8/13/2019

Kisah ABU JUNAYDAH Al - Almani


AMONGST THE BELIEVERS ARE MEN:
ABU JUNAYDAH
Al - Almani

Abu Junaydah, orangtuanya berasal dari Maroko, dan ia tumbuh di negara salib Jerman. Seperti kebanyakan pemuda lainnya dari keluarga imigran, dia agak jauh dari agama-Nya meskipun ayah dan ibunya adalah Muslim yang religius. Dan meskipun kehidupan di Darul-kufur menyebabkan banyak Pemuda Muslim meninggalkan shalat, tapi tidak untuk Abu Junaydah. Tidak peduli apapun yang ia hadapi dalam hidupnya, ia tidak akan pernah meninggalkan Shalat.

Ketika ia masih kecil, ayahnya membantunya menghafal beberapa juz Qur’an dan mengajaknya pergi bersama ke masjid. Yang kemudian ia sadari banyaknya mangfaat dari kedisiplian itu Ketiak ia tumbuh dewasa, dimana ia telah belajar banyak dari kitab Allah pada masa itu. Dan Allah menuntun siapa saja yang Dia kehendaki dan Dia menunjukkan Rahmat-Nya atas Abu Junaydah, membimbingnya untuk serius beramal pada usia delapan belas tahun. Dia mulai mempelajari agamanya dengan usahanya sendiri serta menjauhkan diri dari semua pengaruh yang buruk. Dia juga menikah lebih awal untuk melindungi dirinya dari perangkap zina. Tak lama setelah pernikahannya, Allah menganugerahkan dia dengan seorang Putri, yang ia beri nama Junaydah. kesedihan atas peristiwa yang terjadi di Syam dan kejahatan yang dilakukan terhadap Ahlus-Sunnah membuatnya memutuskan untuk berhijrah dan mengambil bagian dalam jihad tersebut.

Pada tahun “2013,” ia pergi ke Syam dan bergabung dengan fraksi “Junūd ash-Sham,” yang dipimpin oleh Muslim pembohong yang menyimpang ash-Shīshānī. Setelah kedatanngannya, Abu Junaydah sangat bahagia karena telah tiba di tanah jihad, tapi dengan cepat dia dapat menemukan bahwa tidak setiap “Mujahid” dan tidak setiap faksi “Jihad” memiliki manhaj yang lurus. Dia dan mujāhidīn lainnya dilarang mengucapkan takfir kepada taghut Erdogan dan tawāghīt lain dari Turki dengan alasan “maslahah.” mereka juga dilarang untuk mengucapkan takfir kepada “Tentara Pembebasan Suriah” (FSA). Ia juga menyaksikan sendiri bagaimana Negara Islam dikecam dengan sangat keras. Ada juga banyak situasi dimana hukum Allah dilanggar oleh faksi-faksi lokal; dan orang-orang disana juga tidak dihukumi dengan syari’at. Dalam salah satu contoh kasus ini misalnya, orang yang menghina Allah (ta’ala) tidak menerima hukuman atas kejahatannya ini.

Ketika masuk ke Junūd ash-Sham, ia direkomendasikan oleh sahabatnya Abu Luqman al-Almani dan Abu Hafs al-Almani sepupu Abu Junaydah, untuk melaksanakan jihad melawan melawan tawāghīt dan sekutu mereka dimanapun mereka berada. Tapi kebersamaan Abu Luqman dan Abu Hafsh dengan Junūd ash-Sham tidaklah lama, karena mereka dengan cepat mengetahui korupsi manhaj dan penyimpangan fraksi ini yang kemudian membulatkan tekad mereka untuk bergabung dengan Jama’ah. Mereka berdua berbai’at kepada Amirul Mukminin Abu Bakr al-Husayni al-Baghdadi (hafidhahullāh) dan bergabung denganNegara Islam.

Pada hari pengkhianatan Sahawat, Abu Luqman dan Abu Hafs ditangkap oleh FSA dan dipenjarakan bersama dengan ratusan Muhajirin lainnya. Tetapi mereka menipu penculik mereka hingga mereka melepaskannya. Hal ini menuntun mereka untuk menemui Abu Junaydah lagi yang telah meninggalkan Junūd ash-Sham dan bergabung dengan jabhah Jawlānī sesaat sebelum pengkhianatan Sahawat. Yang mana disana Dia bekerja di Departemen media untuk jabhah Jawlānī ini.

Dikarenakan oleh Abu Sulaiman, sang pembohong dari Australia, Abu Junaydah memiliki beberapa kesalahpahaman tentang Negara Islam, tapi hatinya tetap merindukan untuk bergabung dengan Jama’ah dan berada di barisannya karena seluruh dunia telah berkumpul melawannya baik dari segi militer, politik, ekonomi, dan bahkan di ranah media. Ia juga mulai menangkap banyaknya kontradiksi dalam setiap klaim Abu Sulaiman al Australia dan rekan Sahawatnya terhadap Negara Islam. Selain itu, Abu Hafsh - yang terjebak di Halab setelah dibebaskan dari penjara Sahawat - secara teratur menyarankan Abu Junaydah untuk bergabung dengan Negara Islam.

Dan Allah menuntun siapa yang Dia kehendaki. Abu Junaydah mendengarkan dan membandingkan pidato dari orang pikun yang menyimpang adz-Dhawāhirī dengan pidato dari mantan menteri perang Negara Islam, Syekh Abu Hamzah al-Muhajir rahimahullah. Dia mendengarkan pidato mereka tentang Negara Islam agar dapat menyimpulkan sendiri perbedaan pendapat tentang masalah negara Islam dan al-Qa’idah. Dengan cepat ia menyadari bahwa kepemimpinan baru al-Qāi’dah sesungguhnya adalah kebohongan kepada umat. Dengan demikian, ia memutuskan untuk meninggalkan Kafar Hamrah dengan sepupunya Abu Hafsh untuk bergabung dengan Negara Islam.

Setelah ia tiba di negara islam, ia segera pergi untuk Ribat, dan mengambil bagian dalam pertempuran melawan pengkhianat sahawāt. mereka membuka jalan mundur ke I’zaz dan kemudian al-Bab Bersama dengan tentara lain dari Negara Islam. Setelah tiba di al-Bab, Abu Junaydah pergi bersama sepupunya ke ar-Raqqah untuk membawa keluarganya kembali ke Syam, sebagaimana beberapa ikhwan lainnya telah mengirim istri dan anak mereka menjauhi bahaya dari sahawāt selama kekacauan yang mengikuti Peluncuran konspirasi Sahawat.

Tak lama setelah itu, Abu Junaydah ditugaskan dengan banyak proyek dakwah tapi dia selalu ingin kembali ke medan pertempuran. Ia merindukan sepupunya dan ingin bersamanya lagi. Abu Hafsh telah mengambil bagian dalam pertempuran dekat Sirrīn melawan sahawāt dari Liwa Thuwwār ar-Raqqah, yang dipimpin oleh mantan pemimpin jabhah Jawlānī Abu ‘Isa ar-Raqqah. Dia juga berpartisipasi dalam pertempuran melawan sahawāt di al-Khayr yang dipimpin oleh pemimpin jabhah Jawlānī Abu mariyah al-Harari. Dia dibunuh secara khianat pada musim panas “2014” oleh “tentara” Harari ketika mengendarai mobil di al-Khayr, salah satu kota yang telah dibebaskan. Semoga Allah menerima dia.

Abu Junaydah sangat sedih, tapi ia tetap berkomitmen untuk bekerja dan mencoba untuk menjelaskan kepada kerabat dan keluarganya bahwa Abu Hafsh telah memberikan darahnya untuk penegakan Khilafah dan itu adalah keinginan terbesar dari mereka berdua dan inilah alasan untuk membawa keluarganya berhijrah ke Islam Negara. Atas karunia Allah, adiknya mengikuti keteladanannya sebagaimana ia tidak ingin tinggal lebih lama lagi di negara yang memerangi Islam, kaum Muslimin, dan Khilafah.

Meskipun ia bekerja di bagian dakwah dan juga memiliki dua istri serta anak-anak yang harus ia perhatikan, ia juga telah berpartisipasi dalam banyak pertempuran melawan orang-orang murtad. Dia mengambil bagian dalam pertempuran di ‘Ayn al-Islām, Tadmur, dan Mari’, hingga akhirnya ia mencapai apa yang ia rindukan sejak lama, Syahadah. pesawat tentara salib datang memberi bantuan kepada sahawāt di Halab -sekutu Qa’idah di Sham- dan menembak tepat di posisi di mana ia melakukan Ribat di pinggiran Mari’. Dia pun meninggal seketika, pada hari-hari yang paling diberkahi di setiap tahun, pada sepuluh hari pertama di bulan Zulhijah.

Nabi shallalallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini, yaitu : Sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah”. Mereka bertanya : “Ya Rasulullah, tidak juga jihad fie sabilillah?”. Beliau menjawab : “Tidak juga jihad fie sabilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun” [HR Al-Bukhari dari Ibnu ‘Abbas]. Hadits ini adalah hadits yang ia pilih saat menceritakan saudaranya ketika dalam perjalanan ke Mari‘, Semoga Allah menyatukan dia dan sepupunya di surga dan mengizinkan kita untuk mengikuti mereka.

Semoga Allah menjaga keluarganya dan melindungi anak-anaknya di bawah naungan Khilafah, sehingga mereka hanya hidup dengan Tauhid dan mereka menjadi salah satu di antara barisan Nabi Isa ‘alaihis salam ketika ia turun untuk memimpin tentara Muslim.


Source: DABIQ 12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...