Sebagian Dari
Kebiasaan
AHLI
KITAB dan ORANG-ORANG AJAM
Yang Dilakukan Umat Ini
Oleh : Ibnu Taimiyah
Saya singgung sebagian kebiasaan ahli kitab dan orang-orang Ajam
yang telah menimpa umat ini. Agar seorang muslim yang lurus dapat menghindari
penyimpangan dan jalan yang lurus, menuju jalan mereka yang dimurkai ataupun
mereka yang tersesat.
1.
Hasad
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
وَدَّ
كَثِيرٞ مِّنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ لَوۡ يَرُدُّونَكُم مِّنۢ بَعۡدِ إِيمَٰنِكُمۡ
كُفَّارًا حَسَدٗا مِّنۡ عِندِ أَنفُسِهِم مِّنۢ بَعۡدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ ٱلۡحَقُّۖ
فَٱعۡفُواْ وَٱصۡفَحُواْ حَتَّىٰ يَأۡتِيَ ٱللَّهُ بِأَمۡرِهِۦٓۗ إِنَّ ٱللَّهَ
عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ
“Sebagian besar ahli kítab
menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu
beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata
bagi mereka kebenaran.”
(Al-Baqarah : 109)
Allah mengecam orang-orang Yahudi karena kedengkian mereka terhadap
ilmu dan hidayah yang diberikan kepada orang-orang mukmin.
Sebagian orang-orang berilmu dan selain mereka juga terkena musibah
semacam hasad, terhadap orang yang diberi petunjuk melalui ilmu yang berguna,
atau amal shalih. Itu tabiat tercela. Dalam konteks ini, ia termasuk akhlak
kaum yang dimurkai.
2.
Menyembunyikan Ilmu dan Bersikap
Kikir
Terhadapnya Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman:
لِّكَيۡلَا
تَأۡسَوۡاْ عَلَىٰ مَا فَاتَكُمۡ وَلَا تَفۡرَحُواْ بِمَآ ءَاتَىٰكُمۡۗ وَٱللَّهُ
لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالٖ فَخُورٍ ٢٣ ٱلَّذِينَ يَبۡخَلُونَ وَيَأۡمُرُونَ ٱلنَّاسَ
بِٱلۡبُخۡلِۗ وَمَن يَتَوَلَّ فَإِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡغَنِيُّ ٱلۡحَمِيدُ ٢٤
“Dan Allah tidak menyukai setiap
orang yang sombong lagi membanggakan diri (yaitu) orang-orang yang kikir dan
menyuruh manusia berbuat kikir.”
(Al-Hadid : 23-24)
وَيَكۡتُمُونَ مَآ
ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦۗ وَأَعۡتَدۡنَا لِلۡكَٰفِرِينَ عَذَابٗا
مُّهِينٗا
“Dan menyembunyikan keutamaan
yang telah Allah berikan kepada mereka.”
(An-Nisa’ : 37)
Allah menggambarkan mereka sebagai kaum yang kikir, yaitu kikir
dalam soal ilmu dan harta, meskipun alur ayat ini menunjukkan bahwa yang
dimaksudkari adalah kikir dalam ilmu. Oleh sebab itu, Allah juga menggambarkan mereka dalam banyak
ayat sebagai kaum yang menyembunyikan ilmu. Seperti dalam firman-Nya:
وَإِذۡ
أَخَذَ ٱللَّهُ مِيثَٰقَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ لَتُبَيِّنُنَّهُۥ
لِلنَّاسِ وَلَا تَكۡتُمُونَهُۥ فَنَبَذُوهُ وَرَآءَ ظُهُورِهِمۡ وَٱشۡتَرَوۡاْ
بِهِۦ ثَمَنٗا قَلِيلٗاۖ فَبِئۡسَ مَا يَشۡتَرُونَ ١٨٧
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dan orang-orang yang
telah diberi kitab (yaitu): “Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia,
dan jangan kamu menyembunyikannya,”
(Ali Imran : 187)
Juga
firman-Nya:
إِنَّ
ٱلَّذِينَ يَكۡتُمُونَ مَآ أَنزَلۡنَا مِنَ ٱلۡبَيِّنَٰتِ وَٱلۡهُدَىٰ مِنۢ
بَعۡدِ مَا بَيَّنَّٰهُ لِلنَّاسِ فِي ٱلۡكِتَٰبِ أُوْلَٰٓئِكَ يَلۡعَنُهُمُ ٱللَّهُ
وَيَلۡعَنُهُمُ ٱللَّٰعِنُونَ ١٥٩ إِلَّا ٱلَّذِينَ تَابُواْ وَأَصۡلَحُواْ
وَبَيَّنُواْ فَأُوْلَٰٓئِكَ أَتُوبُ عَلَيۡهِمۡ وَأَنَا ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ
١٦٠
“Sesungguhnya orang-orang yang
menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang
jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam
Al-Qur’an, mereka itu dila’nati Allah dan dila’nati (pula) oleh semua (makhluk)
yang dapat mela’nati.
Kecuali mereka yang telah taubat.“
(Al-Baqarah : 159 - 160)
Juga firman-Nya:
إِنَّ
ٱلَّذِينَ يَكۡتُمُونَ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَيَشۡتَرُونَ بِهِۦ
ثَمَنٗا قَلِيلًا أُوْلَٰٓئِكَ مَا يَأۡكُلُونَ فِي بُطُونِهِمۡ إِلَّا ٱلنَّارَ
وَلَا يُكَلِّمُهُمُ ٱللَّهُ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمۡ وَلَهُمۡ
عَذَابٌ أَلِيمٌ ١٧٤
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan
apa-apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al-Qur’an dan menjualnya dengan harga
yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke
dalam perutnya melainkan api..”
(Al-Baqarah : 174)
Dan juga firman-Nya:
وَإِذَا لَقُواْ ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ قَالُوٓاْ ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَوۡاْ إِلَىٰ شَيَٰطِينِهِمۡ قَالُوٓاْ
إِنَّا مَعَكُمۡ إِنَّمَا نَحۡنُ مُسۡتَهۡزِءُونَ
“Dan bila mereka berjumpa dengan
orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: Kami telah beriman. Dan bila
mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya
kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok”.
(Al-Baqarah : 14)
Allah mensifati bahwa mereka dengan kata-kata “yang dimurkai” itu
karena mereka mempunyai kesukaan menyembunyikan ilmu; terkadang karena kikir,
terkadang untuk mencari dunia sebagai gantinya, terkadang juga karena takut
kalau yang mereka kemukakan, akan berbalik menghujat mereka sendiri. Hal ini
telah menimpa sebagian golongan ahli ilmu. Mereka kadang-kadang
menyembunyikannya karena kikir atau karena takut kalau orang lain ikut
memperoleh keutamaannya. Terkadang pula dikarenakan mengejar kedudukan ataupun
harta. Ia khawatir, kalau ilmu tersebut ditampakkan, akan mengurangi kedudukan
sosial mereka atau akan berkurang nilai hartanya. Kadangkala terjadi, ia
berlainan pendapat dengan orang lain. Atau bersengketa dengan satu kelompok
yang berbeda pendapat dengannya. Lalu ia menyembunyikan ilmu yang mengandung
hujjah bagi lawannya itu. Meski ia sendiri tak yakin kalau lawannya itu salah.
OIeh sebab itu, Abdurrahman bin Mahdi dan ulama lainnya menyatakan:
“Para Ahli ilmu itu menulis setiap hujjah yang menguatkan atau melemahkan
mereka. Sedangkan pengikut hawa nafsu hanya menulis hujjah yang menguatkan buat
mereka.” Maksud di sini bukanlah menjabarkan hal-hal yang wajib dan sunnah.
Namun tujuannya adalah untuk mengingatkan inti persoalan yang dapat dipahami
oleh orang berakal, agar bermanfaat bagìnya.
3.
Mengenal Kebenaran Namun Tidak Menerapkannya
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمۡ
ءَامِنُواْ بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ قَالُواْ نُؤۡمِنُ بِمَآ أُنزِلَ عَلَيۡنَا
وَيَكۡفُرُونَ بِمَا وَرَآءَهُۥ وَهُوَ ٱلۡحَقُّ مُصَدِّقٗا لِّمَا مَعَهُمۡۗ
قُلۡ فَلِمَ تَقۡتُلُونَ أَنۢبِيَآءَ ٱللَّهِ مِن قَبۡلُ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ
٩١
“Dan apabila dikatakan kepada mereka:
“Berimanlah kepada Al-Qur’an yang diturunkan Allah”. Mereka berkata: “Kamí hanya
beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami”. Dan mereka kafir kepada Al-Qur’an
yang diturunkan sesudahnya, sedang Al-Qur’an itu (Kitab) yang hak.”
(AI-Baqarah: 91)
Setelah sebelumnya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَمَّا
جَآءَهُمۡ كِتَٰبٞ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِ مُصَدِّقٞ لِّمَا مَعَهُمۡ وَكَانُواْ مِن
قَبۡلُ يَسۡتَفۡتِحُونَ عَلَى ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ فَلَمَّا جَآءَهُم مَّا
عَرَفُواْ كَفَرُواْ بِهِۦۚ فَلَعۡنَةُ ٱللَّهِ عَلَى ٱلۡكَٰفِرِينَ ٨٩
“Padahal sebelumnya mereka biasa
memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir,
maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, lain mereka
ingkar kepadanya. Maka la’nat AIlah-Iah atas orang-orang yang ingkar itu”
(Al-Baqarah : 89)
Allah menggambarkan orang-orang Yahudi sebagai kaum yang mengenal
kebenaran sebelum lahirnya nabi yang menyampaikan dan mengajak kepada kebenaran
itu. Tatkala nabi pembawa kebenaran itu datang dan ternyata bukan dari golongan
mereka, maka menghinakannya dan tak mau tunduk kepadanya. Karena mereka tidak
menerima kebenaran selain dan golongan mereka sendiri, di samping mereka tidak
mau mengikuti apa yang menjadi tuntutan keyakinan mereka.
Inilah yang menimpa banyak orang yang fanatik terhadap golongan
tertentu dalam soal ilmu, atau dien. Baik dari kalangan ahli fiqih, ahli
tashawwuf dan lain-lain, atau fanatik terhadap pemimpin agama yang dianggap
agung menurut keyakinan mereka, selain Nabi. Sesungguhnya mereka tidak mau
menerima ajaran dien, baik soal fiqih ataupun riwayat, kecuali dari golongan
mereka. Sementara mereka juga tak paham dengan apa yang dituntut oleh
golongannya. Sedangkan dien Islam mengharuskan kita mengikuti yang hak secara mutlak;
baik itu soal fiqih ataupun periwayatan, tanpa mengkhususkan orang atau golongan
tertentu; selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
4.
Penyelewengan Dalil-dalil
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman menggambarkan kaum yang dimurkai:
لَيَّۢا بِأَلۡسِنَتِهِمۡ وَطَعۡنٗا
فِي ٱلدِّينِۚ
“Yaitu orang-orang Yahudi,
mereka merobah perkataan dari tempat-tempatnya.” (An-Nisaa : 46)
Allah ta’ala
juga menyebutkan sifat-sifat mereka :
وَإِنَّ مِنۡهُمۡ
لَفَرِيقٗا يَلۡوُۥنَ أَلۡسِنَتَهُم بِٱلۡكِتَٰبِ لِتَحۡسَبُوهُ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ
وَمَا هُوَ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ
“Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lídahnya
membaca Al-Qur’an, supaya kamu menyangka apa yang dibacanya itu sebagian dan Al-Qur’an,
padahal ia bukan dari Al-Qur’an.” (Ali Imran : 78)
Penyelewengan itu sering ditafsirkan dengan penyelewengan nash Al-Qur‘an
dan Hadits (Tahriif At-Tanziil), terkadang juga penyelewengan
pengertiannya (Tahriif At-Ta’wiil). Adapun penyelewengan dalam
pengertiannya, amatlah banyak. Ia telah dilakukan oleh beberapa golongan umat
ini.” Sedangkan penyelewengan nash Al-Qur’an dan Hadits, banyak juga dilakukan
manusia. Mereka memanipulasi lafazh-lafazh hadits Rasul, dengan cara
meriwayatkan hadits-hadits munkar (hadits lemah yang menyelisihi hadits
shahih). Namun demikian, ahli hadits dapat membantahnya. Sebagian di antara mereka
bahkan lebih jauh lagi sampai kepada menyelewengkan (lafazh ayat). Meski hal
itu tak mungkin mereka lakukan. Sebagaimana sebagian mereka membaca ayat
berikut:
(وَكَلّمَ اللهُ مُوسَى تَكْلِيمًا) (dengan di-fathahkan huruf “haa” pada
lafazh ‘Allah’, sehingga lafazh Allah itu menjadi objek). Adapun kelancangan
sebagian mereka terhadap sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dengan memberi
kesan seolah-olah itu dari Allah, adalah seperti halnya perbuatan para pemalsu
hadits-hadits atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Atau menjadikan
dalih-dalih tersebut sebagai hujjah dalam dien, padahal tidaklah demikian.
Inilah salah satu contoh akhlak orang-orang Yahudi. Kecaman terhadap
karakter ini banyak terdapat dalam nash-nash, bagi siapa yang mendalami Kitabullah
dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian ia memandang lewat
celah cahaya keimanan, tentang realita yang terjadi di tengah umat.
5.
Sikap Ghuluww (Melampaui Batas)
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
يَٰٓأَهۡلَ ٱلۡكِتَٰبِ لَا
تَغۡلُواْ فِي دِينِكُمۡ وَلَا تَقُولُواْ عَلَى ٱللَّهِ إِلَّا ٱلۡحَقَّۚ
إِنَّمَا ٱلۡمَسِيحُ عِيسَى ٱبۡنُ مَرۡيَمَ رَسُولُ ٱللَّهِ وَكَلِمَتُهُۥٓ
أَلۡقَىٰهَآ إِلَىٰ مَرۡيَمَ وَرُوحٞ مِّنۡهُۖ
“Wahai ahlil kitab, janganlah kamu
melampaui batas dalam dienmu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah
kecuali yang benar. Sesungguhnya Al-Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan
Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya.” (An-Nisaa’ : 171)
لَقَدۡ كَفَرَ ٱلَّذِينَ
قَالُوٓاْ إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡمَسِيحُ ٱبۡنُ مَرۡيَمَۖ
Juga pada ayat lain: “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang
berkata: ”Sesungguhnya Allah ialah Al-Masih putera Maryam.” (Al Maaídah: 72).
Dan banyak lagi di tempat-tempat lain.
Kemudian, sikap ghuluw terhadap para nabi dan orang shalih; telah
merambat ke berbagai golongan dan kalangan ahli ibadah kaum tasawwuf yang
sesat. Bahkan banyak di antaranya yang telah dirasuki pemahaman hulul (bahwa
Allah di mana-mana) dan wihdatul wujud (manunggaling kawula gusti). Yang
pemahaman itu Iebih bobrok dibanding dengan pendapat kaum Nashrani, atau setara
atau sedikit di bawahnya.
6.
Patuh dan Tunduk
Kepada Orang yang Mereka
Agung-agungkan
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
ٱتَّخَذُوٓاْ أَحۡبَارَهُمۡ
وَرُهۡبَٰنَهُمۡ أَرۡبَابٗا مِّن دُونِ ٱللَّهِ وَٱلۡمَسِيحَ ٱبۡنَ مَرۡيَمَ
“Mereka menjadikan orang-orang
alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah,
dan (juga mereka menjadikan Rabb)
Al-Masih putera Maryam.”
(At-Taubah : 31)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menafsìrkan ayat itu di hadapan
Adiyy bin Hatim bahwa mereka itu “menghalalkan yang haram, lalu dìtaati; dan
mengharamkan yang halal, lalu juga dituruti. Itulah yang dimaksud menyembah mereka.”
Banyak di antara para pengikut ahli ibadah tersebut yang patuh kepada
orang-orang yang mereka muliakan dalam setiap perintah mereka. Meski perintah
itu mengandung penghalalan sesuatu yang diharamkan dan pengharaman sesuatu yang
dihalalkan.
7.
Rahbaniyah (Kependetaan)
Yang
dimaksud dengan Rahbaniyyah ialah tidak beristri atau tidak bersuami dan
mengurung diri dalam biara.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
وَرَهۡبَانِيَّةً ٱبۡتَدَعُوهَا
مَا كَتَبۡنَٰهَا عَلَيۡهِمۡ إِلَّا ٱبۡتِغَآءَ رِضۡوَٰنِ ٱللَّهِ
“Dan mereka mengada-adakan
rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah
yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah...”
(Al-Hadiid : 27)
Sebagian
golongan kaum muslimin ada juga yang mengada-adakan rahbaniyyah tersebut. Dan
hanya Allah-lah yang Maha Mengetahuinya.
8.
Menjadikan Kuburan-kuburan
Sebagai
Masjid (Tempat Peribadatan)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
قَالَ ٱلَّذِينَ غَلَبُواْ
عَلَىٰٓ أَمۡرِهِمۡ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيۡهِم مَّسۡجِدٗا
“Orang-orang yang berkuasa atas
urusan mereka berkata: “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah
peribadatan di atasnya”.
(Al-Kahfi :21)
Sesungguhnya
orang-orang yang sesat -bahkan juga mereka yang dimurkai-, membangun
masjid-masjid di atas kuburan para nabi dan orang-orang shalih. Tidak hanya
sekali saja, Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam melarang
umatnya untuk melakukan itu. Sampai-sampai ketika beliau hendak meninggal duniapun
belíau berwasiat tentang hal ini “-Ayah dan ibuku menjadi tebusannya-“. Namun
kemudian, banyak dari kalangan umat ini yang telah terjerumus ke dalam
perbuatan seperti itu.
Di
antara contohnya hadits Abu Hurairah Radhíallahu‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Semoga Allah
membinasakan orang-orang Yahudi. Mereka telah menjadikan kuburan-kuburan para
nabi sebagai masjid (tempat beribadah).” [HR. Al-Bukhari dan Muslim.
Demikian
juga hadits Aisyah dan Abdullah bin Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam ketika mendekati kematiannya menutupi wajahnya dengan ujung pakaiannya.
Tatkala wajahnya telah tertutupi semuanya beliau bersabda: “Semoga laknat
Allah atas orang-orang Yahudi dan Nashrani. Mereka telah menjadikan kuburan
para nabi sebagai masjid.” Aisyah berkata: Rasulullah mengingatkan, bahwa demikian jugalah yang
akan dilakukan sebagian kaum muslimin.” [HR. Al Bukhari dan Muslim].
Hadits-hadits yang senada dengan itu masih banyak lagi. Barangsiapa yang ingin
menelaah hadits-hadits lainnya, silakan membaca buku bernilai tinggi: ‘Tahdzirus
Saajid Minit Tikhaadzil Quburi Masaajid” tulisan Syaikh Muhammad Nashiruddien
Al-Albani -Rahimahullah-.
9.
Dasar Pijakan Agama Kaum Yang
Sesat
Adalah Dengan Membangkitkan Nafsu Hewani
Adalah Dengan Membangkitkan Nafsu Hewani
Kaum
yang sesat itu, pada umumnya ibadah mereka yang kita dapati, hanya dapat tegak
lewat suara-suara yang merdu (nyanyian) dan lukisan-lukisan indah. Tak ada yang
mereka perhatikan dan ajaran dien mereka lebih daripada memerdukan suara.
Kemudian kita dapati,
bahwa dengan kegemaran mendengarkan kemerduan itu, mereka terkena kebiasaan
mendengar sya'ir-sya'ir, lukisan-lukisan dan suara-suara merdu, untuk
menenangkan hati dan kondisi jiwa.
Padahal perbuatan itu adalah mirip dengan sebagian cara-cara orang-orang
yang sesat (Nashrani).
10.
Masing-masing Golongan Menyalahkan
Golongan yang Lain
Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
وَقَالَتِ ٱلۡيَهُودُ
لَيۡسَتِ ٱلنَّصَٰرَىٰ عَلَىٰ شَيۡءٖ وَقَالَتِ ٱلنَّصَٰرَىٰ لَيۡسَتِ ٱلۡيَهُودُ
عَلَىٰ شَيۡءٖ وَهُمۡ يَتۡلُونَ ٱلۡكِتَٰبَۗ
"Dan orang-orang Yahudi berkata:
"Orang-orang Nasrani itu tidak punya suatu pegangan" dan orang-orang Nasrani
berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan".
(Al-Baqarah : 113)
Allah menerangkan, bahwa masing-masing dari dua umat itu,
mengingkari keyakinan yang lainnya. Kita akan dapati, para ahli fikih melihat para
ahli tashawwuf dan ahli ibadah, hanya dengan sebelah mata. Dan menganggap mereka
sebagai orang-orang yang bodoh lagi sesat, sebagai orang yang tidak mengakui
ilmu dan petunjuk yang ada pada mereka. Sebaliknya, kita saksikan para ahli
tasawwuf dan orang yang merasa zuhud memandang dengan sebelah mata kepada
syari'at dan ilmu. Bahkan mereka berpandangan, bahwa orang yang berpegang padanya
berarti telah putus hubungannya dengan Allah. Para penganutnya tak memiliki
sesuatu yang berguna di sisi Allah sedikitpun.
Yang benar, bahwa Apapun yang
tercantum dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah dalam soal apapun adalah Benar Adanya.
Dan segala yang menyelisihi Al-Qur'an
dan As-Sunnah dari pihak manapun adalah Batil Adanya.
Adapun menyerupai bangsa Persia dan Romawi telah nampak pula di
kalangan umat ini Terlihat adanya pengaruh-pengaruh budaya Romawi yang merasuk,
baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Demikian juga pengaruh-pengaruh
budaya Persia dalam ucapan dan perbuatan. Dan hal tersebut dapat diketahui
secara jelas bagi orang yang mengerti dien dan seluk beluknya. Maksudnya di sini,
bukan menjabarkan hal-hal yang terjadi di tengah umat, berupa perkara-perkara
yang meniru-niru gaya mereka yang dimurkai atau mereka yang sesat, yang
sebagian di antaranya terampuni pelakunya; mungkin karena ijtihad yang keliru,
atau karena terhapus kebajikan-kebajikannya, dan lain-lain. Tujuannya
semata-mata ingin menjelaskan kepentingan dan kebutuhan seorang hamba terhadap
jalan yang lurus. Dengan itu, terkuak tabir ma’rifah bagi kita tentang penyelewengan
yang harus dihindari.
Beberapa Hal Yang Berkaitan
Dengan
Ash-Shiratul Mustaqim, Dan
Hubungan Masing-masing Di
Antaranya
Arti Ash-Shiratul Mustaqim adalah: Berbagai perkara batin yang ada
di dalam hati: berupa keyakinan, kehendak dan lain-lain. Dan berbagai perkara
lahir; berupa ucapan, perbuatan, kadangkala berupa ibadah, kadangkala juga
berupa kebiasaan; seperti makan, minum, berpakaian, menikah, bertempat tinggal,
berkumpul, berpisah, bermukim, bepergian, berkendaraan dan lain-Iain.
Perkara-perkara lahir maupun batin ini, antara keduanya –dan itu
pasti- ada keterkaitan. Sesungguhnya, perasaan dan kondisi yang tercipta dalam hati
pasti akan terwujud dalam bentuk lahir. Demikian juga yang tercipta secara
lahir berupa seluruh perbuatan, pasti menciptakan kondisi dan perasaan dalam
hati.
