JENIS JIHAD,
SYARAT-SYARATNYA
DAN PERSIAPAN
(I’DAD)
KE ARAH SANA
Oleh : Ibnu Qudamah An Najdi
Jihad ada dua macam:
Jihad
Tholab (Ofensive) dan jihad Difa‘ (Defensive)
Jihad
tholab, yaitu Mencari dan memerangi musuh di negerinya.
Sedangkan Jihad
difa‘ yaitu Memerangi musuh yang menyerang kaum mukminin terlebih
dahulu.
[Lihat
Al-Ikhtiyarot Al-Fiqhiyyah milik Ibnu Taimiyah, tahqîq Al-Faqi, cetakan Dârul
Makrifah hal. 309]
Dalil-dalil Jihad
Tholab:
Firman
Alloh Ta‘ala:
فَإِذا
انْسَلَخَ الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ
وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُدُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ وَرْصَدٍ
فَإِنْ تَابُوْا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا
سَبِيْلَهُمْ إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
“…Maka
bunuhlah orang-orang musyrik di mana saja kalian temui mereka, tawanlah mereka,
kepunglah mereka dan intailah mereka dari tempat-tempat pengintaian. Jika mereka
bertaubat, dan menegakkan sholat serta menunaikan zakat, maka lepaskanlah mereka.
Sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [At-Taubah:
5]
Alloh
Ta‘ala juga berfirman:
قَاتِلُوا
الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْأَخِرِ وَلَا
يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِيْنُوْنَ دِيْنَ الْحَقِّ
مِنَ الَّذِيْنَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ
صَاغِرُوْنَ
“Perangilah
orang-orang yang tidak beriman kepada Alloh dan hari akhir serta tidak
mengharamkan apa yang Alloh dan rosul-Nya haramkan dan tidak beragama dengan agama
yang benar (Agama Alloh; Islam), yaitu orang-orang yang diberi kitab sampai
mereka membayar jizyah dengan tangan sementara mereka dalam keadaan tunduk.” [At-Taubah:
29]
Di sini, Alloh yang Mahabenar
memerintahkan memerangi, mengintai dan mengepung mereka. Ayat-ayat ini termasuk
ayat-ayat muhkam yang turun di akhir-akhir dan tidak termanshukh.
Di atas fase inilah Nabi Shollallohu
‘Alaihi wa Sallam berjalan, demikian juga dengan para shahabat yang menyertai
beliau dan orang-orang sepeninggalnya, sampai Alloh ta‘ala taklukkan belahan
bumi bagian timur dan barat bagi mereka.
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda,
أُمِرْتُ
أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ وَيُقِيْمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا
فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّيْ دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ
الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالَى
“Aku
diperintahkan agar memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada
ilah (yang haq) selain Alloh dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Alloh, menegakkan
sholat dan menunaikan zakat. Jika mereka melaksanakannya, terlindungilah darah
dan harta mereka dariku kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka kepada
Alloh ta‘ala.” [Muttafaq Alaih dari Ibnu Umar]
Dalam
hadits Buroidah riwayat Muslim disebutkan: Bahwa Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi
wa Sallam apabila mengangkat seorang komandan pasukan atau sariyah, beliau
memberi wasiat khusus kepadanya agar bertakwa kepada Alloh, dan mewasiatkan
kebaikan kepada kaum muslimin yang menyertainya. Kemudian beliau bersabda, “Berperanglah
dengan nama Alloh, perangilah siapa saja yang kafir kepada Alloh, berperanglah
dan jangan melakukan ghulul, jangan mengkhianati janji, jangan mencincang dan
jangan membunuh orang tua. Dan jika kamu berjumpa dengan orang kafir, ajaklah
mereka kepada tiga hal:…dst.” (Al-Hadits)
Ini adalah nash-nash yang jelas dan
gamblang mengenai keberangkatan dalam memerangi musuh dan merencanakan penyerbuan
ke negeri mereka. Inilah yang disebut jihad tholabi.
Adapun Jihad
Difa‘i, dalilnya adalah:
Firman
Alloh ta‘ala :
يَا
أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا إِذَا لَقِيْتُمُ الَّذِيْنَ كَفَرُوا زَحْفًا
فَلَا تُوَلُّوهُمُ الْأَدْبَارَ
“Hai orang-orang beriman, jika kalian berjumpa dengan musuh
dalam keadaan perang maka janganlah kalian lari ke belakang.”
[Al-Anfal: 15]
Dan firman
Alloh ta‘ala:
وَقَاتِلُوا
فِيْ سبِيْلِ اللهِ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُونَكُمْ
“Dan berperanglah di jalan Alloh melawan orang yang memerangi
kalian.”
[Al-Baqoroh: 190]
Dan
firman Alloh ta‘ala:
فَمَنْ
اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ
“Maka barangsiapa memusuhi kalian, lawanlah dengan permusuhan
yang sama seperti ia memusuhi kalian.”
[Al-Baqoroh: 194]
Perang di sini adalah melawan serangan musuh yang menyerang
terlebih dahulu.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
“Adapun Jihad
Defensif, adalah perlawanan terbesar terhadap serangan ke arah kehormatan
dan agama, hukumnya adalah wajib berdasarkan ijmak. Ketika kaum agresor datang
untuk merusak agama dan dunia, maka tidak ada yang lebih wajib setelah iman
selain melawannya. Tidak lagi disyaratkan satu syaratpun di sana, namun melawan
semampunya.” [Al-Ikhtiyarot Al-Fiqhiyyah milik
Ibnu Taimiyyah hal. 309]
Dari keterangan tadi, Anda bisa melihat
bahwa siapa yang mengingkari kalau jihad ofensive itu termasuk bagian dari ajaran
Islam –seperti orang-orang yang mengatakan Islam tidak berperang selain membela
diri dan menolak kezaliman saja— berarti ia mendustakan ayat-ayat dan
hadits-hadits seperti di atas. Sementara Alloh ta‘ala berfirman:
وَمَا
يَجْحَدُ بِئَايَاتِنَا إِلَّا الْكَافِرُونَ
“Tidaklah menentang ayat-ayat Kami selain orang-orang kafir.”
[Al-‘Ankabut: 47]
Siapa yang dengan “gegabah”
mentakwil-takwilkan jihad tholab yang dilakukan para Salafus Sholeh dengan mengatakan
itu adalah perang melawan kezaliman, maka ia telah sesat dengan kesesatan yang
jauh. Kalau ia sudah mengerti nash-nash syar‘i atau menguasai ilmunya, berarti
ia telah berpaling darinya dan sembarangan dalam mentakwilkannya.
Jihad Adalah Fardhu Kifayah
dan berubah menjadi Fardhu ‘Ain
Dalam Beberapa Kondisi
Ibnu
Qudamah berkata:
“Makna fardhu
kifayah adalah jika tidak cukup dilaksanakan sebagian orang maka semuanya
berdosa, dan jika sudah cukup dilaksanakan sebagian orang maka gugurlah dosa
dari yang lain. Perintah itu pertama kali ditujukan kepada semua kaum muslimin
sebagai sebuah kewajiban yang fardhu ‘ain, kemudian di akhir-akhirnya terjadi
perbedaan; sebab fardhu kifayah itu gugur dengan dilakukannya oleh sebagian
orang, sementara fardhu ain tidak gugur dari siapapun meski yang lain telah
melaksanakan.”
Ibnu
Qudamah berkata juga mengenai dalil jihad hukumnya fardhu kifayah:
“Dalil
kami adalah firman Alloh ta‘ala:
لَا
يَسْتَوِى الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ غَيْرُ أُولِى الضَّرَّرِ
وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيْلِ اللهِ بَأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ
اللهُ الْمُجَاهِدِيْنَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِيْنَ
دَرَجَةً وَكُلًّ وَعَدَ اللهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللهُ الْمُجَاهِدِيْنَ عَلَى
الْقَاعِدِيْنَ أَجْرً عِظِيْمًا
“Tidaklah sama antara orang
yang duduk dari kalangan kaum mukminin yang tidak beruzur dan orang-orang yang berjihad
di jalan Alloh dengan harta dan nyawa mereka. Alloh lebihkan orang-orang yang
berjihad dengan harta dan nyawa mereka atas orang-orang yang duduk satu
derajat. Dan masing-masing Alloh janjikan dengan pahala yang baik...”
[An-Nisa’:
95]
Ini menunjukkan bahwa orang
yang tidak berperang tidak berdosa ketika sudah ada orang lain yang berjihad.
Alloh
ta‘ala juga berfirman:
وَمَا
كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَآفَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ
مِنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّيْنِ
“Tidak seharusnya kaum
mukminin semuanya pergi berperang, mengapa tidak ada dari masing-masing golongan
satu kelompok yang pergi untuk memahami (agama)…”
[At-Taubah:
122]
Dikarenakan juga, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa
Sallam pernah mengutus sariyah-sariyah sementara beliau serta segenap
shahabatnya tidak berangkat.”
Ibnu Qudamah berkata lagi:
“Dan jihad berubah menjadi fardhu ‘ain dalam tiga
kondisi:
Pertama: ketika dua pasukan bertemu
dan dua barisan berhadapan, maka haram bagi siapa yang turut serta di dalamnya
untuk melarikan diri, kondisi seperti itu jihad hukumnya fardhu ain,
berdasarkan firman Alloh ta‘ala:
يَاأَيُّهَا
الَّذِيْنَ ءَامَنُوا إِذَا لَقِيْتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا الله
كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
وَأَطِيْعُوا اللهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ
رِيْحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِيْنَ
“Hai orang-orang beriman,
jika kalian bertemu dengan satu pasukan perang maka tetap teguhlah dan ingatlah
Alloh banyak-banyak agar kalian beruntung. Dan taatilah Alloh dan rosul-Nya dan
jangan saling bertengkar sehingga kalian gagal dan hilang kekuatan kalian. Dan
bersabarlah, sesungguhnya Alloh bersama orang-orang yang sabar.”[Al-Anfal:
45-46]
Dan firman-Nya:
يَا
أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا إِذَا لَقِيْتُمُ الَّذِيْنَ كَفَرُوا زَحْفًا
فَلَا تُوَلُّوهُمُ الْأَدْبَارَ وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلَّا
مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَآءَ بَغَضَبٍ
مِّنَ اللهِ
“Hai orang-orang
beriman, jika kalian berjumpa dengan orang-orang kafir dalam ketika perang,
maka janganlah kalian mundur ke belakang. Dan barangsiapa pada hari itu mundur
ke belakang menghindari mereka, kecuali orang yang berbelok untuk taktik perang
atau bergabung dengan kelompok lain, maka ia kembali dengan kemarahan dari Alloh.”
[Al-Anfal: 15-16]
Kedua: Apabila orang-orang kafir
datang menduduki sebuah negeri, maka fardhu ain bagi penduduknya memerangi dan mengusir
mereka.
Ketiga: Jika imam memerintahkan
untuk perang kepada satu kaum (istinfar), maka wajib bagi mereka untuk
berangkat perang bersamanya.
Berdasarkan firman Alloh ta‘ala:
يَاأَيُّهَا
الَّذِيْنَ ءَامَنُوا مَالَكُمْ إِذَا قِيْلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِيْ سَبِيْلِ
اللهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ أَرَضِيْتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ
الْأَخِرَةِ
“Hai orang-orang beriman,
mengapakah jika dikatakan kepada kalian, berperanglah di jalan Alloh, kalian
merasa berat (condong) kepada dunia? …satu ayat dan setelahnya.”
(At-Taubah: 38)
Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda,
وَ إِذَا
اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا
“Jika kalian diminta
berperang, berperanglah.”
[Al-Mughnî
was Syarhul Kabîr (X/ 365/ 366)]
Dalil kondisi kedua adalah sama dengan dalil kondisi pertama,
[“…jika kalian bertemu dengan satu pasukan perang maka tetap teguhlah…”] dan
[“…jika kalian berjumpa dengan orang-orang kafir dalam ketika perang, maka
janganlah kalian mundur ke belakang…”] sebab datangnya orang-orang kafir di sebuah
negeri kaum muslimin sama kedudukannya dengan bertemunya dua pasukan dan dua
barisan.
Syarat-Syarat Wajibnya Jihad
Syarat-syarat
wajibnya jihad adalah seperti yang disebutkan Ibnu Qudamah:
“Syarat Wajib Jihad
Ada Tujuh: Islam, Baligh, Berakal, Merdeka, Lelaki,Selamat
dari marabahaya serta adanya Biaya.”
[Al-Mughnî
was Syarhul Kabîr (X hal. 366)]
Ketujuh
syarat ini ditambah dengan izin dari kedua orang tua dan orang yang berhutang
kepada orang yang dihutangi. Hal ini disebutkan juga oleh Ibnu Qudamah. [Juz
X hal. 381-384]
Inilah
sembilan syarat wajibnya jihad yang fardhu kifayah.
Jika
kondisi berubah menjadi fardhu ‘ain, sebagian dari ketujuh syarat ini tidak
berlaku dan hanya tersisa lima syarat saja, yaitu: Islam, baligh, berakal,
lelaki –tidak menurut mereka yang menganggap ini bukan termasuk syarat—dan selamat
dari dhoror (bahaya yang menjadi udzur). Tidak disyaratkan adanya biaya jika
musuh sudah menduduki negeri-negeri, atau –menurut salah satu pendapat— jika
jarak musuh tidak sampai jarak qoshor.
Apakah Maksud I‘dad Imani (Persiapan Iman) ?
Maksudnya, ada dua jenis I‘dad: I‘dad Materi dan I‘dad Iman. Tidak boleh mencukupkan
diri pada salah satu bentuk I‘dad saja.
Adapun I‘dad materi: adalah yang diisyaratkan
dalam ayat surat Al-Anfal, Alloh ta‘ala berfirman:
وَأَعِدُّوا
لَهُمْ مَّااسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُوْنَ
بِهِ عَدُوَّ اللهِ وَعَدُوَّكُمْ وَءَاخَرِيْنَ مِنْ دُونِهِمْ لَا
تَعْلُمُوْنَهُمُ اللهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْشَيْءٍ فِيْ سَبِيْلِ
اللهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
“Dan persiapkanlah untuk
menghadapi mereka kekuatan yang kalian mampu dan dari kuda yang tertambat,
supaya kalian menggentarkan musuh Alloh dan musuh kalian serta musuh selain
mereka; kalian tidak mengetahui mereka namun kami mengetahuinya. Dan apa saja
yang kalian infakkan di jalan Alloh…dst.”
(Al-Anfal: 60).
Terdapat sebuah riwayat
marfu‘ yang menafsirkan makna ayat ini, riwayat tersebut menutup setiap tempat
untuk mentakwiltakwilkan atau membawanya kepada makna selain yang dimaksud
sebenarnya:
Muslim meriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir ia berkata:
“Sesungguhnya Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam membaca ayat ini
kemudian bersabda,
“Ketahuilah, kekuatan itu adalah melempar.” Beliau mengucapkannya
sebanyak tiga kali.
Berdasarkan riwayat ini, maka tidak boleh membawa makna
ayat ini kepada arti I‘dad imani dan tarbiyah.
Adapun I‘dad materi sendiri mencakup persiapan
pasukan, senjata dan harta.
Ayat di atas menyebutkan
senjata dan harta secara jelas, dan menyebutkan personal secara tersirat. Sudah
ada perintah untuk menyiapkan personal dalam ayat-ayat lain, seperti firman
Alloh ta‘ala:
يَا أَيُّهَا
النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَى الْقِتَالِ
“Hai Nabi, kobarkanlah
semangat orang-orang beriman untuk berperang…”
[Al-Anfal:
65]
Dan
firman Alloh ta‘ala:
فَقَاتِلْ فِيْ
سَبِيْلِ اللهِ لَا تُكَلَّفُ إِلَّا نَفْسَكَ وَحَرِّضِ الْمُؤْمِنِيْنَ عَسَى
اللهُ أَنْ يَكُفَّ بَأْسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَاللهُ أَشَدُّ بَأْسًا
وَأَشَدُّ تَنْكِيْلًا
“Maka berperanglah di jalan
Alloh, kamu tidak dibebani selain dirimu sendiri dan bakarlah semangat orang
beriman (untuk berperang), semoga Alloh menghentikan keganasan orang-orang
kafir..”
[An-Nisa’:
84]
Dan
seperti firman Alloh ta‘ala:
يَا أيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوا كُونُوا أَنْصَارَ اللهِ ...
“Hai orang-orang beriman,
jadilah kalian penolong-penolong (pasukan-pasukan) Alloh...”
[An-Nisâ: 84]
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:
“Jika jihad tidak bisa dilakukan karena masih dalam
kondisi lemah, maka wajib melakukan persiapan (I‘dad) dengan menyiapkan
kekuatan dan tali kuda yang tertambat.” [Majmu‘
Fatawa juz 28 hal. 259]
Alloh menjadikan i‘dad ini
sebagai bukti kejujuran iman dan pembeda antara orang yang benar-benar beriman
dengan orang munafik, seperti di dalam firman-Nya:
وَلَوْ أَرَادُوا
الْخُرُوجَ لَأَعَدُّوا لَهُ عُدَّةً وَلَكِنْ كَرَهَ اللهُ انْبِعَاثَهُمْ
فَثَبَّطَهُمْ وَقِيْلَ اقْعُدُوا مَعَ الْقَاعِدِيْنَ (46) لَوْ خَرَجُوا
فِيْكُمْ مَّازَادُوكُمْ إِلَّا خَبَالًا وَلَأَوْضَعُوا خِلَالَكُمْ
يَبْغُونَكُمُ الْفِتْنَةَ وَفِيْكُمْ سَمَّاعُوْنَ لَهُمْ ....
“Seandainya mereka ingin
keluar (berperang) pasti mereka akan mengadakan persiapan untuk itu, akan
tetapi Alloh tidak suka keberangkatan mereka dan dikatakan: Duduklah kalian
bersama orang-orang yang duduk. Kalaulah mereka keluar beserta kalian, tidaklah
mereka menambah selain kekacauan dan mereka akan bergegas-gegas maju ke muka di
celah-celah barisan kalian untuk menimbulkan fitnah di antara kalian sedang di
antara kalian ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka.”
[At-Taubah:
46-47]
Di sini, Alloh SWT
menerangkan, mempersiapkan kekuatan yang tidak dilakukan oleh kaum munafikin merupakan
sebuah penghinaan yang bersifat qodariyah dari Alloh ta‘ala. Di sisi lain ini
adalah rahmat dari Alloh ta‘ala terhadap kaum mukminin yang jujur, sebab kalau
toh kaum munafikin ikut berangkat bersama mereka, maka hanya akan mendatangkan
kerusakan dan fitnah, terlebih lagi sebagian kaum mukminin ada yang
berprasangka baik terhadap mereka, “…sedang di antara kalian ada orang-orang
yang amat suka mendengarkan perkataan mereka”, sehingga dari sini akan muncul
kerusakan besar. Ini kaitannya dengan I‘dad materi.
Adapun I‘dad Imani (baca:
tarbiyah), juga satu hal yang tidak bisa diabaikan. I‘dad ini sangat bercabang
seiring dengan banyaknya cabang keimanan, baik yang lahir maupun yang batin,
secara ilmu maupun amal. I‘dad ini memiliki pengaruh langsung terhadap
datangnya kemenangan maupun kekalahan yang bersifat qodariyah. Yang penting, di
sana ada beberapa hal yang harus diingat-ingat terkait dengan I‘dad, yaitu:
- Ayat
I‘dad yang tercantum dalam surat Al-Anfal (ayat 60) tidak boleh dibawa kepada
makna tarbiyah. Sebab sudah ada riwayat secara marfu‘ yang menafsirkannya, yang
mematahkan pentakwilan maknanya. Tarbiyah memiliki dalil lain. Yang lebih buruk
lagi adalah yang membatasi I‘dad hanya kepada I‘dad iman saja tanpa
memperdulikan I‘dad materi, sikap seperti ini telah mendustakan ayat-ayat Alloh.
- Jangan
sampai tarbiyah menjadi perantara untuk duduk dari jihad. Khususnya jihad yang
hukumnya fardhu ‘ain.
Inilah beberapa hal-hal
terpenting yang harus diingat-ingat kiatannya dengan tarbiyah.
Source:
Judul Asli
Kasyful Litsam ‘An Dzirwati Sanamil
Islam
Penulis
Asy-Syaikh Ibnu Qudamah An-Najdi
Judul Terjemahan
Jawaban seputar Masalah-Masalah Fikih Jihad
Alih Bahasa
Abu Jandl Al-Muhajir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar