5/16/2019

MEMAHAMI HIKMAH DALAM PERBUATAN ALLAH

MEMAHAMI HIKMAH DALAM PERBUATAN ALLAH

Hal yang sangat penting untuk memahami hikmah Allah dalam perbuatan‐Nya sebelum memikirkan masalah mubahalah, meski pembahasan berikut ini seputar hikmah Allah dalam lingkup yang lebih luas, namun ini akan membantu untuk memahami hakikat hikmah‐Nya dalam bentuk lainnya.

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “Aku akan menceritakan kepada kalian tentang kisa perdebatan yang terjadi antara aku dan beberapa orang Yahudi, aku berkata kepadanya setelah dia menolak kenabian Nabi, aku katakan; ‘mengingkari kenabiannya berarti juga menuduh Rabb semesta alam dengan kecacatan dan seburuk‐buruk kekurangan, jika tadi aku berbicara kepada kalian tentang Rasul, maka sekarang pembicaraan tentang penyucian Rabb Ta’ala.

Orang Yahudi berkata; ‘Bagaimana engkau bisa bicara seperti itu?’

Aku berkata; ‘Aku akan menjelaskannya, dengarkanlah; kalian sekarang menganggap bahwa dia bukan seorang rasul, hanya seorang raja diktator yang memaksa manusia dengan pedangnya hingga mereka tunduk kepadanya, dia menetap selama 23 tahun berdusta atas nama Allah, dia berkata ‘Aku telah mendapat wahyu’, padahal tidak ada wahyu kepadanya, ‘aku mendapatkan perintah’, padahal Dia tidak memerintahnya, ‘aku dilarang oleh‐Nya’, padahal Dia tidak melarangnya, ‘Allah berfirman begini’, padahal Dia tidak pernah berfirman, ‘Dia menghalalkan ini dan mengharamkan itu, mewajibkan ini dan membenci itu’ padahal Dia tidak pernah menghalalkan itu atau mengharamkannya dan juga tidak mewajibkannya, namun semua itu berasal dari dirinya sendiri berdusta dan mengada‐ada atas nama Allah, para Nabi‐Nya dan para malaikat‐Nya, kemudian dia menetap selama 13 tahun menghabisi hamba‐hamba‐Nya, mengalirkan darah mereka, menjadikan budak para wanita dan anak‐anak mereka, padahal mereka tidak memiliki kesalahan kecuali hanya karena menolak dan menyelisihinya, dan meski itu semua, dia tetap mengatakan ‘Allah memerintahkanku untuk itu’ padahal Dia tidak memerintahnya, dan dia dengan leluasa mengganti agama‐agama para rasul, menghapus syariat mereka, menghapus tempat ibadah mereka, dan beginilah keadaannya menurut kalian”.

Maka ada kemungkinan, apakah Rabb yang Maha Tinggi mengetahui ini semua, melihat keadaannya dan memperhatikannya ataukah tidak?

Jika kalian mengatakan bahwa ini semua luput dari Allah, Dia tidak mengetahuinya, maka kalian telah menuduh keburukan kepada Allah, dan menisbatkan kepada‐Nya sifat bodoh yang sangat parah, jika sampai Dia tidak mengetahui kejadian besar ini, tidak melihatnya dan tidak mengawasinya. Jika kalian mengatakan bahwa ini semua terjadi di bawah pengawasan‐Nya, pengetahuan dan persaksian‐Nya, maka aku bertanya kepada kalian, apakah Dia tidak sanggup untuk merubah hal itu, dan menghalanginya, ataukah tidak? Jika kalian menjawab bahwa Dia tidak sanggup melakukan hal itu maka kalian telah menyandarkan sifat lemah kepada‐Nya dan ini menafikan sifat rububiah‐Nya, karena manusia ini dan pengikutnya lebih sanggup untuk melakukan keinginannya”.

“Jika kalian mengatakan bahwa Dia sanggup akan hal itu
namun Dia sengaja memberikan kekuasaan kepadanya di bumi ini dan menguasakannya atas segenap makhluknya, dan justru Dia tidak menolong para wali dan pengikut rasul‐Nya, maka kalian juga telah menisbatkan kepada‐Nya kebodohan paling parah dan tidak mengetahui hikmah! Ini jika Dia sengaja membiarkannya begitu saja, dan bagaimana lagi jika Dia justru menolong dan menguatkannya, mengabulkan doanya, membinasakan orang‐orang yang menentangnya dan mendustakannya, lalu Dia memberikan bukti penguat berupa ayat‐ayat dan bukti-bukti pada tangannya yang seandainya seluruh penduduk bumi berkumpul untuk mendatangkan yang semisalnya walau hanya satu ayat mereka tidak akan sanggup mendatangkannya, dan pada setiap waktu demi waktu terjadi baginya sebab‐sebab kemenangan, kekuasaan, kejayaan, ketinggian, pengikut yang bertambah, dan ini semua adalah perkara yang luar biasa.

Maka jelaslah siapa yang mengingkari bahwa dia seorang Rasul dan Nabi maka berarti dia juga telah menuduh Allah, memfitnah dan menganggap Dia bodoh, lemah dan dungu”.

Aku lalu berkata; “Dan ini semua tidak pernah terjadi kepada para raja dzalim yang telah Allah beri kekuasaan di muka bumi dalam suatu masa, karena setelah itu Dia akan memutus eksistensinya, menghilangkan tradisinya, menghapus jejak dan kejahatannya, orang‐orang tidak mengikuti ini semua, mereka juga tidak ditolong, dikuatkan atau dikeluarkan dari tangan mereka ayat‐ayat, Rabb juga tidak membenarkan mereka dengan ketetapan‐Nya, perbuatan‐Nya atau firman‐Nya, bahkan memerintahkan mereka dengan hal yang berlawanan, dimana para rasul menjadi lawan mereka, seperti Firaun, Namrudz dan lain sebagainya.

Dan ini juga tidak berbeda dengan para pendusta yang mengaku sebagai nabi, sesungguhnya keadaan mereka berlawanan dengan keadaan para Rasul dari segala sisinya, bahkan keadaan mereka menjadi bukti paling nyata akan kebenaran Rasul, dan di antara hikmah Allah Ta’ala Dia mengeluarkan orang‐orang seperti ini ke permukaan, supaya kita tahu bagaimana perbedaan antara para pendusta dan orang‐orang yang jujur, kemunculan mereka menjadi dalil (bukti) paling jelas atas kebenaran para rasul dan perbedaan mereka dari para pendusta, karena dengan sesuatu yang berlawanan maka sesuatu itu akan menjadi jelas, sesuatu yang kontradiksi akan memperjelas kebenaran sesuatu yang menjadi lawannya, mengetahui dalil-dalil kebatilan dan syubhatnya merupakan salah satu jenis dalil‐dalil kebenaran dan petunjuknya” Ketika mendengar hal ini, dia berkata; “Aku berlindung kepada Allah, kami tidak akan mengatakan bahwa dia (Nabi Muhammad) seorang raja yang zhalim, tapi dia adalah nabi yang mulia, siapa yang mengikutinya maka mereka akan bahagia…[At‐Tibyan Fi Aqsami Al‐Quran].

MERENUNGI HASIL MUBAHALAH

Walaupun kutipan kisah di atas berhubungan dengan masalah kenabian – yaitu masalah yang tidak kita ragukan jauh lebih agung dari apa yang kita bahas sekarang – akan tetapi kisah di atas dapat membantu kita dalam memahami hakikat hikmah Allah dan kemunculannya dalam perbuatan‐Nya. Mubahalah adalah masalah yang diangkat kepada Allah hingga diputuskan antara dua pihak, dan membuktikan siapa pihak yang berdusta dan mengaku kebenaran, padahal hakikatnya dia batil dan dusta. Dan dalam bentuk mubahalah, tidak mungkin bagi Allah yang Maha Mulia dan Tinggi, terhadap dua golongan yang saling bersumpah dan mengaku keduanya sama‐sama di atas manhaj dien yang benar, lalu keduanya berselisih dan saling menuduh bahwa salah satu mereka berada dalam kesesatan yang nyata, kemudian Allah memberkahi kelompok pendusta yang berhak mendapat laknat dan justru melaknat kelompok yang jujur yang berhak mendapat berkah, bahkan menghancurkan kelompok ‘yang diberkahi’ melalu tangan kelompok ‘yang dilaknat’! Kemudian menjadikan hasil mubahalah menjadi hal yang sangat nyata yang dapat disaksikan oleh manusia, dan khususnya para ulama telah menjelaskan bahwa hasil mubahalah biasanya akan terlihat dalam tempo sekitar satu tahun setelah hari diadakannya mubahalah, dan dalam hal ini juga terdapat bantahan kelompok‐kelompok Hani As‐Siba’I dan yang semisalnya yang menganggap bahwa kemenangan (kekuasaan) sama sekali tidak menunjukkan akan lurusnya manhaj, selamanya. Karena sesungguhnya kemenangan‐kemenangan ini diraih dalam konteks setelah mubahalah dan juga hasil‐hasil lain yang mengikutinya, dan bukan hal yang berdiri sendiri.

Namun jika kita mengenal logika hizbiah mereka, engkau akan tahu bahwa mereka mungkin akan mangkir atau pura‐pura tidak tahu akan hasil ini, atau akan bersikap seperti orang‐orang musyrik Quraisy ketika mereka mengingkari bukti nyata yang mereka lihat ketika terjadi bulan terbelah, mereka justru mengatakan bahwa itu adalah pengaruh sihir.

{Saat (hari Kiamat) semakin dekat, bulan pun terbelah. Dan
jika mereka (orang‐orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata, “(Ini adalah) sihir yang terus menerus.” Dan mereka mendustakan (Muhammad) dan mengikuti keinginannya, padahal setiap urusan telah ada ketetapannya. Dan sungguh, telah datang kepada mereka beberapa kisah yang di dalamnya terdapat ancaman (terhadap kekafiran), (itulah) suatu hikmah yang sempurna, tetapi peringatan‐peringatan itu tidak berguna (bagi mereka), maka berpalinglah engkau (Muhammad) dari mereka pada hari (ketika) penyeru (malaikat) mengajak (mereka) kepada sesuatu yang tidak menyenangkan (hari pembalasan).}[QS. Al‐Qamar: 1‐6].


(Makalah ini ada di majalah Dabiq edisi 2 Ramadhan 1435H)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...