Allah telah mengutus hamba dan Nabi-Nya Muhammad membawa hikmah/ kebijakan, yaitu sunnahnya.
Itulah syari’at dan manhaj yang disyari’atkan kepadanya.
Beberapa Sebab yang
Melatarbelakangi
Dìwajibkannya Membedakan Diri Dari Mereka
Dalam Gaya Hidup
Dìwajibkannya Membedakan Diri Dari Mereka
Dalam Gaya Hidup
Di antara bentuk hikmah/kebijakan tersebut adalah dengan disyarì’at-kannya
kepada beliau ucapan dan perbuatan yang menciptakan garis pemisah antara
orang-orang Islam dengan orang-orang yang dimurkai dan orang-orang yang sesat.
Beliau diperintah untuk menyelisihi mereka dalam perilaku lahiriah, meskipun
kerusakannya tak nampak oleh kebanyakan manusia (yakni kerusakan dan menyamakan
diri dengan mereka).
Hal itu didasari Beberapa Hal, di antaranya ialah:
1) Menyamakan diri dengan mereka
dalam bentuk lahiriah akan membentuk persesuaian dan kesamaan sosok antara
dua hal yang serupa, yang pada gilirannya akan menggiring kepada kesamaan perilaku
dan perbuatan. ini hal yang realistis. Orang yang mengenakan pakaian ulama
misalnya, akan mendapati dalam dirinya semacam rasa kebersamaan dengan mereka.
Orang yang mengenakan pakaian pasukan perang/ tentara misalnya, akan mendapati
dalam dirinya semacam penyerupaan sikap dengan mereka. Sehingga kegemarannya
akan mengarah ke sana. Kecuali kalau ada yang menjadi penghalangnya.
2)
Menyelisihi perilaku lahir
mereka berarti, membuat garis pemisah dan pembeda yang menyebabkan
terputusnya hal-hal yang dapat menyebabkan murka (Allah) atau menjadikannya
sesat. Kemudian mengarahkan mereka yang diberi petunjuk dan dirìdhai. Terbuktilah
apa yang telah Allah putuskan, berupa adanya perwalian antara tentara-Nya yang
beruntung dengan musuh-musuh-Nya yang merugi. Setiap kali hati itu lebih
sempurna hidupnya dan lebih mengenal Islam, yang betul-betul Islam -yang saya
maksud bukan sekedar label lahir saja, atau sekedar keyakinan turun temurun
secara umum maka kecenderungan jiwanya untuk menyelisihi orang-orang Yahudi dan
Nasrani secara lahir maupun batinpun’ menjadi semakin sempurna. Keengganannya
meniru gaya hidup mereka yang terdapat pada sebagian kaum musliminpun semakin
kuat.
3)
Menyamakan diri dengan mereka dalam perilaku lahirnya, akan membawa interaksì dzahir,
sehingga garis pemisah yang nampak antara orang-orang yang diridhai dan diberi
petunjuk dengan orang-orang yang dimurkai dan sesat akan hilang. Dan, banyak
lagi hikmah-hikmah Iainnya.
Semua itu, jika perilaku lahiriyah mereka hanya sebatas perkara yang
mubah saja bila dihindari, tetapi kalau perilaku itu adalah hal-hal yang
menyebabkan kekufuran mereka, maka menirunya juga menjadi salah satu cabang
kekufuran. Menyamakan diri dengan mereka, berarti menyamakan diri dalam
kekufuran dan kemaksiatan mereka. ini adalah kaidah, yang harus dimengerti.
Wallahu A’lam.
Source:
JuduI Asli:
IQTIDHA' SHIRATHIL MUSTAQIM
MUKHALAFATA ASHHABIL
JAHIM
Penulis : Syaikhul Islam lbnu Taimiyyah
Di Tahqiq oleh: Khalid bin Abdul Lathif
As-Sab'ul Alamiy
Edisi Indonesia;
JALAN ISLAM VERSUS JALAN SETAN
Penerjemah : ABU FUDHAIL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar