10/03/2019

Mereka Beriman Kepada Rabb Mereka


Mereka Beriman Kepada Rabb Mereka,
|| Maka Kami Tambahkan Petunjuk Bagi Mereka ||


Sesungguhnya termasuk dari ushul (dasar) keyakinan Ahlus-Sunnah wal Jama'ah, bahwa iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Begitu pula maka ketaatan seorang hamba kepada Rabbnya bertambah seiring bertambahnya imannya, sebagaimana juga ketaatan adalah yang paling banyak memalingkan/menahan dari kemaksiatan yang bisa mengurangi keimanan. Dan seperti itulah ketaatan menguatkan sebagiannya dengan sebagian yang lain, sebagaimana kemaksiatan menguatkan dengan sebagian lainnya juga menyeru untuk melakukan maksiat yang lainnya. Ibadah berupa jihad, atau orang yang kabur pada hari peperangan, keduanya tidaklah keluar dari perkara ini.

Karena mujahid di jalan Allah Ta'ala adalah orang yang paling banyak menghadapi fitnah, yang mana syaitan dan para walinya lewat celah tersebut berusaha untuk memalingkannya dari ibadah yang agung ini, di mana jihad adalah puncak dari ketinggian dien (agama). Karena itu mujahid adalah orang yang paling utama untuk mencari hal-hal yang dengannya bisa menguatkan hatinya, dengan melakukan berbagai macam ketaatan yang bisa untuk dilakukannya, untuk menambah keimanannya secara terus menerus, yang akan memberikan hasil berupa penguat seruan jihad dalam dirinya. Begitu pula menjauh dari kemaksiatan baik besar maupun kecil untuk melemahkan, sesuai kadar jauhnya ia dari ketaatan maka akan menyerunya untuk lebih banyak melakukan maksiat, diantaranya adalah maksiat berupa meninggalkan jihad di jalan Allah Ta'ala disaat jihad menjadi fardhu 'ain atasnya.

Sesungguhnya mujahid di jalan Allah Ta'ala terkadang rajin dan semangat serta meminta untuk (mati) syahid di jalan Allah Ta'ala yang tidak ia dapati pada waktu-waktu yang lainnya, sedangkan ia tidak memperhatikan apa sebabnya hal tersebut. Dan bahwasanya dengan sebab bertambah imannya, -dengan karunia Allah Ta'ala- terealisasikan lah baginya setelah melakukan ibadah yang lainnya, berupa shalat, atau puasa, shadaqoh, dzikir, ketaatan dalam yang ma'ruf, berbuat baik kepada saudara Muslim, atau memenuhi kebutuhan (saudara) Muslim, atau sampai amalan dalam hati berupa kecintaan pada Allah dan tawakkal padanya, serta takut kepada Allah Subhanah.

Begitu juga terkadang ia mendapati dalam dirinya (sifat) futur dari ketaatan diantaranya adalah jihad di jalan Allah dan keinginan untuk condong kepada dunia dan kenikmatannya yang fana, sedangkan ia lalai bahwa semua sebabnya adalah maksiat yang dilakukannya, melemahkan semua keimanannya. Dengan itulah syaitan menjadi kuat juga nafsu syahwatnya yang condong pada duduk-duduk saja (tidak berjihad) dan jauh dari hal-hal yang membahayakan. Maka terjadilah apa yang telah terjadi. Sebagaima telah sesatnya kebanyakan orang-orang tasawuf dan falsafat, yang mana mereka menjadikan Makrifatullah Ta'ala adalah tujuan dari dien (agama), dan mereka menjadikan ibadah hanya sekedar wasilah untuk mencapai tujuan tersebut, sampai-sampai mereka mengatakan bahwa siapa saja yang telah sampai pada tujuan, maka sudah tidak memerlukan wasilah lagi, lalu mereka pun menggugurkan kewajiban-kewajiban dien terhadap orang yang mereka yakini bahwa ia telah mengenal Allah (Makrifatullah) Subhanah, dengan sebenar-benarnya.

Begitu pula syaitan berupaya untuk membuat talbis (tipu daya) terhadap mujahidin di jalan Allah Ta'ala dengan hal-hal yang mendekati kesesatan tersebut. Maka si laknat itu memberikan was-was (bisikan) kepada mujahidin bahwasanya dengan taufik Allah Subhanah, mereka bisa berjihad di jalan (Allah) dan menjadi yang terpilih diantara sekian hamba-Nya, untuk menegakkan dzirwatus sanam (puncak tertinggi) dari dien-Nya, karenanya hajat mereka untuk menambah ketaatan adalah lebih sedikit dari pada manusia yang lainnya, dan bawasanya mereka itu amat jauh dari terjatuh pada kemaksiatan baik zhahir maupun batin dari pada mereka (orang lain). Sampai-sampai sebagian mereka terjatuh pada buruknya kesesatan ini, maka ia pun tidak merasa pada dirinya melainkan niat jihadnya sudah berubah, atau dirinya berat untuk melakukan jihad setelah beberapa waktu, atau hubungannya dengan musuh-musuh Allah sudah berubah, dari kebencian dan permusuhan, menuju kasih sayang dan persahabatan dengan tingatan yang berbeda-beda, sesuai dengan besar kemaksiatan yang mana ia terjatuh ke dalamnya.

Sungguh Rabb kita Jalla wa 'Ula telah menjelaskan bahwa hidayah-Nya kepada para hamba-Nya, sesuai dengan kadar amal-amal shalih mereka, yang mana itu adalah keimanan, dan sesuai dengan usaha seorang muslim untuk mencarinya, dengan ia menunaikan ibadah-ibadah. Allah Subhanah berfirman: "Sesungguhnya mereka adalah para pemuda yang beriman kepada Rabb mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka. Dan Kami teguhkan hati mereka ketika mereka berdiri lalu mereka berkata, “Rabb kami adalah Rabb langit dan bumi; kami tidak menyeru tuhan selain Dia. Sungguh, kalau kami berbuat demikian, tentu kami telah mengucapkan perkataan yang sangat jauh dari kebenaran.(QS. Al-Kahfi : 13-14). Allah juga berfirman: "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) Kami, niscaya akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Ankabut : 69).

Begitu pula, Allah -Ta'ala Sya'nuh- telah menjelaskan bahwa orang-orang zhalim diantara hamba-Nya, mereka itu terhalang dari hidayah-Nya sesuai kadar kemaksiatan mereka kepada-Nya, sampai jika mereka telah keluar dari ketaatan secara totalitas, mereka juga terhalang dari mendapat hidayah secara totalitas. Dan ini adalah termasuk hukuman terbesar bagi siapa saja yang mendurhakai-Nya di dunia. Allah Subhanahu berfirman: "Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zhalim" (QS. Al-Maidah : 51), Allah Subhanahu berfirman: "Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasiq" (QS. Al-Munafiqun : 6), Allah Subhanah berfirman: "Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir".

Jika seorang mujahid telah mengetahui itu, maka ia melihat pada keadaannya disetiap saat, jika ia dapati dalam dirinya itu rasa giat untuk melakukan berbagai ketaatan dan ketergantungan dengan jihad fii sabilillah, serta lebih mengharap akhirat dari pada dunia, hendaknya ia memuji Allah Ta'ala karena telah memudahkannya untuk melakukan berbagai ibadah yang bisa menguatkan keimanannya dan menjauhkannya dari berbagai kedurhakaan kepada-Nya, Jika ia mendapati dalam dirinya itu rasa putus asa (futur) dan berpaling kepada dunia serta menginginkannya dari pada akhirat, hendaknya ia meminta hidayah kepada Allah untuk dirinya sendiri dan meminta pertolongan atas hal tersebut dengan melakukan berbagai ketaatan yang zhahir maupun bathin dan taubat dari kemaksiatannya serta meminta ampun kepada Allah (istighfar), agar Allah Ta'ala memberinya petunjuk menuju jalan yang lurus.


_____________________________________________
::: Buletin Pekanan an-Naba' - Seri 190 Kamis 8 Dzul Qa'dah 1440 H

Di Terjemah Oleh: MEDIA DAKWAH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...