BUDAK WANITA
ATAU PROSTITUSI ?
By UMM SUMAYYAH AL-MUHAJIRAH
Dengan nama Allah Yang MahaKuat lagi Maha Perkasa.
Dia yang menguatkan kaum Muslimin dengan pertolongan-Nya dan menghinakan kaum musyrikin
dengan paksaan-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada teladan Nabi
dan Rasul, juga kepada para shahabat serta orang-orang yang mengikuti beliau
dan menapaki jalan beliau, serta kepada keluarga, sahabat-sahabat, dan orang-orang
yang menolong beliau. Ammā ba’du:
Allah (Ta’ala) berfirman, {Dan jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim
(bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi:
dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian
itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya} [An-Nisaa’ : 3].
Dia juga berfirman, {Dan kawinkanlah
orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin)
dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi
Maha Mengetahui} [An-Nuur : 32].
Dia juga berfirman, menjelaskan tentang hamba-hamba-Nya
yang beriman, {dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap
isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka
dalam hal ini tiada tercela} [Al-Mu’minuun : 5-6].
Dia (Subḥānah)
berfirman, mendorong hamba-Nya yang beriman agar menikahi budak wanita (jika mereka
tidak dapat menikahi wanita merdeka) dan lebih mengutamakan mereka daripada
musyrikin wanita dari keturunan mulia, {Sesungguhnya budak yang mu’min lebih
baik daripada orang musyrik walaupun dia menarik hatimu} [Al-Baqarah :
221].
Mulk al-yamin
(kepemilikan tangan kanan) adalah tawanan wanita yang dipisahkan dari suami
mereka lantaran perbudakan. Mereka menjadi halal bagi orang yang memperolehnya
walau tanpa pernyataan cerai dari suami harbī (orang
yang diperangi) mereka.
Sa’id ibnu Jubair meriwayatkan dari Ibnu
‘Abbas (radhiyallāhu ‘anhumā)
yang berkata,“Setiap wanita yang memiliki suami, mendatanginya (bersetubuh dengannya)
adalah zina, kecuali yang telah menjadi budak” [Diriwayatkan oleh Al-Hakim dan
dia berkata, “Shahih berdasarkan syarat-syarat Al-Bukhari dan Muslim”].
Sabi (mengambil
budak lewat perang) merupakan Sunnah Nabi yang agung yang mengandung banyak hikmah
dan manfaat dari sisi agama, terlepas dari apakah orang itu mengetahuinya atau
tidak. Sirah nabawiyah menjadi saksi atas Nabi kita (shallāllāhu
‘alaihi wasallam) yang memerangi kuffar. Beliau membunuh para lelaki mereka dan
menjadikan budak anak-anak dan para wanita mereka. Perang yang dilakukan oleh
Nabi kita tercinta (shallāllāhu
‘alaihi wasallam) menceritakan ini kepada kita. Tanyakanlah hal ini kepada
suku-suku Bani Al-Musthaliq, Bani Quraizhah, dan Hawazin mengenai hal ini.
Ibnu ‘Aun berkata, “Aku menulis surat kepada Nafi’,
maka dia mengirim balasan yang isinya, ‘Nabi (shallā
Llāhu ‘alaihi wasallam)
menyerang Bani Al-Musthaliq di luar dugaan mereka dan di saat ternak-ternak
mereka sedang minum. Maka beliau membunuh para petempur mereka, memperbudak
anak-anak mereka, dan pada hari itu beliau mendapatkan Juwairiyyah. Ibnu ‘Umar mengatakan
hal ini kepadaku. Dan dia termasuk bagian dari pasukan tersebut’” [Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dan Muslim].
Setelah Perang Khandaq, Bani Quraizhah
menyerahkan keputusan kepada Sa’ad ibnu Mu’adz (radhiyallāhu
‘anhu). Lalu Sa’ad berkata, “Aku memutuskan agar para lelaki (yang mampu
berperang) agar dibunuh dan keluarga mereka dijadikan budak.” Maka
Rasulullah (shallāllāhu
‘alaihi wasallam) bersabda, “Engkau telah memutuskan mereka dengan hukum
Allah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim].
Jumlah Yahudi yang dibunuh dalam Perang
Khaibar mencapai 93 orang laki-laki [Maghāzī
al-Wāqidī].
Wanita dan anak-anak mereka dijadikan budak serta Shafiyyah binti Huyayy ibnu
Akhthab – Ummul Mu’minin (radhiyallāhu
‘anhā) – menjadi tawanan. Rasulullah (shallāllāhu
‘alaihi wasallam) memerdekakan dan menikahinya [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari
dan Muslim].
Dan ketika perang Hunain, Rasulullah (shallāllāhu
‘alaihi wasallam) menjadikan orang-orang Hawazin sebagai budak, jumlah mereka
mencapai enam ribu orang budak [ath-Tabaqāt
al-Kubrā – Ibnu Sa’ad].
Para ulama sirah menyebutkan bahwa Nabi (shallāllāhu
‘alaihi wasallam) mengambil empat budak wanita sebagai selir, dua di antaranya
ialah Mariyah Al-Qibtiyyah dan Raihanah An-Nadriyyah [Zād
al-Ma’ād]. Para sahabat dan orang yang mengikuti
mereka dengan baik telah meniti jalan yang telah dititi oleh Nabi (shallāllāhu
‘alaihi wasallam). Oleh karena itu, kita hampir-hampir kita tidak dapati
seorang sahabat pun yang tidak mengamalkan sabī.
‘Ali ibnu Abi Thalib (radhiyallāhu ‘anh)
mempunyai sembilan belas (19) budak wanita. Ibnu ‘Uyainah meriwayatkan bahwa
‘Amr ibnu Dinar berkata, “’Ali ibnu Abi Thalib menuliskan dalam wasiatnya, ‘Ammā
ba’du: Jika sesuatu terjadi padaku dalam perang ini, maka budak-budak
wanitaku yang aku dekati (setubuhi) ada 19 orang. Beberapa dari mereka
melahirkan anak, beberapa yang lain hamil, dan yang lainnya tidak
beranak’”[Mushannaf ‘Abd ar-Razzāq].
Abu Sa’id Al-Khudri (radhiyallāhu
‘anh) berkata, “Aku mempunyai seorang budak wanita yang aku melakukan ‘azl
terhadapnya. Dia memberiku seorang (anak) yang paling aku cintai”[Mushannaf ‘Abd
ar-Razzāq].
Apakah setelah semua ini dan setelah matahari
Khilafah bersinar sekali lagi, angin kemenangan dan persatuan kembali bertiup,
dan Daulah Islam, dengan karunia Rabb semata, telah membawa hukuman Islam dan
peraturan syari’at dari kegelapan buku-buku dan lembaran-lembaran, dan sungguh
kita telah hidup bersama semua itu setelah terkubur selama berabad-abad…
Setelah semua ini, apakah orang yang berkata-kata kosong itu berani untuk
menjulurkan lidah mereka dengan ucapan bathil dan tuduhan dusta untuk
menjelek-jelekkan hukum syari’at yang agung dan Sunnah Nabi yang jernih yang
bernama “sabī”? Setelah semua ini,
apakah sabī berubah menjadi
perzinaan dan tasarrī (mengambil budak
wanita sebagai selir) berubah menjadi pemerkosaan? Seandainya saja kami
mendengar kebatilan ini dari kaum kuffar yang tidak tahu tentang agama kami.
Akan tetapi, kami mendengarnya dari orang-orang yang menisbatkan diri mereka
kepada umat kita, mereka yang bernama Muhammad, Ibrahim, dan ‘Ali! Maka,
kukatakan dengan penuh keheranan: Apakah kaum kita sedang terjaga atau
tertidur? Tetapi apa yang lebih mengkhawatirkanku ialah adanya sebagian
pendukung Daulah Islam (semoga Allah mengampuni mereka) bersegera membela
Daulah Islam – semoga kemuliaannya tetap bertahan dan semoga Allah meluaskan
wilayahnya – setelah media kafir menyinggung masalah para wanita Yazidi yang
ditawan Daulah Islam. Maka para pendukung tersebut menyangkal perkara tersebut,
seolah-olah tentara Khilafah telah melakukan sebuah kesalahan atau kejahatan.
Karena itu, setelah permasalahan ini melewati
batasnya dan gonggongan tukang jual obat – ulama jahat – berdiri di atas mimbar
penyimpangan, maka pernyataan mereka perlu ditanggapi dengan pernyataan pula,
yaitu dengan satu kebenaran, untuk menekan kebatilan dan menghentikan lisan
mereka.
Ya, Allah telah membuka negeri-negeri itu
bagi wali-wali-Nya, maka mereka memasukinya dan menyebar, membunuh para
prajurit kuffar, menawan wanita mereka, dan memperbudak anak-anak mereka.
Aku menulis ini di saat tulisannya meneteskan
kebanggaan. Ya, wahai agama-agama kufur semuanya, kami benar-benar telah
memerangi dan menawan wanita-wanita kafir serta menggiring mereka seperti domba
dengan pedang, dan kemuliaan itu milik Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang
beriman, tetapi orang-orang munafik tidak mengetahui! Atau apakah Anda dan para
pendukung Anda berpikir bahwa kami tengah bergurau pada hari di saat kami mengumumkan
Khilafah di atas manhaj kenabian?
Aku bersumpah demi Rabbku, ia benar-benar Khilafah,
secara pasti sebagaimana anda dapat berbicara, melihat, dan
mendengar.
Ia adalah Khilafah dengan segala sesuatu yang dikandungnya berupa
kemuliaan dan kebanggaan bagi seorang muslim, dan kehinaan dan kerendahan bagi
umat kafir.
Nabi
kami (shallāllāhu
‘alaihi wasallam) bersabda, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu ‘Umar (radhiyallāhu
‘anhumā), “Aku diutus dengan pedang sebelum hari Kiamat
sehingga hanya Allah yang diibadahi tanpa sekutu bagi-Nya. Dan rizkiku berada
di bawah bayang-bayang tombakku. Kehinaan dan kerendahan bagi mereka yang
menyelisihi perintahku” [Imam Ahmad].
Oleh sebab itu, kami tidak menghinakan
mereka, tetapi Allah yang menghinakan mereka melalui tangan hamba-hamba-Nya
yang tidak menghendaki apa pun selain kalimat Allah agar menjadi yang paling
tinggi dan kalimat orang-orang kafir agar menjadi yang paling rendah. Demi hal
itu, mereka mencurahkan jiwa dan hati mereka. Tujuan mereka ialah mengagungkan
agama Islam dan menghinakan siapa saja yang menghendaki agama selain Islam!
‘Abdurrahman ibnu Jubair ibnu Nufair
meriwayatkan dari bapaknya yang berkata, “Ketika negeri Siprus ditaklukkan,
manusia mulai membagi-bagikan tawanan. Mereka memisah-misahkan di antara mereka
(para tawanan), sementara para tawanan saling menangis satu sama lain. Maka Abu
Ad-Darda’ pergi menyendiri. Dia kemudian duduk di atas tanah dan menangis. Lalu
Jubair ibnu Nufair datang kepadanya dan bertanya, ‘Apa yang menyebabkan engkau menangis,
wahai Abu Ad-Darda’? Apakah engkau menangis pada hari di mana Allah telah
memuliakan Islam dan orang-orangnya dan menghinakan kekafiran dan
orang-orangnya? Maka dia pun menjawab: “Tsakilatka ummuk (kalimat celaan,
artinya ‘Semoga ibumu kehilanganmu’_pent) Betapa hinanya manusia di sisi Allah
jika mereka meninggalkan perintah-Nya, padahal mereka adalah kaum yang kuat dan
menang di atas manusia, mereka berkuasa hingga mereka meninggalkan perintah
Allah, sehingga mereka berakhir sebagaimana yang engkau lihat sekarang ini.
Sesungguhnya ketika perbudakan menimpa suatu kaum, maka mereka telah
meninggalkan nikmat Allah, sehingga Allah tidak membutuhkan mereka’” [Sunan Sa’īd
ibn Manshūr].
Oleh karena itu, aku akan tambah kemarahan
para pendengki dengan mengatakan bahwa aku dan orang-orang yang tinggal
bersamaku bersujud kepada Allah dengan rasa syukur pada hari di mana budak
perempuan pertama memasuki rumah kami. Ya, kami bersyukur kepada Rabb kami
karena mengalami kehidupan di mana kami melihat kekafiran dihinakan dan
benderanya hancur. Di sini dan pada hari ini serta setelah berabad-abad
lamanya, kami telah menghidupkan kembali satu buah Sunnah Nabi yang telah dikubur
oleh orang-orang Arab dan ajam. Demi Allah, kami membawanya kembali diengan
pedang, dan kami tidak melakukannya lewat jalan damai, negosiasi, demokrasi,
atau pemilu. Kami mendirikannya berdasarkan manhaj kenabian, dengan
pedang-pedang berwarna merah darah, tidak dengan jari-jari yang dipakai untuk
pemungutan suara atau tweet.
Adapun bagi mereka yang mencemooh tentara Khilafah
karena masalah sabī, maka ini tidak mengherankan
sama sekali, karena mereka sendiri adalah orang-orang yang telah melumpuhkan kewajiban
jihad dengan syubhat-syubhat batil dan hujjah-hujjah keji. Mereka adalah
orang-orang yang juga berjenggot dan begitu pula dengan para pengikut mereka
yang seperti domba. Mengapa kita harus mencela mereka?
Apakah
tidak cukup bagi kita untuk sekedar mengetahui dosa mereka karena duduk-duduk saja
yang telah membuat perut mereka buncit dan kelemahan mereka bertambah-tambah?
Mereka
takut untuk berbicara mengenai prinsip agama – mengingkari thaghut! Lalu,
apakah kita berharap dari mereka sebuah kata kebenaran dalam persoalan sekunder
dalam agama?
Bahkan
kalimat syahadat “Lā ilāha
illāllāh”,
mereka samarkan dan tidak menjelaskannya secara gamblang, takut jika tiran yang
kejam akan menangkap mereka.
Mereka
lupa perintah Allah Yang MahaKuasa kepada hamba-Nya Muhammad (shallāllāhu
‘alaihi wasallam), {Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa
yang diperintahkan (kepadamu)} [Al-Hijr : 94].
Allah
Yang Yang Esa dan Satu-satunya yang berhak memberi perintah dan bukan Ibnu
Sa’ud, Ibnu Zaid (thaghut Uni Emirat), Ibnu Mauzah (thaghut Qatar), atau pun
yang lainnya. Dan semua penguasa ini adalah anak-anak tiri Gedung Putih.
Mereka mengatakan bahwa suatu hari nanti tidak
akan ada jihad, kemudian sekelompok mu’min – hanya dengan kuasa Allah semata –
justru mendirikan Khilafah di atas manhaj kenabian. Hari ini mereka mengatakan
tidak ada sabī, sementara beberapa
budak wanita di Daulah saat ini sedang hamil dan beberapa dari mereka bahkan
dimerdekakan karena Allah dan dinikahi di mahkamah-mahkamah Daulah Islam
setelah menjadi Muslim dan mengamalkan Islam dengan benar. Bapak kita Ibrahim
(‘alaihi as-salām) mengambil Hajar
sebagai selir dan dia melahirkan anak bernama Isma’il dan Nabi kita (shallāllāhu
‘alaihi wasallam) mengambil Mariyah sebagai selir dan dia memberi beliau anak
yang dinamai Ibrahim. Diriwayatkan bahwa Zaid[1] ibnu ‘Ali suatu ketika menemui
Hisyam ibnu ‘Abdil Malik. Hisyam mengatakan kepadanya, “Telah sampai kepadaku
bahwa engkau berharap untuk menjadi khalifah. Tetapi kamu tidak pantas
mendapatkannya karena kamu anak seorang budak perempuan!” Maka Zaid menjawab,
“Adapun perkataanmu bahwa aku berharap untuk menjadi khalifah – maka tidak ada
yang mengetahui yang ghaib kecuali Allah. Dan adapun bahwa aku adalah anak dari
budak perempuan, maka Isma’il adalah anak dari budak perempuan, dan Allah telah
menjadikan manusia yang paling mulia, Muhammad, dari keturunannya.”
Catatan editor:
Zaid
ibnu ‘Ali; Ayahnya adalah Ali
bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib Al-Hasyimi Al-Qurasyi dan ibunya adalah
seorang budak wanita Sind yang ayahnya sendiri yang memilikinya dan
mengambilnya sebagai selir.
Ibnu Katsir (raḥimahullāh)
menyebutkan bahwa “Al-Husain (ibnu ‘Ali ibnu Abi Thalib) tidak mempunyai keturunan
laki-laki kecuali dari ‘Ali ibnu Al-Husain dan ‘Ali ibnu Al-Husain tidak
mempunyai keturunan kecuali dari sepupu dari pihak ayah anak perempuan Al-Hasan,
maka Marwan ibnu Al-Hakam berkata kepadanya, ‘Jika engkau mengambil selir, maka
anak -anakmu akan bertambah.’ Dia menjawab, ‘Aku tidak sanggup membeli selir.’
Lalu dia memberinya pinjaman uang sejumlah seratus ribu. Dia lalu membeli
selir-selir dengan uang itu dan mereka memberinya keturunan. Setelah Marwan
menderita sakit, dia menyatakan dalam wasiatnya bahwa apa yang telah
dipinjamkannya kepada ‘Ali ibnu Al-Husain tidak boleh diambil (tidak perlu dikembalikan).
Dengan demikian, semua keturunan Al-Husain berasal dari keturunan ‘Ali ibnu
Al-Husain, raḥimahullāh”
[al-Bidāyah wan-Nihāyah].
Lebih dari itu, aku ingin menambah rasa sakit
di hati orang-orang yang tidak senang. Sesungguhnya, banyak dari budak-budak
perempuan yang setelah menjadi sabī berubah
menjadi penuntut ilmu yang bersungguh-sungguh dan giat, setelah dia menemukan
di dalam Islam apa yang tidak dia temukan ketika masih kafir, meskipun mereka
mengeluarkan slogan “kebebasan” dan “persamaan”. Sesungguhnya Islam kami yang
lurus inilah yang mengangkat setiap orang rendah dan menyempurnakan setiap
kekurangan.
Abu Hurairah (radhiyallāhu
‘anh) berkata bahwa Rasulullah (shallāllāhu
‘alaihi wasallam) bersabda, “Allah kagum dengan orang-orang yang memasuki surga
dalam keadaan dibelenggu” [Al-Bukhari].
Ibnu Al-Jauzi (raḥimahullāh)
berkata, “Artinya mereka adalah orang yang ditawan dan dirantai, dan ketika
mereka mengetahui kebenaran Islam, mereka memasukinya dengan sukarela, maka
kemudian mereka memasuki surga. Maka paksaan dalam bentuk tawanan dan belenggu
adalah penyebab pertama. Seolah-olah dia memilih kata ‘paksaan’ (ke dalam
perbudakan) dengan kata belenggu. Dan karena hal ini adalah penyebab dia masuk
ke dalam surga, sehingga penyebab di gunakan sebagai kata sebab” [Fatḥ
al-Barī – Ibnu Hajar].
Maka barangsiapa yang mengira bahwa tujuan akhir
sabī adalah untuk kenikmatan, maka dia adalah seorang
jahil (bodoh) yang salah. Jika iya, maka mengapa syari’at Islam menganjurkan
berbuat baik kepada budak dan memperlakukannya dengan baik sekalipun mereka
orang kafir yang dihinakan oleh Allah dengan menjadikannya budak yang dimiliki oleh
ahli Islam? Itu semua tidak lain karena Dia (Subḥānah)
telah menjadikan keluarnya mereka dari negeri-negeri kufur untuk menjadi jalan
bagi mereka dan petunjuk menuju jalan yang lurus.
Abu Dzar (radhiyallāhu
‘anh) meriwayatkan bahwa Rasulullah (shallāllāhu
‘alaihi wasallam) bersabda, “Saudara-saudara kalian yang Allah jadikan di bawah
kekuasaan kalian, maka berilah mereka makan dari apa yang kalian makan,
kenakanlah untuk mereka pakaian dengan apa yang kalian kenakan, dan janganlah
kalian bebani mereka dengan apa yang tidak mereka sanggupi, dan apa bilah
kalian memberi beban kepadanya maka bantulah dia” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari
dan Muslim].
Abu Mas’ud (radhiyallāhu
‘anh) berkata, “Aku pernah memukul seorang budak kecil milikku, lalu aku mendengar
suara di belakangku mengatakan, ‘Ketahuilah, Abu Mas’ud, bahwa Allah lebih
sanggup menyiksamu daripada kamu kepada dia.’ Kemudian aku menoleh dan ternyata
itu adalah Rasulullah (shallā Llāhu
‘alaihi wasallam). Aku kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, dia bebas demi
keridhoan Allah.’ Maka beliau bersabda, “Jika kamu tidak melakukannya, api
neraka pasti menghanguskanmu’ atau ‘api neraka pasti akan menyentuhmu’"
[Diriwayatkan olehh Muslim].
Ya, ini – sebagaimana mereka klaim – adalah
Islam kami yang “bengis”, yaitu telah memerintahkan kami untuk berbuat baik
sekalipun kepada para budak. Ini adalah tuntutan kewajiban, sekalipun mereka
tetap berada di atas kekafiran. Dan aku bersumpah demi Allah, aku tidak pernah
mendengar atau melihat seorang pun di Daulah Islam yang memaksa budak
perempuannya untuk menerima Islam. Sebaliknya, aku melihat semua orang yang
memeluk Islam telah melakukannya secara sukarela, tidak atas dasar paksaan.
Ketika budak perempuan itu bersaksi bahwa
tiada ilah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah serta mulai
mengamalkan ibadah yang menjadi tuntutan baginya, maka kami berkata, “Selamat
datang”. Adapun untuk hatinya, maka kami serahkan kepada Allah (Ta’ala).
Adapun untuk mereka yang ada di layar
kedustaan, yang mengaku telah melarikan diri dari Daulah Islam, membuat
kebohongan, dan menulis cerita-cerita palsu, maka aku katakan, barangsiapa yang
membaca sejarah dan mempelajari sirah, niscaya mereka akan tahu bahwa sepanjang
sejarah terdapat budak-budak wanita licik dan jahat dengan kisah-kisah yang
akan membuat rambut bayi yang baru lahir beruban.
Inilah Hafshah, Ummul Mu’minin, (radhiyallāhu
‘anhā) menyuruh untuk membunuh salah seorang budak
perempuannya yang melakukan praktek sihir kepadanya, maka ‘Abdurrahman ibnu
Zaid ibnu Al-Khaththab membunuhnya. Budak perempuan Ibnu ‘Umar (radhiyallāhu
‘anhumā) melarikan diri. Maka, apakah kita akan
mengumpat orang-orang pada masa itu dan menyalahkan mereka?!
Mereka mengecam kami karena hukum Allah yang mulia
sementara mengacuhkan hukum di mana gunung-gunung hampir runtuh karenanya.
Maka, celakalah bagi para penipu, celakalah mereka! Apakah budak-budak
perempuan yang kami ambil karena perintah Allah itu lebih baik ataukah pelacur-pelacur
– sebuah kejahatan yang tidak kalian cela – yang direnggut oleh lelaki-lelaki
angkuh di negeri-negeri kufur di mana kalian tinggal? Seorang pelacur di negeri
kalian datang dan pergi serta berbuat dosa dengan terang-terangan. Dia hidup
dengan menjual kehormatannya, ulama-ulama melihatnya namun ucapan ulama-ulama
sesat di sana yang melarangnya tidak pernah kami dengar, meskipun samar-samar.
Adapun bagi budak perempuan yang diambil lewat pedang pria-pria yang mengikuti
ksatria yang murah tersenyum (Muhammad - shallāllāhu
‘alaihi wasallam), maka perbudakannya bertentangan dengan hak-hak asasi manusia
dan persetubuhan dengannya adalah pemerkosaan?!
Ada apa denganmu?
Bagaimana kamu memutuskan?
Apa agamamu?
Apa hukummu? Bahkan,
Katakan kepadaku siapa Rabbmu?
Tidak pernah sekalipun tentara Khilafah
menghidupkan sebuah Sunnah dan memberantas sebuah bid’ah kecuali kalian
berteriak secara kotor dan menyesatkan! Tinggalkanlah kami sendiri dan jangan
banyak bicara dan tunggulah sebuah khilafah yang dibawa oleh Obama atau petunjuk
dari Abu Kurdus (Iblis) kepada kalian! Aku bersumpah demi Allah, wahai kalian
yang sok pintar dan meneriakkan kebatilan di setiap pertemuan, pasar-pasar
budak pasti akan tumbuh melawan kehendak politik “benar”!
Dan siapa yang tahu, barangkali harga Michelle
Obama tidak akan lebih dari sepertiga dinar, bahkan sepertiga dinar sudah terlalu
banyak bagi dia!
Akhir seruan kami ialah segala puji bagi Allah
Rabb semesta alam serta shalawat dan salam semoga tercurah kepada pemimpin kami
Muhammad beserta seluruh keluarga dan sahabatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar