8/24/2019

HUKUM JIHAD ATAS KAUM MUSLIMIN HARI INI - Ibnu Qudamah An Najdi


HUKUM JIHAD ATAS
KAUM MUSLIMIN HARI INI
Oleh : Ibnu Qudamah An Najdi
 
Para ulama ber-ijmak (sepakat) bahwa jika orang-orang kafir menduduki negeri Islam, maka jihad berubah hukumnya menjadi fardhu ‘ain, tidak boleh tidak ikut di dalamnya, setelah sebelumnya hukum jihad adalah fardhu kifayah.

Semua fuqoha dari semua madzhab telah menukil adanya ijmak ini. Padahal, musuh telah masuk ke negeri-negeri Islam sejak berabad-abad.

Hanya, kami anggap hukum tersebut semakin tegas pada hari ini, mengingat perang salib ini nanti nampaknya akan berlangsung sengit dan menyeluruh yang itu membutuhkan peran seluruh umat.

=> Adapun dari kalangan madzhab Hanafi:

Al-Kasani berkata di dalam Bada’i‘us Shona’i‘ (VII/ 97):
“Adapun jika perang telah menyebar luas yaitu musuh telah menyerang satu negeri, maka jihad menjadi fardhu ain di mana hal itu wajib bagi setiap muslim yang mampu.

Berdasarkan firman Alloh ta‘ala:

اِنْفِرُوا خِفَافًا وِثْقَالًا
“Berperanglah baik dalam keadaan ringan atau berat.”
[At-Taubah: 41]

Dikatakan: Ayat ini turun tentang perang.

Juga firman Alloh ta‘ala:

مَاكَانَ لِأَهْلِ الْمَدِيْنَةِ وَمَنْ حَوْلَهُمْ مِّنَ الْأَعْرَابِ أَنْ يَتَخَلَّفُوا عَنْ رَسُولِ اللهِ وَلَا يْرْغَبُوا بِأَنْفُسِهِمْ عَنْ نَّفْسِهِ
“Tidak sepatutnya bagi penduduk Madinah dan arab badui di sekitar mereka untuk tidak ikut dengan Rosululloh, dan tidak patut pula mereka lebih mencintai diri mereka sendiri daripada Rosululloh.”
[At-Taubah: 20]

Mengingat juga karena kewajiban perang bagi masing-masing orang sudah ada sebelum perang menyebar luas, dan karena gugurnya kewajiban dari sebagian yang lain adalah dengan berangkatnya sebagian orang; maka jika perang telah meluas, perlawanan tidak akan terlaksana kecuali dengan berangkatnya semua orang. Sehingga itu menjadi kewajiban fardhu ‘ain bagi semuanya seperti puasa dan sholat, seorang budak tidak perlu minta izin majikannya, wanita tidak perlu minta izin suaminya, sebab manfaat-manfaat budak dan isteri dalam hal ibadah yang bersifat fardhu ain menjadikannya mendapat pengecualian dari kepemilikan majikan dan suami secara syar‘i.

Sebagaimana halnya shoum dan sholat. Demikian juga, boleh bagi seorang anak keluar tanpa izin kedua orang tuanya, sebab hak kedua orang tua tidak ada dalam ibadah-ibadah yang bersifat fardhu ain, seperti puasa dan sholat.

Wallohu Subhanahu wa ta‘ala A‘lam, hanya Alloh Swt saja yang lebih tahu.


[] Dari madzhab Maliki:

Ibnu ‘Abdil Barr berkata di dalam kitabnya Al-Kafi (I/205):
“Kewajiban umum yang fardhu ain atas setiap orang yang mampu untuk melawan: berperang dan membawa senjata dari kalangan orang-orang baligh dan merdeka, yaitu ketika musuh menduduki negeri Islam dan memerangi penduduknya. Jika seperti itu kondisinya, maka wajib atas semua penduduk negeri tersebut berperang dan berangkat, baik dalam keadaan ringan atau berat, muda ataupun tua. Tidak boleh seorangpun yang mampu berangkat untuk tidak ikut, baik sedikit atau banyak. Jika penduduk negeri itu tidak mampu mengalahkan musuh mereka, maka bagi orang yang dekat dan bertetangga dengan mereka harus berangkat –baik sedikit atau banyak—sesuai yang dibutuhkan oleh penduduk negeri tersebut sampai mereka tahu bahwa mereka memiliki kekuatan cukup untuk mengalahkan dan melawan musuhnya.

Demikian juga bagi orang yang tahu akan ketidak mampuan mereka melawan musuh dan ia tahu bahwa dirinya bisa menyusul serta memberikan bantuan kepada mereka, ia juga harus berangkat menyusul mereka, karena kaum muslimin adalah penolong bagi yang lain. Sampai jika penduduk satu daerah telah mampu mengusir musuh yang menyerang dan menjajah daerah tersebut, barulah kewajiban itu gugur dari yang lain. Kalau saja musuh itu baru mendekati saja ke negeri Islam dan belum sempat masuk, kaum muslimin juga harus berangkat perang.”

Masih dari madzhab Maliki:
Al-Qurthubi berkata dalam Tafsir-nya (VIII/ 151):
“Jika jihad menjadi fardhu ain, yaitu ketika musuh menguasai salah satu negeri muslim atau menduduki pusat negeri tersebut, jika seperti ini keadaanya, maka wajib bagi semua penduduk negeri tersebut untuk berperang dan berangkat melawannya, dalam keadaan ringan atau berat, muda atau tua, sesuai kemampuan masing-masing. Siapa yang memiliki ayah, tidak perlu izin, begitu juga orang yang tidak memiliki ayah. Tidak boleh ada orang yang mampu berangkat untuk tidak berangkat, baik dalam jumlah sedikit atau banyak. Jika penduduk negeri tersebut tidak mampu menaklukkan musuh mereka, maka bagi yang dekat dan bertetangga dengannya harus berangkat sesuai yang dibutuhkan penduduk negeri tersebut, sampai tahu bahwa penduduk negeri tersebut sudah memiliki kemampuan menaklukan dan melawan musuhnya.

Demikian juga dengan orang yang mengetahui ketidak mampuan mereka melawan musuh dan ia tahu bahwa ia bisa menyusul mereka dan memungkinkan untuk memberikan pertolongan kepada mereka, ia wajib bergabung dengan mereka. Karena kaum muslimin adalah penolong bagi muslim yang lain. Sampai jika penduduk daerah tersebut berhasil mengusir musuh yang menduduki dan menjajah negeri tersebut, barulah kewajiban itu gugur dari yang lain.

Kalau saja musuh mendekat ke negeri Islam dan belum sempat memasukinya, mereka juga wajib berangkat berperang melawan musuh tersebut sampai Alloh menangkan agama-Nya, negeri tetap terjaga, perbatasan tetap terlindungi dan musuh dihinakan. Dan tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini.”

[] Dari madzhab Syafi‘i:

An-Nawawi berkata di dalam Syarah Shohih Muslim (VIII/ 63):
“Pengikut kami mengatakan: jihad hari ini adalah fardhu kifayah kecuali jika orang-orang kafir datang ke negeri kaum muslimin, maka saat itu jihad menjadi fardhu ain. Jika penduduk negeri tersebut belum cukup, wajib bagi yang terdekat untuk melengkapinya sampai cukup.”

[] Dari madzhab Hanbali:

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata di dalam Al-Fataawaa Al-Kubroo (Al-Ikhtiyaaroot) (IV/ 520):
“Adapun jihad difa‘,merupakan perlawan terbesar menolak serangan terhadap kehormatan dan agama, hukumnya adalah wajib berdasarkan ijmak. Jika ada agressor datang, yang merusak agama dan dunia, tidak ada yang lebih wajib setelah iman selain melawannya. Tidak lagi disyaratkan satu syarat pun, tetapi melawan sesuai kemampuan. Para ulama madzhab kami dan yang lain, telah menetapkan hal itu.”

Beliau juga berkata: “Dan jika musuh memasuki negeri Islam, tidak diragukan lagi bahwasanya wajib mengusirnya bagi yang terdekat kemudian yang terdekat. Sebab negeri-negeri Islam kedudukannya seperti satu negeri. Dan bahwasanya wajib keluar berperang menyongsongnya tanpa izin orang tua atau orang yang berhutang. Nash-nash imam Ahmad sangat jelas menyatakan hal ini.”

Saya katakan: Dan musuh sudah masuk ke negeri-negeri kita sejak berabad-abad. Wa la haula wa la quwwata illa billah.

Hukum ini sudah menjadi ijmak. Siapa yang hendak mendapatkan keterangan tambahan, silahkan merujuk Hasyiyah Ad-Dasuqi ‘Ala `s-Syarhil Kabir (II/ 174) dan Mughniyyul Muhtaj Hasyiyah Ibnu ‘Abidin (III/ 337) dan Mughniyyul Muhtaj milik Asy-Syarbini (IV/ 209), Al-Umm milik Asy-Syafi‘i (IV/ 170), Asy-Syarhul Kabir milik Ad-Durdair (II/ 174), Al-Mughni Ibnu Qudamah (X/ 389 dan IX/ 147) dan Masyari‘ul Aswaq ila Mashori‘il ‘Usysyaq milik Ibnu Nuhas (I/ 10), At-Taj wal Iklil (IV/ 539) dan Nihayatul Muhtaj (VIII/ 58). Semua buku-buku fikih dan hadits menyebutkan hukum ini dan tidak ada perbedaan pendapat di dalamnya.

Semoga Alloh merahmati Syaikh Ahmad Syakir, beliau menulis penjelasan kepada kaum muslimin di zamannya, memotivasi kaum muslimin berjihad melawan Inggris dan Perancis. Hanya saja, kita perlu keterangan yang sama.

Syaikh Ahmad Syakir berkata di dalam kitabnya Kalimatu Haq hal 126 dengan judul: PENJELASAN KEPADA UMAT BANGSA MESIR KHUSUSNYA, BANGSA ARAB DAN UMAT ISLAM UMUMNYA:

“Sungguh, perkara antara kita dengan musuh kita dari bangsa Inggris dan sekutunya sudah jelas. Jelas juga dengan tentara musuh kita yang mereka “menetek air susu” mereka. Juga dengan budak musuh kita, yang menyerahkan akal dan kepemimpinannya kepada mereka. Kita, yang tumbuh di atas fithroh Islam yang benar, tidak akan pernah ragu dengan apa yang telah terjadi, dan kejadian yang akan lebih dahsyat terjadi! Sungguh, perkaranya sudah jelas, sungguh seluruh rakyat Mesir telah menyatakan pandangan dan keinginannya. Al-Azhar telah menyatakan pendapatnya yang benar dalam masalah bersikap dan menolong musuh:

Sesungguhnya yang wajib adalah, hendaknya kaum muslimin mengetahui kaidah-kaidah yang benar dalam syari‘at Alloh dalam hukum-hukum perang dan yang berkaitan dengannya, dengan pengetahuan yang jelas, sehingga masing-masing bisa memperkirakan mana yang musuh dan mana yang bukan musuh. Hendaknya ia tahu apa yang diperbolehkan dalam perang dan apa yang tidak boleh, apa yang wajib dan apa yang haram; sehingga amalan seorang muslim dalam jihad menjadi amalan yang benar dan bersih, ikhlas karena wajah Alloh semata. Jika menang, ia menang dalam keadaan muslim, ia memperoleh pahala mujahid di dunia dan akhirat. Dan jika terbunuh, ia terbunuh sebagai syahid.

Sesungguhnya Inggris telah menyatakan perang terbuka dan perang pengkhianatan kepada kaum muslimin Mesir, perang kezaliman dan keangkuhan.

Di Sudan, mereka mengumumkannya terhadap kaum muslimin sebagai sebuah peperangan yang disamarkan dan terbungkus dengan kedok ingin meraih kemaslahatan Sudan dan rakyatnya, dipermak dengan hukum “hak asasi” yang mereka gunakan untuk menipu bangsa Mesir sebelumnya.

Kami telah melihat kelakuan Inggris di terusan Suez dan daerah-daerah sekitarnya, pembunuhan warga sipil yang hidup dalam rasa aman, pengkhianatan terhadap wanita dan anak-anak, permusuhan terhadap pasukan keamanan dan pegawai kehakiman, sampai-sampai tidak ada seorang pun yang selamat dari serangan mereka, sejak anak kecil hingga orang tua.

Dengan perbuatan-perbuatan mereka itu, mereka telah mengumumkan permusuhan secara jelas dan terang-terangan; tidak ada kesamaran, kepura-puraan serta pengelakan. Kelakuan mereka telah menjadikan darah dan harta mereka halal bagi kaum muslimin. Wajib bagi kaum muslimin di belahan bumi manapun untuk memerangi mereka, mereka harus diperangi di manapun dijumpai –baik itu sipil maupun militer—; semuanya adalah musuh, semuanya adalah pasukan perang, mereka telah menikmati sebuah pengkhianatan dan permusuhan, sampai-sampai kaum wanita dan pemuda mereka ikut melepaskan tembakan dari atas loteng dan jendela-jendela tanpa rasa sungkan dan malu ke arah orang-orang yang berlalu lalang yang hidup sejahtera di Isma‘iliyah, Suez dan Bur Sa‘id,.

Mereka adalah bangsa pengecut. Mereka lari ketika menjumpai orang yang kuat dan pejuang, dan berubah bak singa ketika bertemu orang lembut dan lemah.

Maka seorang muslim tidak boleh bersikap lemah di hadapan mereka, atau menampakkan sikap lunak dan pemberian maaf kepada mereka. “Bunuhlah mereka di mana saja kalian jumpai mereka dan usirlah mereka sebagaimana mereka telah mengusir kalian.” [Al-Baqoroh:191]

Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam memang melarang kita membunuh wanita dalam peperangan, namun larangan karena adanya sebuah ‘illah (alasan) yang jelas: ketika kaum wanita itu tidak ikut perang.

Dahulu Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam pernah melewati wanita yang terbunuh pada salah satu ghozwahnya, maka beliau bersabda, “Tidak seharusnya dia ikut berperang.” Kemudian beliau melarang membunuh wanita.

Adapun sekarang, wanita mereka menjadi tentara. Mereka bahu membahu bersama kaum pria dalam perang, yang bukan tentara ikut berlagak seperti kaum pria, mereka melepaskan tembakan terhadap kaum muslimin tanpa takut dan gentar. Maka membunuh wanita-wanita itu adalah halal, bahkan wajib demi membela agama, nyawa dan tanah air, kecuali kalau wanita itu lemah dan tidak mampu berbuat apapun.

Demikian halnya dengan anak kecil yang belum baligh, orang-orang tua renta yang lemah: siapa saja yang ikut berperang atau melakukan kezaliman, ia harus dibunuh. Sedangkan yang tidak melakukannya, maka tidak boleh ada yang menimpakan marabahaya kepadanya kecuali sebatas menjadikan mereka dan kaum wanita tadi sebagai tawanan.

Akan kami sebutkan hukum tentang tawanan, Insya Alloh. Kami katakan: Wajib bagi setiap muslim di belahan bumi manapun membunuh mereka di manapun dijumpai, baik sipil atau militer. Kami mempunyai makna pada setiap kata dari kalimat ini. Artinya, di mana saja seorang muslim berada, dari jenis dan bangsa manapun, ia wajib melakukan apa yang kami lakukan di Mesir dan Sudan. Sampai seorang muslim yang berada di Inggris sendiri –jika mereka benar-benar beriman—wajib baginya melakukan apa yang dilakukan muslim lainnya semampu mereka. Jika tidak mampu, mereka harus berhijrah dari negeri musuh atau dari negeri yang dia tidak bisa memerangi musuh di sana, sesuai yang diperintahkan Alloh.

Karena sesungguhnya Islam adalah satu ‘etnis’ –meminjam istilah hari ini—. Islam membuang semua perbedaan etnis dan suku para pemeluknya. Sebagaimana firman Alloh ta‘ala:

إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً
“Sesungguhnya inilah umat kalian yang satu.”
[Al-Anbiya’: 92]

Dalil-dalil tentang masalah ini sudah pada tingkat mutawatir dan menguatkan satu sama lain, ini merupakan perkara yang maklum dalam din secara dhoruroh (tidak bisa disangkal), tidak ada seorang muslim pun yang ragu, bahkan bangsa Eropa pun mengerti hal itu dengan yakin.

Tidak ada yang meragukannya dari kita selain mereka yang dididik oleh bangsa Eropa serta orang-orang yang dalam dirinya merencanakan peperangan terhadap agama mereka dan umatnya tanpa mereka sadari, sekali lagi tanpa mereka sadari.

إِنَّ الَّذِيْنَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيْمَ كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِيْنَ فِيْ الْأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيْهَا فَأُوْلَائِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَآءَتْ مَصِيْرًا (97) إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ وَ النِّسَآءِ وَ الْوِلْدَانِ لَا يَسْتَطِيْعُونَ حِيْلَةً وَ لَا يَهْتَدُونَ سَبِيْلًا

 “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kalian ini?” mereka menjawab: “Kami adalah orang-orang tertindas di negeri (Mekkah).” Para malaikat berkata, “Bukankah bumi Alloh itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?” orang-orang itu tempat kembalinya adalah Jahannam dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah).”
[An-Nisa’: 97-98]

Alloh tidak mengecualikan wajibnya hijrah atas setiap muslim yang berada di negeri musuh-musuh Alloh kecuali orang-orang lemah yang memang benar-benar lemah, tidak tahu harus berbuat apa, tidak tahu tentang kondisi dirinya sama sekali.” Demikian perkataan Syaikh Ahmad Syakir.

Oleh karena itu, kami mengajak seluruh elemen umat Islam, baik pemuda, orang tua, kecil maupun besar, baik kelompok kecil atau besar agar memperkuat kecintaan mereka terhadap din ini dan berdiri satu barisan menghadapi Perang Salib. Jika tentara salib kali ini kalah, akan takluklah semua belahan bumi kaum muslimin yang mereka kuasai.

Sesungguhnya kita sangat berharap kepada Alloh SWT agar Dia memenangkan kita atas mereka dan berharap terwujud sabda Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam setelah perang Ahzab, ketika beliau bersabda,

اَلْيَوْمَ نَغْزُوهُمْ وَلَا يَغْزُوْنَنَا
 “Hari ini kita perangi mereka dan mereka tidak bisa memerangi kita.”

Maka tatkala Alloh kalahkan pasukan Ahzab, persenjataan mereka berantakan, dan inilah salah satu harapan kita kepada Alloh, yaitu semoga Dia meluluh lantakkan persenjataan mereka dalam perseteruan kali ini, semoga mereka tidak akan berkumpul lebih banyak lagi melebihi perkumpulan mereka hari ini, sehingga mereka tidak lagi bersekongkol menghadapi kaum muslimin dengan izin Alloh ta‘ala.

Akan tetapi ini semua kembali kepada kejujuran umat Islam sendiri kepada Alloh dan tawakkal mereka kepada-Nya.

Maka, marilah kita berjihad dan
jangan menjadi orang-orang yang tertinggal.

Dan saya mengajak Anda, sekali lagi saya ajak Anda, suadaraku yang mulia, untuk melihat peristiwa-peristiwa hari ini menggunakan kacamata Al-Qur’an. Hendaknya Anda memikirkan dan merenungkannya. Sebab masing-masing kita dituntut dan diseru untuk merenungi dan meninjau kembali, hendaknya meninjau kembali kehidupan yang kita alami dengan bertitik tolak dari ayat-ayat seperti ini.

Oleh karena itu, lihatlah kembali manhaj yang Anda pakai. Jika ayat-ayat seperti ini terjadi pada diri Anda, bertaubatlah kepada Alloh, pintu taubat selalu terbuka sampai nyawa berada di tenggorokan.

Namun jika Anda selamat dan tidak termasuk orang-orang yang disebut ayat ini, pujilah Alloh atas keselamatan tersebut, selalu mintalah keteguhan dan teruskan jalan ini demi membela agama Alloh ta‘ala.

Alloh ta‘ala berfirman dalam surat Ali Imron (ayat: 167),

وَلِيَعۡلَمَ ٱلَّذِينَ نَافَقُواْۚ وَقِيلَ لَهُمۡ تَعَالَوۡاْ قَٰتِلُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ أَوِ ٱدۡفَعُواْۖ قَالُواْ لَوۡ نَعۡلَمُ قِتَالٗا لَّٱتَّبَعۡنَٰكُمۡۗ هُمۡ لِلۡكُفۡرِ يَوۡمَئِذٍ أَقۡرَبُ مِنۡهُمۡ لِلۡإِيمَٰنِۚ يَقُولُونَ بِأَفۡوَٰهِهِم مَّا لَيۡسَ فِي قُلُوبِهِمۡۚ وَٱللَّهُ أَعۡلَمُ بِمَا يَكۡتُمُونَ

“Dan supaya Alloh mengetahui siapa orang-orang munafik. Kepada mereka dikatakan: “Marilah berperang di jalan Alloh atau pertahankanlah (dirimu).” Mereka berkata, “Seandainya kami tahu akan terjadi peperangan tentu kami akan mengikuti kalian.” Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran daripada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Alloh lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.”

Alloh ta‘ala juga berfirman dalam surat An-Nisa’ (72-73):

وَإِنَّ مِنكُمۡ لَمَن لَّيُبَطِّئَنَّ فَإِنۡ أَصَٰبَتۡكُم مُّصِيبَةٞ قَالَ قَدۡ أَنۡعَمَ ٱللَّهُ عَلَيَّ إِذۡ لَمۡ أَكُن مَّعَهُمۡ شَهِيدٗا ٧٢ وَلَئِنۡ أَصَٰبَكُمۡ فَضۡلٞ مِّنَ ٱللَّهِ لَيَقُولَنَّ كَأَن لَّمۡ تَكُنۢ بَيۡنَكُمۡ وَبَيۡنَهُۥ مَوَدَّةٞ يَٰلَيۡتَنِي كُنتُ مَعَهُمۡ فَأَفُوزَ فَوۡزًا عَظِيمٗا ٧٣

“Dan sesungguhnya di antara kalian ada orang yang berlambat-lambat (ke medan pertempuran). Maka jika kalian ditimpa musibah ia mengatakan: ‘Sesungguhnya Alloh telah memberikan nikmat kepada saya karena saya tidak ikut berperang bersama kalian.’ Dan sungguh jika kalian memperoleh karunia (kemenangan) dari Alloh, tentulah dia mengatakan seolah-olah belum pernah ada hubungan kasih sayang antara kalian dan dia: ‘Wahai, sekiranya aku ada bersama-sama mereka, tentu aku mendapat kemenangan yang besar (pula).’”

Masih dalam surat An-Nisa’ (141-143), Alloh ta‘ala berfirman:

ٱلَّذِينَ يَتَرَبَّصُونَ بِكُمۡ فَإِن كَانَ لَكُمۡ فَتۡحٞ مِّنَ ٱللَّهِ قَالُوٓاْ أَلَمۡ نَكُن مَّعَكُمۡ وَإِن كَانَ لِلۡكَٰفِرِينَ نَصِيبٞ قَالُوٓاْ أَلَمۡ نَسۡتَحۡوِذۡ عَلَيۡكُمۡ وَنَمۡنَعۡكُم مِّنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَۚ فَٱللَّهُ يَحۡكُمُ بَيۡنَكُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۗ وَلَن يَجۡعَلَ ٱللَّهُ لِلۡكَٰفِرِينَ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ سَبِيلًا ١٤١ إِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَهُوَ خَٰدِعُهُمۡ وَإِذَا قَامُوٓاْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُواْ كُسَالَىٰ يُرَآءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِيلٗا ١٤٢ مُّذَبۡذَبِينَ بَيۡنَ ذَٰلِكَ لَآ إِلَىٰ هَٰٓؤُلَآءِ وَلَآ إِلَىٰ هَٰٓؤُلَآءِۚ وَمَن يُضۡلِلِ ٱللَّهُ فَلَن تَجِدَ لَهُۥ سَبِيلٗا ١٤٣

“(Yaitu) orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada diri kalian (wahai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Alloh mereka berkata: “Bukankah kami (turut berperang) beserta kalian?” dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: “Bukankah kami turut memenangkanmu dan membela kamu dari orang-orang mukmin?” Maka Alloh akan memberi keputusan di antara kalian di hari kiamat, dan Alloh sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang beriman. Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Alloh dan Alloh membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk sholat, mereka berdiri dengan malas; mereka bermaksud riya kepada manusia dan tidak mengingat Alloh kecuali sedikit. Mereka ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak termasuk golongan ini (beriman) tidak pula termasuk golongan itu (kafir). Barangsiapa Alloh sesatkan maka kamu tidak akan mendapatkan jalan (untuk memberinya petunjuk).”

Alloh ta‘ala juga berfirman dalam surat Al-Ma’idah (51-52):

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّخِذُواْ ٱلۡيَهُودَ وَٱلنَّصَٰرَىٰٓ أَوۡلِيَآءَۘ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٖۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمۡ فَإِنَّهُۥ مِنۡهُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّٰلِمِينَ ٥١ فَتَرَى ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ يُسَٰرِعُونَ فِيهِمۡ يَقُولُونَ نَخۡشَىٰٓ أَن تُصِيبَنَا دَآئِرَةٞۚ فَعَسَى ٱللَّهُ أَن يَأۡتِيَ بِٱلۡفَتۡحِ أَوۡ أَمۡرٖ مِّنۡ عِندِهِۦ فَيُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَآ أَسَرُّواْ فِيٓ أَنفُسِهِمۡ نَٰدِمِينَ ٥٢

“Hai orang-orang beriman, janganlah kalian angkat orang yahudi dan nashrani sebagai wali. Maka siapa di antara kalian yang berwali kepada mereka, ia termasuk golongan mereka, sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk orang-orang yang dzalim. Maka engkau melihat orang yang dalam hatinya ada penyakit bersegera kepada mereka, mereka mengatakan kami takut akan tertimpa musibah. Maka bisa jadi Alloh mendatangkan kemenangan atau urusan dari sisi-Nya sehingga mereka menyesali apa yang mereka sembunyikan dalam diri mereka.”

Alloh ta‘ala berfirman dalam surat At-Taubah (42-49):

لَوۡ كَانَ عَرَضٗا قَرِيبٗا وَسَفَرٗا قَاصِدٗا لَّٱتَّبَعُوكَ وَلَٰكِنۢ بَعُدَتۡ عَلَيۡهِمُ ٱلشُّقَّةُۚ وَسَيَحۡلِفُونَ بِٱللَّهِ لَوِ ٱسۡتَطَعۡنَا لَخَرَجۡنَا مَعَكُمۡ يُهۡلِكُونَ أَنفُسَهُمۡ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ إِنَّهُمۡ لَكَٰذِبُونَ ٤٢ عَفَا ٱللَّهُ عَنكَ لِمَ أَذِنتَ لَهُمۡ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْ وَتَعۡلَمَ ٱلۡكَٰذِبِينَ ٤٣ لَا يَسۡتَ‍ٔۡذِنُكَ ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ أَن يُجَٰهِدُواْ بِأَمۡوَٰلِهِمۡ وَأَنفُسِهِمۡۗ وَٱللَّهُ عَلِيمُۢ بِٱلۡمُتَّقِينَ ٤٤ إِنَّمَا يَسۡتَ‍ٔۡذِنُكَ ٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَٱرۡتَابَتۡ قُلُوبُهُمۡ فَهُمۡ فِي رَيۡبِهِمۡ يَتَرَدَّدُونَ ٤٥ وَلَوۡ أَرَادُواْ ٱلۡخُرُوجَ لَأَعَدُّواْ لَهُۥ عُدَّةٗ وَلَٰكِن كَرِهَ ٱللَّهُ ٱنۢبِعَاثَهُمۡ فَثَبَّطَهُمۡ وَقِيلَ ٱقۡعُدُواْ مَعَ ٱلۡقَٰعِدِينَ ٤٦ لَوۡ خَرَجُواْ فِيكُم مَّا زَادُوكُمۡ إِلَّا خَبَالٗا وَلَأَوۡضَعُواْ خِلَٰلَكُمۡ يَبۡغُونَكُمُ ٱلۡفِتۡنَةَ وَفِيكُمۡ سَمَّٰعُونَ لَهُمۡۗ وَٱللَّهُ عَلِيمُۢ بِٱلظَّٰلِمِينَ ٤٧ لَقَدِ ٱبۡتَغَوُاْ ٱلۡفِتۡنَةَ مِن قَبۡلُ وَقَلَّبُواْ لَكَ ٱلۡأُمُورَ حَتَّىٰ جَآءَ ٱلۡحَقُّ وَظَهَرَ أَمۡرُ ٱللَّهِ وَهُمۡ كَٰرِهُونَ ٤٨ وَمِنۡهُم مَّن يَقُولُ ٱئۡذَن لِّي وَلَا تَفۡتِنِّيٓۚ أَلَا فِي ٱلۡفِتۡنَةِ سَقَطُواْۗ وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمُحِيطَةُۢ بِٱلۡكَٰفِرِينَ ٤٩

“Kalau yang kamu serukan itu adalah keuntungan yang bisa ditempuh dengan jarak dekat, pastilah mereka mengikutimu, akan tetapi yang dituju itu amat terasa jauh oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Alloh: “Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama kalian.” Dan Alloh mengetahui sesungguhnya mereka benar-benar dusta. Semoga Alloh memaafkanmu, mengapa engkau memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang) sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam uzurnya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta. Orang-orang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan jiwa mereka, dan Alloh mengetahui orang-orang yang bertakwa. Sesungguhya yang akan meminta izin kepadamu hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Alloh dan hari akhir dan hatinya ragu, maka mereka terombang-ambing dalam keraguannya. Seandainya mereka ingin keluar (berperang) pasti mereka akan mengadakan persiapan untuk itu, akan tetapi Alloh tidak suka keberangkatan mereka dan dikatakan: Duduklah kalian bersama orang-orang yang duduk. Kalaulah mereka keluar beserta kalian, tidaklah mereka menambah selain kekacauan dan mereka akan bergegas-gegas maju ke muka di celah-celah barisan kalian untuk menimbulkan fitnah di antara kalian, sedang di antara kalian ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka dan Alloh Mahatahu tentang orang-orang yang dzalim. Sesungguhnya dari dulu pun mereka telah mencari-cari kekacauan dan mereka mengatur berbagai tipudaya untuk mencelakakanmu hingga datanglah kebenaran (pertolongan Alloh) dan agama Alloh menang padahal mereka tidak menyukai. Di antara mereka ada yang mengatakan, “Berilah saya izin (tidak berperang) dan jangan jerumuskan saya dalam fitnah.” Ketahuilah, mereka itu sebenarnya telah terjerumus ke dalam fitnah dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang kafir.”

Alloh ta‘ala berfirman dalam surat Al-Ahzab (10-13):

إِذۡ جَآءُوكُم مِّن فَوۡقِكُمۡ وَمِنۡ أَسۡفَلَ مِنكُمۡ وَإِذۡ زَاغَتِ ٱلۡأَبۡصَٰرُ وَبَلَغَتِ ٱلۡقُلُوبُ ٱلۡحَنَاجِرَ وَتَظُنُّونَ بِٱللَّهِ ٱلظُّنُونَا۠ ١٠ هُنَالِكَ ٱبۡتُلِيَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَزُلۡزِلُواْ زِلۡزَالٗا شَدِيدٗا ١١ وَإِذۡ يَقُولُ ٱلۡمُنَٰفِقُونَ وَٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ مَّا وَعَدَنَا ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ إِلَّا غُرُورٗا ١٢ وَإِذۡ قَالَت طَّآئِفَةٞ مِّنۡهُمۡ يَٰٓأَهۡلَ يَثۡرِبَ لَا مُقَامَ لَكُمۡ فَٱرۡجِعُواْۚ وَيَسۡتَ‍ٔۡذِنُ فَرِيقٞ مِّنۡهُمُ ٱلنَّبِيَّ يَقُولُونَ إِنَّ بُيُوتَنَا عَوۡرَةٞ وَمَا هِيَ بِعَوۡرَةٍۖ إِن يُرِيدُونَ إِلَّا فِرَارٗا ١٣

“(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu dan ketika tidak tetap lagi penglihatanmu dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Alloh dengan bermacam-macam purbasangka; di situlah orang-orang beriman diuji dan digoncangkan dengan goncangan yang hebat. Dan ingatlah ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit mengatakan: Alloh dan rosul-Nya tidak menjanjikan kepada kita selain tipuan. Dan ingatlah ketika segolongan dari mereka berkata, “Hai penduduk Yatsrib (Madinah), tidak ada tempat bagi kalian, maka pulang saja kalian.” Dan sebagian mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan mengatakan: “Rumah kami adalah terbuka (tidak terjaga).” Padahal rumah-rumah itu tidaklah terbuka, mereka tak lain hanya ingin lari.”

Alloh ta‘ala juga berfirman dalam surat Al-‘Ankabut (10):

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَقُولُ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ فَإِذَآ أُوذِيَ فِي ٱللَّهِ جَعَلَ فِتۡنَةَ ٱلنَّاسِ كَعَذَابِ ٱللَّهِۖ وَلَئِن جَآءَ نَصۡرٞ مِّن رَّبِّكَ لَيَقُولُنَّ إِنَّا كُنَّا مَعَكُمۡۚ أَوَ لَيۡسَ ٱللَّهُ بِأَعۡلَمَ بِمَا فِي صُدُورِ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٠

“Dan di antara manusia ada yang berkata, “Kami beriman kepada Alloh” maka jika ia disakiti karena Alloh ia menganggap siksaan manusia itu seperti adzab Alloh. Dan sungguh jika datang pertolongan dari robbmu ia akan mengatakan, “Kami benar-benar bersama kalian.” Bukankah Alloh paling tahu tentang isi hati semua manusia?”

Ayat-ayat yang membuka kedok berkilah dan teknik orang-orang munafik sangatlah banyak. Akan tetapi, ketahuilah selalunya seluruh ayat di atas terjadi pada diri Anda, bisa hanya sebagian ayat saja, kami memohon keselamatan kepada Alloh untuk diri kami dan Anda. Maka, janganlah kita bermain-main; jangan sampai sifat-sifat tersebut ada dalam diri Anda, sedikit maupun banyak.

Sekarang inilah peperangan yang memilahkan barisan dan menampakkan ciri-cirinya dengan jelas.

Saya tidak menemukan ungkapan yang lebih tepat untuk menilai manusia hari ini dari ungkapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah di dalam Al-Fatawa (28/ 416) ketika beliau mengomentari fitnah serangan tentara Tartar, beliau mengatakan:

“Fitnah ini telah memecah manusia kepada tiga kelompok: Tho’ifah Manshuroh (kelompok yang ditolong), mereka adalah para mujahidin yang melawan bangsa pembuat kerusakan tersebut.
Kemudian Tho’ifah Mukholifah (kelompok yang menentang), mereka adalah kaum yang bergabung dengan pasukan Tartar dari kalangan orang-orang yang berpikiran kacau yang masih menisbatkan dirinya kepada Islam.
Dan terakhir adalah Tho’ifah Mukhodzilah (kelompok pelemah semangat), yaitu orang-orang yang tidak ikut dalam kancah jihad melawan mereka, meskipun keislaman mereka benar.
Maka hendaklah seseorang melihat apakah dirinya termasuk kelompok yang ditolong, ataukah kelompok yang melemahkan semangat ataukan kelompok yang menentang? Tidak ada tempat untuk kelompok yang keempat.”

Semoga Alloh merahmati Syaikhul Islam, seolah beliau berbicara tentang zaman di mana kita hidup.

Dan Mahabenar Alloh Yang Mahaagung, seolah ayat-ayat tadi turun mensifati keadaan kita hari ini serta keadaan sebagian orang di antara kita. Kita mohon kepada Alloh hidayah dan kelurusan.


Source:
Judul Asli
Kasyful Litsam ‘An Dzirwati Sanamil Islam
Penulis
Asy-Syaikh Ibnu Qudamah An-Najdi
Judul Terjemahan
Jawaban seputar Masalah-Masalah Fikih Jihad
Alih Bahasa
Abu Jandl Al-Muhajir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...