6/14/2019

SIKAP KERAS DAN TEGAS


Sikap Keras dan Tegas
Kepada Orang-Orang Kafir
________________

SIKAP KERAS DAN TEGAS 
KEPADA ORANG-ORANG KAFIR 
DALAM SEJARAH NABI

Allah mengutus Rasul-Nya Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai rahmat semesta alam. Dengan berani beliau menyeru mereka ke jalan kebenaran dan petunjuk. Siapa yang menerima, niscaya dia akan memperoleh rahmat ini. Sedangkan siapa yang menolak dan membangkang kepadanya, niscaya akan beliau perangi dan beliau perlakukan dengan keras dan tegas hingga mau tunduk kepada perintah Allah azza wa jalla. Perjalanan hidup beliau adalah saksi dan bukti terbaik akan hal itu.

Sekembalinya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dari Perang Badar, beliau memerintahkan agar tawanan bernama Uqbah bin Abi Mu’aith dieksekusi mati, karena Uqbah adalah orang yang paling keras gangguannya kepada Islam dan kaum muslimin. Berkata adz-Dzahabi dalam as-Sirah: ‚Uqbah bin Abi Mu’aith dieksekusi mati di ‘Irqu azh-Zhubyah (nama tempat -pent). Ketika Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan untuk membunuhnya ia bertanya: “Siapa yang akan mengurus anak-anakku hai Muhammad?" Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam menyergah: ‘Neraka’ (Sebagian Ulama menjelaskan bahwa maksudnya adalah bagimu neraka dan biarkan Allah yang akan menanggung anak-anakmu). Lalu ia dibunuh oleh ‘Ashim bin Tsabit bin Abu al-Aqla radhiyallahu anhu, ada juga yang mengatakan oleh Ali radhiyallahu anhu radhiyallahu anhu‛.

Dalam Perang Uhud, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam juga memerintahkan untuk mengeksekusi mati tawanan bernama Abu ‘Izzah al-Jumahi, yang memiliki beberapa putri. Ibnu Katsir bercerita: ‚Tidak ada yang ditawan dari kalangan musyrikin selain Abu ‘Izzah al-Jumahi. Sebelumnya dia juga pernah ditawan waktu Perang Badar. Ketika itu dia dibebaskan tanpa tebusan tapi dengan syarat tidak akan memerangi beliau lagi. Maka, ketika kembali ditawan di Perang Uhud, dia berkata, ‘Hai Muhammad, bebaskanlah aku demi putri-putriku, aku berjanji tidak akan memerangimu lagi’. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pun menjawab: ‚Aku tidak akan membiarkanmu memanfaatkan kedua buah hatimu di Makkah itu dan engkau berkata aku berhasil menipu Muhammad dua kali‛. Kemudian Beliau memerintahkan untuk dipenggal lehernya. Sebagian ulama menyebutkan bahwa ketika itu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: ‚Seorang mukmin tidak akan terperosok ke lubang yang sama sebanyak dua kali‛.

Kedua tawanan ini, kondisinya tidak dalam posisi bisa dibebaskan, ditebus, atau dikasihani. Karena jika sampai terjadi, niscaya akan berpengaruh pada wibawa Rasul Rabb semesta alam, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh beliau ketika mengeksekusi Abu ‘Izzah.

Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam tidak pernah membiarkan orang yang telah mengganggu Islam dan umat Islam dalam kondisi aman, meskipun gangguannya cuma dengan ucapan dan tahridh (provokasi), sebagaimana yang terjadi pada si Yahudi Ka’ab bin alAsyraf.

Ibnu Ishaq berkata: ‚Ka’ab mulai memprovokasi untuk menyerang Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam seraya melantunkan syair-syair. Dia menangisi pembesar-pembesar Quraisy yang dilempar jasadnya ke sumur sewaktu Perang Badar. Kemudian Ka’ab bin al-Asyraf pulang ke Madinah.

Dia mulai mengganggu Ummu Fadhal binti Harits, kemudian para muslimah yang lain‛. Sehingga keluarlah perintah dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam untuk memenggal kepala si thaghut ini, beliau bertanya kepada para sahabat siapa yang mampu melaksanakan operasi ini.

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: ‘Siapakah yang bisa membungkam Ka’ab bin al-Asyraf? Sungguh, dia telah menyakiti Allah dan Rasul-Nya’. Muhammad bin Maslamahpun bangkit seraya berkata: ‘Wahai Rasulullah, apakah anda ingin saya membunuhnya? Beliau menjawab: ‘Ya’, hingga akhir hadits. (HR. Bukhari dan Muslim)

Setelah Perang Ahzab, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bertolak menuju Bani Quraizhah guna mengepung mereka akibat pelanggaran mereka terhadap isi perjanjian. Hukum Allah atas mereka yaitu semua lelaki mereka dibunuh, sedangkan para wanita dan anakanak mereka ditawan.

Dari Aisyah berkata: ‚Sa’ad (Sa’ad bin Mu’adz –pent) terluka di tengkuknya sewaktu perang Khandaq akibat terkena panah yang dilepaskan oleh seorang lelaki Quraisy bernama Ibnul ‘Irqoh. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam membuatkannya sebuah tenda di masjid agar beliau bisa selalu menjenguknya. Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pulang dari Perang Khandaq beliau meletakkan senjata dan bergegas mandi. Jibril alaihissalam pun menemui beliau sambil membersihkan debu dari kepalanya, lalu berkata, ‘Engkau meletakkan senjata? Padahal demi Allah kami belum meletakkannya, keluarlah kepada mereka’. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bertanya, ‚Kemana? Jibril alaihissalam menunjuk ke arah Bani Quraizhah. Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memerangi mereka hingga mereka menyerah kepada keputusan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, tetapi justru beliau menyerahkan keputusannya kepada Saad radhiyallahu anhu. Saad berkata: ‘Saya putuskan bahwa seluruh petempur mereka dibunuh, anak-anak dan wanitanya ditawan, dan harta mereka dibagi-bagi’. Urwah bin Zubair berkata: ‘Lalu aku diberi tahu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: ‘Sungguh, engkau telah memutuskan sesuai dengan keputusan Allah ta'ala tentang mereka’. (HR. Muslim).

Demikianlah, sikap keras dan tegas pada para pengkhianat itu adalah obat mujarab dan pelajaran amat berharga bagi yang lainnya.

Sebelumnyapun Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah mengusir Bani Nadhir dari tempat tinggal mereka dan merampas harta benda mereka setelah upaya mereka untuk membunuh beliau ketika sedang berada di tengah-tengah mereka dibongkar oleh Allah. Tidak lama setelah itu, beliau segera keluar untuk mengepung dan memerangi mereka, lalu Allah menolong beliau untuk mengalahkan mereka. Begitu juga beliau telah memerangi Bani Qoinuqo’ dan mengepung mereka. Demikian pula tindakan atas Yahudi Khaibar, beliau menyerang dan menaklukkan benteng-benteng mereka secara paksa (lihat: Sirah Ibnu Hisyam).

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam juga tidak pernah diam saja sekalipun terhadap satu orang muslim yang dibunuh secara khianat dan zhalim, tidak seperti kelakuan para juru dakwah busuk itu yang menggembosi kaum muslim agar tidak mengambil hak mereka dari orang yang membunuh, menumpahkan darah, dan memperkosa kehormatan mereka.

Ibnu Katsir berkata: ‚al-Waqidi berkata, ‘Pada bulan Syawwal tahun 6 H, Sariyah Kurz bin Jabir al-Fihri berangkat mengejar orang-orang Urainah yang telah membunuh penggembala unta Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan merampas untanya‛.

Dari Anas radhiyallahu anhu bahwa serombongan dari suku Ukal dan Urainah pergi ke Madinah untuk bertemu Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dan menyatakan keislamannya. Mereka berkata; ‚Wahai Nabi Allah, sesungguhnya kami adalah orang-orang penggembala ternak bukan orang-orang yang bisa bercocok tanam‛. Ternyata mereka tidak suka tinggal di Madinah karena suhunya (hingga menyebabkan sakit). Akhirnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan untuk memberikan sejumlah unta dengan penggembalanya agar mereka dapat meminum susu dan berobat dengan air seni unta-unta itu. Mereka lalu pergi, dan sesampainya di luar Madinah mereka kembali kafir, membunuh pengembala Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dan merampas unta-unta beliau. Ketika peristiwa ini sampai kepada Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, beliau langsung memerintahkan untuk memburu dan menangkap mereka. (Setelah berhasil ditangkap), beliau memerintahkan untuk men-tasmir mata mereka dengan besi panas, (attasmir artinya memanaskan batang besi lalu mendekatkannya ke mata tanpa menyentuhnya, hanya saja panasnya akan melelehkan mata) memotong tangan-tangan mereka, dan membiarkan mereka di bawah sengatan matahari sampai mati dalam kondisi seperti itu. (HR. Bukhari dan Muslim)

Inilah hukuman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, meski beliau melarang untuk mencincang, tetapi hukum qishash telah tetap terkait mereka dan orang-orang semisal mereka. Beliau tidak membiarkan para pembunuh sang penggembala bebas berkeliaran, tetapi beliau segera mengirim sariyah untuk mengejar dan menangkap mereka, lalu menerapkan hukum qishosh kepada mereka.

Pada waktu Fathu Makkah (semoga Allah mengulangnya kembali), Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan untuk membunuh beberapa orang meskipun mereka berlindung di balik tirai Ka’bah. Dari Anas radhiyallahu anhu bahwa pada waktu penaklukan kota Makkah, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam memasuki kota Makkah sambil mengenakan penutup kepala diatas kepala beliau, ketika beliau membukannya, seorang laki-laki langsung menemuinya sambil berkata; ‘Wahai Rasulullah, ini Ibnu Khathal sedang bergelayutan di tirai Ka’bah.’ Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: ‚Bunuhlah dia! (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari Sa’ad bin Abi Waqqosh radhiyallahu anhu berkata: ‚Pada waktu penaklukan kota Makkah, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menjamin keamanan semua orang selain empat lelaki dan dua wanita, beliau bersabda: ‚Bunuhlah mereka meskipun sedang bergelayutan di tirai Ka’bah‛. (HR. an-Nasa’i)

Yang demikian itu adalah karena gangguan mereka kepada Islam dan kaum muslimin. Ternyata tirai Ka’bah yang mulia tidak mampu melindungi mereka dari syariat Rabbul ‘alamin setelah kekafiran berat yang mereka lakukan dengan lisan dan tangan mereka.

Inilah bukti-bukti dari ‚sirah‛ Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan masih banyak lagi, tanpa menafikan sifat lembut dan kasih sayang beliau, tetapi sebagaimana firman Allah ta'ala: (Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersamanya mereka keras kepada orang-orang kafir dan saling berkasih sayang dengan sesama mereka). (QS. al-Fath: 29).

Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pasti akan melaksanakan perintah Allah ta'ala yang telah berfirman kepadanya: (Hai orang-orang beriman, perangilah orang-orang kafir yang terdekat dari kalian dan hendaklah mereka mendapatkan perlakuan kasar dari kalian dan ketahuilah bahwa Allah bersama orang-orang-orang yang bertaqwa). (QS. at-Taubah: 123)

Demikian juga, disamping beliau Shallallahu Alaihi Wasallam Nabiyur Rahmah (pembawa kasih sayang), beliau juga Nabiyul Malhamah (pengobar perang).

Adapun sikap melihat sisi terkait kelembutan dan kasih sayang beliau kepada para wali Allah, namun justru menerapkannya kepada musuh-musuh Allah, maka ini adalah manhaj para wali thaghut yang ingin supaya umat Islam mau bermudahanah (toleransi) dengan musuh-musuh mereka. Bahkan mereka ingin supaya umat Islam mentaati mereka jika ada jalan untuk itu. Namun jika seorang muslim bangkit untuk menyerang dan melukai musuh-musuh Allah, dan memperlakukan mereka seperti perlakuan mereka kepada umat Islam berupa pembunuhan dan pengusiran, niscaya para setan itu akan segera mengingkarinya dengan alasan perbuatan itu mencoreng nama baik Islam dan kaum muslimin. Islam apa yang mereka bicarakan dan agama apa yang mereka ikuti??


SIKAP KERAS DAN TEGAS 
KEPADA ORANG-ORANG KAFIR 
DALAM SEJARAH KHULAFAUR RASYIDIN

Para sahabat radhiyallahu anhum adalah kaum yang paling lembut hatinya, paling ramah sikapnya, paling bagus pergaulan dan akhlaknya, dan paling bersemangat dalam menyebarkan Dien dan mengangkat bendera Islam. Mereka juga orang-orang yang paling bersemangat dalam berpegang teguh pada petunjuk nabawi dan ittiba’ sunnah Rasul Shallallahu Alaihi Wasallam dalam semua perkara. Termasuk persoalan memperlakukan orang kafir dalam peperangan. Mereka adalah orang-orang yang keras terhadap orang kafir dan bersikap kasar terhadap mereka dengan menghunuskan pedang. Sehingga dengan itu mereka bisa meneguhkan pokok-pokok Din, menegakkan pondasi Islam, dan mengangkat bendera tauhid tinggi-tinggi.

Pemuka mereka dalam hal itu adalah ash-Shiddiq radhiyallahu anhu, yang dengan keteguhannya Allah meneguhkan Islam ketika beliau berazam untuk memerangi seluruh orang-orang murtad yang enggan melaksanakan satu syariat saja dari syariat Islam yang nampak dan mutawatir (disepakati), yaitu kewajiban membayar zakat. Beliau tidak membedakan antara mereka dengan orang yang kembali pada penyembahan berhala maupun yang mengikuti para pendusta. Oleh karena itu, beliau membentuk batalyon-batalyon tempur dan mengutus berbagai detasemen, seperti batalyon yang diserahkannya kepada pedang Allah yang terhunus Khalid bin al-Walid radhiyallahu anhu.

Dalam serbuan pertamanya, Khalid berhasil mematahkan dan memporakporandakan kekuatan pasukan Thulaihah bin Khuwailid al-Asadi dan sekutu-sekutunya dari kabilah Arab. Kemudian ash-Shiddiq menyuratinya dan menyuruhnya untuk menghabisi dan menuntaskan mereka.

Ibnu Katsir berkata: ‚Abu Bakar ash-Shiddiq menyurati Khalid ketika sampai kabar keberhasilannya mematahkan kekuatan Thulaihah dan sekutu-sekutunya; ‘Hendaknya nikmat Allah ini semakin menambah kebaikanmu. Bertaqwalah kepada Allah, karena Allah bersama orang-orang yang bertaqwa dan berbuat baik. Bersungguh-sungguhlah dalam aksimu, tidak perlu berlembut-lembut. Jangan biarkan seorang musyrik pun yang berhasil engkau tangkap sedang ia telah membunuh kaum muslimin kecuali engkau habisi, pun juga orang yang menentang Allah atau menganggap baik hal itu yang berhasil engkau tangkap kecuali engkau bunuh’. (al-Bidayah wa an-Nihayah).

Sang Pedang Allah yang terhunus itupun melaksanakan perintah tersebut dengan sebaik-baiknya. Beliau segera mengejar sisa-sisa pasukan murtaddin yang terkalahkan itu dan mengqishash serta menghabisi mereka.

Ibnu Katsir berkata: ‚Selama sebulan beliau terus memburu mereka dan membalaskan darah kaum muslimin yang dibantai ketika mereka murtad. Diantara mereka ada yang dibakar, ada yang dihantam dengan batu, dan ada yang dilempar dari tebing tinggi. Semua itu agar orang-orang murtad yang mendengar kabar mereka bisa mengambil pelajaran‛.

Tindakan ini juga sebuah terror bagi sisa-sisa murtaddin yang mengikuti kabar-kabar ini, sehingga sebagian dari mereka segera bertaubat dan taat, sedang yang lainnya tetap ngotot bertempur.

Ketika utusan Bazakhah datang meminta perdamaian kepada Abu Bakar ash-Shiddiq dan berjanji untuk kembali melaksanakan seluruh syariat Islam, beliau memberi mereka dua opsi yaitu perang yang membinasakan atau perdamaian yang menghinakan. Ibnu Katsir berkata: ‚Mereka berkata, ‘Wahai khalifah Rasulullah, kita mengerti apa itu perang yang membinasakan, lalu apa maksudnya perdamaian yang menghinakan? Jawabnya, ‘Peralatan tempur kalian diambil, dan kalian akan dibiarkan mengikuti ekor-ekor sapi sampai Allah memperlihatkan pada khalifah Nabinya dan orang-orang mukmin suatu perkara yang membuat kalian bisa dimaafkan. Kalian mengganti semua kerugian kami sedangkan kami tidak mengganti kerugian kalian. Kalian bersaksi bahwa prajurit kami yang terbunuh itu berada di surga sedangkan kalian yang terbunuh berada di neraka‛. Diriwayatkan oleh Bukhari secara singkat.

Tindakan ash-Shiddiq radhiyallahu anhu ini merupakan penghinaan kepada orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya agar mereka sadar betapa buruk dan berbahanya aksinya itu. Dengan itu, beliau juga bermaksud mengamankan Daulah Islam dari ancaman mereka dengan melucuti senjata mereka setelah mereka bertaubat. Tindakan ini didasarkan pada kemuliaan Islam dan kaum muslimin. Sekalipun pertempuran dengan murtaddin belumlah selesai, namun beliau tetap mendesakkan syarat ini untuk menunjukkan kemuliaan negaranya dan kaum muslimin dan menghinakan orang yang memusuhi atau memeranginya.

Beliau juga bertindak sama kerasnya terhadap seorang murtad yang menipu dan memerangi kaum muslimin, yaitu Fuja’ah as-Sulami, dengan membakarnya.

Ibnu Katsir berkata: ‚Adalah ash-Shiddiq pernah membakar Fuja’ah di Baqi’. Sebabnya adalah, sebelumnya ia mendatangi Abu Bakar dan mengklaim telah beriman, kemudian meminta beliau menyiapkan sebuah pasukan untuk memerangi orang-orang murtad. Setelah pasukan itu disiapkan dan diberangkatkan, ternyata ia malah membunuh dan merampas harta setiap muslim dan murtad yang dilewatinya. Ketika hal itu terdengar oleh ash-Shiddiq, beliau segera mengirim pasukan untuk mengejar dan menawannya. Setelah berhasil ditawan ia diseret ke Baqi’, tangannya lalu diikat ke tengkuknya, dan dibakar dalam keadaan terjepit‛.

Adapun di Yamamah, pertempuran tersengit berlangsung melawan orangorang murtad pengikut Musailamah al-Kadzab. Para sahabat radhiyallahu anhum terpaksa bekerja keras sampai berhasil menguasai dan menangkapi mereka, lalu menghabisi mereka.

Ibnu Katsir berkata: ‚Jumlah korban musuh yang terbunuh di Kebun Kematian dan pada pertempuran ini mencapai sepuluh ribu, atau dikatakan dua puluh satu ribu prajurit. Sedang kaum muslimin yang terbunuh mencapai tujuh ratus, atau dikatakan lima ratus prajurit‛.

Ibnul Atsir berkata dalam al-Kamil: 'Ketika itu surat Abu Bakar yang memerintahkan untuk membunuh setiap orang dewasa baru sampai di tangan Khalid sedangkan ia telah membuat perjanjian damai dengan mereka, sehingga ia tetap menepati perjanjiannya itu dan tidak mengkhianati mereka‛.

Jikalau bukan lantaran perjanjian damai yang telah disepakati Khalid bin al-Walid dengan perwakilan Bani Hanifah sebelum surat Abu Bakar radhiyallahu anhu sampai di tangannya niscaya ia akan menghabisi mereka.

Sementara itu di Bahrain, setelah al-‘Ala bin al-Hadhrami radhiyallahu anhu berhasil mematahkan perlawanan murtaddin dan memporakporandakan mereka, orang-orang murtad itu kabur menyeberangi teluk.

Ibnu Katsir berkata: ‚Kemudian kaum muslimin memburu jejak orang-orang yang terkalahkan itu dan membunuhi serta membantai mereka, sebagiannya atau mayoritasnya kabur menyeberang ke pulau Darin‛.

Kaum muslimin tidak memberi kesempatan pada mereka untuk sekedar menghela nafas. Mereka memutuskan untuk menyeberangi teluk dengan menaiki kapal. Namun ketika hal itu ternyata malah memperlambat mereka, al-‘Ala bin al-Hadhrami radhiyallahu anhu dengan bertawakkal kepada Allah memutuskan untuk menceburkan dirinya dan pasukannya ke teluk tanpa menaiki kapal.

Ibnu Katsir berkata: “Dengan izin Allah mereka berjalan menyeberangi teluk laksana pasir lunak yang mengambang, air hanya menyentuh kaki-kaki unta dan kuda tidak mencapai pelananya. Perjalanan menaiki kapal membutuhkan waktu sehari semalam, namun mereka berhasil mencapai pantai pulau itu, bertempur memporakporandakan musuhnya, lalu mengangkuti ghanimah dan kembali ke tempat semula hanya dalam waktu sehari saja. Tidak ada seorangpun tawanan yang tertinggal. Semua ghanimah diangkut dan hewan ternak digiring menuju Madinah”.

Seperti inilah seluruh operasi penumpasan para murtaddin, memporak-porandakan dan menghabisi mereka sampai mereka kembali kepada perintah Allah atau mati dalam kondisi murtad.

Setelah ash-Shiddiq selesai menumpas orang-orang murtad, barulah beliau memulai penaklukkan Iraq dan Syam. Orang-orang murtad adalah batu sandungan terbesar di jalan jihad fisabilillah dan penyebaran Islam di bumi yang harus dibasmi habis, sampai umat Islam bisa berkesempatan menyeru dan memerangi umat-umat lain berdasarkan perintah Allah.

Dalam salah satu pertempurannya melawan Persia Majusi, Sang Pedang Allah yang terhunus bersumpah untuk mengalirkan sungai dengan darah mereka.

Ibnu Katsir berkata: 'Khalid berkata, ‘’Ya Allah, aku bersumpah jika Engkau menguasakan mereka pada kami maka aku tidak akan menyisakan seorangpun dari mereka sampai mengalirkan sungai dengan darah mereka’. Kemudian Allah ta'ala menganugerahkan kemenangan kepada kaum muslimin. Penyeru Khalid segera berteriak, ‘Tawanlah, tawanlah, jangan dibunuh kecuali yang menolak ditawan’. Maka kuda-kuda datang bergelombang menyeret para tawanan. Kemudian beberapa prajurit diperintahkan untuk memenggal kepala para tawanan satu demi satu di tepi sungai. Hal itu terjadi selama sehari semalam. Hari berikutnya perburuan tawanan masih berlanjut, demikian juga esoknya. Tiap kali seorang tawanan berhasil ditangkap maka diseret ke tepi sungai dan dipenggal lehernya. Sampai air sungai tidak mengalir lantaran darah yang membeku. Maka sebagian komandan berkata kepada Khalid bahwa sungai tidak akan mengalirkan darah mereka sampai ia mengalirkan air untuk membuang darah yang menggumpal sehingga dengan demikian sumpahnya bisa dipenuhi. Dialirkanlah aliran sungai itu, sehingga air sungai memerah karena darah, karena itulah sungai itu kemudian dinamai sungai darah sampai saat ini. Saat itu korban tentara Persia mencapai 70.000 prajurit.’’

Dalam salah satu pertempuran Khalid bin al-Walid melawan Romawi, salah satu komandan pasukan Romawi yaitu Mahan meminta berdialog untuk menegosiasikan kembalinya pasukan Islam ke Madinah, jawaban mengerikan Khalid membuatnya terdiam seribu bahasa.

Ibnu Katsir berkata: "Mahan berkata, ‘Kami mengerti kalian keluar dari negeri kalian itu karena faktor kelaparan dan kemiskinan. Kami akan berikan setiap dari kalian 10 dinar, pakaian, dan makanan dengan syarat kalian kembali ke negeri kalian. Demikian juga tahun depan akan kami kirim yang semisalnya pada kalian’. Maka Khalid berkata, ‘Yang engkau sebutkan itu bukanlah yang menyebabkan kami keluar dari negeri kami, tapi kami kaum peminum darah, dan kami mendapat kabar bahwa tidak ada darah yang lebih nikmat dari darah orang Romawi, itulah yang menyebabkan kami datang. Para pengiring Mahan berkata, ‘Yang demikian ini bukanlah yang diceritakan kepada kami tentang orang Arab’."

Di masa khilafah Ali radhiyallahu anhu muncul orang-orang yang ghuluw terhadapnya menganggapnya Tuhan, maka beliau memerintahkan untuk membakar mereka semua.

Disebutkan dalam Tarikh al-Islam oleh adz-Dzahabi: ‚Beberapa orang mendatangi Ali dan berkata, ‘Engkaulah Dia! Ali membalas, ‘Apa maksudmu? Siapa aku? Mereka berkata, ‘Engkaulah Dia! Balasnya, ‘Celaka kalian, apa maksud kalian? Mereka menjawab, ‘Engkau adalah Tuhan kami! Ali membalas, ‘Bertobatlah kalian! Namun mereka menolak, maka Ali pun memenggal leher mereka. Kemudian digalilah parit dan bangkai mereka diletakkan di dalamnya, kemudian Ali berkata, ‘Wahai Qunbur, ambilkan seikat kayu bakar’, lalu dibakarnya mereka sembari bersyair, ‘Ketika aku melihat perkara munkar, aku nyalakan api dan kupanggil Qunbur’. Kisah ini diriwayatkan secara ringkas oleh Bukhari dari Abbas, disebutkan juga bahwa Ali membakar orang-orang zindiq dalam keadaan hidup-hidup.

Kisah-kisah yang kita sebutkan disini hanyalah sedikit contoh dari tindakan para sahabat atas orang-orang kafir dan murtad ketika memerangi mereka. Siapa yang bertindak sesuai dengan petunjuk mereka maka sungguh telah selamat dan diberi petunjuk. Namun siapa yang hendak mengikuti selain petunjuk mereka maka Allah akan membiarkannya mengikuti manhaj-manhaj dan millah-millah yang sesat lagi menyesatkan. Lalu jika setelah itu ia mengklaim lebih baik dari mereka maka sungguh telah berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam, sedangkan Dialah yang memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.

Akhir seruan kami, "Segala puji bagi Alloh Robb semesta alam dan sholawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi dan Rosul yang paling mulia, keluarganya, para sahabat dan siapa yang mengikuti kebaikan mereka sampai hari pembalasan.


___________
Source                   :    Rumiyah 2, Al-Hayat Media
                                 Centre, Ad Daulatul Islamiyah
                                 Muharram 1438 H, Hal : 18 – 25
Penerjemah           :    Al Hayat Media Center
Editor                    :    AKM Pustaka,
Desain Sampul     :    Abu Sistemologi
Tata Letak             :    Abu Sistemologi
Terbitan I              :    21 September 2018, Sikap keras dan tegas kepada orang-orang kafir


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...