8/17/2019

BUDAK WANITA ATAU PROSTITUSI ?


BUDAK WANITA
ATAU PROSTITUSI ?
By UMM SUMAYYAH AL-MUHAJIRAH

Dengan nama Allah Yang MahaKuat lagi Maha Perkasa. Dia yang menguatkan kaum Muslimin dengan pertolongan-Nya dan menghinakan kaum musyrikin dengan paksaan-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada teladan Nabi dan Rasul, juga kepada para shahabat serta orang-orang yang mengikuti beliau dan menapaki jalan beliau, serta kepada keluarga, sahabat-sahabat, dan orang-orang yang menolong beliau. Ammā ba’du:

Allah (Ta’ala) berfirman, {Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya} [An-Nisaa’ : 3].

Dia juga berfirman, {Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui} [An-Nuur : 32].

Dia juga berfirman, menjelaskan tentang hamba-hamba-Nya yang beriman, {dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela} [Al-Mu’minuun : 5-6].

Dia (Subānah) berfirman, mendorong hamba-Nya yang beriman agar menikahi budak wanita (jika mereka tidak dapat menikahi wanita merdeka) dan lebih mengutamakan mereka daripada musyrikin wanita dari keturunan mulia, {Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik daripada orang musyrik walaupun dia menarik hatimu} [Al-Baqarah : 221].

Mulk al-yamin (kepemilikan tangan kanan) adalah tawanan wanita yang dipisahkan dari suami mereka lantaran perbudakan. Mereka menjadi halal bagi orang yang memperolehnya walau tanpa pernyataan cerai dari suami harbī (orang yang diperangi) mereka.

Sa’id ibnu Jubair meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas (radhiyallāhu ‘anhumā) yang berkata,“Setiap wanita yang memiliki suami, mendatanginya (bersetubuh dengannya) adalah zina, kecuali yang telah menjadi budak” [Diriwayatkan oleh Al-Hakim dan dia berkata, “Shahih berdasarkan syarat-syarat Al-Bukhari dan Muslim”].

Sabi (mengambil budak lewat perang) merupakan Sunnah Nabi yang agung yang mengandung banyak hikmah dan manfaat dari sisi agama, terlepas dari apakah orang itu mengetahuinya atau tidak. Sirah nabawiyah menjadi saksi atas Nabi kita (shallāllāhu ‘alaihi wasallam) yang memerangi kuffar. Beliau membunuh para lelaki mereka dan menjadikan budak anak-anak dan para wanita mereka. Perang yang dilakukan oleh Nabi kita tercinta (shallāllāhu ‘alaihi wasallam) menceritakan ini kepada kita. Tanyakanlah hal ini kepada suku-suku Bani Al-Musthaliq, Bani Quraizhah, dan Hawazin mengenai hal ini.

Ibnu ‘Aun berkata, “Aku menulis surat kepada Nafi’, maka dia mengirim balasan yang isinya, ‘Nabi (shallā Llāhu ‘alaihi wasallam) menyerang Bani Al-Musthaliq di luar dugaan mereka dan di saat ternak-ternak mereka sedang minum. Maka beliau membunuh para petempur mereka, memperbudak anak-anak mereka, dan pada hari itu beliau mendapatkan Juwairiyyah. Ibnu ‘Umar mengatakan hal ini kepadaku. Dan dia termasuk bagian dari pasukan tersebut’” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim].

Setelah Perang Khandaq, Bani Quraizhah menyerahkan keputusan kepada Sa’ad ibnu Mu’adz (radhiyallāhu ‘anhu). Lalu Sa’ad berkata, “Aku memutuskan agar para lelaki (yang mampu berperang) agar dibunuh dan keluarga mereka dijadikan budak.” Maka Rasulullah (shallāllāhu ‘alaihi wasallam) bersabda, “Engkau telah memutuskan mereka dengan hukum Allah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim].

Jumlah Yahudi yang dibunuh dalam Perang Khaibar mencapai 93 orang laki-laki [Maghāzī al-Wāqidī]. Wanita dan anak-anak mereka dijadikan budak serta Shafiyyah binti Huyayy ibnu Akhthab – Ummul Mu’minin (radhiyallāhu ‘anhā) – menjadi tawanan. Rasulullah (shallāllāhu ‘alaihi wasallam) memerdekakan dan menikahinya [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim].

Dan ketika perang Hunain, Rasulullah (shallāllāhu ‘alaihi wasallam) menjadikan orang-orang Hawazin sebagai budak, jumlah mereka mencapai enam ribu orang budak [ath-Tabaqāt al-Kubrā – Ibnu Sa’ad].

Para ulama sirah menyebutkan bahwa Nabi (shallāllāhu ‘alaihi wasallam) mengambil empat budak wanita sebagai selir, dua di antaranya ialah Mariyah Al-Qibtiyyah dan Raihanah An-Nadriyyah [Zād al-Ma’ād]. Para sahabat dan orang yang mengikuti mereka dengan baik telah meniti jalan yang telah dititi oleh Nabi (shallāllāhu ‘alaihi wasallam). Oleh karena itu, kita hampir-hampir kita tidak dapati seorang sahabat pun yang tidak mengamalkan sabī. ‘Ali ibnu Abi Thalib (radhiyallāhu ‘anh) mempunyai sembilan belas (19) budak wanita. Ibnu ‘Uyainah meriwayatkan bahwa ‘Amr ibnu Dinar berkata, “’Ali ibnu Abi Thalib menuliskan dalam wasiatnya, ‘Ammā ba’du: Jika sesuatu terjadi padaku dalam perang ini, maka budak-budak wanitaku yang aku dekati (setubuhi) ada 19 orang. Beberapa dari mereka melahirkan anak, beberapa yang lain hamil, dan yang lainnya tidak beranak’”[Mushannaf ‘Abd ar-Razzāq].

Abu Sa’id Al-Khudri (radhiyallāhu ‘anh) berkata, “Aku mempunyai seorang budak wanita yang aku melakukan ‘azl terhadapnya. Dia memberiku seorang (anak) yang paling aku cintai”[Mushannaf ‘Abd ar-Razzāq].

Apakah setelah semua ini dan setelah matahari Khilafah bersinar sekali lagi, angin kemenangan dan persatuan kembali bertiup, dan Daulah Islam, dengan karunia Rabb semata, telah membawa hukuman Islam dan peraturan syari’at dari kegelapan buku-buku dan lembaran-lembaran, dan sungguh kita telah hidup bersama semua itu setelah terkubur selama berabad-abad… Setelah semua ini, apakah orang yang berkata-kata kosong itu berani untuk menjulurkan lidah mereka dengan ucapan bathil dan tuduhan dusta untuk menjelek-jelekkan hukum syari’at yang agung dan Sunnah Nabi yang jernih yang bernama “sabī”? Setelah semua ini, apakah sabī berubah menjadi perzinaan dan tasarrī (mengambil budak wanita sebagai selir) berubah menjadi pemerkosaan? Seandainya saja kami mendengar kebatilan ini dari kaum kuffar yang tidak tahu tentang agama kami. Akan tetapi, kami mendengarnya dari orang-orang yang menisbatkan diri mereka kepada umat kita, mereka yang bernama Muhammad, Ibrahim, dan ‘Ali! Maka, kukatakan dengan penuh keheranan: Apakah kaum kita sedang terjaga atau tertidur? Tetapi apa yang lebih mengkhawatirkanku ialah adanya sebagian pendukung Daulah Islam (semoga Allah mengampuni mereka) bersegera membela Daulah Islam – semoga kemuliaannya tetap bertahan dan semoga Allah meluaskan wilayahnya – setelah media kafir menyinggung masalah para wanita Yazidi yang ditawan Daulah Islam. Maka para pendukung tersebut menyangkal perkara tersebut, seolah-olah tentara Khilafah telah melakukan sebuah kesalahan atau kejahatan.

Karena itu, setelah permasalahan ini melewati batasnya dan gonggongan tukang jual obat – ulama jahat – berdiri di atas mimbar penyimpangan, maka pernyataan mereka perlu ditanggapi dengan pernyataan pula, yaitu dengan satu kebenaran, untuk menekan kebatilan dan menghentikan lisan mereka.

Ya, Allah telah membuka negeri-negeri itu bagi wali-wali-Nya, maka mereka memasukinya dan menyebar, membunuh para prajurit kuffar, menawan wanita mereka, dan memperbudak anak-anak mereka.

Aku menulis ini di saat tulisannya meneteskan kebanggaan. Ya, wahai agama-agama kufur semuanya, kami benar-benar telah memerangi dan menawan wanita-wanita kafir serta menggiring mereka seperti domba dengan pedang, dan kemuliaan itu milik Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman, tetapi orang-orang munafik tidak mengetahui! Atau apakah Anda dan para pendukung Anda berpikir bahwa kami tengah bergurau pada hari di saat kami mengumumkan Khilafah di atas manhaj kenabian?

Aku bersumpah demi Rabbku, ia benar-benar Khilafah,
secara pasti sebagaimana anda dapat berbicara, melihat, dan mendengar.
Ia adalah Khilafah dengan segala sesuatu yang dikandungnya berupa kemuliaan dan kebanggaan bagi seorang muslim, dan kehinaan dan kerendahan bagi umat kafir.

Nabi kami (shallāllāhu ‘alaihi wasallam) bersabda, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu ‘Umar (radhiyallāhu ‘anhumā), “Aku diutus dengan pedang sebelum hari Kiamat sehingga hanya Allah yang diibadahi tanpa sekutu bagi-Nya. Dan rizkiku berada di bawah bayang-bayang tombakku. Kehinaan dan kerendahan bagi mereka yang menyelisihi perintahku” [Imam Ahmad].

Oleh sebab itu, kami tidak menghinakan mereka, tetapi Allah yang menghinakan mereka melalui tangan hamba-hamba-Nya yang tidak menghendaki apa pun selain kalimat Allah agar menjadi yang paling tinggi dan kalimat orang-orang kafir agar menjadi yang paling rendah. Demi hal itu, mereka mencurahkan jiwa dan hati mereka. Tujuan mereka ialah mengagungkan agama Islam dan menghinakan siapa saja yang menghendaki agama selain Islam!

‘Abdurrahman ibnu Jubair ibnu Nufair meriwayatkan dari bapaknya yang berkata, “Ketika negeri Siprus ditaklukkan, manusia mulai membagi-bagikan tawanan. Mereka memisah-misahkan di antara mereka (para tawanan), sementara para tawanan saling menangis satu sama lain. Maka Abu Ad-Darda’ pergi menyendiri. Dia kemudian duduk di atas tanah dan menangis. Lalu Jubair ibnu Nufair datang kepadanya dan bertanya, ‘Apa yang menyebabkan engkau menangis, wahai Abu Ad-Darda’? Apakah engkau menangis pada hari di mana Allah telah memuliakan Islam dan orang-orangnya dan menghinakan kekafiran dan orang-orangnya? Maka dia pun menjawab: “Tsakilatka ummuk (kalimat celaan, artinya ‘Semoga ibumu kehilanganmu’_pent) Betapa hinanya manusia di sisi Allah jika mereka meninggalkan perintah-Nya, padahal mereka adalah kaum yang kuat dan menang di atas manusia, mereka berkuasa hingga mereka meninggalkan perintah Allah, sehingga mereka berakhir sebagaimana yang engkau lihat sekarang ini. Sesungguhnya ketika perbudakan menimpa suatu kaum, maka mereka telah meninggalkan nikmat Allah, sehingga Allah tidak membutuhkan mereka’” [Sunan Sa’īd ibn Manshūr].

Oleh karena itu, aku akan tambah kemarahan para pendengki dengan mengatakan bahwa aku dan orang-orang yang tinggal bersamaku bersujud kepada Allah dengan rasa syukur pada hari di mana budak perempuan pertama memasuki rumah kami. Ya, kami bersyukur kepada Rabb kami karena mengalami kehidupan di mana kami melihat kekafiran dihinakan dan benderanya hancur. Di sini dan pada hari ini serta setelah berabad-abad lamanya, kami telah menghidupkan kembali satu buah Sunnah Nabi yang telah dikubur oleh orang-orang Arab dan ajam. Demi Allah, kami membawanya kembali diengan pedang, dan kami tidak melakukannya lewat jalan damai, negosiasi, demokrasi, atau pemilu. Kami mendirikannya berdasarkan manhaj kenabian, dengan pedang-pedang berwarna merah darah, tidak dengan jari-jari yang dipakai untuk pemungutan suara atau tweet.

Adapun bagi mereka yang mencemooh tentara Khilafah karena masalah sabī, maka ini tidak mengherankan sama sekali, karena mereka sendiri adalah orang-orang yang telah melumpuhkan kewajiban jihad dengan syubhat-syubhat batil dan hujjah-hujjah keji. Mereka adalah orang-orang yang juga berjenggot dan begitu pula dengan para pengikut mereka yang seperti domba. Mengapa kita harus mencela mereka?

Apakah tidak cukup bagi kita untuk sekedar mengetahui dosa mereka karena duduk-duduk saja yang telah membuat perut mereka buncit dan kelemahan mereka bertambah-tambah?

Mereka takut untuk berbicara mengenai prinsip agama – mengingkari thaghut! Lalu, apakah kita berharap dari mereka sebuah kata kebenaran dalam persoalan sekunder dalam agama?

Bahkan kalimat syahadat “Lā ilāha illāllāh”, mereka samarkan dan tidak menjelaskannya secara gamblang, takut jika tiran yang kejam akan menangkap mereka.

Mereka lupa perintah Allah Yang MahaKuasa kepada hamba-Nya Muhammad (shallāllāhu ‘alaihi wasallam), {Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu)} [Al-Hijr : 94].

Allah Yang Yang Esa dan Satu-satunya yang berhak memberi perintah dan bukan Ibnu Sa’ud, Ibnu Zaid (thaghut Uni Emirat), Ibnu Mauzah (thaghut Qatar), atau pun yang lainnya. Dan semua penguasa ini adalah anak-anak tiri Gedung Putih.

Mereka mengatakan bahwa suatu hari nanti tidak akan ada jihad, kemudian sekelompok mu’min – hanya dengan kuasa Allah semata – justru mendirikan Khilafah di atas manhaj kenabian. Hari ini mereka mengatakan tidak ada sabī, sementara beberapa budak wanita di Daulah saat ini sedang hamil dan beberapa dari mereka bahkan dimerdekakan karena Allah dan dinikahi di mahkamah-mahkamah Daulah Islam setelah menjadi Muslim dan mengamalkan Islam dengan benar. Bapak kita Ibrahim (‘alaihi as-salām) mengambil Hajar sebagai selir dan dia melahirkan anak bernama Isma’il dan Nabi kita (shallāllāhu ‘alaihi wasallam) mengambil Mariyah sebagai selir dan dia memberi beliau anak yang dinamai Ibrahim. Diriwayatkan bahwa Zaid[1] ibnu ‘Ali suatu ketika menemui Hisyam ibnu ‘Abdil Malik. Hisyam mengatakan kepadanya, “Telah sampai kepadaku bahwa engkau berharap untuk menjadi khalifah. Tetapi kamu tidak pantas mendapatkannya karena kamu anak seorang budak perempuan!” Maka Zaid menjawab, “Adapun perkataanmu bahwa aku berharap untuk menjadi khalifah – maka tidak ada yang mengetahui yang ghaib kecuali Allah. Dan adapun bahwa aku adalah anak dari budak perempuan, maka Isma’il adalah anak dari budak perempuan, dan Allah telah menjadikan manusia yang paling mulia, Muhammad, dari keturunannya.”

Catatan editor: Zaid ibnu ‘Ali; Ayahnya adalah Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib Al-Hasyimi Al-Qurasyi dan ibunya adalah seorang budak wanita Sind yang ayahnya sendiri yang memilikinya dan mengambilnya sebagai selir.

Ibnu Katsir (raimahullāh) menyebutkan bahwa “Al-Husain (ibnu ‘Ali ibnu Abi Thalib) tidak mempunyai keturunan laki-laki kecuali dari ‘Ali ibnu Al-Husain dan ‘Ali ibnu Al-Husain tidak mempunyai keturunan kecuali dari sepupu dari pihak ayah anak perempuan Al-Hasan, maka Marwan ibnu Al-Hakam berkata kepadanya, ‘Jika engkau mengambil selir, maka anak -anakmu akan bertambah.’ Dia menjawab, ‘Aku tidak sanggup membeli selir.’ Lalu dia memberinya pinjaman uang sejumlah seratus ribu. Dia lalu membeli selir-selir dengan uang itu dan mereka memberinya keturunan. Setelah Marwan menderita sakit, dia menyatakan dalam wasiatnya bahwa apa yang telah dipinjamkannya kepada ‘Ali ibnu Al-Husain tidak boleh diambil (tidak perlu dikembalikan). Dengan demikian, semua keturunan Al-Husain berasal dari keturunan ‘Ali ibnu Al-Husain, raimahullāh” [al-Bidāyah wan-Nihāyah].

Lebih dari itu, aku ingin menambah rasa sakit di hati orang-orang yang tidak senang. Sesungguhnya, banyak dari budak-budak perempuan yang setelah menjadi sabī berubah menjadi penuntut ilmu yang bersungguh-sungguh dan giat, setelah dia menemukan di dalam Islam apa yang tidak dia temukan ketika masih kafir, meskipun mereka mengeluarkan slogan “kebebasan” dan “persamaan”. Sesungguhnya Islam kami yang lurus inilah yang mengangkat setiap orang rendah dan menyempurnakan setiap kekurangan.

Abu Hurairah (radhiyallāhu ‘anh) berkata bahwa Rasulullah (shallāllāhu ‘alaihi wasallam) bersabda, “Allah kagum dengan orang-orang yang memasuki surga dalam keadaan dibelenggu” [Al-Bukhari].

Ibnu Al-Jauzi (raimahullāh) berkata, “Artinya mereka adalah orang yang ditawan dan dirantai, dan ketika mereka mengetahui kebenaran Islam, mereka memasukinya dengan sukarela, maka kemudian mereka memasuki surga. Maka paksaan dalam bentuk tawanan dan belenggu adalah penyebab pertama. Seolah-olah dia memilih kata ‘paksaan’ (ke dalam perbudakan) dengan kata belenggu. Dan karena hal ini adalah penyebab dia masuk ke dalam surga, sehingga penyebab di gunakan sebagai kata sebab” [Fat al-Barī – Ibnu Hajar].

Maka barangsiapa yang mengira bahwa tujuan akhir sabī adalah untuk kenikmatan, maka dia adalah seorang jahil (bodoh) yang salah. Jika iya, maka mengapa syari’at Islam menganjurkan berbuat baik kepada budak dan memperlakukannya dengan baik sekalipun mereka orang kafir yang dihinakan oleh Allah dengan menjadikannya budak yang dimiliki oleh ahli Islam? Itu semua tidak lain karena Dia (Subānah) telah menjadikan keluarnya mereka dari negeri-negeri kufur untuk menjadi jalan bagi mereka dan petunjuk menuju jalan yang lurus.

Abu Dzar (radhiyallāhu ‘anh) meriwayatkan bahwa Rasulullah (shallāllāhu ‘alaihi wasallam) bersabda, “Saudara-saudara kalian yang Allah jadikan di bawah kekuasaan kalian, maka berilah mereka makan dari apa yang kalian makan, kenakanlah untuk mereka pakaian dengan apa yang kalian kenakan, dan janganlah kalian bebani mereka dengan apa yang tidak mereka sanggupi, dan apa bilah kalian memberi beban kepadanya maka bantulah dia” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim].

Abu Mas’ud (radhiyallāhu ‘anh) berkata, “Aku pernah memukul seorang budak kecil milikku, lalu aku mendengar suara di belakangku mengatakan, ‘Ketahuilah, Abu Mas’ud, bahwa Allah lebih sanggup menyiksamu daripada kamu kepada dia.’ Kemudian aku menoleh dan ternyata itu adalah Rasulullah (shallā Llāhu ‘alaihi wasallam). Aku kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, dia bebas demi keridhoan Allah.’ Maka beliau bersabda, “Jika kamu tidak melakukannya, api neraka pasti menghanguskanmu’ atau ‘api neraka pasti akan menyentuhmu’" [Diriwayatkan olehh Muslim].

Ya, ini – sebagaimana mereka klaim – adalah Islam kami yang “bengis”, yaitu telah memerintahkan kami untuk berbuat baik sekalipun kepada para budak. Ini adalah tuntutan kewajiban, sekalipun mereka tetap berada di atas kekafiran. Dan aku bersumpah demi Allah, aku tidak pernah mendengar atau melihat seorang pun di Daulah Islam yang memaksa budak perempuannya untuk menerima Islam. Sebaliknya, aku melihat semua orang yang memeluk Islam telah melakukannya secara sukarela, tidak atas dasar paksaan.

Ketika budak perempuan itu bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah serta mulai mengamalkan ibadah yang menjadi tuntutan baginya, maka kami berkata, “Selamat datang”. Adapun untuk hatinya, maka kami serahkan kepada Allah (Ta’ala).

Adapun untuk mereka yang ada di layar kedustaan, yang mengaku telah melarikan diri dari Daulah Islam, membuat kebohongan, dan menulis cerita-cerita palsu, maka aku katakan, barangsiapa yang membaca sejarah dan mempelajari sirah, niscaya mereka akan tahu bahwa sepanjang sejarah terdapat budak-budak wanita licik dan jahat dengan kisah-kisah yang akan membuat rambut bayi yang baru lahir beruban.

Inilah Hafshah, Ummul Mu’minin, (radhiyallāhu ‘anhā) menyuruh untuk membunuh salah seorang budak perempuannya yang melakukan praktek sihir kepadanya, maka ‘Abdurrahman ibnu Zaid ibnu Al-Khaththab membunuhnya. Budak perempuan Ibnu ‘Umar (radhiyallāhu ‘anhumā) melarikan diri. Maka, apakah kita akan mengumpat orang-orang pada masa itu dan menyalahkan mereka?!

Mereka mengecam kami karena hukum Allah yang mulia sementara mengacuhkan hukum di mana gunung-gunung hampir runtuh karenanya. Maka, celakalah bagi para penipu, celakalah mereka! Apakah budak-budak perempuan yang kami ambil karena perintah Allah itu lebih baik ataukah pelacur-pelacur – sebuah kejahatan yang tidak kalian cela – yang direnggut oleh lelaki-lelaki angkuh di negeri-negeri kufur di mana kalian tinggal? Seorang pelacur di negeri kalian datang dan pergi serta berbuat dosa dengan terang-terangan. Dia hidup dengan menjual kehormatannya, ulama-ulama melihatnya namun ucapan ulama-ulama sesat di sana yang melarangnya tidak pernah kami dengar, meskipun samar-samar. Adapun bagi budak perempuan yang diambil lewat pedang pria-pria yang mengikuti ksatria yang murah tersenyum (Muhammad - shallāllāhu ‘alaihi wasallam), maka perbudakannya bertentangan dengan hak-hak asasi manusia dan persetubuhan dengannya adalah pemerkosaan?!
Ada apa denganmu?
Bagaimana kamu memutuskan?
Apa agamamu?
Apa hukummu? Bahkan,
Katakan kepadaku siapa Rabbmu?

Tidak pernah sekalipun tentara Khilafah menghidupkan sebuah Sunnah dan memberantas sebuah bid’ah kecuali kalian berteriak secara kotor dan menyesatkan! Tinggalkanlah kami sendiri dan jangan banyak bicara dan tunggulah sebuah khilafah yang dibawa oleh Obama atau petunjuk dari Abu Kurdus (Iblis) kepada kalian! Aku bersumpah demi Allah, wahai kalian yang sok pintar dan meneriakkan kebatilan di setiap pertemuan, pasar-pasar budak pasti akan tumbuh melawan kehendak politik “benar”!

Dan siapa yang tahu, barangkali harga Michelle Obama tidak akan lebih dari sepertiga dinar, bahkan sepertiga dinar sudah terlalu banyak bagi dia!

Akhir seruan kami ialah segala puji bagi Allah Rabb semesta alam serta shalawat dan salam semoga tercurah kepada pemimpin kami Muhammad beserta seluruh keluarga dan sahabatnya.


Source: DABIQ 9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...