Bab 9
Larangan mengikuti Hari Besar
non-Islam
I bnu Taimiyah berkata: “Adapun alasan larangan ini adalah firman
Allah pada surah Al Furqan ayat 72:
وَٱلَّذِينَ لَا
يَشۡهَدُونَ ٱلزُّورَ وَإِذَا مَرُّواْ بِٱللَّغۡوِ مَرُّواْ كِرَامٗا ٧٢
“Dan mereka (orang-orang mukmin)
yang tidak menghadiri kebohongan dan apabila mereka melewati tempat tersebut,
maka mereka berlalu dengan sikap sopan.”
Lebih dari seorang dari kalangan tabi‘in dan
lain-lain, misalnya Rabi’ bin Anas menafsirkan kata-kata “zuur” (kebohongan) pada ayat di
atas adalah hari-hari besar kaum musyrik. Pengertian semacam ini juga
diriwayatkan dari ‘Ikrimah, ia berkata: “… yaitu hari mereka bersenang-senang
pada zaman jahiliyah.”
Diriwayatkan pula dari ‘Amir bin Murrah, bahwa
ayat: “laa
yasyhaduunaz zuur” (mereka tidak menghadiri kebohongan), ialah mereka tidak
menolong golongan musyrik dalam melakukan kemusyrikan mereka dan tidak pula
bergaul dengan mereka. Diriwayatkan dari Atha’ bin Yasar bahwa ‘Umar bin Khaththab pernah berkata:
“Jauhilah oleh kalian hari-hari besar orang ‘ajam dan jangan kalian mendatangi
hari besar kaum musyrik di gereja-gereja mereka.”
Ada segolongan yang menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan syahadatuz zuur pada ayat tersebut adalah kesaksian dusta. Akan
tetapi pendapat ini diperselisihkan, karena Allah berfirman dengan kalimat laa
yasyhaduunaz zurr, bukan dengan kalimat laa yasyhaduuna bizzurr. Orang Arab
mengatakan syahidtu kadza maknanya ‘aku menghadirinya’, seperti Ibnu ‘Abbas
berkata ‘syahidtul ‘idda ma‘aa rasuulillaahi shallallahu ‘alaihi wasallam’,
artinya ‘aku menghadiri shalat ‘ied bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam.’ Juga perkataan ‘Umar ‘alghaniimatu liman syahidal waq‘ah’, artinya
‘bagian rampasan perang untuk orang yang menghadiri peperangan.’ Kalimat syahida
dengan arti ‘menghadiri’ banyak terpakai dalam percakapan orang Arab. Adapun
kalimat syahidtu bi kadzaa, artinya ‘aku memberitahukan demikian.’
Pada hari-hari besar golongan musyrik itu
terkumpul perkara-perkara syubhat, kesaksian (bohong) dan kebatilan sehingga
menghadiri acara tersebut tidak ada manfaatnya baik bagi agama maupun bagi
kehidupan dunia, sedangkan akibat buruknya jelas merugikan. Oleh karena itu,
dikatakan sebagai perbuatan dusta (bohong), dan menghadiri acara semacam itu
dikatakan menyaksikan (kebohongan).
Orang yang tidak mau menghadiri hari-hari besar
kaum musyrik yang merupakan kegiatan dusta, baik hadir untuk menyaksikannya
atau sekadar mendengarkannya mendapat pujian dari Allah. Sebaliknya, orang yang
menyetujui atau ikut terlibat langsung dalam kegiatan tersebut bukan sekadar
menyaksikan tentu saja mendapat celaan dari Allah.”
Ayat di atas berisikan pujian terhadap
orang-orang mukmin dan merupakan peringatan agar kita tidak menyaksi kan atau
menghadiri hari-hari besar golongan musyrik dan acara-acara keagamaan yang
mereka buat-buat, sekaligus menunjukkan larangan menghadiri hari-hari tersebut.
Oleh karena itu, Allah menamakan acara-acara tersebut sebagai kebohongan.
رَوَي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَدِمَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيِهِ
وَسَلَّمَ الْمَدِيْنَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُوْنَ فِيْهِمَا فَقَالَ: مَا
هَذَانِ الْيَوْمَانِ,
قَالُوْا: كُنَّا نَلْعَبُ فِيْهِمَا فِيْ الْجَاهِلِيَّةِ, فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ
بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ
Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pernah datang ke Madinah yang saat itu penduduknya
mempunyai dua hari khusus untuk bersenang-senang.
Lalu beliau bertanya: “Dua hari apa ini?” Mereka (penduduk Madinah) menjawab:
“Pada masa jahiliyah kami biasa bersenang-senang pada dua hari ini.” Lalu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sungguh Allah telah
menggantikan dua hari ini dengan dua hari yang lebih baik, yaitu hari raya
‘Idul Adha dan ‘Idul Fitri.” (HR. Abu Dawud dengan sanad rawi-rawi Muslim).
Maksudnya, perbuatan orang jahiliyah
bersenang-senang pada kedua hari tersebut tidak dibenarkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dan beliau tidak membiarkan kebiasaan mereka bersenang-senang
pada kedua hari tersebut. Beliau bersabda: “Sungguh Allah telah menggantikan
dua hari ini dengan dua hari bersenang-senang yang lebih baik, yaitu hari raya
‘Idul Adha dan ‘Idul Fitri.” Kata “menggantikan” artinya meninggalkan yang
digantikan, sebab antara yang menggantikan dengan yang digantikan tidak bisa
disatukan, salah satu harus ditinggalkan. Hal ini sebagaimana firman Allah pada
surah Saba’ ayat 16: “Dan Kami (Allah) gantikan kepada mereka dua kebun yang
buah-buahannya pahit, pohon asl dan sedikit pohon sidr.” Begitu pula firman
Allah pada surah Al Baqarah ayat 59: “Lalu orang-orang zalim itu menggantinya
dengan sesuatu yang tidak diperintahkan kepada mereka.”
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada
kaum mukmin Madinah “Sungguh Allah telah menggantikan untuk kamu sekalian….”,
menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang orang mukmin
mengikuti acara-acara orang jahiliyah pada dua hari tersebut, lalu menggantinya
dengan dua hari raya Islam. Sebab, penggunaan kata “menggantikan” pada sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut dimaksudkan sebagai larangan. Dua
hari raya Islam tersebut merupakan ketentuan syari‘at. Kaum mukmin Madinah
selalu merayakan dua hari raya tersebut dan tidak pernah meninggalkannya untuk
kembali mengikuti dua hari raya jahiliyah.
_____________
source: Books: Bahaya Mengekor Non Muslim (Mukhtarat
Iqtidha’ Ash-Shirathal Mustaqim Syaikh Ibnu Taimiyah). Muhammad bin Ali
Adh-Dhabi‘i, Penerbit Media Hidayah,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar