5/23/2019

BAHAYA MENGEKOR NON MUSLIM BAB 3


Bab 3
Ikhtilaf

Pada dasarnya ikhtilaf ada dua macam, yaitu ikhtilaf dalam bentuk perbedaan dan ikhtilaf dalam bentuk berlawanan. Ikhtilaf dalam bentuk perbedaan ada beberapa macam, di antaranya adalah adanya dua pendapat atau dua perbuatan yang kedua-duanya benar, seperti:

1. Perbedaaan bacaan Al-Qur‘an yang ada di kalangan para sahabat. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak melarang hal semacam itu dari mereka, beliau bersabda: “Kamu masing-masing baik.” (HR. Bukhari dan Ahmad)

2. Dua pendapat yang sebenarnya sama hanya berbeda dalam pengungkapan.

3. Dua pengertian yang berbeda tetapi tidak saling bertentangan. Pendapat yang satu benar dan pendapat yang lain juga benar sekalipun pengertian yang satu tidak sama dengan pengertian yang lain. Inilah yang banyak sekali terjadi dalam benturan pendapat.

4. Ada dua cara yang kedua-duanya benar. Ketika seseorang atau suatu golongan melakukan cara tertentu dan yang lain melakukan cara yang lain yang kedua-duanya  menurut agama baik, kedua belah pihak saling mencela atau memuji diri sendiri karena kebodohan atau sifat zalim atau memang tidak punya ilmu atau memang ada tujuan
yang tidak baik.

Adapun ikhtilaf dalam bentuk berlawanan yaitu dua pendapat yang saling berlawanan, baik dalam masalah pokok atau masalah cabang. Mayoritas ulama berpendapat bahwa yang benar hanya satu. Lalu orang yang berpendapat bahwa tiap-tiap mujtahid itu benar, memahami bahwa pendapatnya tidak berlawanan, dan termasuk ikhtilaf dalam bentuk perbedaan. Pendapat semacam ini dampaknya sangat besar karena sebenarnya dua pendapat di atas adalah saling berlawanan. Akan tetapi kita menemukan banyak di kalangan ulama yang terkadang pendapatnya batil karena bertentangan dengan kebenaran atau terkadang sebagian dalilnya mendukung kebenaran, tetapi ia menolak seluruh kebenaran itu.

Dengan demikian ia telah menafikan sebagian kebatilan, sebagaimana pendapat pihak pertama menolak keseluruhan. Perbedaan semacam ini banyak ditemui pada kalangan ahlus Sunnah berkenaan dengan masalah-masalah taqdir, sifat-sifat Allah, sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan lain sebagainya. Demikian juga pada pendapat kebanyakan ahli fiqih atau kebanyakan kalangan mutaakhir dalam masalah-masalah fiqih. Banyak juga ditemui pada kebanyakan orang yang mengaku ahli fiqih dan ahli tasawuf dan kelompok-kelompok sufi serta yang sejenisnya. Adapun tentang kesesatan ahli bid‘ah, maka masalahnya sudah jelas.

Orang yang Allah beri hidayah dan cahaya akan dapat memahami hal ini dengan baik, sehingga ia dengan jelas dapat memperoleh manfaat adanya larangan ikhtilaf dan  semacamnya yang tersebut dalam Al-Qur‘an dan As-Sunnah.

Bagi seseorang yang berhati jernih, ia tentu menolak ikhtilaf ini, karena ia menyadari bahwa agama Allah itu berada di atas semua agama lain, sebagaimana firman-Nya pada surah An Nuur ayat 40:
وَمَن لَّمۡ يَجۡعَلِ ٱللَّهُ لَهُۥ نُورٗا فَمَا لَهُۥ مِن نُّورٍ

“Dan barang siapa yang tidak Allah berikan cahaya kepadanya maka dia tidak akan mempunyai cahaya sedikit pun.”

Dalam hal ikhtilaf dalam bentuk perbedaan, maka tanpa diragukan lagi bahwa kedua pihak yang berselisih adalah dalam kebenaran. Sedangkan terjadinya saling mencela merupakan kezaliman kepada pihak lain, padahal Al-Qur‘an telah mengisyaratkan adanya pujian terhadap masing-masing pihak, selama yang satu tidak berbuat zalim kepada yang lain.

Hal ini sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah membenarkan dua kejadian yang berbeda pada hari menyerang Bani Quraidhah. Pada waktu itu beliau menyuruh seseorang untuk menyampaikan seruan:

لَايُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلَّا فِيْ بَنِى قُرَيْظَةَ
“Janganlah seseorang melakukan shalat ‘Ashar kecuali di kampung Bani Quraidhah.”

Tetapi ternyata di antara sahabat ada yang tetap melakukan shalat ‘Ashar pada waktunya dan sebagian lagi menundanya sehingga ia sampai ke kampung Bani Quraidhah.
أِذَا اجْتَهَدَ الْحَاكِمُ فَأَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ, وَإِذَا اجْتَهَدَ وَلَمْ يُصِبْ فَلَهُ أَجِرٌ
Begitu pula halnya sabda Nabi “Apabila seorang hakim berijtihad lalu dia mendapatkan kebenaran, maka dia memperoleh dua pahala. Apabila dia berijtihad tetapi tidak memperoleh kebenaran, maka dia mendapat satu pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim), dan banyak lagi kejadian yang lain.

_____________
source: Bahaya Mengekor Non Muslim; Penulis, Muhammad bin Ali Adh-Dhabi‘i,  Mukhtarat Iqtidha’ Ash-Shirathal Mustaqim; Syaikh Ibnu Taimiyah;  Penerjemah: Drs. Muhammad Thalib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...