Bab 24
Agama Allah satu, tetapi
syari‘atnya
berbeda-beda
Dalam kaitannya dengan penegasan Allah tentang
agama Islam dan titah-Nya kepada golongan ahli kitab, Allah berfirman pada
surah Al Baqarah ayat 136-140:
قُولُوٓاْ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ
وَمَآ أُنزِلَ إِلَيۡنَا وَمَآ أُنزِلَ إِلَىٰٓ إِبۡرَٰهِۧمَ وَإِسۡمَٰعِيلَ
وَإِسۡحَٰقَ وَيَعۡقُوبَ وَٱلۡأَسۡبَاطِ وَمَآ أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَمَآ
أُوتِيَ ٱلنَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمۡ لَا نُفَرِّقُ بَيۡنَ أَحَدٖ مِّنۡهُمۡ
وَنَحۡنُ لَهُۥ مُسۡلِمُونَ ١٣٦ فَإِنۡ ءَامَنُواْ بِمِثۡلِ مَآ ءَامَنتُم بِهِۦ
فَقَدِ ٱهۡتَدَواْۖ وَّإِن تَوَلَّوۡاْ فَإِنَّمَا هُمۡ فِي شِقَاقٖۖ
فَسَيَكۡفِيكَهُمُ ٱللَّهُۚ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ ١٣٧ صِبۡغَةَ ٱللَّهِ
وَمَنۡ أَحۡسَنُ مِنَ ٱللَّهِ صِبۡغَةٗۖ وَنَحۡنُ لَهُۥ عَٰبِدُونَ ١٣٨ قُلۡ
أَتُحَآجُّونَنَا فِي ٱللَّهِ وَهُوَ رَبُّنَا وَرَبُّكُمۡ وَلَنَآ أَعۡمَٰلُنَا
وَلَكُمۡ أَعۡمَٰلُكُمۡ وَنَحۡنُ لَهُۥ مُخۡلِصُونَ ١٣٩ أَمۡ تَقُولُونَ إِنَّ
إِبۡرَٰهِۧمَ وَإِسۡمَٰعِيلَ وَإِسۡحَٰقَ وَيَعۡقُوبَ وَٱلۡأَسۡبَاطَ كَانُواْ
هُودًا أَوۡ نَصَٰرَىٰۗ قُلۡ ءَأَنتُمۡ أَعۡلَمُ أَمِ ٱللَّهُۗ وَمَنۡ أَظۡلَمُ
مِمَّن كَتَمَ شَهَٰدَةً عِندَهُۥ مِنَ ٱللَّهِۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُونَ
١٤٠
Katakanlah (hai orang-orang
mu‘min): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan
apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya`qub dan anak cucunya, dan
apa yang diberikan kepada Musa dan ‘Isa serta apa yang diberikan kepada
nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka
dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. Maka jika mereka beriman kepada apa
yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan
jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan
kamu). … dan Allah sama sekali tidak lengah terhadap perbuatan-perbuatan kamu
sekalian.”
Oleh karena asal-usul agama - yaitu Islam - adalah satu
sekalipun syari‘atnya berbeda-beda, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah Hadits shahih bersabda:
إِنَّا
مَعْشَرَ الْأَنْبِيَاءِ دِيْنُنَا وَاحِدًا
”Kami adalah golongan
para nabi, agama kami satu.”2)
<<2) Agama Allah itu satu
sebagaimana firman-Nya: "Sesungguhnya agama di sisi Allah itu adalah
Islam", tetapi syari'at-Nya berbeda-beda sebagaimana firman-Nya:
"Bagi masing-masing umat, telah Kami tetapkan syari'at dan tatanan hidup
tertentu di antara kamu." Ayat ini tidaklah berlawanan satu dengan yang
lain, karena agama-agama langit itu satu.>>
Dan sabda beliau:
اَلْأَنْبِيَاءُ
إِخْوَةٌ لِعَلَّاتٍ
”Para nabi bersaudara
dalam satu keluarga.”
إِنَّ
أَوْلَى النَّاسِ بِابْنِ مَرْيَمَ لَأَنَا, فَلَيْسَ بَيْنِيْ وَ بَيْنَهُ
نَبِيٌّ
“Sesungguhnya orang yang
paling dekat dengan putra Maryam adalah aku, dan di antara aku dan dia tidak
ada satupun nabi.”
Jadi, agama para nabi adalah satu, yaitu
menyembah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, Dialah yang patut disembah
kapan saja menurut cara yang diperintahkan nabi-Nya waktu itu. Itulah agama
Islam yang sesuai dengan yang diturunkan pada waktu itu. Syari‘at yang datang
kemudian terkadang menghapus syari‘at yang sebelumnya sesuai dengan kehendak
Allah. Agama Islam yang mana Allah mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wasallam untuk membawanya,
sebenarnya adalah Islam yang satu itu juga. Terbukti Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam pernah shalat menghadap ke
Baitul Maqdis - yang mana hal itu pernah beliau perintahkan kepada kaum muslim
setelah hijrah - dan berlaku lebih dari sepuluh bulan. Sesudah itu shalat kaum
muslim diwajibkan menghadap ke Ka‘bah dan diharamkan menghadap ke Baitul
Maqdis. Namun demikian, agama Islam itu tetap satu sekalipun kiblatnya
berbeda-beda pada kurun waktu yang berbeda.
Agama Islam ini juga yang mensyari‘atkan kepada
Bani Israil untuk melakukan shalat pada hari Sabtu yang kemudian dihapuskan,
lalu kaum muslim disyari‘atkan melaksanakan shalat Jum‘at. Pada waktu itu
diwajibkan berkumpul pada hari Sabtu, tetapi kemudian yang diwajibkan kepada
kaum muslim adalah berkumpul pada hari Jum‘at dan diharamkan berkumpul untuk
melakukan shalat pada hari Sabtu.
Barang siapa keluar dari syari‘at Musa sebelum
dihapus, maka dia bukan seorang muslim dan barang siapa tidak mau masuk ke
dalam agama Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam setelah dihapuskannya syari‘at Musa, maka dia
bukan seorang muslim. Dan Allah sama sekali tidak pernah mensyari‘atkan kepada
seorang nabi pun untuk menyembah selain Allah, sebagaimamna firman-Nya pada
surah Asy Syuraa ayat 13:
شَرَعَ لَكُم مِّنَ ٱلدِّينِ
مَا وَصَّىٰ بِهِۦ نُوحٗا وَٱلَّذِيٓ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ وَمَا وَصَّيۡنَا بِهِۦٓ
إِبۡرَٰهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰٓۖ أَنۡ أَقِيمُواْ ٱلدِّينَ وَلَا
تَتَفَرَّقُواْ فِيهِۚ كَبُرَ عَلَى ٱلۡمُشۡرِكِينَ مَا تَدۡعُوهُمۡ إِلَيۡهِ
“Telah disyari‘atkan kepada
kamu suatu agama yang mana telah diwasiatkan agama itu kepada Nuh dan Kami
wahyukan kepadamu (Muhammad) dan Kami wasiatkan pula agama itu kepada Ibrahim
dan Musa dan ‘Isa supaya kamu sekalian menegakkan agama ini dan janganlah kamu
bercerai-berai dari agama ini. Sungguh, amat besar dosa kaum musyrik atas
penyembahan yang mereka lakukan.”
Para rasul diperintahkan Allah untuk menegakkan
agama Islam ini dan tidak boleh bercerai-berai dalam beragama ini. Golongan
musyrik telah bercerai-berai ke dalam bermacam-macam kepercayaan kepada
tuhannya, sedangkan golongan tauhid bersatu dalam aqidahnya, sebagaimana Allah
berfirman pada surah Huud ayat 118-119:
وَلَوۡ
شَآءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ ٱلنَّاسَ أُمَّةٗ وَٰحِدَةٗۖ وَلَا يَزَالُونَ
مُخۡتَلِفِينَ ١١٨ إِلَّا مَن رَّحِمَ رَبُّكَۚ وَلِذَٰلِكَ خَلَقَهُمۡ
“Dan mereka senantiasa dalam keadaan berselisih kecuali orang
yang diberi rahmat oleh Tuhan-Mu dan untuk itulah Dia menciptakan mereka.”
Yang dimaksud dengan golongan yang mendapat
rahmat ialah mereka yang bersatu dan bersepakat dalam aqidahnya, sedangkan
golongan musyrik mencerai-beraikan agama mereka sehingga mereka menjadi
bermacam-macam golongan.
Oleh karena itu, anda dapat menyaksikan bahwa
yang muncul dari mereka hanyalah kesyirikan dan bid‘ah sehingga membuat para
pengikutnya bercerai-berai. Tiap-tiap golongan musyrik Arab mempunyai berhala
sendiri-sendiri yang mereka jadikan sebagai tandingan Allah. Mereka menggunakan
berhala tersebut untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mereka memohon bantuan
kepada berhala itu untuk memenuhi hajat mereka. Mereka telah menyekutukan
berhala itu dengan Allah. Golongan musyrik yang satu tidak mau menyembah
golongan musyrik lainnya dan begitu pula sebaliknya, satu dengan yang lain
saling menjauhkan diri. Bahkan pengikut penyembah berhala ini mempunyai
syari‘at yang berbeda dengan penyembah berhala lainnya.
Adapun jalan para rasul Allah adalah satu, yaitu jalan
Al-Qur‘an. Allah berfirman pada surah Ash Shaffat ayat 180-182:
سُبۡحَٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلۡعِزَّةِ
عَمَّا يَصِفُونَ ١٨٠ وَسَلَٰمٌ عَلَى ٱلۡمُرۡسَلِينَ
١٨١ وَٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
١٨٢
“Mahasuci Tuhanmu, Tuhan
Yang Mahamulia dari segala sifat yang mereka katakan. Salam sejahtera bagi para
rasul. Dan segala pernyataan syukur hanyalah hak bagi Allah penguasa semesta
alam.”
Seorang mukmin adalah orang yang beriman kepada
Allah dengan semua nama-Nya yang ada dalam asmaul husna dan berdo‘a dengan
menyebut nama-nama itu serta menjauhi segala sifat pengingkaran terhadap
nama-nama-Nya dan ayat-ayat-Nya, sebagaimana firman-Nya pada surah Al A‘raaf
ayat 180:
وَلِلَّهِ
ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ فَٱدۡعُوهُ بِهَاۖ وَذَرُواْ ٱلَّذِينَ يُلۡحِدُونَ
فِيٓ أَسۡمَٰٓئِهِ
“Allah memiliki nama-nama
yang baik. Oleh karena itu, sebutlah nama-Nya itu dalam berdo‘a kepada-Nya dan
tinggalkanlah orang-orang yang mengingkari nama-nama-Nya.”
Dan firman-Nya pula pada surah Fushshilat ayat 40:
إِنَّ
ٱلَّذِينَ يُلۡحِدُونَ فِيٓ ءَايَٰتِنَا لَا يَخۡفَوۡنَ عَلَيۡنَآ
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka itu tidak akan tersembunyi
dari pengawasan Kami.”
Seorang mukmin hanya berdo‘a kepada Allah semata dan beribadah
hanya kepada-Nya, tidak menyekutukan sesuatu apapun dalam beribadah kepada-Nya
serta menjauhi jalan kaum musyrik, yaitu kaum yang Allah sebutkan pada surah Al
Isra’ ayat 56-57:
قُلِ ٱدۡعُواْ ٱلَّذِينَ
زَعَمۡتُم مِّن دُونِهِۦ فَلَا يَمۡلِكُونَ كَشۡفَ ٱلضُّرِّ عَنكُمۡ وَلَا
تَحۡوِيلًا ٥٦ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ يَبۡتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ ٱلۡوَسِيلَةَ
أَيُّهُمۡ أَقۡرَبُ وَيَرۡجُونَ رَحۡمَتَهُۥ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُۥٓۚ إِنَّ
عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحۡذُورٗا ٥٧
“Katakanlah Muhammad: ‘Serulah berhala-berhala
yang kamu percayai selain Dia, maka mereka tidak kuasa sedikit pun melepaskan
bahaya dari diri kamu sekalian dan tidak kuasa pula mengalihkannya. Berhala-berhala
yang mereka seru itu mereka jadikan sebagai wasilah, manakah di antara
berhala-berhala itu yang paling dekat kepada Allah dan mengharapkan rahmat-Nya
dan mereka takuti adzab-Nya. Sesungguhnya adzab Tuhanmu sejak semula senantiasa
ditakuti.”
Oleh karena itu, hendaklah seorang mukmin
bersungguh-sungguh dalam merealisasi-kan ilmu dan iman serta menjadikan Allah
sebagai pemberi hidayah dan pemberi pertolongan, pemberi hukum, dan pemberi
perlindungan. Sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi perlindungan dan
pemberi pertolongan. Cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi hidayah dan pemberi
pertolongan.
Alhamdulillah rabbil alamiin
(segala pernyataan syukur
hanya menjadi hak Allah penguasa semesta alam). Shalawat dan salam semoga
dilimpahkan kepada tokoh para rasul (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam),
para keluarga, dan segenap shahabat beliau.
_____________
source: Books: Bahaya Mengekor Non Muslim (Mukhtarat
Iqtidha’ Ash-Shirathal Mustaqim Syaikh Ibnu Taimiyah). Muhammad bin Ali
Adh-Dhabi‘i, Penerbit Media Hidayah,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar