Bab 10
Tidak Halal memenuhi Nadzar
di tempat-tempat perayaan
Jahiliyah
Pada sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Dawud, Tsabith
bin Dhahaq berkata:
نَذَرَ رَجُلٌ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَنْحَرَ إِبِلًا بِبُوَانَةَ فَأَتَى النَّبِيَّ
صَلّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنَّيْ نَذَرْتُ أَنْ أَنْحَرَ
إِبِلًا بِبُوَانَةَ, فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
هَلْ كَانَ فِيْهَا وَثَنٌ مِنْ أَوْثَانِ الْجَاهِلِيَّةِ يُعْبَدُ؟ قَالُوا: لَا,
قَالَ: فَهَلْ كَانَ فِيْهَا عِيْدٌ مِنْ أَعْيَادِهِمْ؟ قَالُوا: لَا, فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَوْفِ بِنَذْرِكَ فَإِنَّهُ لَا
وَفَاءَ لِنَذَرٍ فِيْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ وَلَا فِيْمَا لَا يَمْلِكُ بْنُ أَدَمَ
Seorang
laki-laki pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bernadzar untuk menyembelih
seekor unta di Buanah, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bertanya: “Apakah di tempat itu pernah terdapat berhala yang biasa disembah pada zaman jahiliyah?” Orang itu
menjawab: “Tidak.” Beliau bertanya lagi: “Apakah tempat ini biasa digunakan untuk merayakan hari besar mereka?”
Orang itu menjawab:
“Tidak.” Beliau bersabda: “Penuhilah nadzarmu.” Kemudian
sabda beliau lagi: “Tidak boleh memenuhi nadzar untuk
berbuat durhaka kepada Allah dan tidak boleh pula nadzar
atas sesuatu yang tidak mampu ia dilakukan.”
(HR. Abu Dawud,
hadits semakna dengan ini terdapat pada riwayat Bukhari
dan Muslim)
Ibnu Taimiyah berkata: “Seandainya menyembelih
di tempat-tempat dilaksanakannya hari raya jahiliyah itu
boleh, niscaya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membenarkan
memenuhi nadzar di tempat tersebut, bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam akan
mewajibkannya karena memenuhi nadzar hukumnya wajib,
tidak terkecuali nadzar untuk menyembelih di tempat-tempat
tersebut.
Selanjutnya, apabila menyembelih
di tempat-tempat pelaksanaan hari raya jahiliyah saja
dilarang, sudah tentu melaksanakan beberapa kegiatan pada hari
raya –yang merupakan bagian dari perayaan hari raya
tersebut– lebih terlarang lagi.” Lebih jelasnya, hari
raya adalah hari-hari yang biasa dijadikan waktu
khusus untuk berkumpul beramai-ramai.
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang
menanyakan “Apakah tempat ini biasa digunakan untuk
merayakan hari besar mereka?”, maksudnya ialah biasa digunakan
sebagai tempat berkumpul mereka untuk berhari raya.
Tatkala laki-laki tersebut menjawab “Tidak”, maka Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda kepadanya: “Penuhilah nadzarmu.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang
seseorang menyembelih hewan kurban di tempat yang dahulu
biasa digunakan orang-orang kafir untuk berhari raya,
walaupun setelah mereka menjadi muslim tidak lagi berhari
raya di tempat tersebut. Pada riwayat tersebut, orang yang
bertanya tidak ingin menjadikan tempat tersebut sebagai
tempat berhari raya, tetapi hanya sekadar menyembelih.
Menyembelih di tempat tersebut tidak dibolehkan karena
dikhawatirkan kebiasaan berhari raya di tempat itu
muncul kembali, sekalipun pesta hari raya di tempat tersebut
sebenarnya hanya berupa pasar tahunan agama, yang mereka jadikan
sebagai tempat transaksi dan berpesta.
Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh orang
Anshar kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam “Dua hari yang
pada zaman jahiliyah biasa kami gunakan untuk
bersenang-senang.” Hari raya tersebut sama sekali bukan
menjadi hari peribadatan bagi mereka.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membedakan
antara tempat yang digunakan sebagai tempat menyembah
berhala dengan tempat yang digunakan sebagai tempat
berhari raya. Hadits ini dengan tegas melarang seseorang
melakukan kegiatan apapun di tempat berlangsun perayaan
hari-hari besar jahiliyah dan melarang mengikuti hari-hari
raya orang kafir. Adanya pengakuan Islam terhadap ahli
kitab untuk tetap memeluk agama mereka tidak berarti bahwa
hal itu memberikan hak kepada umat Islam untuk mengikuti
hari-hari raya mereka. Juga tidak berarti memberikan pembenaran
kepada umat Islam untuk mengikuti kegiatan dan
aktifitas orang-orang kafir dalam perbuatan-perbuatan dosa
mereka. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah dengan keras menyuruh umatnya menyelisihi mereka dalam banyak hal, baik yang bersifat mubah maupun perbuatan-perbuatan yang bersifat keagamaan.
Hal ini dilakukan agar tidak menyebabkan umat Islam melakukan hal yang sejalan dengan tradisi atau agama mereka. Bila hal ini tidak dilarang, maka
upaya untuk melenyapkan kebiasaan-kebiasaan mereka akan sulit dilakukan. Dengan melakukan hal yang menyelisihi
kebiasaan mereka akan lebih menjauhkan kita dari mengikuti kegiatan dan tradisi golongan ahli neraka.
_____________
source: Books: Bahaya
Mengekor Non Muslim (Mukhtarat Iqtidha’ Ash-Shirathal Mustaqim Syaikh Ibnu
Taimiyah). Muhammad bin Ali Adh-Dhabi‘i, Penerbit Media Hidayah,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar