source: DABIQ 14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...