Tafsir Ibnu Katsir
QS. Al-Maidah,
ayat 38-40
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ
فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ
عَزِيزٌ حَكِيمٌ (38) فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ
اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (39) أَلَمْ تَعْلَمْ
أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ
وَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (40)
“Laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan
dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksa. Maka
barang siapa bertobat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan
kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Tidakkah kamu tahu,
sesungguhnya Allah-lah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, disiksa-Nya
siapa yang dikehendaki-Nya dan diampuni-Nya bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu”.
Allah Swt. berfirman, memutuskan dan
memerintahkan agar tangan pencuri laki-laki dan pencuri perempuan dipotong.
Dahulu
di masa Jahiliah hukum potong tangan ini berlaku, kemudian disetujui oleh Islam
dan ditambahkan kepadanya syarat-syarat lain, seperti yang akan kami sebutkan.
Perihalnya sama dengan qisamah, diat, qirad, dan
lain-lainnya yang syariat datang dengan menyetujuinya sesuai dengan apa adanya
disertai dengan beberapa tambahan demi menyempurnakan kemaslahatan.
Menurut
suatu pendapat, orang yang mula-mula mengadakan hukum potong tangan pada masa
Jahiliah adalah kabilah Quraisy. Mereka memotong tangan seorang lelaki yang
dikenal dengan nama Duwaik maula Bani Malih ibnu Amr, dari Khuza'ah, karena
mencuri harta perbendaharaan Ka'bah. Menurut pendapat lain, yang mencurinya
adalah suatu kaum, kemudian mereka meletakkan hasil curiannya di rumah Duwaik.
Sebagian
kalangan ulama fiqih dari mazhab Zahiri mengatakan, "Apabila seseorang
mencuri sesuatu, maka tangannya harus dipotong, tanpa memandang apakah yang
dicurinya itu sedikit ataupun banyak," karena berdasarkan kepada keumuman
makna yang dikandung oleh firman-Nya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan
yang mencuri, potonglah tangan keduanya (Al-Maidah: 38)
Mereka
tidak mempertimbangkan adanya nisab dan tidak pula tempat penyimpanan
barang yang dicuri, bahkan mereka hanya memandang dari delik pencuriannya saja.
Ibnu
Jarir dan Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan melalui jalur Abdul Mu-min, dari
Najdah Al-Hanafi yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas
mengenai makna firman-Nya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduanya (Al-Maidah: 38); Apakah ayat ini
mengandung makna khusus atau umum? Ibnu Abbas menjawab, "Ayat ini
mengandung makna umum."
Hal
ini barangkali merupakan suatu kebetulan dari Ibnu Abbas yang bersesuaian
dengan pendapat mereka (mazhab Zahiri), barangkali pula tidak demikian
keadaannya; hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Mereka berpegang kepada sebuah
hadis yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui sahabat Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"لَعَن اللَّهُ
السَّارِقَ، يَسْرِقُ الْبَيْضَةَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ، وَيَسْرِقُ الْحَبْلَ
فَتُقْطَعُ يَدُهُ".
Semoga Allah melaknat pencuri; yang
mencuri telur, maka tangannya dipotong; dan mencuri tali, maka tangannya
dipotong.
Jumhur ulama mempertimbangkan adanya
nisab dalam kasus pencurian, sekalipun mengenai kadarnya masih
Diperselisihkan di kalangan mereka.
Masing-masing dari mazhab yang empat
mempunyai pendapatnya sendiri.
Menurut Imam Malik ibnu Anas, nisab
hukum potong tangan adalah tiga keping uang perak (dirham) murni. Apabila
seseorang mencuri sesuatu yang nilainya mencapai tiga dirham atau lebih, maka tangannya
harus dipotong. Imam Malik mengatakan, pendapatnya ini berdalilkan sebuah hadis
yang diriwayatkan oleh Nafi', dari Ibnu Umar r.a.:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَطَعَ فِي مِجَن ثَمَنُهُ ثَلَاثَةُ دَرَاهِمَ
“Rasulullah
Saw. melakukan hukum potong tangan dalam kasus pencurian sebuah tameng yang
harganya tiga dirham”.
(Hadis
diketengahkan oleh Syaikhain di dalam kitab Sahihain).
Imam Malik mengatakan bahwa Khalifah
Usman r.a. pernah menjatuhkan hukum potong tangan terhadap kasus pencurian buah
utrujjah (jeruk bali) yang harganya ditaksir tiga dirham. Asar ini
—menurut Imam Malik-— merupakan asar yang paling disukainya mengenai hal
tersebut.
Asar
ini bersumberkan dari Khalifah Usman r.a. yang diriwayatkan oleh Imam Malik,
dari Abdullah ibnu Abu Bakar, dari ayahnya, dari Amrah binti Abdur Rahman,
bahwa di masa pemerintahan Khalifah Usman pernah ada seseorang mencuri buah utrujjah
(jeruk bali). Maka Khalifah Usman memerintahkan agar barang yang dicuri itu
ditaksir harganya. Ketika dilakukan penaksiran, ternyata harganya mencapai tiga
dirham menurut harga lama, sedangkan menurut harga sekarang sama dengan dua
belas dirham. Maka Khalifah Usman memotong tangan pelakunya.
Para
pendukung Imam Malik mengatakan bahwa keputusan yang semisal telah terkenal dan
tiada yang memprotesnya, permasalahannya sama dengan ijma' sukuti.
Di
dalam asar ini terkandung dalil yang menunjukkan adanya hukum potong tangan
terhadap kasus pencurian buah, hal ini berbeda dengan pendapat kalangan mazhab
Hanafi. Dan berdasarkan pertimbangan tiga dirham, berbeda pula dengan mereka
(mazhab Hanafi), karena mereka menetapkan bahwa nisab-nya harus
mencapai sepuluh dirham. Sedangkan menurut pertimbangan mazhab Syafii, jumlah
yang harus dicapai adalah seperempat dinar.
Imam
Syafii mengatakan bahwa hal yang dijadikan standar dalam menjatuhkan sanksi
hukum potong tangan atas pencuri adalah seperempat dinar, atau uang atau barang
yang seharga seperempat dinar hingga lebih.
Dalil
yang dijadikan pegangan dalam hal ini ialah sebuah hadis yang diketengahkan
oleh Syaikhan, yaitu Imam Bukhari dan Imam Muslim, melalui Az-Zuhri, dari
Amrah, dari Aisyah r.a., bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقِ فِي رُبْعِ دِينَارٍ
فَصَاعِدًا"
“Tangan
pencuri dipotong karena mencuri seperempat dinar (atau sesuatu yang senilai
dengannya atau yang berupa barang yang senilai dengannya) hingga selebihnya.”
Menurut riwayat Imam Muslim melalui
jalur Abu Bakar ibnu Muhammad ibnu Amr ibnu Hazm, dari Amrah, dari Aisyah r.a.
disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَا تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقِ إِلَّا فِي رُبْعِ دِينَارٍ
فَصَاعِدًا"
“Tangan
pencuri tidaklah dipotong kecuali karena mencuri seperempat dinar hingga lebih.”
Teman-teman kami mengatakan bahwa
hadis ini merupakan penyelesaian dalam masalah yang bersangkutan, dan
merupakan nas yang menyatakan seperempat dinar sebagai nisab-nya, bukan
selainnya.
Mereka
mengatakan, hadis yang menyebutkan perihal harga sebuah tameng —yang menurut
taksiran seharga tiga dirham— pada kenyataannya tidak bertentangan dengan hadis
ini, mengingat saat kejadiannya nilai satu dinar sama dengan dua belas dirham.
Jika dikatakan tiga dirham, berarti sama dengan seperempat dinar. Dengan
demikian, berarti keduanya dapat digabungkan melalui analisis ini.
Pendapat
ini telah diriwayatkan dari Umar ibnul Khattab, Usman ibnu Affan dan Ali ibnu
Abi Thalib. Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Umar ibnu Abdul Aziz,
Al-Lais ibnu Sa'd, Al-Auza'i, Imam Syafii dan semua muridnya, Ishaq ibnu
Rahawaih menurut suatu riwayat darinya, dan Daud ibnu Ali Az-Zahiri.
