10/08/2019

MENJAGA KEIMANAN DENGAN MENJAGA PERGAULAN DENGAN MANUSIA


MENJAGA KEIMANAN
DENGAN MENJAGA PERGAULAN DENGAN MANUSIA
Oleh:Abu Usamah JR

Keimanan adalah mutiara dan harta paling berharga yang dimiliki oleh seorang hamba. Ia tidak dimiliki oleh setiap manusia, namun kelak di akhirat setiap manusia yang tidak memilikinya akan menyesal dengan penyesalan yang luar biasa. Karena Keimanan begitu berharga maka ia harus dijaga dengan segenap upaya. Sebab ia bisa hilang dari diri seorang hamba tanpa meninggalkan sisa.

Keimanan bisa mengalami pasang surut, berkurang dan bertambah, bahkan bisa hilang jika tak dipelihara. Sehingga Allah ‘azza wa jalla memberikan tuntunan kepada para hambaNya untuk menjaga keimanan. Dan Allah mengajarkan kita dengan do’a agar tidak dipalingkan kepada kekafiran setelah hidayah iman diraih.

رَبَّنَا لَا تُزِغۡ قُلُوبَنَا بَعۡدَ إِذۡ هَدَيۡتَنَا وَهَبۡ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحۡمَةًۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡوَهَّابُ ٨

“(Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia). (QS Ali Imran:8).

Ada banyak sebab yang menjadikan iman bisa berkurang atau bahkan hilang, namun intinya adalah karena kemaksiatan. Dan ada banyak sebab keimanan bisa bertambah dan kekal dalam diri seorang hamba, yang persoalan terpentingnya adalah dengan ketaatan. Bergaul dengan manusia salah satu hal yang bisa memberikan dampak positif maupun negatif terhadap keimanan seorang hamba. Dalam arti bahwa iman seorang hamba bisa bertambah atau berkurang, rusak atau bahkan hilang dengan sebab pergaulan dengan sesama manusia.

Begitu besar dampak dari interaksi seorang hamba dengan manusia yang lainnya sehingga syariat memberikan tuntunan untuk itu. Salah dalam memilih teman atau keliru dalam berinteraksi dengan manusia, bukan hanya berdampak pada keburukan di dunia, namun juga berdampak pada keburukan di akhirat. Sebab manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan dan bisa saling mempengaruhi. Jika berinteraksi dengan orang yang baik keimanannya maka bisa memberi pengaruh yang baik, begitu pun sebaliknya.

Allah ‘azza wa jalla berfirman:
وَلَا تَرۡكَنُوٓاْ إِلَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ فَتَمَسَّكُمُ ٱلنَّارُ وَمَا لَكُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ مِنۡ أَوۡلِيَآءَ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ ١١٣

“Dan janganlah kamu cenderung kepada orangorang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekalikali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (QS Hud:113).

Pada ayat di atas Allah ‘azza wa jalla melarang para hambaNya untuk cenderung kepada orang-orang dzalim. Yang mana akibat dari cenderung kepada orang dzalim akan menyebabkan seseorang tersentuh api neraka. Dan tidaklah mungkin seseorang akan cenderung kepada orang dzalim kecuali karena ia bergaul dan berkawan dengan orang dzalim.

Dalam tafsir Ibnu katsir disebutkan, Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna “latarkanu”, bahwa makna yang dimaksud ialah janganlah kalian bersikap diplomasi.

AlAufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah cenderung kepada kemusyrikan.

Abul Aliyah mengatakan, makna yang dimaksud ialah janganlah kamu rela terhadap perbuatan mereka.

Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah janganlah kalian cenderung kepada orangorang yang aniaya. Pendapat ini cukup baik, yang maksudnya ialah janganlah kalian meminta pertolongan kepada orangorang yang aniaya, karena jadinya seakanakan kalian rela kepada amal perbuatan mereka.

Jika diperhatikan dalam semua makna yang disebutkan oleh para mufasir tentang kalimat “la tarkanu” maka semua makna tersebut bisa terjadi dengan sebab kesalahan dalam cara berinteraksi atau bergaul dengan orangorang dzalim. Sekedar cenderung kepada orangorang dzalim saja akan menyebabkan seseorang tersentuh api neraka. Lalu bagaimana jika karena persahabatan dengan orang dzalim lalu seseorang membantu kedzalimannya, membantu perbuatan dosanya, ridho dengan kerusakan dien dan akhlaqnya, ataupun menampakkan kebersamaan dan dukungan kepadanya dikarenakan adanya kepentingan dunia?. Maka tentu orang yang berbuat demikian lebih layak terkena ancaman akan tersentuh api neraka.

Dan yang juga harus diwaspadai adalab bahwa akhlak yang buruk itu menular. Karena itu orang yang bergaul dengan orang yang berakhlak buruk akan tertular dengan akhlak yang buruk tersebut. Seseorang yang bergaul dengan pendusta lambat laun akan belajar berdusta, yang pada akhirnya ia akan berubah menjadi seorang pendusta. Begitu pula ketika seseorang bergaul dengan pezina, peminum khamer atau penjudi, maka ia bisa tertular oleh perilakuperilaku buruk tersebut.

Sesungguhnya seseorang akan memungkinkan membantu perbuatan orang lain yang berbuat dzalim jika ia berteman dengan orang dzalim. Sebagai contoh, seseorang yang bergaul dengan penjual khamer ia bisa memungkinkan untuk membantu orang tersebut menjual khamer. Begitu juga orang yang bergaul akrab dengan penjual rokok, maka ia memungkinkan untuk turut membantu menjual rokok.

Sehingga bergaul dengan orangorang dzalim, termasuk orangorang yang rusak agamanya sangat membahayakan keimanan seseorang. Jika hal tersebut dilakukan bukan untuk kepentingan dakwah dan lebih kepada kepentingan duniawi. Sebab bergaul dengan orangorang yang rusak agamanya dikhawatirkan akan menyebabkan seseorang terkikisnya rasa cemburu terhadap diennya. Hal tersebut dikarenakan ia terbiasa menyaksikan pelanggaran dan peremehan terhadap syariat Allah.

Pertemanan dengan orangorang dzalim dan dengan orangorang yang rusak akhlaq dan agamanya bisa membawa bencana dunia dan akhirat. Sebab persahabatan yang demikian lebih didominasi karena kepentingan dunia. Dan ada kalanya karena kepentingan ini,apalagi ia sebagai pihak yang membutuhkan, akan menyebabkan orang sungkan untuk menyampaikan kebenaran atau mencegah kemungkaran. Jika ini terjadi maka pertemanan seperti ini bisa menjadi penyesalan di akhirat,sebagaimana firman Allah:

ٱلۡأَخِلَّآءُ يَوۡمَئِذِۢ بَعۡضُهُمۡ لِبَعۡضٍ عَدُوٌّ إِلَّا ٱلۡمُتَّقِينَ ٦٧

“Temanteman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orangorang yang bertakwa.” (QS Az Zukhruf:67).

Yang lebih celaka adalah jika disebabkan pertemanan dengan orangorang dzalim atau dengan orangorang yang rusak agamanya lantas memalingkan seseorang dari berpihak kepada kebenaran atau mengurangi agama seseorang. Dan hal ini tidak menutup kemungkinan jika pertemanan tersebut berjalan dalam waktu lama dan terjalin keakraban. Sebab manusia adalah makhluk sosial yang bisa saling mempengaruhi. Jika seseorang tidak menjadi pihak yang mempengaruhi, bisa jadi ia menjadi pihak yang dipengaruhi. Dan Allah telah menyebutkan bagaimana pertemanan yang salah bisa menyebabkan rusak bahkan hilangnya keimanan dan agama seseorang.Yang dengan itu ia menjadi pihak yang paling rugi dan menyesal di akhirat.

Hal tersebut disebutkan di dalam firmanNya:

وَيَوۡمَ يَعَضُّ ٱلظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيۡهِ يَقُولُ يَٰلَيۡتَنِي ٱتَّخَذۡتُ مَعَ ٱلرَّسُولِ سَبِيلٗا ٢٧ يَٰوَيۡلَتَىٰ لَيۡتَنِي لَمۡ أَتَّخِذۡ فُلَانًا خَلِيلٗا ٢٨ لَّقَدۡ أَضَلَّنِي عَنِ ٱلذِّكۡرِ بَعۡدَ إِذۡ جَآءَنِيۗ وَكَانَ ٱلشَّيۡطَٰنُ لِلۡإِنسَٰنِ خَذُولٗا ٢٩

“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata, “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersamasama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari AlQuran ketika AlQuran itu telah datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” (QS Al Furqan:2729).

Maka menjaga keimanan jauh lebih penting daripada mempertahankan pertemanan denganorangorang dzalim yang rusak agamanya karena kepentingan dunia. Sebab salah satu bentuk syukur kita atas nikmat iman adalah dengan menjaganya. Yang salah satu upayanya adalah menjaga pergaulan kita dengan orangorang dzalim yang rusak agamanya. Agar kita tidak menjadi penolong bagi orangorang dzalim dengan disadari ataupun tanpa disadari. Allah menyebutkan tentang cara bersyukur yang dilakukan oleh hambaNya yang mulia dalam firman
Nya:

قَالَ رَبِّ إِنِّي ظَلَمۡتُ نَفۡسِي فَٱغۡفِرۡ لِي فَغَفَرَ لَهُۥٓۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ ١٦ قَالَ رَبِّ بِمَآ أَنۡعَمۡتَ عَلَيَّ فَلَنۡ أَكُونَ ظَهِيرٗا لِّلۡمُجۡرِمِينَ ١٧

“Musa mendoa, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri. Karena itu, ampunilah aku.” Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Musa berkata, “Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekalikali tiada akan menjadi penolong bagi orangorang yang berdosa.” (QS Al Qashash:1617).

Jadi salah satu bentuk syukur seorang hamba kepada Allah adalah tidak menjadi penolong bagi orangorang yang berdosa, sekalipun untuk menghadapi kedzaliman orang berdosa lainnya. Dan tentu lebih tidak pantas bagi seorang mukmin membela orang berdosa untuk menghadapi orang sholeh yang adil. Maka hendaklah seorang muslim memperhatikan dengan siapa dia bergaul dan berteman. Sebab nilai keimanan dan akhlaq seseorang salah satunya dilihat dari dengan siapa dia berteman dan bergaul.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

الرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحْلُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang itu tergantung pada agama temannya. Oleh karena itu, salah satu di antara kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dia jadikan teman”. (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi, shahih).

Semoga Allah membimbing kita semua dalam pergaulan sehingga kita tidak merugi karena sebab salah pergaulan.


Wallahu a’lam
05 Sya’ban 1438H__

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...