8/08/2019

JENIS DOSA YANG HARUS DIMINTAKAN AMPUNAN - Ibnu Qayyim


Jenis-jenis Dosa
Yang Harus Dimintakan Ampunan (Taubat)
Oleh : Ibnu Qayyim AI-Jauziyah

Seorang hamba tidak berhak mendapat sebutan “Orang yang bertaubat” kecuali setelah dia membebaskan diri dari perkara-perkara yang harus dimintakan ampunan, yang jenisnya ada dua belas, seperti yang disebutkan di dalam Kitab Allah, yang semuanya merupakan jenis-jenis perkara yang diharamkan, yaitu: Kufur, syirik, nifaq, fusuk, kedúrhakaan, dosa, pelanggaran, kekejian, kemungkaran, aniaya, mengeluarkan perkataan terhadap Allah tanpa dilandasi ilmu dan mengikuti selain jalan orang-orang Mukmin.

Dua belas jenis ini merupakan poros dari berbagai macam perkara yang diharamkan Allah. Pada diri seseorang ada beberapa perkara dan jenis-jenis ini, dalam jumlah yang lebih banyak atau lebih sedikit, atau hanya ada satu saja, dan bisa jadi dia mengetahuinya atau bisa jadi dia tidak mengetahuinya. Sementara at-taubatun-nashuh ialah membebaskan diri dari perkara-perkara ini, melindungi diri dari was-was diri agar tidak terseret kepadanya. Tapi yang bisa membebaskan diri darinya ialah orang yang mengetahuinya. Saya perlu menguraikan masing-masing jenis dan cabang-cabangnya, agar ada kejelasan batasan dan hakikatnya.

Uraian ini termasuk uraian yang paling banyak manfaatnya dan keseluruhan kandungan buku ini, dan setiap hamba sangat membutuhkannya.

1. K u f u r

Kufur ada dua macam: Kufur Besar dan Kufur Kecil.
Kufur besar mengakibatkan kekekalan di dalam neraka, sedangkan kufur kecil layak mendapatkan ancaman siksa dan tidak mengakibatkan kekekalan di dalam neraka, seperti yang disebutkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, yaitu mencela nasab, meratapi orang yang meninggal dunia, menyetubuhi istri pada duburnya, mendatangi dukun dan peramal, yang semuanya disebut dengan istilah kufur, atau seperti firman Allah, “Dan barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka merekalah orang-orang yang kufur” (Al-Maidah: 44)

Menurut Ibnu Abbas dan Thawus, ini merupakan kufur yang tidak mengeluarkan pelakunya dari agama. Tapi siapa yang melakukannya layak mendapat sebutan kufur, tidak seperti kufur kepada Allah dan hari akhirat.” Atha’ menyebutnya kufur tidak seperti kufur yang semestinya, zhalim tidak seperti zhalim yang semestinya, fusuk tidak seperti fusuk yang semestinya.

Ada yang mena’wili ayat ini sebagai berikut: Tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, karena mengingkarinya. Ada pula yang mena’wilinya sebagai berikut: Tidak memutuskan perkara menurut semua ketetapan yang diturunkan Allah. Ada pula yang mena’wilnya sebagai berikut: Memutuskan perkara secara sengaja dan bukan karena tidak tahu dan bukan kesalahan ta’wil, menurut ketetapan yang bertentangan dengan nash. Ada pula yang menganggapnya sebagai kufur yang mengeluarkan pelakunya dari agama.

Pendapat yang benar, memutuskan perkara tidak menurut apa yang diturunkan Allah bisa berarti Dua Jenis Kufur, kecil dan besar, tergantung dari keadaan pelakunya. Siapa yang meyakini keharusan memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, namun dia menyimpang darinya karena durhaka, sementara dia juga mengakui bahwa dia layak mendapat hukuman, maka ini disebut kufur kecil. Jika dia yakin bahwa itu merupakan hukum Allah, namun dia yakin bahwa penerapannya tidak wajib dan boleh memilih yang lain, maka ini disebut kufur besar.


Kufur Besar ada Lima Macam:
Takdzib, Istikbar, I’radh, Syakk, Nifaq.

Kufur Takdzib ialah keyakinan terhadap kedustaan para rasul. Tapi yang termasuk jenis ini jarang terjadi di kalangan orang-orang kafir.

Kufur Istikbar atau iba’ ialah seperti kufurnya iblis. Dia tidak mengingkari adanya perintah Allah, namun dia tidak patuh karena rasa takabur di dalam dirinya. Yang termasuk jenis ini adalah kufurnya orang yang mengakui kebenaran para rasul, namun dia tidak mau mengikutinya karena rasa takabur, ini adalah kufurnya musuh-musuh para rasul, seperti kufurnya Fir’aun dan para pengikutnya dan kufurnya Abu Thalib.

Kufur i’radh artinya berpaling dari Rasul dengan pendengaran atau hatinya, tidak membenarkan dan tidak pula mendustakan, tidak menolong dan tidak pula memusuhinya serta tidak peduli terhadap apa yang dibawanya, seperti kata seseorang dan Bani Abdi Yalail kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Demi Allah, aku akan mengatakan satu kalimat kepadamu, jika engkau benar, maka engkau Iebih mulia untuk kutolak, dan jika engkau dusta, maka engkau lebih hina daripada aku harus berbicara denganmu.”

Kufur Syakk artinya tidak pernah memiliki kemantapan hati untuk membenarkan atau mendustakan rasul, tapi selalu ada keragu-raguan dalam dirinya. Keragu-raguan ini akan terus membayang jika dia tidak mau melihat bukti-bukti kebenaran Rasululullah, tidak mau mendengar dan tidak mau memperhatikannya. Padahal kejelasan bukti ini seperti kejelasan matahari pada siang hari.

Kufur Nifaq artinya memperlihatkan iman dengan Iisannya, namun memendam pendustaan di dalam hatinya. Ini merupakan nifaq yang paling besar, dan di bagian mendatang akan diuraikan macam-macamnya.


2.  S y i r i k

Syirik ada Dua macam: Besar dan Kecil. Syirik besar tidak akan diampuni Allah kecuali dengan taubat, yaitu membuat tandingan bagi Allah, pelakunya mencintai tandingan ini seperti cintanya kepada Allah. Ini merupakan syirik seperti syiriknya orang-orang musyrik yang menyamakan sesembahannya dengan Allah Rabbul ‘alamin. Sementara mereka tetap mengakui bahwa hanya Allah semata yang menciptakan segala sesuatu, penguasa dan rajanya, sementara sesembahan mereka tidak mampu mencipta, memberi rezki, menghidupkan dan mematikan. Penyamaan ini hanya dalam kecintaan, pengagungan dan penyembahañ, seperti keadaan mayoritas orang-orang musyrik di mana pun jua, atau bahkan setiap orang musyrik. Mereka mencintai, mengagungkan, memuja dan membela sesembahannya selain Allah itu, dan bahkan mereka lebih mencintainya daripada cinta mereka kepada Allah. Mereka lebih marah jika sesembahannya dicaci daripada kemarahan mereka jika Allah dicaci. Begitulah keadaan para penyembah berhala, yang menjadikan bebatuan, pepohonan atau benda mati apa pun sebagai sesuatu yang dipuja-puja. Allah berfirman tentang para pendahulu orang-orang musyrik,

Dan, orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata), ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.”
(Az-Zumar: 3.)

Mereka merasa yakin di dalam hati bahwa sesembahan-sesembahaan itu akan memberi syafaat (pertolongan) kepada mereka di sisi Allah. Maka Allah menyanggah anggapan mereka ini, bahwa semua syafaat ada di Tangan Allah. Tak seorang pun bisa memberi syafaat di sisi-Nya kecuali setelah mendapat izin Allah untuk memberikan syafaat, yang perkataan dan perbuatannya diridhai, dan mereka ini adalah ahli tauhid. Syafaat yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya adalah syafaat yang keluar dari izin-Nya. Di antara kebodohan orang musyrik ialah keyakinannya bahwa siapa yang dijadikannya sebagai penolong atau pemberi syafaat, bisa memberi syafaat dan manfaat kepadanya di sisi Allah, seperti Iazimnya pertolongan yang diberikan para pemimpin dan penguasa terhadap rakyatnya. Mereka tidak sadar bahwa siapa pun tidak akan bisa memberi syafaat di sisi Allah kecuali yang mendapat izin-Nya. Sementara tak seorangpun yang diberi izin oleh Allah kecuali yang perbuatan dan perkataannya diridhai Allah.

Sedangkan syirik kecil seperti sedikit riya’, mencari muka di hadapan manusia, bersumpah dengan selain Allah, perkataan seseorang kepada orang lain, “Menurut kehendak Allah dan kehendakmu”, atau perkataannya, “Ini berasal dari Allah dari darimu”, atau perkataannya, “Aku bergantung kepada Allah dan juga kepadamu”, atau perkataannya, “Kalau bukan dirimu, tentu hal ini tidak akan terjadi”. Tapi perkataan seperti ini bisa berubah menjadi syirik besar, tergantung kepada siapa yang mengatakannya dan apa tujuannya.

Macam-macam syirik ini banyak sekali dan hampir tak terhitung banyaknya, yang tidak cukup bila disebutkan satu-persatu di sini.

3. N i f a q

Nifaq merupakan penyakit yang tersembunyi di dalam batin, yang bisa memenuhi seluruh batin dan hatinya, sementara dia tidak menyadarinya, sebab hal ini tidak bisa diketahui orang lain. Nifaq ini tersembunyi karena keadaannya yang samar-samar. Dia mengira nifaq itu bagus, tapi ternyata merusak.

Nifaq ada Dua macam: Besar dan Kecil. Nifaq yang besar mengakibatkan kekekalan di dalam neraka dan berada di lapisan paling bawah.

Gambarannya, orang munafik menampakkan iman kepada Allah, para malaikat, kitab, para rasul dan hari akhirat di hadapan orang-orang Muslim, padahal di dalam batinnya dia tidak memiliki iman itu. Dia tidak beriman bahwa Allah menurunkan wahyu kepada manusia yang dijadikan-Nya sebagai rasul, yang memberi petunjuk, peringatan dan ancaman.

Allah telah menyibak tabir orang-orang munafik dan mengungkap rahasia mereka di dalam Al-Qur’an. Perkara mereka dijelaskan di hadapan orang lain, agar menjadi peringatan. Di awal surat Al-Baqarah disebutkan Tiga Macam Golongan Manusia yang ada di dunia ini, yaitu: Orang orang Mukmin, orang-orang kafir dan orang-orang munafik. 4 (Empat) ayat tentang orang-orang Mukmìn, 2 (dua) ayat tentang orang-orang Kafir dan 13 (Tiga belas) ayat tentang orang-orang Munafik. Ayat tentang mereka lebih banyak jumlahnya, karena jumlah mereka yang cukup banyak dan cobaan yang mereka akibatkan lebih menyeluruh serta Iebih membahayakan Islam dan para pemeluknya. Cukup berat cobaan yang harus ditanggung Islam, karena mereka menisbatkan diri kepada Islam, menunjukkan loyalitas kepada Islam, padahal hakikatnya mereka adalah Musuh Islam.

Demi Allah, berapa banyak orang yang seakan membela Islam, padahal sebenarnya dia menghancurkan Islam. Berapa banyak orang yang membangun fondasi benteng, padahal sebenarnya dia merusaknya. Islam dan para pemeluknya senantiasa dalam intaian bahaya karena keberadaan mereka.

Inilah gambaran keadaan mereka yang disebutkan secara berurutan dalam surat AI-Baqarah, dari ayat 8 hingga ayat 20:

Ayat 8: Mereka mengenakan pakaian iman, sedang di dalam hatinya ada perasaan sesal dan merugi, dusta dan pengingkaran. Lidah mereka Iidah orang yang pasrah, sedang batin mereka lebih dekat dengan orang-orang kafir.
Ayat 9: Modal mereka adalah tipuan dan makar. Barang dagangan mereka kedustaan dan pengkhianatán. Mereka mempunyai logika agar tetap eksis, yaitu memperlihatkan keridhaan kepada kedua belah pihak, sehingga mereka tetap merasa aman.
Ayat 10: Penyakit syubhat dan syahwat menyusup ke dalam hati mereka lalu merusaknya. Maksud yang buruk menguasai kehendak mereka dan niat mereka rusak, lalu menyeret mereka kepada kebinasaan yang tidak bisa diobati oleh dokter.
Ayat 11 & 12: Siapa yang bejana imannya disusupi keragu-raguan mereka, maka imannya akan tercabik-cabik, siapa yang pendengarannya dipengaruhi syubhat kesamar-samaran mereka, maka keyakinan di dalam hatinya akan hilañg, karena kerusakan mereka di muka bumi amat banyak, namun mereka tidak mau mengakuinya.
Ayat 13: Seseorang yang berpegang kepada Al-Kitab dan As-Sunnah dalam pandangan mereka adalah orang yang berpegang kepada benda mati, dianggap kurang beres akalnya. Orang yang melaksanakan nash menurut pandangan mereka seperti keledai yang membawa kitab suci. Dagangan pedagang wahyu menurut pandangan mereka tidak laku dan mereka tidak mau menerimanya. Orang yang mengikuti Rasul menurut pandangan mereka termasuk orang-orang bodoh, dan mereka akan mengejeknya.
Ayat 14: Masing-masing di antara mereka mempunyai dua wajah. Wajah saat berhadapan dengan orang-orang Mukmin, dan satu wajah lagi saat mereka berkumpul dengan rekan-rekan segolongannya. Mereka juga mempunyai dua lidah, satu Iidah dipergunakan jika bersama orang-orang Muslim, dan satu lidah lagi dipergunakan untuk menerjemahkan rahasia yang terpendam di dalam hati mereka.
Ayat 15 : Mereka berpaling dan Al-Kitab dan As-Sunnah, karena hendak mengolok-olok dan mengejek orang-orang yang berpegang kepada keduanya.
Ayat 16: Mereka keluar mencari perniagaan yang sia-sia di tengah lautan kegelapan, sambil naik perahu keragueraguan dan berlayat di tengah gelombang hayalan yang tidak pasti. Perahu mereka pun terombang-ambing dihembus badai hingga mereka pun terhempas dalam kebinasaan.
Ayat 17: Api iman menyala di dekat mereka sehingga dengan cahayanya mereka bisa melihat tempat-tempat yang berdasarkan petunjuk dan tempat yang menyesatkan. Tapi kemudian cahayanya padam dan tinggal setitik api yang kadang menyala dan kadang tidak, sehingga mereka tersiksa dengan keadaan. itu, kemudian mereka sama sekali tidak bisa melihat.
Ayat 18: Pendengaran, penglihatan dan Iidah mereka sudah tertutup kerak, sehingga mereka tidak bisa mendengar seruan iman, tidak bisa melihat hakikat AI-Qur’an dan tidak bisa mengatakan kebenaran.
Ayat 19: Hujan wahyu turun kepada mereka, yang di dalamnya terhadap kehidupan bagi hati dan ruh. Tapi yang mereka dengar dari hujan itu hanya suara petir peringatan, ancaman dan kewajiban yang dibebankan kepada mereka setiap pagi dan petang. Maka mereka menyumbatkan jan ke lubang telinga mereka dan mereka pun Iari.
Ayat 20: Dalam hujan lebat itu mereka tidak bisa melihat hanya dengan mengandalkan kilat yang menyambar, dan pendengaran mereka tidak mampu mendengar petir janji, perintah dan larangan. Mereka pun berdiri dalam keadaan bingung di hamparan tanah yang kering kerontang.

Masih banyak sifat orang-orang munafik lainnya dan penggambar an tentang diri mereka yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

4. Fusuk dan Kedurhakaan

Fusuk disebutkan dalam dua macam dalam Al-Qur’an: Fusuk yang disebutkan sendirian, dan fusuk yang dikaitkan dengan kedurhakaan. Yang disebutkan sendirian ada dua macam: Fusuk kufur yang mengeluarkan pelakunya dari Islam, dan fusuk yang tidak mengeluarkannya dari Islam. Fusuk Kufur seperti firman Allah,

Dan, adapun orang-orang yang fasik, maka tempat mereka adalah neraka. Setiap kali mereka hendak keluar daripadanya, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya.”
(As-Sajdah: 20).

Sedangkan fusuk yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam seperti firman Allah,
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti.”
(Al-Hujurat: 6).

Ayat ini turun berkenaan dengan Al-Walid bin Uqbah bin Abu Mu’aith yang memanipulasi berita.

Fusuk yang dikaitkan dengan kedurhakaan ialah melakukan apa yang dilarang Allah. Kedurhakaan di sini artinya mendurhakai perintah. Penggunaan lafazh fusuk lebih tertuju kepada pelaksanaan apa yang dilarang, sedangkan kedurhakaan lebih tertuju kepada menyalahi dan melanggar perintah. Namun melakukan apa yang dilarang jugá bisa berarti kedurhakaan jika kata ini disebutkan sendirian. Jika disertakan dengan kata yang lain, maka pengertiannya seperti di atas.

Fusuk keyakinan ialah seperti fusuknya ahli bid’ah. Mereka beriman kepada Allah, Rasul-Nya hari akhirat, mengharamkan apa yang diharamkan Allah, melaksanakan apa yang diwajibkan Allah, tetapi mereka meniadakan sekian banyak ketetapan Allah dan Rasul-Nya, entah karena kebodohan, ta’wil atau taqlid kepada guru, lalu mereka menetapkan sesuatu yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.

Taubat dan fusuk ialah dengan menetapkan bagi dirinya seperti yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, tanpa merubah atau pun mengganti.


5. Dosa dan Pelanggaran

Dosa dan pelanggaran merupakan pasangan, seperti firman-Nya, “Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah kalian tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Al-Maidah: 2).

Jika masing-masing dipisahkan, maka yang satu mencakup yang lainnya, sebab setiap dosa merupakan pelanggaran dan setiap pelanggaran adalah dosa, sebab keduanya berarti melaksanakan apa yang dilarang Allah dan meninggalkan apa yang diperintahkan-Nya, atau dengan kata lain merupakan pelanggaran terhadap perintah dan Iarangan-Nya, dan setiap pelanggaran adalah dosa. Tetapi jika keduanya dipasangkan, maka masing-masing bisa berdiri sendiri, tergantung kaitan dan sifatnya.

Dosa ialah sesuatu yang diharamkan dari segi jenisnya, seperti dusta, zina, minum khamr dan lain-Iainnya. Sedangkan Pelanggaran ialah sesuatu yang diharamkan dari segi porsi dan tambahannya. Pelanggaran artinya tindakan yang melampaui batas dari apa yang diperbolehkan ke porsi yang diharamkan dan ukuran yang berlebihan, seperti berlebihan dalam mengambil hak dari orang yang justru seharusnya dia memberikan hak itu kepada orang tersebut, entah berupa perampasan hartanya, badan atau kehormatannya. Jika orang yang dilanggar marah, maka orang yang melanggar justru Iebih marah kepadanya. Jika orang yang dilanggar mengeluarkan perkataan yang pedas, maka perkataan orang yang melanggar justru lebih pedas lagi, ini semua disebut pelanggaran dan perbuatan yang menyimpang dari keadilan.

Pelanggaran ada Dua Macam: Pelanggaran terhadap hak Allah, dan pelanggaran terhadap hak hamba. Pelanggaran terhadap hak Allah seperti melanggar sesuatu yang diperbolehkan untuk dilakukan, semacam bersetubuh dengan istri, lalu melakukan persetubuhan dengan selain istri. Bisa juga berupa pelanggaran apa yang diperbolehkan saat berhubungan dengan istri, lalu melakukan persetubuhan yang dilarang, seperti menyetubuhi istri saat haid, nifas, puasa, di dubur dan Iain-lainnya.

Pelanggaran juga bisa terjadi terhadap porsi yang diperbolehkan, lalu melakukannya dengan porsi yang lebih banyak, seperti memandang wanita yang hendak dilamar, kesaksian, mu’amalah, berobat dan lain-lainnya.

6. Kekejian dan Kemungkaran

Kekejian merupakan sifat dan sesuatu yang disifati, yang artinya perbuatan atau sesuatu yang keji, yang keburukannya jelas tampak di hadapan siapa pun dan tidak bisa dipungkiri siapa pun yang pikirannya masih waras. Maka terkadang kekejian ini juga ditafsiri dengan perbuatan zina dan homoseks. Allah menyebutnya fahisyah, karena keburukannya yang tidak mungkin dicegah. Namun perkataan yang buruk juga bisa disebut kekejian, yaitu perkataan yang jelas tampak keburukannya, seperti umpatan, tuduhan atau yang sejenisnya.

Sedangkan Kemungkaran juga merupakan sifat dari sesuatu yang disifati, atau perbuatan yang mungkar. Artinya perbuatan yang diingkari akal dan fitrah. Penisbatan kemungkaran ke akal seperti penisbatan bau busuk yang sampai ke indera penciuman, pemandangan buruk yang sampai ke indera penglihatan, makanan tidak enak yang sampai ke indera rasa, suara sumbang yang sampai ke indera pendengaran. Tentu saja akal dan fitrah akan menolaknya, karena itu merupakan kekejian, seperti penolakan setiap indera ini. Yang mungkar menurut akal ialah sesuatu yang tidak dikenalinya dan tidak bisa diterima. Sedangkan keburukan yang dibenci dan dihindari adalah kekejian. Karena itu Ibnu Abbas berkata, “Kekejian adalah zina dan kemungkaran adalah sesuatu yang tidak dikenal dalam syariat dan As-Sunnah.”

7. Mengada-adakan terhadap Allah Tanpa Dilandasi Ilmu

Mengatakan terhadap Allah tanpa dilandasi ilmu merupakan perbuatan haram yang paling haram dan paling besar dosanya. Maka hal ini disebutkan pada tingkatan keempat dari perkara-perkara yang diharamkan, yang pengharamannya telah disepakati berbagai syariat dan agama, dalam keadaan bagaimana pun tidak diperbolehkan dan apa pun bentuknya tetap haram, tidak seperti bangkai, darah dan daging babi, yang dalam kondisi tertentu masih diperbolehkan.

Hal-hal yang Diharamkan itu ada Dua Macam: Yang diharamkan Berdasarkan Barangnya, tidak diperbolehkan dalam keadaan bagaimana pun juga, dan yang diharamkan menurut Pertimbangan Waktunya. Allah telah menjelaskan di dalam surat Al-A’raf: 33, Empat Tingkatan hal-hal yang diharamkan dilihat dari jenis barangnya, dan yang lebih ringan ke tingkatan berikut yang lebih berat dan lebih besar. Perhatikanlah baik-baik masalah ini,
“Katakanlah, Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak atau pun yang tersembunyi.”
Kemudian menanjak ke tingkatan yang lebih besar lagi,
“Perbuatan dosa dan melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar.”
Kemudian menanjak ke tingkatan yang lebih besar lagi,
“Mempersekutukan Allah dengan sesuatu yangAllah tidak menurunkan hujjah untuk itu.”
Kemudian menanjak ke tingkatan yang paling besar,
“Mengada-adakan terhadap Allah apa-apa yang tidak kalian ketahui.”

Mengada-adakan sesuatu terhadap Allah merupakan kéharaman yang paling besar dan paling berat dosanya, karena di dalamnya terkandung kedustaan terhadap Allah, menisbatkan sesuatu yang tidak layak kepada-Nya, merubah agama-Nya, meniadakan apa yang ditetapkan-Nya dan menetapkan apa yang ditiadakan-Nya, memusuhi siapa yang ditolong-Nya dan menolong siapa yang dimusuhi-Nya, mencintai apa yang dibenci-Nya dan membenci apa yang dicintai-Nya, dan memberikan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya terhadap Dzat, sifat, perkataan dan perbuatan-Nya.

Tidak ada jenis hal-hal yang diharamkan yang lebih berat dosanya daripada mengada-adakan terhadap Allah sesuatu yang tidak diketahui, sebab ini merupakan cikal bakal syirik dan kufur, dasar bid’ah dan kesesatan. Setiap bid’ah yang dianggap sesat dalam agama karena bermula dari mengada-adakan sesuatu terhadap Allah tanpa dilandasi ilmu. Karena itu orang-onang salaf sangat gencar pengingkarannya terhadap bid’ah ini dan memperingatkan semua orang tentang bahaya-bahayanya. Pengingkaran mereka terhadap bid’ah jauh lebih keras daripada pengingkaran terhadap kemungkaran, kekejian, kezhaliman dan pelanggaran, sebab dampak negatif dari bid’ah terhadap agama juga lebih keras. Allah juga sangat mengingkari orang yang menisbatkan kepada agamaNya, dengan menghalalkan atau mengharamkan sesuatu, yang katanya itu datang dari Allah. Firman-Nya,

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidah kalian secara dusta, ‘ini halal dan ini haram’ untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yangmengada-adakan kebohongan terhadapAllah tiadalah beruntung.”
(An-Nahl: 116).

Di antara orang salaf ada yang berkata, “Hendaklah seseorang di antara kalian waspada untuk mengatakan, ‘Allah menghalalkan ini dan mengharamkan yang itu’, lalu Allah berkata kepadanya, ‘Engkau dusta, karena Aku tidak menghalalkan ini dan tidak pula mengharamkan itu.” Mengada-adakan sesuatu terhadap Allah Iebih umum daripada syirik, dan syirik merupakan bagian dari perbuatan ini. Karena itu kedustaan terhadap Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyeret pelakunya ke neraka. Semua dosa ahli bid’ah masuk dalam dosa jenis ini, dan taubat darinya hanya bisa dilakukan dengan taubat dari segala bid’ah. Tapi bagaimana mungkin pelakunya mau taubat dari bid’ah, sementara dia tidak mau mengakui bahwa perbuatannya adalah bid’ah?


Source:
Madarijus-Salikin (Pendakian Menuju Allah)
Penulis : Ibnu Qayyim AI-Jauziyah;
Penerjemah : Kathur Suhardi; -Cet. 1
Jakarta: Pustaka A1.-Kautsar, 1998.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...