Imam
Ahmad ibnu Hambal berpendapat, begitu pula Ishaq ibnu Rahawaih dalam suatu
riwayat yang bersumberkan darinya, bahwa masing-masing dari kedua pendapat yang
mengatakan seperempat dinar dan tiga dirham mempunyai dalil syar'i-nya.. Maka
barang siapa yang mencuri seharga salah satu dari keduanya atau yang senilai
dengannya, dikenai hukum potong tangan, karena berdasarkan hadis Ibnu Umar dan
hadis Aisyah r.a. Menurut suatu lafaz dari Imam Ahmad yang bersumberkan dari
Siti Aisyah, Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"اقْطَعُوا فِي رُبْعِ دِينَارٍ، وَلَا تَقْطَعُوا فِيمَا
هُوَ أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ"
“Lakukanlah
hukum potong tangan karena seperempat dinar, dan jangan kalian lakukan hukum
potong tangan karena (mencuri) sesuatu yang lebih
rendah dari itu”.
Dahulu
nilai seperempat dinar adalah tiga dirham, karena satu dinar sama dengan dua
belas dirham.
Menurut lafaz Imam Nasai disebutkan
seperti berikut:
لَا تُقْطَعُ يَدُ
السَّارِقِ فِيمَا دُونَ ثَمَنِ الْمِجَنِّ. قِيلَ لِعَائِشَةَ: مَا ثَمَنُ
المجَن؟ قَالَتْ: رُبْعُ دِينَارٍ.
“Tangan
pencuri tidak boleh dipotong karena mencuri sesuatu yang harganya lebih rendah
daripada harga sebuah tameng”. Ketika
ditanyakan kepada Siti Aisyah r.a. tentang harga sebuah tameng di masa lalu, ia
menjawab, "Seperempat dinar."
Semua dalil yang disebutkan di atas
merupakan nas-nas yang menunjukkan tidak adanya syarat sepuluh dirham (bagi
hukuman potong tangan untuk pencuri).
Adapun
Imam Abu Hanifah dan semua muridnya —yaitu Abu Yusuf, Muhammad serta Zufar—,
demikian pula Sufyan As-Sauri, sesungguhnya mereka berpendapat bahwa nisab kasus
pencurian adalah sepuluh dirham mata uang asli, bukan mata uang palsu. Mereka
mengatakan demikian dengan berdalilkan bahwa harga sebuah tameng ketika tangan
seorang pencuri dipotong karena mencurinya di masa Rasulullah Saw. adalah
sepuluh dirham.
Abu
Bakar ibnu Abu Syaibah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair
dan Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Ayyub
ibnu Musa, dari Ata, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa harga sebuah tameng
di masa Rasulullah Saw. adalah sepuluh dirham.
Kemudian Ia mengatakan:
حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْأَعْلَى، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ
أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: لا
تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقِ فِي دُونِ ثَمَنِ المِجَن". وَكَانَ ثَمَنُ
الْمِجَنِّ عَشَرَةَ دَرَاهِمَ.
telah menceritakan kepada kami
Abdul A'la, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari
kakeknya yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tangan
pencuri tidak boleh dipotong karena mencuri senilai lebih rendah daripada harga
sebuah tameng. Dahulu harga sebuah tameng (perisai) adalah sepuluh dirham.
Mereka mengatakan bahwa Ibnu Abbas
dan Abdullah ibnu Amr berbeda pendapat dengan Ibnu Umar tentang masalah harga
perisai. Maka untuk tindakan preventifnya ialah mengambil pendapat mayoritas,
karena masalah-masalah yang menyangkut hukuman had harus ditolak dengan
hal-hal yang syubhat.
Sebagian ulama Salaf ada yang
berpendapat bahwa tangan seorang pencuri dipotong karena mencuri sepuluh dirham
atau satu dinar atau sesuatu yang harganya senilai dengan salah satu dari
keduanya. Hal ini diriwayatkan dari Ali, Ibnu Mas'ud, Ibrahim An-Nakha'i, dan
Abu Ja'far Al-Baqir.
Sebagian ulama Salaf mengatakan
bahwa tangan pencuri tidak boleh dipotong kecuali karena mencuri lima dinar
atau lima puluh dirham. Pendapat ini dinukil dari Sa'id ibnu Jubair.
Sedangkan jumhur ulama membantah
pegangan dalil mazhab Zahiri yang bersandarkan kepada hadis Abu Hurairah r.a.
yang mengatakan:
"يَسْرقُ
الْبَيْضَةَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ، وَيَسْرِقُ الْحَبْلَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ"
“Dia
mencuri sebuah telur, maka tangannya dipotong; dan dia mencuri seutas tali maka
tangannya dipotong.”
melalui jawaban-jawaban berikut,
yaitu:
Pertama hadis tersebut telah di-mansukh oleh
hadis Siti Aisyah. Tetapi sanggahan ini masih perlu dipertimbangkan, mengingat
tarikh penanggalannya harus dijelaskan.
Kedua, makna lafaz al-baidah dapat
diinterpretasikan dengan pengertian 'topi besi", sedangkan tali yang
dimaksud ialah tali perahu. Demikianlah menurut alasan yang dikemukakan oleh
Al-A'masy melalui riwayat Imam Bukhari dan lain-lainnya, dari Al-A'masy.
Ketiga, bahwa hal ini merupakan sarana yang
menunjukkan pengertian bertahap dalam menangani kasus pencurian, yaitu dimulai
dari sedikit sampai jumlah yang banyak, yang mengakibatkan pelakunya dikenai
hukum potong tangan karena mencuri dalam jumlah sebanyak itu.
Dapat
diinterpretasikan pula bahwa apa yang disebutkan di dalam hadis merupakan suatu
berita tentang keadaan yang pernah terjadi di masa Jahiliah. Mengingat mereka
menjatuhkan hukum potong tangan dalam kasus pencurian, baik sedikit maupun
banyak, maka si pencuri melaknatnya karena dia menyerahkan tangannya yang mahal
hanya karena sesuatu yang tidak berarti.
Mereka
telah meriwayatkan bahwa Abul Ala Al-Ma'arri ketika tiba di Bagdad dikenal
telah mengemukakan suatu hal yang sulit menurutnya kepada ulama fiqih, karena
mereka menetapkan nisab pencurian seperempat dinar. Lalu ia menyusun
sebuah syair mengenai hal tersebut yang pada intinya menunjukkan kebodohannya
sendiri dan keminiman pengetahuannya tentang agama. Dia mengatakan:
“Diat (potong) tangan
adalah lima ratus kali dua keping emas, tetapi mengapa tangan dipotong karena
mencuri seperempat dinar? Ini suatu kontradiksi, tiada lain bagi kami kecuali
diam terhadapnya dan memohon perlindungan kepada Tuhan kami dari siksa neraka”.
Ketika
Abul Ala mengucapkan syairnya itu dan syairnya dikenal orang, maka para ulama
fiqih mencari-carinya, akhirnya dia melarikan diri dari kejaran mereka.
Kemudian
orang-orang menjawab ucapan tersebut. Jawaban yang dikemukakan oleh Al-Qadi
Abdul Wahhab Al-Maliki yaitu "manakala tangan dapat dipercaya, maka
harganya mahal; dan manakala tangan berkhianat, maka harganya menjadi
murah".
Di
antara mereka ada yang mengatakan bahwa di dalam hukum tersebut (potong tangan)
terkandung hikmah yang sempurna, maslahat, dan rahasia syariat yang besar.
Karena sesungguhnya di dalam Bab 'Tindak Pidana (Pelukaan)" sangatlah
sesuai bila harga sebuah tangan dibesarkan hingga lima ratus dinar, dengan
maksud agar terjaga keselamatannya, tidak ada yang berani melukainya. Sedangkan
dalam Bab "Pencurian" sangatlah sesuai bila nisab yang
diwajibkan hukum potong tangan adalah seperempat dinar, dengan maksud agar
orang-orang tidak berani melakukan tindak pidana pencurian. Hal ini merupakan
suatu hikmah yang sesungguhnya menurut pandangan orang-orang yang berakal.
Karena itulah Allah Swt berfirman:
{جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالا مِنَ اللَّهِ
وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ}
“(sebagai) pembalasan bagi apa
yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa lagi
Mahabijaksana”. (Al-Maidah: 38)
Yakni
sebagai pembalasan atas perbuatan jahat yang dilakukan oleh kedua tangannya
yang berani mengambil harta orang lain secara tidak sah. Maka sangatlah sesuai
bila kedua tangan yang dipakai sebagai sarana untuk tindak pidana pencurian itu
dipotong.
{نَكَالا
مِنَ اللَّهِ}
“sebagai
siksaan dari Allah”. (Al-Maidah: 38)
Yaitu sebagai balasan dari Allah
terhadap keduanya karena berani melakukan tindak pencurian.
{وَاللَّهُ
عَزِيزٌ}
“Dan
Allah Mahaperkasa”. (Al-Maidah: 38)
Yakni dalam pembalasan-Nya.
{حِكِيمٌ}
“lagi
Mahabijaksana”. (Al-Maidah: 38)
Yaitu dalam perintah dan
larangan-Nya, serta dalam syariat dan takdirNya.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ
وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
“Maka
barang siapa bertobat (di antara
pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri,
maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang”. (Al-Maidah: 39)
Yakni
barang siapa sesudah melakukan tindak pidana pencurian, lalu bertobat dan
kembali kepada jalan Allah, sesungguhnya Allah menerima tobatnya, menyangkut
dosa antara dia dan Allah. Adapun mengenai harta orang lain yang telah
dicurinya, maka dia harus mengembalikannya kepada pemiliknya atau menggantinya
(bila telah rusak atau terpakai). Demikianlah menurut takwil yang dikemukakan
oleh jumhur ulama.
Imam
Abu Hanifah mengatakan, "'Manakala pelaku pencurian telah menjalani hukum
potong tangan, sedangkan barang yang dicurinya telah rusak di tangannya, maka
dia tidak dibebani mengembalikan gantinya."
Al-Hafiz Abul Hasan Ad-Daraqutni
telah meriwayatkan sebuah hadis melalui Abu Hurairah:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِسَارِقٍ قَدْ سَرَقَ شَمْلَةً
فَقَالَ: "مَا إخَاله سَرَقَ"! فَقَالَ السَّارِقُ: بَلَى يَا رسول
الله. قال: "اذهبوا به فَاقْطَعُوهُ، ثُمَّ احْسِمُوهُ، ثُمَّ ائْتُونِي بِهِ".
فَقُطِعَ فَأُتِيَ بِهِ، فَقَالَ: "تُبْ إِلَى اللَّهِ". فَقَالَ:
تُبْتُ إِلَى اللَّهِ. فَقَالَ: "تَابَ اللَّهُ عَلَيْكَ".
bahwa
didatangkan kepada Rasulullah Saw. seorang yang telah mencuri sebuah kain
selimut. Maka Rasulullah Saw. bersabda: "Aku tidak menyangka dia
mencuri." Si pencuri menjawab, "Memang benar, saya telah mencuri,
wahai Rasulullah.” Nabi Saw. bersabda, "Bawalah dia dan potonglah
tangannya, kemudian obatilah dan hadapkanlah dia kepadaku.” Setelah
tangannya dipotong, lalu ia dihadapkan lagi kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw.
bersabda, "Bertobatlah kamu kepada Allah!" Si pencuri
menjawab, "Aku telah bertobat kepada Allah.”Nabi Saw. bersabda,
"Allah menerima tobatmu."
Hadis ini telah diriwayatkan melalui
jalur lain secara mursal. Hadis yang berpredikat mursal dinilai
kuat oleh Ali ibnul Madini dan Ibnu Khuzaimah.
رَوَى ابْنُ مَاجَهْ مِنْ
حَدِيثِ ابْنِ لَهِيعَة، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ ثَعْلَبَةَ الْأَنْصَارِيِّ، عَنْ أَبِيهِ؛ أَنَّ عَمْرو بْنَ
سَمُرة بْنِ حَبِيبِ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي سَرَقْتُ جَمَلًا لِبَنِي
فُلَانٍ فَطَهِّرْنِي! فَأَرْسَلَ إِلَيْهِمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالُوا: إِنَّا افْتَقَدْنَا جَمَلًا لَنَا. فَأَمَرَ بِهِ
فَقُطِعَتْ يَدُهُ. قَالَ ثَعْلَبَةُ: أَنَا أَنْظُرُ إِلَيْهِ حِينَ وَقَعَتْ
يَدُهُ وَهُوَ يَقُولُ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي طَهَّرَنِي مِنْكِ، أَرَدْتِ
أَنْ تُدْخِلِي جَسَدِي النَّارَ.
Ibnu
Majah telah meriwayatkan melalui hadis Ibnu Luhai'ah, dari Yazid ibnu Abu
Habib, dari Abdur Rahman ibnu Sa'labah Al-Ansari, dari ayahnya, bahwa Umar ibnu
Samurah ibnu Habib ibnu Abdu Syams datang kepada Nabi Saw., lalu ia berkata,
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah mencuri seekor unta milik Bani
Fulan, maka bersihkanlah diriku." Lalu Nabi Saw. mengirimkan utusan kepada
mereka (Bani Fulan), dan ternyata mereka berkata, "Sesungguhnya kami
kehilangan seekor unta milik kami." Maka Nabi Saw. memerintahkan agar
dilakukan hukum potong tangan terhadap Umar ibnu Samurah. Lalu tangan Umar ibnu
Samurah dipotong, sedangkan Umar ibnu Samurah berkata (kepada tangannya):
Segala puji bagi Allah Yang telah membersihkan diriku darimu, kamu hendak
memasukkan tubuhku ke dalam neraka.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ:
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ دَاوُدَ، حَدَّثَنَا ابْنُ
لَهِيعَة، عَنْ حُيَي بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ
الحُبُلي، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: سَرَقَتِ امْرَأَةٌ حُليًّا،
فَجَاءَ الَّذِينَ سَرَقَتْهُمْ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، سَرَقَتْنَا
هَذِهِ الْمَرْأَةُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"اقْطَعُوا يَدَهَا الْيُمْنَى". فَقَالَتِ الْمَرْأَةُ: هَلْ مِنْ
تَوْبَةٍ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"أَنْتِ الْيَوْمَ مِنْ خَطِيئَتِكِ كَيَوْمِ وَلَدَتْكِ أُمُّكِ"!
قَالَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ
وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan
kepada kami Musa ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari
Huyay ibnu Abdullah ibnu Abu Abdur Rahman Al-Habli, dari Abdullah ibnu Amr yang
telah menceritakan bahwa seorang wanita mencuri sebuah perhiasan, lalu
orang-orang yang kecurian olehnya datang menghadap Rasulullah Saw. dan berkata,
"Wahai Rasulullah, wanita ini telah mencuri milik kami." Maka
Rasulullah Saw bersabda : Potonglah tangan kanannya (Setelah menjalani
hukum potong tangan) wanita itu bertanya, "Apakah masih ada jalan untuk
bertobat?" Rasulullah Saw. bersabda: “Engkau sekarang (terbebas) dari
dosamu sebagaimana keadaanmu di hari ketika kamu dilahirkan oleh ibumu”. Abdullah
ibnu Amr melanjutkan kisahnya, "Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: “Maka
barang siapa bertobat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan
kejahatan itu dan memperbaiki diri. maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’' (Al-Maidah:
39)."
Imam Ahmad telah meriwayatkan hal
yang lebih sederhana dari itu. Ia mengatakan:
حَدَّثَنَا حَسَنٌ،
حَدَّثَنَا ابْنُ لَهيعة، حَدَّثَنِي حُيَي بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِي
عَبْدِ الرَّحْمَنِ الحُبُلي، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو؛ أَنَّ امْرَأَةً
سَرَقَتْ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَجَاءَ بِهَا الَّذِينَ سَرَقَتْهُمْ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ هَذِهِ
الْمَرْأَةَ سَرَقَتْنَا! قَالَ قَوْمُهَا: فَنَحْنُ نَفْدِيهَا، فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ: "اقْطَعُوا يَدَهَا" فَقَالُوا: نَحْنُ نَفْدِيهَا
بِخَمْسِمِائَةِ دِينَارٍ. قَالَ: "اقْطَعُوا يَدَهَا". قَالَ:
فَقُطِعَتْ يَدُهَا الْيُمْنَى. فَقَالَتِ الْمَرْأَةُ: هَلْ لِي مِنْ تَوْبَةٍ
يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "نَعَمْ، أَنْتِ الْيَوْمَ مِنْ خَطِيئَتِكِ
كَيَوْمِ وَلَدَتْكِ أُمُّكِ". فَأَنْزَلَ اللَّهُ فِي سُورَةِ الْمَائِدَةِ:
{فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ
إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
telah
menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah,
telah menceritakan kepadaku Huyay ibnu Abdullah, dari Abu Abdur Rahman
Al-Habli, dari Abdullah ibnu Amr, bahwa seorang wanita pernah melakukan pencurian
di masa Rasulullah Saw. Lalu orang-orang yang kecurian olehnya membawanya
datang menghadap Rasulullah Saw. Mereka berkata, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya wanita ini telah mencuri barang kami." Lalu kaumnya berkata,
"Taksirlah kerugian yang diakibatkannya, kami bersedia menebusnya."
Rasulullah Saw. bersabda: Potonglah tangannya! Mereka (kaumnya) berkata,
"Kami bersedia menebusnya dengan yang sebanyak lima ratus dinar."
Tetapi Rasulullah Saw. bersabda: Potonglah tangannya! Maka tangan kanan
wanita itu dipotong. Lalu wanita itu berkata, "Wahai Rasulullah, apakah
masih ada tobat bagiku?" Rasulullah Saw. bersabda: Ya, pada hari ini
engkau terbebas dari dosamu sebagaimana keadaanmu ketika dilahirkan oleh ibumu.
Maka Allah menurunkan firman-Nya di dalam surat Al-Maidah, yaitu: Maka
barang siapa bertobat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan
kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Maidah: 39).
Wanita
yang disebutkan di dalam hadis ini berasal dari Bani Makhzum, hadis yang
menceritakan perihal dia disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui
riwayat Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah. Disebutkan bahwa orang-orang Quraisy
merasa kesusahan dalam menangani kasus pencurian yang dilakukan oleh seorang
wanita (dari kalangan mereka) pada masa Nabi Saw., tepatnya di masa perang
kemenangan atas kota Mekah.
فَقَالُوا: مَنْ
يُكَلِّمُ فِيهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَقَالُوا:
وَمَنْ يَجْتَرِئ عَلَيْهِ إِلَّا أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ حِبُّ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَأَتَى بِهَا رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَكَلَّمَهُ فِيهَا أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ، فَتَلَوَّنَ وجهُ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "أَتَشْفَعُ فِي
حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ؟ " فَقَالَ لَهُ أُسَامَةُ:
اسْتَغْفِرْ لِي يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَلَمَّا كَانَ العَشي قَامَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاخْتَطَبَ، فَأَثْنَى عَلَى اللَّهِ
بِمَا هُوَ أَهْلُهُ، ثُمَّ قَالَ: "أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الشَّرِيفُ
تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الضعيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ، وَإِنِّي
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ
لقطعتُ يَدَهَا". ثُمَّ أَمَرَ بِتِلْكَ الْمَرْأَةِ الَّتِي سَرَقَتْ
فَقُطِعَتْ يَدُهَا. قَالَتْ عَائِشَةُ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا] فحَسنَتْ
تَوْبَتُهَا بَعْدُ، وَتَزَوَّجَتْ، وَكَانَتْ تَأْتِي بَعْدَ ذَلِكَ فَأَرْفَعُ
حَاجَتَهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Mereka
berkata, "Siapakah yang berani meminta grasi kepada Rasulullah Saw.
untuknya?" Mereka menjawab, 'Tiada yang berani meminta grasi kepada
Rasulullah Saw. kecuali Usamah ibnu Zaid, orang kesayangan Rasulullah
Saw." Kemudian wanita itu dihadapkan kepada Rasulullah Saw., lalu Usamah
berbicara kepada Rasulullah Saw., meminta grasi untuk wanita itu. Maka Wajah
rasulullah berbubah memerah. Lalu bersabda : Apakah kamu berani meminta
grasi menyangkut suatu hukuman had yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. ? Maka
Usamah ibnu Zaid berkata kepadanya, "Wahai Rasulullah, mohonkanlah ampun
kepada Allah untukku." Kemudian pada sore harinya Rasulullah Saw. berdiri
dan berkhotbah. Pada mulanya beliau membuka khotbahnya dengan pujian kepada
Allah dengan pujian yang layak bagi-Nya, kemudian bersabda: Amma Ba'du.
Sesungguhnya telah binasa orang-orang (umat-umat) sebelum kalian
hanyalah karena bilamana ada seseorang yang terhormat dari kalangan mereka
mencuri, maka mereka membiarkannya. Dan bilamana ada seorang yang lemah (orang
kecil) dari kalangan mereka mencuri, maka mereka menegakkan hukuman had
terhadapnya. Dan sesungguhnya aku sekarang, demi Tuhan Yang jiwaku berada di
dalam genggaman kekuasaannya, seandainya Fatimah binti Muhammad (yakni
putrinya) mencuri, niscaya aku potong tangannya. Kemudian wanita yang
telah mencuri itu diperintahkan untuk dijatuhi hukuman, lalu tangannya
dipotong. Siti Aisyah mengatakan bahwa sesudah itu wanita tersebut melakukan
tobatnya dengan baik dan menikah; lalu dia datang dan melaporkan mengenai
kemiskinan yang dialaminya kepada Rasulullah Saw.
Demikian menurut lafaz yang ada pada
Imam Muslim.
Menurut
lafaz lain yang juga ada pada Imam Muslim, dari Siti Aisyah, disebutkan bahwa
Siti Aisyah mengatakan, "Pada mulanya wanita dari kalangan Bani Makhzum
itu meminjam sebuah barang, lalu dia mengingkarinya, maka Rasulullah Saw.
memerintahkan agar tangannya dipotong."
Ibnu
Umar menceritakan, bahwa dahulu ada seorang wanita dari kalangan Bani Makhzum
meminjam sebuah barang melalui orang lain, lalu dia mengingkarinya, maka
Rasulullah Saw. memerintahkan agar tangannya dipotong. Imam Ahmad dan Imam Abu
Daud telah meriwayatkannya dan demikianlah bunyi lafaznya.
Menurut lafaz yang lain, seorang
wanita meminjam perhiasan milik orang lain, kemudian ia memilikinya. Maka
Rasulullah Saw. bersabda:
"لِتَتُبْ هَذِهِ
الْمَرْأَةُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتَرُدَّ مَا تَأْخُذُ عَلَى الْقَوْمِ،
ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قُمْ يَا
بِلَالُ فَخُذْ بِيَدِهَا فَاقْطَعْهَا"
“Hendaklah
wanita ini bertobat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengembalikan apa yang telah
diambilnya kepada kaum yang memilikinya. Kemudian
Rasulullah Saw. bersabda: Bangkitlah kamu, hai Bilal; dan peganglah
tangannya, lalu potonglah”.
Hukum-hukum mengenai pencurian ini
diketengahkan oleh banyak hadis yang semuanya disebutkan di dalam kitab fiqih.
*****
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}
“Tidakkah kamu tahu, sesungguhnya
Allah-lah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi”. (Al-Maidah: 40)
Yakni Dialah yang memiliki semuanya
itu dan yang menguasainya, tiada akibat bagi apa yang telah diputuskan-Nya, dan
Dia Maha Melakukan semua apa yang dikehendaki-Nya.
{يُعَذِّبُ
مَنْ يَشَاءُ وَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
“disiksa-Nya
siapa yang dikehendaki-Nya, dan diampuni-Nya bagi siapa yang dikehendaki-Nya
Dan Allah Mahakuasa atas segala “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar