Sikap Keras dan Tegas
Kepada Orang-Orang Kafir
________________
SIKAP KERAS DAN
TEGAS
KEPADA ORANG-ORANG KAFIR
DALAM SEJARAH NABI
Allah mengutus Rasul-Nya Muhammad
Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai rahmat semesta alam. Dengan berani beliau
menyeru mereka ke jalan kebenaran dan petunjuk. Siapa yang menerima, niscaya
dia akan memperoleh rahmat ini. Sedangkan siapa yang menolak dan membangkang
kepadanya, niscaya akan beliau perangi dan beliau perlakukan dengan keras dan
tegas hingga mau tunduk kepada perintah Allah azza wa jalla. Perjalanan hidup
beliau adalah saksi dan bukti terbaik akan hal itu.
Sekembalinya Nabi Shallallahu Alaihi
Wasallam dari Perang Badar, beliau memerintahkan agar tawanan bernama Uqbah bin
Abi Mu’aith dieksekusi mati, karena Uqbah adalah orang yang paling keras
gangguannya kepada Islam dan kaum muslimin. Berkata adz-Dzahabi dalam as-Sirah:
‚Uqbah bin Abi Mu’aith dieksekusi mati di ‘Irqu azh-Zhubyah (nama tempat
-pent). Ketika Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan untuk membunuhnya
ia bertanya: “Siapa yang akan mengurus anak-anakku hai Muhammad?" Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam menyergah: ‘Neraka’ (Sebagian Ulama menjelaskan
bahwa maksudnya adalah bagimu neraka dan biarkan Allah yang akan menanggung
anak-anakmu). Lalu ia dibunuh oleh ‘Ashim bin Tsabit bin Abu al-Aqla
radhiyallahu anhu, ada juga yang mengatakan oleh Ali radhiyallahu anhu
radhiyallahu anhu‛.
Dalam Perang Uhud, Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam juga memerintahkan untuk mengeksekusi mati tawanan bernama Abu
‘Izzah al-Jumahi, yang memiliki beberapa putri. Ibnu Katsir bercerita: ‚Tidak
ada yang ditawan dari kalangan musyrikin selain Abu ‘Izzah al-Jumahi.
Sebelumnya dia juga pernah ditawan waktu Perang Badar. Ketika itu dia
dibebaskan tanpa tebusan tapi dengan syarat tidak akan memerangi beliau lagi.
Maka, ketika kembali ditawan di Perang Uhud, dia berkata, ‘Hai Muhammad,
bebaskanlah aku demi putri-putriku, aku berjanji tidak akan memerangimu lagi’.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pun menjawab: ‚Aku tidak akan
membiarkanmu memanfaatkan kedua buah hatimu di Makkah itu dan engkau berkata
aku berhasil menipu Muhammad dua kali‛. Kemudian Beliau memerintahkan untuk
dipenggal lehernya. Sebagian ulama menyebutkan bahwa ketika itu Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: ‚Seorang mukmin tidak akan terperosok ke
lubang yang sama sebanyak dua kali‛.
Kedua tawanan ini, kondisinya tidak dalam
posisi bisa dibebaskan, ditebus, atau dikasihani. Karena jika sampai terjadi,
niscaya akan berpengaruh pada wibawa Rasul Rabb semesta alam, sebagaimana yang
telah dijelaskan oleh beliau ketika mengeksekusi Abu ‘Izzah.
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam tidak
pernah membiarkan orang yang telah mengganggu Islam dan umat Islam dalam
kondisi aman, meskipun gangguannya cuma dengan ucapan dan tahridh (provokasi),
sebagaimana yang terjadi pada si Yahudi Ka’ab bin alAsyraf.
Ibnu Ishaq berkata: ‚Ka’ab mulai
memprovokasi untuk menyerang Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam seraya
melantunkan syair-syair. Dia menangisi pembesar-pembesar Quraisy yang dilempar
jasadnya ke sumur sewaktu Perang Badar. Kemudian Ka’ab bin al-Asyraf pulang ke
Madinah.
Dia mulai mengganggu Ummu Fadhal binti
Harits, kemudian para muslimah yang lain‛. Sehingga keluarlah perintah dari
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam untuk memenggal kepala si thaghut ini,
beliau bertanya kepada para sahabat siapa yang mampu melaksanakan operasi ini.
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu
berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: ‘Siapakah yang bisa
membungkam Ka’ab bin al-Asyraf? Sungguh, dia telah menyakiti Allah dan
Rasul-Nya’. Muhammad bin Maslamahpun bangkit seraya berkata: ‘Wahai Rasulullah,
apakah anda ingin saya membunuhnya? Beliau menjawab: ‘Ya’, hingga akhir hadits.
(HR. Bukhari dan Muslim)
Setelah Perang Ahzab, Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam bertolak menuju Bani Quraizhah guna mengepung
mereka akibat pelanggaran mereka terhadap isi perjanjian. Hukum Allah atas
mereka yaitu semua lelaki mereka dibunuh, sedangkan para wanita dan anakanak
mereka ditawan.
Dari Aisyah berkata: ‚Sa’ad (Sa’ad bin
Mu’adz –pent) terluka di tengkuknya sewaktu perang Khandaq akibat terkena panah
yang dilepaskan oleh seorang lelaki Quraisy bernama Ibnul ‘Irqoh. Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam membuatkannya sebuah tenda di masjid agar beliau
bisa selalu menjenguknya. Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pulang
dari Perang Khandaq beliau meletakkan senjata dan bergegas mandi. Jibril
alaihissalam pun menemui beliau sambil membersihkan debu dari kepalanya, lalu
berkata, ‘Engkau meletakkan senjata? Padahal demi Allah kami belum
meletakkannya, keluarlah kepada mereka’. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
bertanya, ‚Kemana? Jibril alaihissalam menunjuk ke arah Bani Quraizhah. Lalu
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memerangi mereka hingga mereka menyerah
kepada keputusan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, tetapi justru beliau
menyerahkan keputusannya kepada Saad radhiyallahu anhu. Saad berkata: ‘Saya
putuskan bahwa seluruh petempur mereka dibunuh, anak-anak dan wanitanya
ditawan, dan harta mereka dibagi-bagi’. Urwah bin Zubair berkata: ‘Lalu aku
diberi tahu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: ‘Sungguh,
engkau telah memutuskan sesuai dengan keputusan Allah ta'ala tentang mereka’.
(HR. Muslim).
Demikianlah, sikap keras dan tegas pada
para pengkhianat itu adalah obat mujarab dan pelajaran amat berharga bagi yang
lainnya.
Sebelumnyapun Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam telah mengusir Bani Nadhir dari tempat tinggal mereka dan
merampas harta benda mereka setelah upaya mereka untuk membunuh beliau ketika
sedang berada di tengah-tengah mereka dibongkar oleh Allah. Tidak lama setelah
itu, beliau segera keluar untuk mengepung dan memerangi mereka, lalu Allah
menolong beliau untuk mengalahkan mereka. Begitu juga beliau telah memerangi
Bani Qoinuqo’ dan mengepung mereka. Demikian pula tindakan atas Yahudi Khaibar,
beliau menyerang dan menaklukkan benteng-benteng mereka secara paksa (lihat:
Sirah Ibnu Hisyam).
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
juga tidak pernah diam saja sekalipun terhadap satu orang muslim yang dibunuh
secara khianat dan zhalim, tidak seperti kelakuan para juru dakwah busuk itu
yang menggembosi kaum muslim agar tidak mengambil hak mereka dari orang yang
membunuh, menumpahkan darah, dan memperkosa kehormatan mereka.
Ibnu Katsir berkata: ‚al-Waqidi berkata,
‘Pada bulan Syawwal tahun 6 H, Sariyah Kurz bin Jabir al-Fihri berangkat
mengejar orang-orang Urainah yang telah membunuh penggembala unta Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam dan merampas untanya‛.
Dari Anas radhiyallahu anhu bahwa
serombongan dari suku Ukal dan Urainah pergi ke Madinah untuk bertemu Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam dan menyatakan keislamannya. Mereka berkata; ‚Wahai
Nabi Allah, sesungguhnya kami adalah orang-orang penggembala ternak bukan
orang-orang yang bisa bercocok tanam‛. Ternyata mereka tidak suka tinggal di
Madinah karena suhunya (hingga menyebabkan sakit). Akhirnya Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan untuk memberikan sejumlah unta dengan
penggembalanya agar mereka dapat meminum susu dan berobat dengan air seni
unta-unta itu. Mereka lalu pergi, dan sesampainya di luar Madinah mereka
kembali kafir, membunuh pengembala Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dan merampas
unta-unta beliau. Ketika peristiwa ini sampai kepada Nabi Shallallahu Alaihi
Wasallam, beliau langsung memerintahkan untuk memburu dan menangkap mereka.
(Setelah berhasil ditangkap), beliau memerintahkan untuk men-tasmir mata mereka
dengan besi panas, (attasmir artinya memanaskan batang besi lalu mendekatkannya
ke mata tanpa menyentuhnya, hanya saja panasnya akan melelehkan mata) memotong
tangan-tangan mereka, dan membiarkan mereka di bawah sengatan matahari sampai
mati dalam kondisi seperti itu. (HR. Bukhari dan Muslim)
Inilah hukuman Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam, meski beliau melarang untuk mencincang, tetapi hukum qishash
telah tetap terkait mereka dan orang-orang semisal mereka. Beliau tidak
membiarkan para pembunuh sang penggembala bebas berkeliaran, tetapi beliau
segera mengirim sariyah untuk mengejar dan menangkap mereka, lalu menerapkan
hukum qishosh kepada mereka.
Pada waktu Fathu Makkah (semoga Allah
mengulangnya kembali), Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan
untuk membunuh beberapa orang meskipun mereka berlindung di balik tirai Ka’bah.
Dari Anas radhiyallahu anhu bahwa pada waktu penaklukan kota Makkah, Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam memasuki kota Makkah sambil mengenakan penutup
kepala diatas kepala beliau, ketika beliau membukannya, seorang laki-laki
langsung menemuinya sambil berkata; ‘Wahai Rasulullah, ini Ibnu Khathal sedang
bergelayutan di tirai Ka’bah.’ Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
‚Bunuhlah dia! (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Sa’ad bin Abi Waqqosh radhiyallahu
anhu berkata: ‚Pada waktu penaklukan kota Makkah, Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam menjamin keamanan semua orang selain empat lelaki dan dua wanita,
beliau bersabda: ‚Bunuhlah mereka meskipun sedang bergelayutan di tirai Ka’bah‛.
(HR. an-Nasa’i)
Yang demikian itu adalah karena gangguan
mereka kepada Islam dan kaum muslimin. Ternyata tirai Ka’bah yang mulia tidak
mampu melindungi mereka dari syariat Rabbul ‘alamin setelah kekafiran berat
yang mereka lakukan dengan lisan dan tangan mereka.
Inilah bukti-bukti dari ‚sirah‛
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan masih banyak lagi, tanpa menafikan
sifat lembut dan kasih sayang beliau, tetapi sebagaimana firman Allah ta'ala:
(Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersamanya mereka keras
kepada orang-orang kafir dan saling berkasih sayang dengan sesama mereka). (QS.
al-Fath: 29).
Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam pasti akan melaksanakan perintah Allah ta'ala yang telah berfirman
kepadanya: (Hai orang-orang beriman, perangilah orang-orang kafir yang terdekat
dari kalian dan hendaklah mereka mendapatkan perlakuan kasar dari kalian dan
ketahuilah bahwa Allah bersama orang-orang-orang yang bertaqwa). (QS.
at-Taubah: 123)
Demikian juga, disamping beliau Shallallahu
Alaihi Wasallam Nabiyur Rahmah (pembawa kasih sayang), beliau juga Nabiyul
Malhamah (pengobar perang).
Adapun sikap melihat sisi terkait
kelembutan dan kasih sayang beliau kepada para wali Allah, namun justru
menerapkannya kepada musuh-musuh Allah, maka ini adalah manhaj para wali
thaghut yang ingin supaya umat Islam mau bermudahanah (toleransi) dengan
musuh-musuh mereka. Bahkan mereka ingin supaya umat Islam mentaati mereka jika
ada jalan untuk itu. Namun jika seorang muslim bangkit untuk menyerang dan
melukai musuh-musuh Allah, dan memperlakukan mereka seperti perlakuan mereka
kepada umat Islam berupa pembunuhan dan pengusiran, niscaya para setan itu akan
segera mengingkarinya dengan alasan perbuatan itu mencoreng nama baik Islam dan
kaum muslimin. Islam apa yang mereka bicarakan dan agama apa yang mereka
ikuti??
SIKAP KERAS DAN
TEGAS
KEPADA ORANG-ORANG KAFIR
DALAM SEJARAH KHULAFAUR RASYIDIN
Para sahabat radhiyallahu anhum adalah
kaum yang paling lembut hatinya, paling ramah sikapnya, paling bagus pergaulan
dan akhlaknya, dan paling bersemangat dalam menyebarkan Dien dan mengangkat
bendera Islam. Mereka juga orang-orang yang paling bersemangat dalam berpegang
teguh pada petunjuk nabawi dan ittiba’ sunnah Rasul Shallallahu Alaihi Wasallam
dalam semua perkara. Termasuk persoalan memperlakukan orang kafir dalam
peperangan. Mereka adalah orang-orang yang keras terhadap orang kafir dan
bersikap kasar terhadap mereka dengan menghunuskan pedang. Sehingga dengan itu
mereka bisa meneguhkan pokok-pokok Din, menegakkan pondasi Islam, dan
mengangkat bendera tauhid tinggi-tinggi.
Pemuka mereka dalam hal itu adalah
ash-Shiddiq radhiyallahu anhu, yang dengan keteguhannya Allah meneguhkan Islam
ketika beliau berazam untuk memerangi seluruh orang-orang murtad yang enggan
melaksanakan satu syariat saja dari syariat Islam yang nampak dan mutawatir
(disepakati), yaitu kewajiban membayar zakat. Beliau tidak membedakan antara
mereka dengan orang yang kembali pada penyembahan berhala maupun yang mengikuti
para pendusta. Oleh karena itu, beliau membentuk batalyon-batalyon tempur dan
mengutus berbagai detasemen, seperti batalyon yang diserahkannya kepada pedang
Allah yang terhunus Khalid bin al-Walid radhiyallahu anhu.
Dalam serbuan pertamanya, Khalid berhasil
mematahkan dan memporakporandakan kekuatan pasukan Thulaihah bin Khuwailid
al-Asadi dan sekutu-sekutunya dari kabilah Arab. Kemudian ash-Shiddiq
menyuratinya dan menyuruhnya untuk menghabisi dan menuntaskan mereka.
Ibnu Katsir berkata: ‚Abu Bakar ash-Shiddiq
menyurati Khalid ketika sampai kabar keberhasilannya mematahkan kekuatan
Thulaihah dan sekutu-sekutunya; ‘Hendaknya nikmat Allah ini semakin menambah
kebaikanmu. Bertaqwalah kepada Allah, karena Allah bersama orang-orang yang
bertaqwa dan berbuat baik. Bersungguh-sungguhlah dalam aksimu, tidak perlu
berlembut-lembut. Jangan biarkan seorang musyrik pun yang berhasil engkau
tangkap sedang ia telah membunuh kaum muslimin kecuali engkau habisi, pun juga
orang yang menentang Allah atau menganggap baik hal itu yang berhasil engkau
tangkap kecuali engkau bunuh’. (al-Bidayah wa an-Nihayah).
Sang Pedang Allah yang terhunus itupun
melaksanakan perintah tersebut dengan sebaik-baiknya. Beliau segera mengejar
sisa-sisa pasukan murtaddin yang terkalahkan itu dan mengqishash serta
menghabisi mereka.
Ibnu Katsir berkata: ‚Selama sebulan
beliau terus memburu mereka dan membalaskan darah kaum muslimin yang dibantai
ketika mereka murtad. Diantara mereka ada yang dibakar, ada yang dihantam
dengan batu, dan ada yang dilempar dari tebing tinggi. Semua itu agar
orang-orang murtad yang mendengar kabar mereka bisa mengambil pelajaran‛.
Tindakan ini juga sebuah terror bagi
sisa-sisa murtaddin yang mengikuti kabar-kabar ini, sehingga sebagian dari
mereka segera bertaubat dan taat, sedang yang lainnya tetap ngotot bertempur.
Ketika utusan Bazakhah datang meminta
perdamaian kepada Abu Bakar ash-Shiddiq dan berjanji untuk kembali melaksanakan
seluruh syariat Islam, beliau memberi mereka dua opsi yaitu perang yang
membinasakan atau perdamaian yang menghinakan. Ibnu Katsir berkata: ‚Mereka
berkata, ‘Wahai khalifah Rasulullah, kita mengerti apa itu perang yang
membinasakan, lalu apa maksudnya perdamaian yang menghinakan? Jawabnya,
‘Peralatan tempur kalian diambil, dan kalian akan dibiarkan mengikuti ekor-ekor
sapi sampai Allah memperlihatkan pada khalifah Nabinya dan orang-orang mukmin
suatu perkara yang membuat kalian bisa dimaafkan. Kalian mengganti semua
kerugian kami sedangkan kami tidak mengganti kerugian kalian. Kalian bersaksi
bahwa prajurit kami yang terbunuh itu berada di surga sedangkan kalian yang
terbunuh berada di neraka‛. Diriwayatkan oleh Bukhari secara singkat.
Tindakan ash-Shiddiq radhiyallahu anhu
ini merupakan penghinaan kepada orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya agar
mereka sadar betapa buruk dan berbahanya aksinya itu. Dengan itu, beliau juga
bermaksud mengamankan Daulah Islam dari ancaman mereka dengan melucuti senjata
mereka setelah mereka bertaubat. Tindakan ini didasarkan pada kemuliaan Islam
dan kaum muslimin. Sekalipun pertempuran dengan murtaddin belumlah selesai,
namun beliau tetap mendesakkan syarat ini untuk menunjukkan kemuliaan negaranya
dan kaum muslimin dan menghinakan orang yang memusuhi atau memeranginya.
Beliau juga bertindak sama kerasnya
terhadap seorang murtad yang menipu dan memerangi kaum muslimin, yaitu Fuja’ah
as-Sulami, dengan membakarnya.
Ibnu Katsir berkata: ‚Adalah ash-Shiddiq
pernah membakar Fuja’ah di Baqi’. Sebabnya adalah, sebelumnya ia mendatangi Abu
Bakar dan mengklaim telah beriman, kemudian meminta beliau menyiapkan sebuah
pasukan untuk memerangi orang-orang murtad. Setelah pasukan itu disiapkan dan
diberangkatkan, ternyata ia malah membunuh dan merampas harta setiap muslim dan
murtad yang dilewatinya. Ketika hal itu terdengar oleh ash-Shiddiq, beliau
segera mengirim pasukan untuk mengejar dan menawannya. Setelah berhasil ditawan
ia diseret ke Baqi’, tangannya lalu diikat ke tengkuknya, dan dibakar dalam
keadaan terjepit‛.
Adapun di Yamamah, pertempuran tersengit
berlangsung melawan orangorang murtad pengikut Musailamah al-Kadzab. Para
sahabat radhiyallahu anhum terpaksa bekerja keras sampai berhasil menguasai dan
menangkapi mereka, lalu menghabisi mereka.
Ibnu Katsir berkata: ‚Jumlah korban musuh
yang terbunuh di Kebun Kematian dan pada pertempuran ini mencapai sepuluh ribu,
atau dikatakan dua puluh satu ribu prajurit. Sedang kaum muslimin yang terbunuh
mencapai tujuh ratus, atau dikatakan lima ratus prajurit‛.
Ibnul Atsir berkata dalam al-Kamil: 'Ketika itu surat Abu Bakar yang memerintahkan untuk membunuh setiap orang
dewasa baru sampai di tangan Khalid sedangkan ia telah membuat perjanjian damai
dengan mereka, sehingga ia tetap menepati perjanjiannya itu dan tidak
mengkhianati mereka‛.
Jikalau bukan lantaran perjanjian damai
yang telah disepakati Khalid bin al-Walid dengan perwakilan Bani Hanifah
sebelum surat Abu Bakar radhiyallahu anhu sampai di tangannya niscaya ia akan
menghabisi mereka.
Sementara itu di Bahrain, setelah al-‘Ala
bin al-Hadhrami radhiyallahu anhu berhasil mematahkan perlawanan murtaddin dan
memporakporandakan mereka, orang-orang murtad itu kabur menyeberangi teluk.
Ibnu Katsir berkata: ‚Kemudian kaum
muslimin memburu jejak orang-orang yang terkalahkan itu dan membunuhi serta
membantai mereka, sebagiannya atau mayoritasnya kabur menyeberang ke pulau
Darin‛.
Kaum muslimin tidak memberi kesempatan
pada mereka untuk sekedar menghela nafas. Mereka memutuskan untuk menyeberangi
teluk dengan menaiki kapal. Namun ketika hal itu ternyata malah memperlambat
mereka, al-‘Ala bin al-Hadhrami radhiyallahu anhu dengan bertawakkal kepada
Allah memutuskan untuk menceburkan dirinya dan pasukannya ke teluk tanpa
menaiki kapal.
Ibnu Katsir berkata: “Dengan izin Allah
mereka berjalan menyeberangi teluk laksana pasir lunak yang mengambang, air
hanya menyentuh kaki-kaki unta dan kuda tidak mencapai pelananya. Perjalanan
menaiki kapal membutuhkan waktu sehari semalam, namun mereka berhasil mencapai
pantai pulau itu, bertempur memporakporandakan musuhnya, lalu mengangkuti
ghanimah dan kembali ke tempat semula hanya dalam waktu sehari saja. Tidak ada
seorangpun tawanan yang tertinggal. Semua ghanimah diangkut dan hewan ternak
digiring menuju Madinah”.
Seperti inilah seluruh operasi penumpasan
para murtaddin, memporak-porandakan dan menghabisi mereka sampai mereka kembali
kepada perintah Allah atau mati dalam kondisi murtad.
Setelah ash-Shiddiq selesai menumpas
orang-orang murtad, barulah beliau memulai penaklukkan Iraq dan Syam.
Orang-orang murtad adalah batu sandungan terbesar di jalan jihad fisabilillah
dan penyebaran Islam di bumi yang harus dibasmi habis, sampai umat Islam bisa
berkesempatan menyeru dan memerangi umat-umat lain berdasarkan perintah Allah.
Dalam salah satu pertempurannya melawan
Persia Majusi, Sang Pedang Allah yang terhunus bersumpah untuk mengalirkan
sungai dengan darah mereka.
Ibnu Katsir berkata: 'Khalid berkata,
‘’Ya Allah, aku bersumpah jika Engkau menguasakan mereka pada kami maka aku
tidak akan menyisakan seorangpun dari mereka sampai mengalirkan sungai dengan
darah mereka’. Kemudian Allah ta'ala menganugerahkan kemenangan kepada kaum
muslimin. Penyeru Khalid segera berteriak, ‘Tawanlah, tawanlah, jangan dibunuh
kecuali yang menolak ditawan’. Maka kuda-kuda datang bergelombang menyeret para
tawanan. Kemudian beberapa prajurit diperintahkan untuk memenggal kepala para
tawanan satu demi satu di tepi sungai. Hal itu terjadi selama sehari semalam.
Hari berikutnya perburuan tawanan masih berlanjut, demikian juga esoknya. Tiap
kali seorang tawanan berhasil ditangkap maka diseret ke tepi sungai dan
dipenggal lehernya. Sampai air sungai tidak mengalir lantaran darah yang
membeku. Maka sebagian komandan berkata kepada Khalid bahwa sungai tidak akan
mengalirkan darah mereka sampai ia mengalirkan air untuk membuang darah yang
menggumpal sehingga dengan demikian sumpahnya bisa dipenuhi. Dialirkanlah
aliran sungai itu, sehingga air sungai memerah karena darah, karena itulah
sungai itu kemudian dinamai sungai darah sampai saat ini. Saat itu korban tentara
Persia mencapai 70.000 prajurit.’’
Dalam salah satu pertempuran Khalid bin
al-Walid melawan Romawi, salah satu komandan pasukan Romawi yaitu Mahan meminta
berdialog untuk menegosiasikan kembalinya pasukan Islam ke Madinah, jawaban
mengerikan Khalid membuatnya terdiam seribu bahasa.
Ibnu Katsir berkata: "Mahan berkata,
‘Kami mengerti kalian keluar dari negeri kalian itu karena faktor kelaparan dan
kemiskinan. Kami akan berikan setiap dari kalian 10 dinar, pakaian, dan makanan
dengan syarat kalian kembali ke negeri kalian. Demikian juga tahun depan akan
kami kirim yang semisalnya pada kalian’. Maka Khalid berkata, ‘Yang engkau
sebutkan itu bukanlah yang menyebabkan kami keluar dari negeri kami, tapi kami
kaum peminum darah, dan kami mendapat kabar bahwa tidak ada darah yang lebih
nikmat dari darah orang Romawi, itulah yang menyebabkan kami datang. Para
pengiring Mahan berkata, ‘Yang demikian ini bukanlah yang diceritakan kepada
kami tentang orang Arab’."
Di masa khilafah Ali radhiyallahu anhu
muncul orang-orang yang ghuluw terhadapnya menganggapnya Tuhan, maka beliau
memerintahkan untuk membakar mereka semua.
Disebutkan dalam Tarikh al-Islam oleh
adz-Dzahabi: ‚Beberapa orang mendatangi Ali dan berkata, ‘Engkaulah Dia! Ali
membalas, ‘Apa maksudmu? Siapa aku? Mereka berkata, ‘Engkaulah Dia! Balasnya,
‘Celaka kalian, apa maksud kalian? Mereka menjawab, ‘Engkau adalah Tuhan kami!
Ali membalas, ‘Bertobatlah kalian! Namun mereka menolak, maka Ali pun memenggal
leher mereka. Kemudian digalilah parit dan bangkai mereka diletakkan di
dalamnya, kemudian Ali berkata, ‘Wahai Qunbur, ambilkan seikat kayu bakar’,
lalu dibakarnya mereka sembari bersyair, ‘Ketika aku melihat perkara munkar,
aku nyalakan api dan kupanggil Qunbur’. Kisah ini diriwayatkan secara ringkas
oleh Bukhari dari Abbas, disebutkan juga bahwa Ali membakar orang-orang zindiq
dalam keadaan hidup-hidup.
Kisah-kisah yang kita sebutkan disini
hanyalah sedikit contoh dari tindakan para sahabat atas orang-orang kafir dan
murtad ketika memerangi mereka. Siapa yang bertindak sesuai dengan petunjuk
mereka maka sungguh telah selamat dan diberi petunjuk. Namun siapa yang hendak
mengikuti selain petunjuk mereka maka Allah akan membiarkannya mengikuti
manhaj-manhaj dan millah-millah yang sesat lagi menyesatkan. Lalu jika setelah
itu ia mengklaim lebih baik dari mereka maka sungguh telah berdusta atas nama
Allah dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam, sedangkan Dialah yang memberi
petunjuk kepada jalan yang lurus.
Akhir seruan kami, "Segala puji bagi
Alloh Robb semesta alam dan sholawat serta salam semoga tercurah limpahkan
kepada Nabi dan Rosul yang paling mulia, keluarganya, para sahabat dan siapa
yang mengikuti kebaikan mereka sampai hari pembalasan.
___________
Source :
Rumiyah 2, Al-Hayat Media
Centre,
Ad Daulatul Islamiyah
Muharram
1438 H, Hal : 18 – 25
Penerjemah : Al Hayat Media Center
Editor :
AKM Pustaka,
Desain Sampul : Abu Sistemologi
Tata Letak :
Abu Sistemologi
Terbitan I :
21 September 2018, Sikap keras dan
tegas kepada orang-orang kafir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar