5/28/2019

FIGUR ATAU BERHALA


Figur atau Berhala?!



Fitnah (cobaan) para figur, ketergantungan pada mereka, dan mengikuti mereka dalam kesesatantidak berhenti pada mereka saja. Tetapi kita menemukan bahwa orang-orang yang terkena fitnah biasanya melebarkan perkara ini hingga mencakup orang-orang lain yang memiliki hubungan dengan sang figur, baik persahabatan maupun kekerabatan. Jika sang figur mati, mereka mencari figur baru untuk mereka kultuskan. Dan biasanya mereka memilihnya atau ia ditetapkan untuk mereka dari tengah-tengah lingkaran yang mengelilingi figur lama, atau bahkan dari orang-orang yang jauh darinya yang mampu menunjukkan hubungan pertalian dengannya, meskipun tidak esensial. Mereka memperkuat hubungan itu untuk mereka jadikan sebagai tazkiyah (rekomendasi) bagi figur baru, sehingga dengan demikian ia menjadi perpanjangan dan pembaruan bagi manhaj figur lama.

Memahami fenomena pengkultusan sahabat dan kerabat sang figur adalah mudah dengan izin Alloh. Orang-orang yang terkena fitnah, yang menjadikan figur dan tokoh sebagai justifikasi manhaj mereka, akan terjatuh dalam kesempitan jika kehilangan figur mereka, misalnya karena kematian. Maka bisa jadi mereka akan mengklaim, sebagaimana klaim Rofidhoh, bahwa dia masih ada dan mendatangi mereka secara rahasia untuk mengajarkan kepada mereka agama mereka dan membetulkan manhaj mereka. Atau bisa jadi mereka akan memilih di antara sahabat dan kerabatnya seorang yang akan mereka angkat sebagai figur bagi mereka dan mereka jadikan sebagai mercusuar. Mereka akan menyeru manusia agar menjadikannya sebagai penunjuk jalan kepada agama mereka, setelah mereka membuktikan bahwa dia telah mewarisi imu dan sifat-sifat figur lama, dan bahwa dia adalah orang yang paling mampu menjaga manhajnya dan melindungi sekawanan pengikut dan muridnya.

Karena itu, kita menemukan orang-orang yang terkena fitnah dalam pertarungan mereka dengan selain mereka tidak pernah lelah untuk memunculkan figur-figur mereka yang baru dan menantang manusia untuk menandingi kekuatan hubungan mereka dengan figur lama. Ini sahabat sang figur, itu pengawal sang figur, yang lain sopir sang figur, yang keempat anak sang figur, dan yang kelima muncul dalam sebuah foto bersama sang figur. Semuanya dalam agama orang-orang yang terkena fitnahwajib ditaati dan diikuti oleh umat Islam, sebagaimana wajib bagi umat Islam dalam agama merekamenaati dan mengikuti sang figur.

Kerabat dan sahabat sang figur bisa jadi lebih berbahaya darinya dan lebih besar fitnah-nya bagi manusia. Yang demikian itu karena banyak dari orang-orang yang dijadikan oleh manusia sebagai figur tidak ridho dengan hal itu. Mereka hanya melakukan amal-amal yang karenanya manusia memuji dan mengagungkannya, sementara mereka sendiri tidak menyadari hal ini. Adapun figur-figur baru, mereka memang berusaha mencari dan mendapatkan popularitas, meskipun mereka tidak memiliki kapabilitas selain hubungan pertalian dengan figur lama. Anda melihat seorang dari mereka berkelana ke timur dan ke barat sekehendaknya di jalan-jalan kesesatan, seraya menjadikan hubungannya itu sebagai sumber kekuatan. Meskipun dia sesat dan menyesatkan, orang-orang yang terkena fitnah akan membelanya dan mengingatkan manusia akan hubungannya dengan figur mereka. Mereka menganggap celaan terhadap orang yang sesat ini sebagai celaan terhadap sang figur. Dan itu adalah salah satu dosa besar dalam agama orang-orang yang terkena fitnah ituyang tidak bisa mereka terima.

Karena itu, kita menemukan bahwa figur baru berusaha menjaga kedudukan pendahulunya di dalam dan di luar jamaah. Sebab, dia memperoleh figuritasnya yang sedang berlaku melalui pertaliannya dengan figur lama. Jika figur lama kehilangan kedudukannya, maka dia sendiri akan kehilangan banyak dari figuritasnya, akibat pengaruh pertalian di antara keduanya. Bahkan kadang hubungan pertalian itu menjadi bencana baginya dalam kondisi di mana figur lama dijatuhkan dengan ditemukannya aib dalam sejarahnya yang sebelumnya tersembunyi dari para pengikutnya. Dalam kondisi ini pembelaan yang dilakukan oleh yang baru terhadap yang lama adalah pembelaan terhadap dirinya sendiri.

Sisi lain dari bahaya yang mereka timbulkan terhadap suatu jamaah atau tanzhim (organisasi) adalah bahwa dalam banyak kesempatan mereka menerima jabatan-jabatan kepemimpinan tertinggi di dalamnya, tanpa memiliki kemampuan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas dari jabatan-jabatan tersebut. Mereka pun merusak negeri-negeri dan membinasakan para hamba. Sebagaimana pengutamaan mereka atas selain mereka dalam perkara-perkara yang diperselisihkan juga akan menciptakan permusuhan dan kebencian di dalam jamaah, sehingga menghadapkannya pada perpecahan dan kehancuran.

Di sisi lain, kerabat dan sahabat sang figur sangat rentan untuk berubah menjadi pusat gravitasi di dalam jamaah. Orang-orang yang membenci kepemimpinan baru akan berkumpul di sekitar mereka dan menjadikan mereka sebagai etalase meskipun palsubagi orang-orang yang menyempal, agar mereka dapat memanfaatkan figuritas yang mereka peroleh sebagai sumber kekuatan dalam menghadapi para anggota jamaah lainnya dan kepemimpinannya, meskipun menyimpang dari jalurnya yang orisinil. Mereka menjustifikasi klaim mereka ini dengan figur-figur baru yang dalam tradisi orang-orang yang terkena fitnah merepresentasikan pewaris manhaj figur lama dan pembela madzhabnya dari kesia-siaan orang-orang yang berbuat kesia-siaan.

Selain itu, mereka (kerabat dan sahabat sang figur) juga lebih rentan daripada selain mereka untuk melawan perintah dan mendeklarasikan pembangkangan jika mereka dilengserkan dari jabatan-jabatan mereka atau dilepaskan dari mereka sebagian dari otoritas-otoritas atau keuntungan-keuntungan mereka. Sebab, bisa jadi mereka merasa bahwa mereka kebal hukuman, dan bahwa ada orang-orang yang akan marah karena kemarahan mereka dan memberontak karena pemberontakan mereka.

Inilah yang kita temukan dengan jelas dalam golongan-golongan dan tanzhim-tanzhim, baik yang sekuler maupun yang menisbatkan diri kepada Islam. Bahkan kita menemukannya dalam tarekat-tarekat tasawuf, serta dalam kelompok-kelompok dan sekte-sekte yang sesat dan menyesatkan.

Fakta-fakta ini mendorong para thoghut, para pemimpin kelompok, serta para ketua golongan dan tanzhim untuk sering kali berusaha keras mendapatkan ridho kerabat para figur. Anda melihat mereka mendekati anak-anak dan cucu-cucu para figur untuk memperoleh dari balik itu legalitas dalam hati dan akal orang-orang yang terkena fitnah.
Para penguasa Jaziroh Arab dari Alu Sa’ud (Keluarga Sa’ud) adalah sebaik-baik contoh bagi kita. Meskipun mereka melemparkan agama ke belakang punggung mereka, menyimpang dari jalan kakek-kakek mereka yang muwahhid, dan menjadi para thoghut yang murtad, hanya saja mereka terus berusaha keras untuk mendekatkan beberapa cucu asy-Syaykh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rohimahullohyang sekarang dikenal dengan Alu asy-Syaykh (Keluarga asy-Syaykh), lalu menyertakan mereka dalam kemurtadan dan memilih para mufti dan para menteri dari kalangan mereka. Yang demikian itu agar mereka dapat menipu orang-orang bodoh dan agar para ulama suu’ dapat memberikan justifikasi bagi mereka bahwa mereka masih mengikuti manhaj tauhid yang diperbarui oleh asy-Syaykh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab dan didukung oleh al-Imam Muhammad bin Sa’ud sendiri beserta anak-anak dan para pengikutnya. Selama Alu asy-Syaykh masih berada di barisan Alu Sa’ud, maka ini dalam agama orang-orang yang terkena fitnahadalah bukti bahwa mereka mengikuti manhaj asy-Syaykh dan mengikuti sirah para pendahulu dari Alu Sa’ud.

Meskipun sebagian dari cucu-cucu asy-Syaykh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rohimahullohmasa kini telah terjatuh ke dalamnya kemurtadan yang nyata, seperti mufti Alu Sa’ud, ‘Abdul ‘Aziz Alu asy-Syaykh, dan Menteri Urusan Waqof mereka, Sholih Alu asy-Syaykh, serta para syaykh yang resmi dan tidak resmi lainnya, dengan loyalitas mereka kepada para thoghut yang menghukumi dengan selain apa yang diturunkan oleh Alloh, serta dengan pertolongan mereka kepada kaum salibis dan murtaddin yang memerangi penganut tauhid dengan perkataan dan doa mereka, namun banyak orang tidak menerima adanya celaan atau kritikan terhadap mereka, karena baginya mereka adalah para pengusung panji asy-Syaykh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab dan para penjaga manhajnya.

Demikianlah, orang-orang yang terkena fitnah itu merubah manhaj asy-Syaykh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab yang telah menghabiskan umurnya untuk da’wah kepada tauhid dan mengikuti as-Sunnahmenjadi tarekat tasawuf yang diwariskan secara turun-temurun, dan bersamanya diwariskan juga tazkiyah-tazkiyah yang saat ini diberikan oleh orang-orang yang murtad dari Alu asy-Syaykh kepada para thoghut dan para pendeta mereka.

Hubungan oportunistik antara para thoghut dari Alu Sa’ud dan orang-orang murtad yang loyal kepada mereka dari Alu asy-Syaykh pastilah segera berakhir dalam atmosfer percepatan roda westernisasi dan sekularisasi di Jaziroh Arab. Tidaklah aneh ketika itu jika akhirnya terjadi kampanye pendiskreditan yang dilancarkan oleh media Alu Sa’ud terhadap Alu asy-Syaykh, untuk menuduh mereka dengan tuduhan-tuduhan yang paling keji dan menganggap mereka sebagai kelompok parasit yang mengambil manfaat dari kedekatannya dengan pemerintah tanpa memberikan manfaat kepada negaranya. Yang demikian itu untuk menghancurkan figuritas mereka yang telah dimanfaatkan oleh Alu Sa’ud selama kurun waktu satu abad, sebagai persiapan untuk menyingkirkan mereka dari etalase, untuk mencegah agar mereka tidak berubah menjadi pusat gravitasi yang menjadi tempat berkumpulnya siapa saja yang juga ingin memanfaatkan figuritas itu untuk menyaingi Alu Sa’ud.

Kita juga menemukan bahwa thoghut nasionalis yang telah binasa, Akhtar Manshur, cepat-cepat meminta baiat dari keluarga amir terdahulu, al-Mulla ‘Umar, yang telah menunda baiat selama berbulan-bulan dan tidak memberikannya kecuali setelah diadakannya berbagai negosiasi dan lobi yang hasilnya adalah penyerahan beberapa jabatan dalam gerakan nasionalis Tholiban kepada beberapa anggota keluarga ini. Baiat ini menempati posisi sebagai tazkiyah bagi thoghut Akhtar Manshur, yang tanpanya kekuasannya tidak akan menjadi stabil di tengah pergerakan yang didominasi oleh tradisi-tradisi kekabilahan dan pemikiran-pemikiran tasawuf Diubandiyah, yang menganut asas pewarisan kekuasaan oleh syaykh kabilah atau tarekat kepada anaknya yang terbesar setelahnya. Seandainya Akhtar Manshur berumur panjang, barangkali kita akan menemukannya berusaha menyingkirkan keluarga al-Mulla ‘Umar dan merampas keuntungan-keuntungan yang telah mereka ambil sebagai kompensasi baiat mereka kepadanya, segera setelah dia berhasil mengukuhkan pilar-pilar kekuasaannya terhadap gerakan nasional Tholiban dan menghilangkan pusat-pusat bahaya yang mengancam hegemoninya terhadap gerakan ini, setelah terungkap kekuasaannya terhadap gerakan ini selama beberapa tahun atas nama al-Mulla ‘Umar yang kematiannya dia sembunyikan bersama beberapa orang yang dekat dengannya.

Sesungguhnya para pengusung tauhid yang benar dan para pengikut manhaj nabawi yang lurus tidak pernah mendirikan bangunan mereka di atas individu, seberapa luas pun popularitasnya dan seberapa besar pun keagungannya. Tetapi mereka mendirikannya di atas pilar yang kuat dari al-Kitab dan as-Sunnah. Karena itu, mereka tidak merasakan adanya kebutuhan yang tetap untuk memperkokoh jamaah dengan figur-figur, lalu terus-menerus menciptakan figur-figur dalam setiap generasi untuk melindungi jamaah mereka, sebagaimana dilakukan oleh golongan-golongan dan tanzhim-tanzhim yang menyimpang dan sesat. Berdasarkan prinsip ini, kita menemukan bahwa kerabat dan sahabat para pemimpin mereka mendapatkan penghormatan dan penghargaan dari anggota jamaah sesuai dengan kebaikan dan amal sholih yang mereka persembahkan untuk diri mereka sendiri, tidak berdasarkan kekerabatan, persahabatan, atau hubungan.

Ayat-ayat yang jelas dan hadits-hadits yang terang menunjukkan kepada orang-orang yang beriman bahwa manusia tidak bisa mengambil manfaat sedikit pun dari kekerabatannya dengan pelaku kebaikan dan amal sholih. Barang siapa yang berjalan di atas jalan orang-orang yang sholih di antara nenek moyangnya, maka dia adalah bagian dari mereka. Dan barang siapa yang menyimpang dari jalan mereka dan tersesat, maka Alloh akan menjauhkannya, dan nasab tidak akan bisa mendekatkannya. Sebagaimana firman Alloh ta’ala:

وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَٱتَّبَعَتۡهُمۡ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَٰنٍ أَلۡحَقۡنَا بِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَمَآ أَلَتۡنَٰهُم مِّنۡ عَمَلِهِم مِّن شَيۡءٖۚ كُلُّ ٱمۡرِيِٕۢ بِمَا كَسَبَ رَهِينٞ

“Dan orang-orang yang beriman dan diikuti oleh anak cucu mereka dengan keimanan, Kami susulkan kepada mereka anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tidak mengurangi sedikit pun dari (pahala) amal mereka. Setiap orang tergadai dengan apa yang dikerjakannya.” [ath-Thur: 21]
Firman Alloh ta’ala:

وَبَٰرَكۡنَا عَلَيۡهِ وَعَلَىٰٓ إِسۡحَٰقَۚ وَمِن ذُرِّيَّتِهِمَا مُحۡسِنٞ وَظَالِمٞ لِّنَفۡسِهِۦ مُبِينٞ

“Dan Kami limpahkan keberkahan kepadanya dan kepada Ishaq. Dan di antara keturunan keduanya ada yang berbuat baik dan ada yang terang-terangan berbuat zholim terhadap dirinya sendiri.” [ash-Shoffat: 113]

Firman Alloh ta’ala:

۞وَإِذِ ٱبۡتَلَىٰٓ إِبۡرَٰهِ‍ۧمَ رَبُّهُۥ بِكَلِمَٰتٖ فَأَتَمَّهُنَّۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامٗاۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِيۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهۡدِي ٱلظَّٰلِمِينَ

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji oleh Robb-nya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman: ‘Sesungguhnya Aku menjadikanmu sebagai pemimpin bagi umat manusia.’ Dia (Ibrahim) berkata: ‘Dan (juga) dari anak cucuku?’ Dia (Allah) berfirman: ‘Janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang yang zholim.’” [al-Baqoroh: 124]

Firman Alloh ta’ala:

وَنَادَىٰ نُوحٞ رَّبَّهُۥ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ٱبۡنِي مِنۡ أَهۡلِي وَإِنَّ وَعۡدَكَ ٱلۡحَقُّ وَأَنتَ أَحۡكَمُ ٱلۡحَٰكِمِينَ ٤٥ قَالَ يَٰنُوحُ إِنَّهُۥ لَيۡسَ مِنۡ أَهۡلِكَۖ إِنَّهُۥ عَمَلٌ غَيۡرُ صَٰلِحٖۖ فَلَا تَسۡ‍َٔلۡنِ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۖ إِنِّيٓ أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ ٱلۡجَٰهِلِينَ ٤٦

“Dan Nuh memohon kepada Robbnya. Dia berkata: ‘Ya Robbku! Sesungguhnya anakku termasuk keluargaku dan sesungguhnya janji-Mu itu benar. Dan Engkau adalah hakim yang paling adil.’ Dia (Allah) berfirman: ‘Wahai Nuh! Sesungguhnya dia bukan termasuk keluargamu. Sesungguhnya itu adalah perbuatan yang tidak baik. Maka janganlah engkau memohon kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau ketahui (hakikatnya). Aku menasihatimu agar engkau tidak termasuk orang-orang yang bodoh.’” [Hud: 45-46]

Dan sabda Rosul shollallohu ‘alaihi wa sallam:

يَا أُمَّ الزُّبَيْرِ بْنِ الْعَوَّامِ عَمَّةَ رَسُولِ اللَّهِ, يَا فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ, إشْتَرِيَا أَنْفُسَكُمَا مِنَ اللَّهِ, لَا أَمْلِكُ لَكُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا

“Wahai Ummu az-Zubair bin al-‘Awwam, bibi Rosululloh! Wahai Fathimah binti Muhammad! Belilah diri kalian berdua dari Alloh. Aku tidak memiliki sesuatu pun untuk (melindungi) kalian berdua dari (azab) Alloh.” [Diriwayatkan oleh al-Bukhori dan Muslim]

Dan segala puji bagi Alloh, Robb seluruh alam.

__________________________________
Sumber artikel : Surat Kabar an-Naba’ edisi 44
Ditarjamah oleh : Tim Penyebar Berita
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...