HUKUM JIHAD ATAS
KAUM MUSLIMIN HARI INI
Oleh : Ibnu Qudamah An Najdi
Para ulama ber-ijmak
(sepakat) bahwa jika orang-orang kafir menduduki negeri Islam,
maka jihad berubah hukumnya menjadi fardhu ‘ain, tidak
boleh tidak ikut di dalamnya, setelah sebelumnya hukum
jihad adalah fardhu kifayah.
Semua fuqoha dari semua
madzhab telah menukil adanya ijmak ini. Padahal, musuh
telah masuk ke negeri-negeri Islam sejak berabad-abad.
Hanya, kami anggap hukum
tersebut semakin tegas pada hari ini, mengingat perang
salib ini nanti nampaknya akan berlangsung sengit dan menyeluruh
yang itu membutuhkan peran seluruh umat.
=> Adapun dari
kalangan madzhab Hanafi:
Al-Kasani
berkata di dalam Bada’i‘us Shona’i‘ (VII/ 97):
“Adapun jika perang telah menyebar luas yaitu musuh
telah menyerang satu negeri, maka jihad menjadi fardhu ain di mana hal itu
wajib bagi setiap muslim yang mampu.
Berdasarkan firman Alloh ta‘ala:
اِنْفِرُوا
خِفَافًا وِثْقَالًا
“Berperanglah baik
dalam keadaan ringan atau berat.”
[At-Taubah:
41]
Dikatakan: Ayat ini turun tentang perang.
Juga firman Alloh ta‘ala:
مَاكَانَ لِأَهْلِ
الْمَدِيْنَةِ وَمَنْ حَوْلَهُمْ مِّنَ الْأَعْرَابِ أَنْ يَتَخَلَّفُوا عَنْ
رَسُولِ اللهِ وَلَا يْرْغَبُوا بِأَنْفُسِهِمْ عَنْ نَّفْسِهِ
“Tidak sepatutnya bagi
penduduk Madinah dan arab badui di sekitar mereka untuk tidak ikut dengan
Rosululloh, dan tidak patut pula mereka lebih mencintai diri mereka sendiri daripada
Rosululloh.”
[At-Taubah:
20]
Mengingat juga
karena kewajiban perang bagi masing-masing orang sudah ada sebelum perang
menyebar luas, dan karena gugurnya kewajiban dari sebagian yang lain adalah
dengan berangkatnya sebagian orang; maka jika perang telah meluas, perlawanan
tidak akan terlaksana kecuali dengan berangkatnya semua orang. Sehingga itu menjadi
kewajiban fardhu ‘ain bagi semuanya seperti puasa dan sholat, seorang budak
tidak perlu minta izin majikannya, wanita tidak perlu minta izin suaminya,
sebab manfaat-manfaat budak dan isteri dalam hal ibadah yang bersifat fardhu
ain menjadikannya mendapat pengecualian dari kepemilikan majikan dan suami
secara syar‘i.
Sebagaimana
halnya shoum dan sholat. Demikian juga, boleh bagi seorang anak keluar tanpa
izin kedua orang tuanya, sebab hak kedua orang tua tidak ada dalam ibadah-ibadah
yang bersifat fardhu ain, seperti puasa dan sholat.
Wallohu
Subhanahu wa ta‘ala A‘lam, hanya Alloh Swt saja yang lebih tahu.
[] Dari madzhab Maliki:
Ibnu
‘Abdil Barr berkata di dalam kitabnya Al-Kafi (I/205):
“Kewajiban
umum yang fardhu ain atas setiap orang yang mampu untuk melawan: berperang dan
membawa senjata dari kalangan orang-orang baligh dan merdeka, yaitu ketika musuh
menduduki negeri Islam dan memerangi penduduknya. Jika seperti itu kondisinya,
maka wajib atas semua penduduk negeri tersebut berperang dan berangkat, baik
dalam keadaan ringan atau berat, muda ataupun tua. Tidak boleh seorangpun yang
mampu berangkat untuk tidak ikut, baik sedikit atau banyak. Jika penduduk
negeri itu tidak mampu mengalahkan musuh mereka, maka bagi orang yang dekat dan
bertetangga dengan mereka harus berangkat –baik sedikit atau banyak—sesuai yang
dibutuhkan oleh penduduk negeri tersebut sampai mereka tahu bahwa mereka
memiliki kekuatan cukup untuk mengalahkan dan melawan musuhnya.
Demikian juga
bagi orang yang tahu akan ketidak mampuan mereka melawan musuh dan ia tahu
bahwa dirinya bisa menyusul serta memberikan bantuan kepada mereka, ia juga
harus berangkat menyusul mereka, karena kaum muslimin adalah penolong bagi yang
lain. Sampai jika penduduk satu daerah telah mampu mengusir musuh yang menyerang
dan menjajah daerah tersebut, barulah kewajiban itu gugur dari yang lain. Kalau
saja musuh itu baru mendekati saja ke negeri Islam dan belum sempat masuk, kaum
muslimin juga harus berangkat perang.”
Masih dari madzhab
Maliki:
Al-Qurthubi
berkata dalam Tafsir-nya (VIII/ 151):
“Jika jihad menjadi
fardhu ain, yaitu ketika musuh menguasai salah satu negeri muslim atau
menduduki pusat negeri tersebut, jika seperti ini keadaanya, maka wajib bagi
semua penduduk negeri tersebut untuk berperang dan berangkat melawannya, dalam
keadaan ringan atau berat, muda atau tua, sesuai kemampuan masing-masing. Siapa
yang memiliki ayah, tidak perlu izin, begitu juga orang yang tidak memiliki
ayah. Tidak boleh ada orang yang mampu berangkat untuk tidak berangkat, baik
dalam jumlah sedikit atau banyak. Jika penduduk negeri tersebut tidak mampu menaklukkan
musuh mereka, maka bagi yang dekat dan bertetangga dengannya harus berangkat
sesuai yang dibutuhkan penduduk negeri tersebut, sampai tahu bahwa penduduk
negeri tersebut sudah memiliki kemampuan menaklukan dan melawan musuhnya.
Demikian juga
dengan orang yang mengetahui ketidak mampuan mereka melawan musuh dan ia tahu
bahwa ia bisa menyusul mereka dan memungkinkan untuk memberikan pertolongan
kepada mereka, ia wajib bergabung dengan mereka. Karena kaum muslimin adalah
penolong bagi muslim yang lain. Sampai jika penduduk daerah tersebut berhasil
mengusir musuh yang menduduki dan menjajah negeri tersebut, barulah kewajiban
itu gugur dari yang lain.
Kalau saja
musuh mendekat ke negeri Islam dan belum sempat memasukinya, mereka juga wajib
berangkat berperang melawan musuh tersebut sampai Alloh menangkan agama-Nya,
negeri tetap terjaga, perbatasan tetap terlindungi dan musuh dihinakan. Dan
tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini.”
[] Dari madzhab Syafi‘i:
An-Nawawi
berkata di dalam Syarah Shohih Muslim (VIII/ 63):
“Pengikut kami
mengatakan: jihad hari ini adalah fardhu kifayah kecuali jika orang-orang kafir
datang ke negeri kaum muslimin, maka saat itu jihad menjadi fardhu ain. Jika
penduduk negeri tersebut belum cukup, wajib bagi yang terdekat untuk
melengkapinya sampai cukup.”
[] Dari madzhab Hanbali:
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata di dalam Al-Fataawaa Al-Kubroo (Al-Ikhtiyaaroot)
(IV/ 520):
“Adapun jihad
difa‘,merupakan perlawan terbesar menolak serangan terhadap kehormatan dan
agama, hukumnya adalah wajib berdasarkan ijmak. Jika ada agressor datang, yang
merusak agama dan dunia, tidak ada yang lebih wajib setelah iman selain
melawannya. Tidak lagi disyaratkan satu syarat pun, tetapi melawan sesuai
kemampuan. Para ulama madzhab kami dan yang lain, telah menetapkan hal itu.”
Beliau juga
berkata: “Dan jika musuh memasuki negeri Islam, tidak diragukan lagi bahwasanya
wajib mengusirnya bagi yang terdekat kemudian yang terdekat. Sebab
negeri-negeri Islam kedudukannya seperti satu negeri. Dan bahwasanya wajib keluar
berperang menyongsongnya tanpa izin orang tua atau orang yang berhutang.
Nash-nash imam Ahmad sangat jelas menyatakan hal ini.”
Saya katakan: Dan musuh sudah
masuk ke negeri-negeri kita sejak berabad-abad. Wa la haula wa la quwwata illa billah.
Hukum ini sudah menjadi
ijmak. Siapa yang hendak mendapatkan keterangan tambahan, silahkan merujuk Hasyiyah
Ad-Dasuqi ‘Ala `s-Syarhil Kabir (II/ 174) dan Mughniyyul Muhtaj Hasyiyah Ibnu
‘Abidin (III/ 337) dan Mughniyyul Muhtaj milik Asy-Syarbini (IV/ 209), Al-Umm milik
Asy-Syafi‘i (IV/ 170), Asy-Syarhul Kabir milik Ad-Durdair (II/ 174), Al-Mughni
Ibnu Qudamah (X/ 389 dan IX/ 147) dan Masyari‘ul Aswaq ila Mashori‘il ‘Usysyaq
milik Ibnu Nuhas (I/ 10), At-Taj wal Iklil (IV/ 539) dan Nihayatul Muhtaj (VIII/
58). Semua buku-buku fikih dan hadits menyebutkan hukum ini dan tidak ada
perbedaan pendapat di dalamnya.
Semoga Alloh merahmati Syaikh
Ahmad Syakir, beliau menulis penjelasan kepada kaum muslimin di zamannya, memotivasi
kaum muslimin berjihad melawan Inggris dan Perancis. Hanya saja, kita perlu
keterangan yang sama.
Syaikh Ahmad Syakir berkata
di dalam kitabnya Kalimatu Haq hal 126 dengan judul: PENJELASAN KEPADA UMAT
BANGSA MESIR KHUSUSNYA, BANGSA ARAB DAN UMAT ISLAM UMUMNYA:
“Sungguh,
perkara antara kita dengan musuh kita dari bangsa Inggris dan sekutunya sudah
jelas. Jelas juga dengan tentara musuh kita yang mereka “menetek air susu” mereka.
Juga dengan budak musuh kita, yang menyerahkan akal dan kepemimpinannya kepada
mereka. Kita, yang tumbuh di atas fithroh Islam yang benar, tidak akan pernah
ragu dengan apa yang telah terjadi, dan kejadian yang akan lebih dahsyat
terjadi! Sungguh, perkaranya sudah jelas, sungguh seluruh rakyat Mesir telah
menyatakan pandangan dan keinginannya. Al-Azhar telah menyatakan pendapatnya
yang benar dalam masalah bersikap dan menolong musuh:
Sesungguhnya
yang wajib adalah, hendaknya kaum muslimin mengetahui kaidah-kaidah yang benar
dalam syari‘at Alloh dalam hukum-hukum perang dan yang berkaitan dengannya,
dengan pengetahuan yang jelas, sehingga masing-masing bisa memperkirakan mana
yang musuh dan mana yang bukan musuh. Hendaknya ia tahu apa yang diperbolehkan
dalam perang dan apa yang tidak boleh, apa yang wajib dan apa yang haram;
sehingga amalan seorang muslim dalam jihad menjadi amalan yang benar dan bersih,
ikhlas karena wajah Alloh semata. Jika menang, ia menang dalam keadaan muslim,
ia memperoleh pahala mujahid di dunia dan akhirat. Dan jika terbunuh, ia terbunuh
sebagai syahid.
Sesungguhnya
Inggris telah menyatakan perang terbuka dan perang pengkhianatan kepada kaum
muslimin Mesir, perang kezaliman dan keangkuhan.
Di Sudan,
mereka mengumumkannya terhadap kaum muslimin sebagai sebuah peperangan yang
disamarkan dan terbungkus dengan kedok ingin meraih kemaslahatan Sudan dan
rakyatnya, dipermak dengan hukum “hak asasi” yang mereka gunakan untuk menipu
bangsa Mesir sebelumnya.
Kami telah
melihat kelakuan Inggris di terusan Suez dan daerah-daerah sekitarnya,
pembunuhan warga sipil yang hidup dalam rasa aman, pengkhianatan terhadap
wanita dan anak-anak, permusuhan terhadap pasukan keamanan dan pegawai
kehakiman, sampai-sampai tidak ada seorang pun yang selamat dari serangan
mereka, sejak anak kecil hingga orang tua.
Dengan
perbuatan-perbuatan mereka itu, mereka telah mengumumkan permusuhan secara
jelas dan terang-terangan; tidak ada kesamaran, kepura-puraan serta pengelakan.
Kelakuan mereka telah menjadikan darah dan harta mereka halal bagi kaum
muslimin. Wajib bagi kaum muslimin di belahan bumi manapun untuk memerangi mereka,
mereka harus diperangi di manapun dijumpai –baik itu sipil maupun militer—;
semuanya adalah musuh, semuanya adalah pasukan perang, mereka telah menikmati sebuah
pengkhianatan dan permusuhan, sampai-sampai kaum wanita dan pemuda mereka ikut
melepaskan tembakan dari atas loteng dan jendela-jendela tanpa rasa sungkan dan
malu ke arah orang-orang yang berlalu lalang yang hidup sejahtera di
Isma‘iliyah, Suez dan Bur Sa‘id,.
Mereka adalah
bangsa pengecut. Mereka lari ketika menjumpai orang yang kuat dan pejuang, dan
berubah bak singa ketika bertemu orang lembut dan lemah.
Maka seorang
muslim tidak boleh bersikap lemah di hadapan mereka, atau menampakkan sikap
lunak dan pemberian maaf kepada mereka. “Bunuhlah mereka di mana saja kalian jumpai
mereka dan usirlah mereka sebagaimana mereka telah mengusir kalian.” [Al-Baqoroh:191]
Rosululloh
Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam memang melarang kita membunuh wanita dalam
peperangan, namun larangan karena adanya sebuah ‘illah (alasan) yang jelas: ketika
kaum wanita itu tidak ikut perang.
Dahulu
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam pernah melewati wanita yang terbunuh
pada salah satu ghozwahnya, maka beliau bersabda, “Tidak seharusnya dia ikut
berperang.” Kemudian beliau melarang membunuh wanita.
Adapun
sekarang, wanita mereka menjadi tentara. Mereka bahu membahu bersama kaum pria
dalam perang, yang bukan tentara ikut berlagak seperti kaum pria, mereka melepaskan
tembakan terhadap kaum muslimin tanpa takut dan gentar. Maka membunuh wanita-wanita
itu adalah halal, bahkan wajib demi membela agama, nyawa dan tanah air, kecuali
kalau wanita itu lemah dan tidak mampu berbuat apapun.
Demikian
halnya dengan anak kecil yang belum baligh, orang-orang tua renta yang lemah:
siapa saja yang ikut berperang atau melakukan kezaliman, ia harus dibunuh. Sedangkan
yang tidak melakukannya, maka tidak boleh ada yang menimpakan marabahaya
kepadanya kecuali sebatas menjadikan mereka dan kaum wanita tadi sebagai
tawanan.
Akan kami
sebutkan hukum tentang tawanan, Insya Alloh. Kami katakan: Wajib bagi setiap
muslim di belahan bumi manapun membunuh mereka di manapun dijumpai, baik sipil
atau militer. Kami mempunyai makna pada setiap kata dari kalimat ini. Artinya,
di mana saja seorang muslim berada, dari jenis dan bangsa manapun, ia wajib
melakukan apa yang kami lakukan di Mesir dan Sudan. Sampai seorang muslim yang
berada di Inggris sendiri –jika mereka benar-benar beriman—wajib baginya
melakukan apa yang dilakukan muslim lainnya semampu mereka. Jika tidak mampu,
mereka harus berhijrah dari negeri musuh atau dari negeri yang dia tidak bisa
memerangi musuh di sana, sesuai yang diperintahkan Alloh.
Karena
sesungguhnya Islam adalah satu ‘etnis’ –meminjam istilah hari ini—. Islam
membuang semua perbedaan etnis dan suku para pemeluknya. Sebagaimana firman
Alloh ta‘ala:
إِنَّ هَذِهِ
أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً
“Sesungguhnya inilah
umat kalian yang satu.”
[Al-Anbiya’:
92]
Dalil-dalil
tentang masalah ini sudah pada tingkat mutawatir dan menguatkan satu sama lain,
ini merupakan perkara yang maklum dalam din secara dhoruroh (tidak bisa disangkal),
tidak ada seorang muslim pun yang ragu, bahkan bangsa Eropa pun mengerti hal
itu dengan yakin.
Tidak ada yang
meragukannya dari kita selain mereka yang dididik oleh bangsa Eropa serta
orang-orang yang dalam dirinya merencanakan peperangan terhadap agama mereka dan
umatnya tanpa mereka sadari, sekali lagi tanpa mereka sadari.
إِنَّ
الَّذِيْنَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيْمَ
كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِيْنَ فِيْ الْأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ
أَرْضُ اللهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيْهَا فَأُوْلَائِكَ مَأْوَاهُمْ
جَهَنَّمُ وَسَآءَتْ مَصِيْرًا (97) إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ
وَ النِّسَآءِ وَ الْوِلْدَانِ لَا يَسْتَطِيْعُونَ حِيْلَةً وَ لَا يَهْتَدُونَ
سَبِيْلًا
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam
keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam
keadaan bagaimana kalian ini?” mereka menjawab: “Kami adalah orang-orang
tertindas di negeri (Mekkah).” Para malaikat berkata, “Bukankah bumi Alloh itu
luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?” orang-orang itu tempat
kembalinya adalah Jahannam dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.
Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang
tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah).”
[An-Nisa’:
97-98]
Alloh tidak
mengecualikan wajibnya hijrah atas setiap muslim yang berada di negeri
musuh-musuh Alloh kecuali orang-orang lemah yang memang benar-benar lemah,
tidak tahu harus berbuat apa, tidak tahu tentang kondisi dirinya sama sekali.”
Demikian perkataan Syaikh Ahmad Syakir.
Oleh karena
itu, kami mengajak seluruh elemen umat Islam, baik pemuda, orang tua, kecil
maupun besar, baik kelompok kecil atau besar agar memperkuat kecintaan mereka
terhadap din ini dan berdiri satu barisan menghadapi Perang Salib. Jika tentara
salib kali ini kalah, akan takluklah semua belahan bumi kaum muslimin yang
mereka kuasai.
Sesungguhnya
kita sangat berharap kepada Alloh SWT agar Dia memenangkan kita atas mereka dan
berharap terwujud sabda Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam setelah perang
Ahzab, ketika beliau bersabda,
اَلْيَوْمَ
نَغْزُوهُمْ وَلَا يَغْزُوْنَنَا
“Hari ini kita perangi mereka
dan mereka tidak bisa memerangi kita.”
Maka tatkala
Alloh kalahkan pasukan Ahzab, persenjataan mereka berantakan, dan inilah salah
satu harapan kita kepada Alloh, yaitu semoga Dia meluluh lantakkan persenjataan
mereka dalam perseteruan kali ini, semoga mereka tidak akan berkumpul lebih
banyak lagi melebihi perkumpulan mereka hari ini, sehingga mereka tidak lagi
bersekongkol menghadapi kaum muslimin dengan izin Alloh ta‘ala.
Akan tetapi
ini semua kembali kepada kejujuran umat Islam sendiri kepada Alloh dan tawakkal
mereka kepada-Nya.
Maka, marilah kita berjihad
dan
jangan menjadi orang-orang yang
tertinggal.
Dan saya
mengajak Anda, sekali lagi saya ajak Anda, suadaraku yang mulia, untuk melihat
peristiwa-peristiwa hari ini menggunakan kacamata Al-Qur’an. Hendaknya Anda memikirkan
dan merenungkannya. Sebab masing-masing kita dituntut dan diseru untuk
merenungi dan meninjau kembali, hendaknya meninjau kembali kehidupan yang kita
alami dengan bertitik tolak dari ayat-ayat seperti ini.
Oleh karena
itu, lihatlah kembali manhaj yang Anda pakai. Jika ayat-ayat seperti ini
terjadi pada diri Anda, bertaubatlah kepada Alloh, pintu taubat selalu terbuka
sampai nyawa berada di tenggorokan.
Namun jika
Anda selamat dan tidak termasuk orang-orang yang disebut ayat ini, pujilah
Alloh atas keselamatan tersebut, selalu mintalah keteguhan dan teruskan jalan
ini demi membela agama Alloh ta‘ala.
Alloh ta‘ala berfirman dalam
surat Ali Imron (ayat: 167),
وَلِيَعۡلَمَ ٱلَّذِينَ
نَافَقُواْۚ وَقِيلَ لَهُمۡ تَعَالَوۡاْ قَٰتِلُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ أَوِ ٱدۡفَعُواْۖ
قَالُواْ لَوۡ نَعۡلَمُ قِتَالٗا لَّٱتَّبَعۡنَٰكُمۡۗ هُمۡ لِلۡكُفۡرِ يَوۡمَئِذٍ
أَقۡرَبُ مِنۡهُمۡ لِلۡإِيمَٰنِۚ يَقُولُونَ بِأَفۡوَٰهِهِم مَّا لَيۡسَ فِي
قُلُوبِهِمۡۚ وَٱللَّهُ أَعۡلَمُ بِمَا يَكۡتُمُونَ
“Dan supaya Alloh mengetahui
siapa orang-orang munafik. Kepada mereka dikatakan: “Marilah berperang di jalan
Alloh atau pertahankanlah (dirimu).” Mereka berkata, “Seandainya kami tahu akan
terjadi peperangan tentu kami akan mengikuti kalian.” Mereka pada hari itu
lebih dekat kepada kekafiran daripada keimanan. Mereka mengatakan dengan
mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Alloh lebih mengetahui
apa yang mereka sembunyikan.”
Alloh ta‘ala juga berfirman
dalam surat An-Nisa’ (72-73):
وَإِنَّ مِنكُمۡ لَمَن
لَّيُبَطِّئَنَّ فَإِنۡ أَصَٰبَتۡكُم مُّصِيبَةٞ قَالَ قَدۡ أَنۡعَمَ ٱللَّهُ
عَلَيَّ إِذۡ لَمۡ أَكُن مَّعَهُمۡ شَهِيدٗا ٧٢ وَلَئِنۡ أَصَٰبَكُمۡ فَضۡلٞ مِّنَ
ٱللَّهِ لَيَقُولَنَّ كَأَن لَّمۡ تَكُنۢ بَيۡنَكُمۡ وَبَيۡنَهُۥ مَوَدَّةٞ يَٰلَيۡتَنِي
كُنتُ مَعَهُمۡ فَأَفُوزَ فَوۡزًا عَظِيمٗا ٧٣
“Dan sesungguhnya di antara
kalian ada orang yang berlambat-lambat (ke medan pertempuran). Maka jika kalian
ditimpa musibah ia mengatakan: ‘Sesungguhnya Alloh telah memberikan nikmat
kepada saya karena saya tidak ikut berperang bersama kalian.’ Dan sungguh jika kalian
memperoleh karunia (kemenangan) dari Alloh, tentulah dia mengatakan seolah-olah
belum pernah ada hubungan kasih sayang antara kalian dan dia: ‘Wahai, sekiranya
aku ada bersama-sama mereka, tentu aku mendapat kemenangan yang besar (pula).’”
Masih dalam surat An-Nisa’
(141-143), Alloh ta‘ala berfirman:
ٱلَّذِينَ يَتَرَبَّصُونَ
بِكُمۡ فَإِن كَانَ لَكُمۡ فَتۡحٞ مِّنَ ٱللَّهِ قَالُوٓاْ أَلَمۡ نَكُن مَّعَكُمۡ
وَإِن كَانَ لِلۡكَٰفِرِينَ نَصِيبٞ قَالُوٓاْ أَلَمۡ نَسۡتَحۡوِذۡ عَلَيۡكُمۡ
وَنَمۡنَعۡكُم مِّنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَۚ فَٱللَّهُ يَحۡكُمُ بَيۡنَكُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۗ
وَلَن يَجۡعَلَ ٱللَّهُ لِلۡكَٰفِرِينَ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ سَبِيلًا ١٤١ إِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ
يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَهُوَ خَٰدِعُهُمۡ وَإِذَا قَامُوٓاْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ
قَامُواْ كُسَالَىٰ يُرَآءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِيلٗا
١٤٢ مُّذَبۡذَبِينَ بَيۡنَ ذَٰلِكَ لَآ إِلَىٰ هَٰٓؤُلَآءِ وَلَآ إِلَىٰ
هَٰٓؤُلَآءِۚ وَمَن يُضۡلِلِ ٱللَّهُ فَلَن تَجِدَ لَهُۥ سَبِيلٗا ١٤٣
“(Yaitu) orang yang
menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada diri kalian (wahai
orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Alloh mereka berkata:
“Bukankah kami (turut berperang) beserta kalian?” dan jika orang-orang kafir
mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: “Bukankah kami turut memenangkanmu
dan membela kamu dari orang-orang mukmin?” Maka Alloh akan memberi keputusan di
antara kalian di hari kiamat, dan Alloh sekali-kali tidak akan memberi jalan
kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang beriman. Sesungguhnya
orang-orang munafik itu menipu Alloh dan Alloh membalas tipuan mereka. Dan
apabila mereka berdiri untuk sholat, mereka berdiri dengan malas; mereka
bermaksud riya kepada manusia dan tidak mengingat Alloh kecuali sedikit. Mereka
ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak termasuk golongan ini
(beriman) tidak pula termasuk golongan itu (kafir). Barangsiapa Alloh sesatkan
maka kamu tidak akan mendapatkan jalan (untuk memberinya petunjuk).”
Alloh ta‘ala juga berfirman dalam
surat Al-Ma’idah (51-52):
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ لَا تَتَّخِذُواْ ٱلۡيَهُودَ وَٱلنَّصَٰرَىٰٓ أَوۡلِيَآءَۘ بَعۡضُهُمۡ
أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٖۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمۡ فَإِنَّهُۥ مِنۡهُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ
لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّٰلِمِينَ ٥١ فَتَرَى ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ
يُسَٰرِعُونَ فِيهِمۡ يَقُولُونَ نَخۡشَىٰٓ أَن تُصِيبَنَا دَآئِرَةٞۚ فَعَسَى ٱللَّهُ
أَن يَأۡتِيَ بِٱلۡفَتۡحِ أَوۡ أَمۡرٖ مِّنۡ عِندِهِۦ فَيُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَآ
أَسَرُّواْ فِيٓ أَنفُسِهِمۡ نَٰدِمِينَ ٥٢
“Hai orang-orang beriman,
janganlah kalian angkat orang yahudi dan nashrani sebagai wali. Maka siapa di
antara kalian yang berwali kepada mereka, ia termasuk golongan mereka,
sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk orang-orang yang dzalim. Maka engkau
melihat orang yang dalam hatinya ada penyakit bersegera kepada mereka, mereka mengatakan
kami takut akan tertimpa musibah. Maka bisa jadi Alloh mendatangkan kemenangan
atau urusan dari sisi-Nya sehingga mereka menyesali apa yang mereka sembunyikan
dalam diri mereka.”
Alloh ta‘ala berfirman dalam
surat At-Taubah (42-49):
لَوۡ كَانَ عَرَضٗا
قَرِيبٗا وَسَفَرٗا قَاصِدٗا لَّٱتَّبَعُوكَ وَلَٰكِنۢ بَعُدَتۡ عَلَيۡهِمُ ٱلشُّقَّةُۚ
وَسَيَحۡلِفُونَ بِٱللَّهِ لَوِ ٱسۡتَطَعۡنَا لَخَرَجۡنَا مَعَكُمۡ يُهۡلِكُونَ
أَنفُسَهُمۡ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ إِنَّهُمۡ لَكَٰذِبُونَ ٤٢ عَفَا ٱللَّهُ عَنكَ
لِمَ أَذِنتَ لَهُمۡ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْ وَتَعۡلَمَ ٱلۡكَٰذِبِينَ
٤٣ لَا يَسۡتَٔۡذِنُكَ ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ
أَن يُجَٰهِدُواْ بِأَمۡوَٰلِهِمۡ وَأَنفُسِهِمۡۗ وَٱللَّهُ عَلِيمُۢ بِٱلۡمُتَّقِينَ
٤٤ إِنَّمَا يَسۡتَٔۡذِنُكَ ٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ
وَٱرۡتَابَتۡ قُلُوبُهُمۡ فَهُمۡ فِي رَيۡبِهِمۡ يَتَرَدَّدُونَ ٤٥ وَلَوۡ
أَرَادُواْ ٱلۡخُرُوجَ لَأَعَدُّواْ لَهُۥ عُدَّةٗ وَلَٰكِن كَرِهَ ٱللَّهُ ٱنۢبِعَاثَهُمۡ
فَثَبَّطَهُمۡ وَقِيلَ ٱقۡعُدُواْ مَعَ ٱلۡقَٰعِدِينَ ٤٦ لَوۡ خَرَجُواْ فِيكُم
مَّا زَادُوكُمۡ إِلَّا خَبَالٗا وَلَأَوۡضَعُواْ خِلَٰلَكُمۡ يَبۡغُونَكُمُ ٱلۡفِتۡنَةَ
وَفِيكُمۡ سَمَّٰعُونَ لَهُمۡۗ وَٱللَّهُ عَلِيمُۢ بِٱلظَّٰلِمِينَ ٤٧ لَقَدِ ٱبۡتَغَوُاْ
ٱلۡفِتۡنَةَ مِن قَبۡلُ وَقَلَّبُواْ لَكَ ٱلۡأُمُورَ حَتَّىٰ جَآءَ ٱلۡحَقُّ
وَظَهَرَ أَمۡرُ ٱللَّهِ وَهُمۡ كَٰرِهُونَ ٤٨ وَمِنۡهُم مَّن يَقُولُ ٱئۡذَن لِّي
وَلَا تَفۡتِنِّيٓۚ أَلَا فِي ٱلۡفِتۡنَةِ سَقَطُواْۗ وَإِنَّ جَهَنَّمَ
لَمُحِيطَةُۢ بِٱلۡكَٰفِرِينَ ٤٩
“Kalau yang kamu serukan itu
adalah keuntungan yang bisa ditempuh dengan jarak dekat, pastilah mereka mengikutimu,
akan tetapi yang dituju itu amat terasa jauh oleh mereka. Mereka akan bersumpah
dengan (nama) Alloh: “Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama kalian.”
Dan Alloh mengetahui sesungguhnya mereka benar-benar dusta. Semoga Alloh
memaafkanmu, mengapa engkau memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang)
sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam uzurnya) dan sebelum kamu
ketahui orang-orang yang berdusta. Orang-orang yang beriman kepada Alloh dan
hari akhir tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan
harta dan jiwa mereka, dan Alloh mengetahui orang-orang yang bertakwa.
Sesungguhya yang akan meminta izin kepadamu hanyalah orang-orang yang tidak
beriman kepada Alloh dan hari akhir dan hatinya ragu, maka mereka
terombang-ambing dalam keraguannya. Seandainya mereka ingin keluar (berperang) pasti
mereka akan mengadakan persiapan untuk itu, akan tetapi Alloh tidak suka
keberangkatan mereka dan dikatakan: Duduklah kalian bersama orang-orang yang duduk.
Kalaulah mereka keluar beserta kalian, tidaklah mereka menambah selain
kekacauan dan mereka akan bergegas-gegas maju ke muka di celah-celah barisan
kalian untuk menimbulkan fitnah di antara kalian, sedang di antara kalian ada
orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka dan Alloh Mahatahu tentang
orang-orang yang dzalim. Sesungguhnya dari dulu pun mereka telah mencari-cari
kekacauan dan mereka mengatur berbagai tipudaya untuk mencelakakanmu hingga datanglah
kebenaran (pertolongan Alloh) dan agama Alloh menang padahal mereka tidak
menyukai. Di antara mereka ada yang mengatakan, “Berilah saya izin (tidak
berperang) dan jangan jerumuskan saya dalam fitnah.” Ketahuilah, mereka itu
sebenarnya telah terjerumus ke dalam fitnah dan sesungguhnya Jahannam itu
benar-benar meliputi orang-orang kafir.”
Alloh ta‘ala berfirman dalam
surat Al-Ahzab (10-13):
إِذۡ جَآءُوكُم مِّن
فَوۡقِكُمۡ وَمِنۡ أَسۡفَلَ مِنكُمۡ وَإِذۡ زَاغَتِ ٱلۡأَبۡصَٰرُ وَبَلَغَتِ ٱلۡقُلُوبُ
ٱلۡحَنَاجِرَ وَتَظُنُّونَ بِٱللَّهِ ٱلظُّنُونَا۠ ١٠ هُنَالِكَ ٱبۡتُلِيَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ
وَزُلۡزِلُواْ زِلۡزَالٗا شَدِيدٗا ١١ وَإِذۡ يَقُولُ ٱلۡمُنَٰفِقُونَ وَٱلَّذِينَ
فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ مَّا وَعَدَنَا ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ إِلَّا غُرُورٗا ١٢ وَإِذۡ
قَالَت طَّآئِفَةٞ مِّنۡهُمۡ يَٰٓأَهۡلَ يَثۡرِبَ لَا مُقَامَ لَكُمۡ فَٱرۡجِعُواْۚ
وَيَسۡتَٔۡذِنُ فَرِيقٞ مِّنۡهُمُ ٱلنَّبِيَّ يَقُولُونَ إِنَّ بُيُوتَنَا
عَوۡرَةٞ وَمَا هِيَ بِعَوۡرَةٍۖ إِن يُرِيدُونَ إِلَّا فِرَارٗا ١٣
“(Yaitu) ketika mereka datang
kepadamu dari atas dan dari bawahmu dan ketika tidak tetap lagi penglihatanmu
dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap
Alloh dengan bermacam-macam purbasangka; di situlah orang-orang beriman diuji
dan digoncangkan dengan goncangan yang hebat. Dan ingatlah ketika orang-orang
munafik dan orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit mengatakan: Alloh dan
rosul-Nya tidak menjanjikan kepada kita selain tipuan. Dan ingatlah ketika
segolongan dari mereka berkata, “Hai penduduk Yatsrib (Madinah), tidak ada
tempat bagi kalian, maka pulang saja kalian.” Dan sebagian mereka minta izin kepada
Nabi (untuk kembali pulang) dengan mengatakan: “Rumah kami adalah terbuka
(tidak terjaga).” Padahal rumah-rumah itu tidaklah terbuka, mereka tak lain
hanya ingin lari.”
Alloh ta‘ala juga berfirman
dalam surat Al-‘Ankabut (10):
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن
يَقُولُ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ فَإِذَآ أُوذِيَ فِي ٱللَّهِ جَعَلَ فِتۡنَةَ ٱلنَّاسِ
كَعَذَابِ ٱللَّهِۖ وَلَئِن جَآءَ نَصۡرٞ مِّن رَّبِّكَ لَيَقُولُنَّ إِنَّا
كُنَّا مَعَكُمۡۚ أَوَ لَيۡسَ ٱللَّهُ بِأَعۡلَمَ بِمَا فِي صُدُورِ ٱلۡعَٰلَمِينَ
١٠
“Dan di antara manusia ada
yang berkata, “Kami beriman kepada Alloh” maka jika ia disakiti karena Alloh ia
menganggap siksaan manusia itu seperti adzab Alloh. Dan sungguh jika datang
pertolongan dari robbmu ia akan mengatakan, “Kami benar-benar bersama kalian.” Bukankah
Alloh paling tahu tentang isi hati semua manusia?”
Ayat-ayat yang
membuka kedok berkilah dan teknik orang-orang munafik sangatlah banyak. Akan
tetapi, ketahuilah selalunya seluruh ayat di atas terjadi pada diri Anda, bisa hanya
sebagian ayat saja, kami memohon keselamatan kepada Alloh untuk diri kami dan
Anda. Maka, janganlah kita bermain-main; jangan sampai sifat-sifat tersebut ada
dalam diri Anda, sedikit maupun banyak.
Sekarang
inilah peperangan yang memilahkan barisan dan menampakkan ciri-cirinya dengan
jelas.
Saya tidak
menemukan ungkapan yang lebih tepat untuk menilai manusia hari ini dari ungkapan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah di dalam Al-Fatawa (28/ 416) ketika beliau
mengomentari fitnah serangan tentara Tartar, beliau mengatakan:
“Fitnah ini
telah memecah manusia kepada tiga kelompok: Tho’ifah Manshuroh (kelompok yang ditolong),
mereka adalah para mujahidin yang melawan bangsa pembuat kerusakan tersebut.
Kemudian Tho’ifah Mukholifah (kelompok yang menentang),
mereka adalah kaum yang bergabung dengan pasukan Tartar dari kalangan
orang-orang yang berpikiran kacau yang masih menisbatkan dirinya kepada Islam.
Dan terakhir
adalah Tho’ifah
Mukhodzilah (kelompok pelemah semangat),
yaitu orang-orang yang tidak ikut dalam kancah jihad melawan mereka, meskipun
keislaman mereka benar.
Maka hendaklah
seseorang melihat apakah dirinya termasuk kelompok yang ditolong, ataukah
kelompok yang melemahkan semangat ataukan kelompok yang menentang? Tidak ada
tempat untuk kelompok yang keempat.”
Semoga Alloh
merahmati Syaikhul Islam, seolah beliau berbicara tentang zaman di mana kita
hidup.
Dan Mahabenar
Alloh Yang Mahaagung, seolah ayat-ayat tadi turun mensifati keadaan kita hari
ini serta keadaan sebagian orang di antara kita. Kita mohon kepada Alloh hidayah
dan kelurusan.
Source:
Judul Asli
Kasyful Litsam ‘An Dzirwati Sanamil
Islam
Penulis
Asy-Syaikh Ibnu Qudamah An-Najdi
Judul Terjemahan
Jawaban seputar Masalah-Masalah Fikih Jihad
Alih Bahasa
Abu Jandl Al-Muhajir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar