Sesungguhnya ruwaibidhoh dari kalangan murjiah setiap kali mereka
itu mendengar salah seorang muwahhid mengkafirkan para penguasa thoghut atau
salah seorang dari mereka, maka para ruwaibidhoh itu segera berdiri membelanya
kemudian berkata dengan satu suara:
”Apa manfaat yang kau dapat dari takfir”??
Maka kami akan jawab mereka sebagaimana setiap muwahhid menjawab:
“Bahwasanya takfir memiliki dua faidah yang agung dan yang paling utama dari
keduanya, dari dua faidah agung ini:
1. Faidah bagi
zatnya
2. Faidah bagi
selainnya
Adapun faidah bagi zatnya yaitu keridhoan Alloh dan bentuk ketaatan
atas perintah-Nya ketika memerintahkan kita untuk mengkafirkan orang kafir,
maka Allah berfirman :
“Katakanlah; hai orang-orang kafir!
“ (Qs. Al-kafirun:1)
Maka Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan Nabi-Nya shallallahu
alaihi wa sallam di dalam ayat ini agar menyifati sifat siapa yg kufur kepada Allah
dengan sifat kekafirannya, sehingga Allah tidak berfirman: “katakanlah; wahai
orang-orang Quraisy…”. Tapi berfirman “katakanlah; Hai orang-orang kafir!”,
sedangkan perintah itu menunjukkan suatu kewajiban selama tidak ada hal yang
mengubahnya, dan di sini tidak ada hal yang mengubahnya. Berkata Syaikh Hamd
bin ‘Atiq dalam perkataannya tentang surat “Berlepas diri dari syirik”:
“Maka Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk berkata kepada
orang-orang kafir; ‘Dien kalian yg kalian yakini atasnya maka aku berlepas diri
darinya, dan dienku yg aku yakini atasnya kalian pun berlepas diri darinya.
Dan maksudnya adalah menampakkan dengan terang-terangan bahwa
mereka itu di atas kekafiran dan sesungguhnya Nabi berlepas diri dari mereka
dan dari dien mereka, maka bagi siapa saja yang mengikuti nabi hendaknya dia
juga mengucapkan hal yang sama, dan seseorang tidaklah disebut menampakkan
diennya (izhharud dien) kecuali dengan hal tersebut. Maka dari sebab ini ketika
para sahabat memahami perkara tersebut dan orang-orang musyrik menimpakan siksa
kepada mereka maka nabi memerintahkan mereka untuk hijrah ke negri Habasyah,
seandainya mereka mendapat keringanan untuk diam dari orang-orang musyrik tentu
Nabi tidak memerintahkan mereka untuk hijrah ke negri asing.” [selesai perkataan
beliau] (kitab Sabilun najah wal fikak hal.67)
Allah berfirman : “Maka barang siapa yg kufur kepada thaghut dan
beriman kepada Allah sungguh dia telah berpegang teguh pada buhul tali yg amat
kokoh .” (Qs. Al-Baqarah: 256).
Berkata syaikh mujadid Muhammad bin abdul Wahhab; “Dan makna kufur
kepada thaghut yaitu engkau berlepas diri dari segala sesuatu yg diyakini
selain dari Allah, dari jin atau manusia atau pepohonan atau bebatuan atau
selainnya dan engkau bersaksi atasnya bahwa hal tersebut adalah kekufuran dan
kesesatan, dan engkau membenci mereka sekalipun itu bapakmu dan saudaramu.”
(ad-Duraar as-Saaniyah 2/121).
Dan beliau juga berkata : “Adapun ciri-ciri kufur kepada thaghut
engkau meyakini batilnya ibadah kepada selain Allah, engkau meninggalkannya,
engkau membencinya dan engkau mengkafirkan pelakunya dan engkau memusuhi
mereka”. (Majmuatut tauhid hal. 329).
Dan Imam al-Barbahariy telah menyebutkan dalam kitabnya Syarhus
sunnah kumpulan dari amal-amal kekafiran, kemudian dia berkata; “Apabila seseorang
melakukan salah satu dari hal tersebut maka sungguh wajib atasmu untuk
mengeluarkannya dari Islam”. [selesai]
Dan berkata syaikh al- ‘allamah sayyid imam-semoga Alloh
membebaskannya dan mengembalikannya kepada kebenaran dan begitu juga kita-:
“Dan barang siapa nampak bagi kami kekufuran maka kami tampakkan baginya
takfir”. (al-Jami’ fi tholabil ‘ilmi asy-syarif 1/162).
Dan berkata syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab membantah atas
orang-orang yang menyerupai para Murjiah di zaman kita: “Demi Allah wahai
saudara-saudaraku, berpegang teguhlah dengan pokok dien kalian, awal dan
akhirnya, kakinya dan kepalanya, yaitu syahadat laa ilaaha illallah, fahamilah
maknanya, cintailah ahlinya, jadikan mereka saudara-saudara kalian sekalipun
mereka itu jauh, dan kufurlah kalian kepada thaghut, musuhilah mereka, bencilah
orang-orang yang mencintai mereka atau berdebat untuk membela mereka atau orang
yang tidak mau mengkafirkan mereka atau orang yang mengatakan : “Apa urusanku
dengan mereka” atau orang yang berkata: “Allah tidak membebaniku atasnya”,
sungguh mereka telah berdusta kepada Allah dan membuat-buat, bahkan Allah telah
membebaninya untuk mengkafirkan mereka dan mewajibkan untuk ingkar kepada
mereka dan berlepas diri dari mereka sekalipun mereka adalah saudara-saudaranya
atau anak-anaknya.” (ad-Durar. 2/119).
Dan tidak luput ingin kusebutkan di dalam bab ini untuk membuat
dongkol para Murjiah dengan sebuah kaidah
yang agung yang telah ditetapkan ulama-ulama yang ternama seperti:
Sufyan bin ‘Uyainah, Abu Khaitsamah Mush’ab bin Said, Abu bakr bin Ayyas,
Salamah bin Syabib an-Naisabury, Abu Zur’ah Abdullah bin Abdul Karim ar-Razi,
Abu Hatim Muhammad bin Idris ar-Razi, syaikhul islam Ibnu Taimiyyah, para ulama
di Nejd dan selain mereka sangat banyak sekali…, Yaitu kaidah : “Barang siapa yang yang tidak
mengkafirkan orang kafir maka dia telah kafir.”
Bahkan syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab telah menuturkan akan
adanya ijma’ atas perkara tersebut, sebagaimana yang beliau katakan: “Barang
siapa yang tidak mengkafirkan para musyrikin atau ragu-ragu dengan kekafiran
mereka, atau membenarkan madzhab syirik mereka, maka sungguh orang tersebut
telah kafir menurut ijma’.” (Ar-Rasaailu as-Syakhsiyyah: hal 213.)
Kemudian sesungguhnya ajaran mengkafirkan orang-orang kafir dan
orang-orang murtad itu adalah bentuk mencontoh kepada para nabi dan rasul yang
mana kita telah diperintahkan untuk mengikuti mereka dan patuh terhadap mereka,
Allah berfirman:
“Sungguh telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada diri Ibrahim
dan orang-orang yang bersamanya ketika mereka berkata kepada kaumnya:
sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa-apa yang kalian
ibadahi selain Allah, kami kufur kepada kalian, dan nyatalah permusuhan dan
kebencian antara kami dengan kalian selama-lamanya sampai kalian beriman hanya
kepada Allah saja.” (Qs. Mumtahanah: 4).
Berkata sebagian ulama;
“Makna firman Allah ‘orang-orang yang bersamanya’ adalah para nabi, dan
sebagian ulama yang lain memaknai bahwa mereka adalah para pengikut Ibrahim
alaihis salam.”
Dan mengkafirkan orang-orang kafir dan murtad adalah salah satu
ciri dari penutup para nabi dan teladan
bagi seluruh alam yang tidak pernah terpisah. Disebutkan di dalam kitab-kitab
sirah berkenaan dengan masuk islamnya Abu Bakr
radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya dia menemui Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, kemudian dia berkata kepadanya: “Apakah benar apa yang
dikatakan oleh orang-orang Quraisy wahai Muhammad? Bahwa engkau meninggalkan
sesembahan-sesembahan kami, membodoh-bodohkan fikiran kami, dan mengkafirkan
nenek moyang kami?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
“Benar, sesungguhnya aku adalah Rasulullah dan nabi-Nya. Dia mengutusku untuk
menyampaikan risalah-Nya, dan aku menyerumu hai Abu Bakr kepada Allah semata
yang tidak ada sekutu bagi-Nya, dan janganlah engkau beribadah kepada
selain-Nya, dan untuk senantiasa menaati-Nya”, dan kemudian beliau membacakan
baginya ayat Al-Quran hingga dia pun masuk Islam. (Lihat dalam Sirah Nabawiyah
tulisan Ibnu Katsir 1/433 dan Sirah Halabiyah 1:444).
Maka inilah dia dien orang-orang shalih di setiap masa dan tempat,
Allah berfirman:
“berkata kepadanya sahabatnya; “Apakah engkau akan kafir kepada Dia
yang telah menciptakanmu dari debu, kemudian dari air mani kemudian
menjadikanmu seorang laki-laki?” (Qs. Al-Kahfi: 37).
Dan kalimat istifham (pertanyaan) dalam kata; ‘Apakah kamu kafir’
bukanlah artinya pertanyaan; ‘Apakah kamu kafir atau tidak?’ tetapi ini adalah
istifham taubikhi (kata tanya untuk hinaan) sebagaimana yang dikatakan banyak ahli
tafsir tentang makna dari ayat tersebut, yang artinya adalah; “Bagaimana
mungkin kamu kafir kepada Allah sementara Dia yang telah menciptakanmu?!”
Penulis: Asy-Syaikh
Turki bin Mubarak al-Bin’aly
Penterjemah :
Al-Faruq Media
Muroja'ah : Usdul
Wagha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar