5/30/2019

DEFINISI THOIFAH MANSHUROH 2





KEWAJIBAN YANG PALING UTAMA / PENTING
BAGI THOIFAH MANSHUROH PADA ZAMAN INI.

Sesungguhnya diantara kewajiban yang paling penting bagi Thoifah Manshuroh pada zaman ini adalah berjihad melawan penguasa yang murtad, yang mengganti syariat Alloh dan memberlakukan undang-undang kafir buatan manusia terhadap kaum muslimin, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Katsiir dalam menafsirkan firman Alloh Taala :

أَفَحُكۡمَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ يَبۡغُونَ
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki…” (QS. Al Maaidah : 50)

Alloh mengingkari orang yang keluar dari hukum Alloh yang mengandung segala kebaikan, melarang segala kejelekan, serta berpaling kepada yang lain seperti pandangan-pandangan hawa nafsu serta istilah-istilah yang dibuat oleh manusia tanpa bersandar pada syariat Alloh – sampai pada perkataannya – barang siapa yang berbuat hal itu diantara mereka maka ia telah kafir wajib diperangi, sampai mereka kembali kepada hukum Alloh dan RasulNya, sehingga tidak ada hukum kecuali hukum Alloh, baik sedikit maupun banyak”.

Banyak ulama-ulama masa kini yang telah memberi catatan terhadap perkataan Ibnu Katsiir tersebut dengan menerangkan bahwa inilah keadaan para penguasa yang mengatur kaum muslimin dengan undang-undang buatan manusia saat ini.

Syaikh Ahmad Syaakir Rahimahulloh berkata:
”Apakah diperbolehkan --- dengan ini --- didalam syariat Alloh orang-orang muslim berhukum dinegara mereka dengan hukum yang diambil dari undang-undang negara Eropa yang menyembah patung dan atheis (sekuler)?, bahkan undang-undangnya telah dimasuki oleh hawa nafsu dan pendapat bathil yang bisa mereka rubah-rubah dan diganti semau mereka. Tidak menghiraukan siapa yang membuatnya, apakah sesuai dengan syariat Islam atau tidak ?”, --- sampai pada perkataannya --- “Sesungguhnya masalah undang-undang buatan manusia ini adalah permasalahan jelas, sejelas sinar matahari yaitu kuffrun bawwaah (kekafiran yang nyata), tidak ada kesamaran dan penutup padanya serta tidak ada uzur (alasan) bagi seorangpun yang menganut agama Islam --- siapapun orangnya --- untuk mengamalkan atau tunduk kepadanya atau mengakuinya”
(Umdatut Tafsir Mukhtashar Tafsiir Ibnu Katsiir, karya Ahmad Syaakir, cet. Daarul Maarif, IV / 173-174)

Dan Al ‘Allaamah Muhammad Haamid Al Fiqi berkata, dalam mengomentari perkataan Ibnu Katsiir Rahimahullah :”Dan yang seperti ini bahkan yang lebih jelek lagi adalah orang-orang yang menjadikan pendapat orang eropa sebagai undang-undang untuk sandaran hukum dalam masalah darah (nyawa), seks dan harta, dan lebih mengutamakannya dari apa yang sudah diketahui dan jelas baginya dari kitab Alloh dan sunnah Rasul SAW, orang tersebut tidak diragukan lagi murtad, apabila terus melakukan hal itu dan tidak kembali kepada hukum yang diturunkan oleh Alloh. Dan tidak ada gunanya apapun nama yang ia gunakan serta amalan apapun yang ia kerjakan dari amalan-amalan yang nampak seperti shalat, shiyam, zakat, dan yang semisalnya”. (Fat-hul Majiid, cet. Anshoorus Sunnah, catatan, 396).

Muhammad bin Ibrohim Aalu Syaikh Mufti (juru fatwa) Arab Saudi terdahulu rahimahulloh berkata:
“Sesungguhnya berhukum dengan selain apa yang diturunkan oleh Alloh adalah kufur akbar keluar dari agama pada enam macam keadaan, yang kelima beliau menggambarkan keadaan negara-negara kaum muslimin pada saat ini dengan secara detil, disana beliau berkata: ”Yang paling besar dan paling menyeluruh dan yang paling jelas pertentangannya terhadap syariat, kesombongannya terhadap hukum-hukum Alloh, pembangkangannya terhadap Alloh dan rasulNya, persaingan terhadap hukum-hukum syari dari persiapan-persiapan dukungan, pengawasan dan pengukuhan baik dari sisipembentukannya, keragaman dan ketetapannya sertakomitmen, juga dari segi referensi dan sandaran.

Sebagaimana pengadilan-pengadilan syari memiliki referensi dan sandaran yang semuanya bersumber dari kitab Alloh dan sunnah RasulNya begitu juga pengadilan tersebut juga memiliki beberapa referensi diantaranya :

Undang-undang yang dibuat dari berbagai macam syariat dan undang-undang seperti undang-undang Perancis, undang-undang Amerika, undang-undang Inggris dan undang-undang lainnya, serta berbagai pandangan-pandangan ahlul bidah yang menyandarkan dirinya kepada syariat dan yang lainnya.

Mahkamah ini tersedia secara sempurna diberbagai wilayah-wilayah ummat Islam dibuka pintunya lebar-lebar sedangkan manusia berbondong-bondong untuk mendatanginya, para penguasanya menghukumi mereka dengan hukum-hukum yang menyelisihi Al Quran dan As Sunnah yaitu dengan hukum-hukum dan undang-undang tersebut dan mengharuskan mereka untuk mengikutinya, diterapkan baginya serta diwajibkan untuk berhukum dengannya. Maka kekufuran apakah yang lebih tinggi dari kekufuran ini, dan perbuatan apa yang lebih membatalkan terhadap kesaksian bahwa Muhammad adalah Rasulullah, yang melebihi perbuatan ini.” (Risaalah Tahkiimul Qowaaniin).

Inilah beberapa pendapat ahlul ilmu (ulama) mengenai penguasa-penguasa hari ini. Adapun kewajiban kaum muslimin terhadap penguasa yang murtad, adalah sebagaimana perkataan Al Qoodhii ‘Iyaadh Rahimahullah :
”Apabila terjadi kekufuran atau perobahan syariat atau terjadi bidah maka gugurlah kepemimpinannya dan gugurlah kewajiban taat kepadanya, dan wajib bagi kaum muslimin bangkit mencopot dan mengangkat Imam yang adil. Apabila tidak ada yang bisa melaksanakannya kecuali sekelompok orang maka wajib bagi kelompok tersebut untuk mencopot penguasa kafir tersebut. Namun hal ini tidak wajib dilakukan terhadap imam yang berbuat bidah kecuali kalau diperkirakan mampu untuk melakukannya, apabilatidak mampu untuk melakukannya / melaksanakannyakarena lemah maka tidak wajib untuk melaksanakannyanamun hendaknya setiap muslim berhijrah dari negerinya untuk menyelamatkan diennya ketempat yang lain. (SohiihMuslim Bisyarh An Nawawiy, Kitaabul Imaaroh, XII /229).

Dan telah kami sampaikan sebelumnya perkataan Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyyah: ”Sebagaimana wajib melakuka idad untuk jihad dengan mempersiapkan kekuatan dan kuda-kuda perang, disaat dalam keadaan lemah, karena sesungguhnya jika suatu kewajiban tidak bisa dilaksanakan kecuali dengan sesuatu sarana maka sarana itu menjadi wajib.” (Majmu’ Fatawa, XVIII / 259) dan firman Alloh Taala :

وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا ٱسۡتَطَعۡتُمْ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi…” (QS. Al Anfaal : 60)

Mereka mempersiapkan diri untuk berjihad melawan orang-orang murtad itu adalah kewajiban yang paling wajib bagi kaum muslimin pada hari ini khususnya karena tidak ada tempat yang sesuai untuk berhijrah, dan hijrah bukanlah hal yang mudah bagi mayoritas kaum muslimin disebabkan keadaan pribadi mereka, negeri mereka, sistem yang berlaku di negara mereka.

Inilah pembahasan yang berkenaan dengan kewajiban terbesar bagi Thoifah Manshuroh pada zaman ini.

Permasalahan ini, yaitu kafirnya para penguasa yang berhukum dengan syariat Islam serta kewajiban memeranginya --- menurutku bahayanya --- menyerupai pemurtadan yang terjadi setelah wafatnya Nabi SAW, karena sesungguhnya masalah ini mengancam mayoritas kaum muslimin dan generasinya dengan pemurtadan yang menyeluruh. Apabila mereka dibiarkan seperti itu dengan kerusakan dan pengerusakan yang dilakukan oleh penguasa tersebut, mereka rubah syariat dan sebarkan perbuatan-perbuatan keji dikalangan kaum muslimin. Seandainya para sahabat hidup pada hari ini niscaya amal mereka yang paling utama adalah memeragi para penguasa tersebut.Selain itu fitnah yang ditimbulkan oleh masalah ini melebihi dari fitnah yang ditimbulkan oleh masalah khalqul qur‟an (pendapat bahwa Al quran adalah makhluq).

Dan kami berpendapat tidaklah seorangpun yang memiliki ilmu syari pada zaman kita ini yang tidak membicarakan masalah ini --- dengan cara mengingkari dan menghasung kaum muslimin untuk berjihad --- kami berpendapat orang yang seperti ini tidak bertemu dengan Alloh, kecuali Alloh akan murka terhadapnya, Alloh Taala berfirman :

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكۡتُمُونَ مَآ أَنزَلۡنَا مِنَ ٱلۡبَيِّنَٰتِ وَٱلۡهُدَىٰ مِنۢ بَعۡدِ مَا بَيَّنَّٰهُ لِلنَّاسِ فِي ٱلۡكِتَٰبِ أُوْلَٰٓئِكَ يَلۡعَنُهُمُ ٱللَّهُ وَيَلۡعَنُهُمُ ٱللَّٰعِنُونَ ١٥٩ إِلَّا ٱلَّذِينَ تَابُواْ وَأَصۡلَحُواْ وَبَيَّنُواْ فَأُوْلَٰٓئِكَ أَتُوبُ عَلَيۡهِمۡ وَأَنَا ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ ١٦٠

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila`nati Alloh dan dila`nati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat mela`nati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Baqarah : 159-160)

Maka seorang alim dituntut oleh syari untuk menerangkan kebenaran yang seharusnya dilakukan dalam keadaan seperti ini sebelum dia ditanya, berdasarkan firman Alloh Taala :

قُلۡ تَعَالَوۡاْ أَتۡلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمۡ عَلَيۡكُمۡ
“Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu,…” (QS. Al An ‘aam : 151)

Seorang alim juga, dituntut untuk menyatukan manusia berdasarkan firman Alloh Taala ) تَعَالَوْا ( untuk memahamkan pada mereka mana yang haq dan mana yang bathil.

Al Qurthubiy berkata dalam menafsirkan ayat ini:
”Dan beginilah kewajiban orang-orang hidup setelah nabi SAW dari kalangan ulama untuk menyampaikan kepada para manusia dan menerangkan kepada mereka apa-apa yang diharamkan dan apa-apa yang dihalalkan bagi mereka, Alloh Taala berfirman :

لَتُبَيِّنُنَّهُۥ لِلنَّاسِ وَلَا تَكۡتُمُونَهُ

“Untuk menerangkan pada manusia dan jangan disembunyikan‟ (QS. Ali Imraan : 187) (Tafsiir Al Qurthubiy VII / 131)

Saya katakan dan tidak boleh ditangguhkan keterangan diwaktu dibutuhkan, jika ada seorang alim yang berkata: “Aku takut terhadap manusia” maka sesungguhnya Alloh Taala berfirman :

أَلَا تُقَٰتِلُونَ قَوۡمٗا نَّكَثُوٓاْ أَيۡمَٰنَهُمۡ وَهَمُّواْ بِإِخۡرَاجِ ٱلرَّسُولِ وَهُم بَدَءُوكُمۡ أَوَّلَ مَرَّةٍۚ أَتَخۡشَوۡنَهُمۡۚ فَٱللَّهُ أَحَقُّ أَن تَخۡشَوۡهُ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ١٣
“…Mengapakah kamu takut kepada mereka padahal Alloh-lah yang berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. At Taubah : 13)

Ayat ini berkenaan dengan para ulama yang berdiam diri, lalu bagaimana dengan  ulama-ulama yang bermudaahanah (kompromi)?, bagaimana dengan ulama yang membela mereka ?, Alloh Taala berfirman :

وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمۡ فَإِنَّهُۥ مِنۡهُم

“…Barangsiapa di antara kamu berwala’ (loyal) kepada mereka, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka…”
(QS. Al Maa-idah : 51)



Diterjemahkan dari Buku Al ‘Umdah Fii ‘Idaadil ‘Uddah Lil Jihaadi Fii Sabiilillaah, Syaikh ‘Abdul Qoodir bin ‘Abdul ‘Aziiz, hal. 130-138.
____________________________
Sumber:  Pengertian Thoifah Manshuroh Dan Tugas-Tugas Utamanya; Penulis : Syaikh Abqul Qodir bin Abdul Aziiz; Alih Bahasa : Abu Musa Ath Thoyyar; Publikasi : Maktab Al Jaami'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...