BERILAH KABAR GEMBIRA PADA
ORANG-ORANG SABAR AKAN DEKATNYA
PERTOLONGAN ALLAH
Allah subhanahu wa
ta’ala telah menciptakan
hamba-hamba-Nya dan menjalankan sunnah ujian-Nya pada mereka, sampai terpisah
antara yang buruk dan yang bersih, dan agar orang yang binasa itu binasanya
setelah mendapat keterangan dan demikian juga orang yang hidup.
Karena itu, tidak
ada tamkin kecuali setelah penyeleksian, tidak ada kemenangan kecuali setelah
beratnya ujian, dan tidak ada rasa lapang kecuali setelah dihimpit kesulitan.
Jalan menuju Allah
subhanahu wa ta’ala dengan balasan terbaik yang telah disiapkan untuk orang-orang beriman,
adalah jalan yang berharga teramat mahal. Harga ini tidak akan mampu dipikul kecuali
oleh orang-orang mukmin yang sebenar-benarnya, yang hatinya bergantung hanya
kepada Allah saja dan tetap teguh pada manhaj Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan para sahabatnya
yang mulia. Mereka itu orang-orang yang tidak tertipu dengan figur atau slogan-slogan
mentereng. Mereka adalah para pencari kebenaran yang telah menemukan pemeluknya.
Para pemegang kebenaran itu bukanlah orang-orang yang telah sekian lama berkecimpung
dalam jihad lalu kemudian menyimpang dan melenceng lantaran panjangnya masa
sehingga mereka sekarang menjadi para penggembos dan penipu. Juga bukan
orang-orang yang menghabiskan umurnya diantara wadah tinta dan lembaran-lembaran
kosong, lalu ketika seorang penyeru kabar gembira menyeru bahwa inilah Daulah Islam
telah tegak maka kemarilah buktikan ilmu kalian dengan amal, tiba-tiba mereka memalingkan muka, seakan-akan ada sumbatan di telinga
mereka.
Ibnul
Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata menggambarkan jalan yang menuju
surga-surga yang kekal: “Dimana engkau, sedangkan jalan ini adalah jalan yang
melelahkan Adam ‘alaihissalam,
membuat Nuh ‘alaihissalam
mengeluh, Ibrahim ‘alaihissalam dilemparkan
ke dalam kobaran api, Isma’il ‘alaihissalam dibaringkan
hendak disembelih, Yusuf ‘alaihissalam dijual
dengan harga murah dan dipenjara selama beberapa masa, Zakariya ‘alaihissalam digergaji,
Yahya ‘alaihissalam disembelih,
Ayyub ‘alaihissalam menderita
penyakit keras, membuat Dawud ‘alaihissalam
menangis tersengal-sengal, Isa ‘alaihissalam berjalan
bersama binatang buas, dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam merasakan
kerasnya kefakiran dan berbagai macam gangguan”. [al-Fawāid]
Jika
seperti itu kondisi para nabi termasuk para ulul azmi – sebaik-baik shalawat
dan sejernih-jernihnya salam terhatur kepada mereka dan kepada Nabi kita – mendapatkan
apa yang mereka dapatkan itu demi membela Allah subhanahu wa ta’ala namun
mereka tetap bersabar dan teguh, dan mereka disakiti dengan keras lantaran
menyeru kepada tauhid yang murni namun tidak merasa lemah dan berkecil hati,
maka bagaimana halnya dengan orang-orang selain mereka? Bukankah lebih pantas untuk
diuji agar menjadi bersih, dan diseleksi agar mereka menjadi orang-orang
mukhlis? Imam Syafi’i rahimahullah suatu
ketika ditanya: “Mana yang lebih utama bagi seorang lelaki, diberi kekuasaan
atau diuji? Jawabnya: “Ia tidak akan diberi kekuasaan sampai diuji”. [al-Fawāid
karangan Ibnu Qoyyim]
Ya, siapa langkah awalnya tak
diwarnai dengan kelam maka takkan ada penghabisan yang bercahaya. Tidak ada
tamkin sampai merasakan pahitnya ujian, sempitnya hidup, dan kerasnya krisis.
Karena
janji untuk para lelaki dan wanita yang jujur adalah surga. Surga yang di
dalamnya wajah Allah subhanahu wa ta’ala diperlihatkan,
yang merupakan setinggi-tingginya nikmat dan angan-angan. Lalu, apakah hal itu
bisa didapatkan dengan nyamannya dunia dan nikmatnya hidup? Bahkan sebaliknya,
dengan tikaman tombak di bawah kilatan pedang;
أَمۡ حَسِبۡتُمۡ أَن
تَدۡخُلُواْ ٱلۡجَنَّةَ وَلَمَّا يَأۡتِكُم مَّثَلُ ٱلَّذِينَ خَلَوۡاْ مِن
قَبۡلِكُمۖ مَّسَّتۡهُمُ ٱلۡبَأۡسَآءُ وَٱلضَّرَّآءُ وَزُلۡزِلُواْ حَتَّىٰ
يَقُولَ ٱلرَّسُولُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُۥ مَتَىٰ نَصۡرُ ٱللَّهِ
{Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum
datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?
Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman
bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” [QS
al-Baqarah: 214]}.
Imam
at-Tabari rahimahullah berkata: “Makna kalam Allah ini yaitu: Wahai orang-orang
yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, apakah kalian mengira akan masuk surga
sedangkan kalian belumlah terkena ujian dan tumpukan kesulitan seperti pengikut
para nabi dan rasul sebelum kalian. Sehingga kalian diuji dan digoncangkan
dengan kesengsaraan, yaitu kefakiran yang amat sangat, dan malapetaka, yaitu
wabah penyakit, seperti mereka dahulu. Juga kalian belumlah digoncangkan dengan
kegoncangan mereka, yaitu merasakan ketakutan dan kengerian yang teramat sangat
lagi melelahkan lantaran musuh, sampai mereka merasa lelah menanti pertolongan
Allah dan berkata, “Bilakah Allah akan menolong kita?”.
Hal itu juga diketahui oleh
Kaisar Romawi Heraklius ketika berkata kepada Abu Sufyan: “Aku bertanya
kepadamu bagaimana peperangan antara kalian dengannya, engkau menjawab bahwa terkadang
menang terkadang kalah, maka demikianlah para rasul, mereka diuji lalu kemudian
mendapatkan kemenangan”. (Muttafaq ‘alaih). Maka bagaimana seorang muwahhid
yang berprasangka baik kepada Allah tidak mengetahui hal ini? Sesungguhnya Din
ini adalah mahal.
Menyeru
kepada tauhid yang murni dan meninggikan kalimat Allah di bumi-Nya membutuhkan
pengorbanan teramat besar, seperti pengorbanan Ashābul Ukhdūd, yang diberantas
dan dihabisi secara dini oleh thaghut sehingga tidak ada seorangpun yang
tersisa. Mereka para Ashābul Ukhdūd itu – setelah beriman kepada Rabbnya ghulam
– menyaksikan para thaghut membuat parit dan menyalakan api untuk membakar yang
tetap beriman, namun hal itu tidak mencederai iman mereka dan tidak berhasil
menggeserkan Din mereka, sampai datang seorang wanita yang menggendong anak
kecil, ia ragu-ragu untuk melemparkan dirinya ke dalam api lantaran anaknya
itu, maka anaknya berkata: “Wahai ibu, bersabarlah, karena engkau benar”.
(Muttafaq ‘alaih).
Ibnu
Abi Syaibah meriwayatkan dalam al-Mushannaf
dari Hasan yang berkata: “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika
menyebutkan kisah Ashābul Ukhdūd beliau berlindung dari beratnya ujian”.
Imam
Bukhari membuat bab dalam shahihnya, ‘Bab Tentang Orang Yang Memilih Dipukul
dan Dihinakan Daripada Kafir”, beliau mengeluarkan hadits dari Khabbab bin
al-Art , berkata: “Kami mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam ketika
beliau tengah bersandar pada Ka’bah beralaskan burdahnya. Kami berkata padanya:
‘Tidakkah engkau mendoakan kita? Tidakkah engkau meminta tolong kepada Allah?
Beliau bersabda: ‘Orang sebelum
kalian digalikan sebuah lubang untuknya di atas tanah, kemudian mereka
dimasukkan ke dalamnya. Setelah itu diambilkan sebuah gergaji dan diletakkan di
atas kepalanya hingga terpotong menjadi dua bagian. Akan tetapi, hal tersebut
tidak menggoyahkan agamanya. Kemudian ada juga yang disisir besi, sehingga
terlepas daging dari tulangnya. Akan tetapi, hal itu juga tidak menggoyahkan
agamanya. Allah pasti akan menyempurnakan masalah ini, sehingga akan berjalan
seorang dari Shan’a ke Hadramaut, di mana ia tidak takut sedikitpun kecuali
kepada Allah, sampai serigala bisa berdampingan dengan kambing (tanpa
memangsanya). Akan tetapi, kalian terburu-buru.’
Ada harga
yang harus dibayarkan seorang mukmin dalam benturan antara kebenaran dan
kebatilan, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
{Maka mereka membunuh dan
dibunuh. [QS
at-Taubah: 111]}. Betapa
berharganya pelajaran dan konsekuensi yang diambil dari Perang Uhud, perang
yang memakan korban bukan sekedar menteri, amir, atau komandan, tidak hanya
satu, dua, tiga, atau sepuluh, namun justru penghulu para syuhada Hamzah paman
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersama dengan 70 sahabat terbaik.
Dalam satu hari saja para kesatria sejumlah demikian terbunuh, bukan sekedar
kesatria biasa, tapi mereka adalah para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam! Pada Perang Uhud juga suara orang-orang kafir
meninggi mengira berhasil membinasakan Islam. “Abu Sufyan naik ke tempat yang
tinggi dan berseru, ‘Apakah di antara kalian ada Muhammad? Beliau bersabda: ‘Jangan dijawab’. Abu Sufyan kembali
bertanya, ‘Apakah di antara kalian terdapat Ibnu Abi Quhafah (Abu Bakar –pent)?
Beliau bersabda: ‘Jangan
dijawab’.
Dia kembali bertanya, ‘Apakah di antara kalian terdapat Ibnul Khatthab? Abu
Sufyan melanjutkan, ‘Sesungguhnya mereka semua telah tewas, sekiranya mereka masih
hidup, tentu akan menjawabnya’.
Ternyata Umar tidak dapat
menahan dirinya dan berkata, ‘Kamu berdusta wahai musuh Allah, Allah masih
membiarkan orang yang akan membuat kalian terhina’. Abu Sufyan berkata,
‘Tinggilah Hubal’. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‘Jawablah’. Para sahabat
bertanya, ‘Apa yang harus kami katakan? Beliau bersabda: ‘Katakanlah, Allah lebih tinggi dan lebih mulia’. Abu Sufyan
membalas, ‘Kami memiliki ‘Uzza sementara kalian tidak memilikinya’. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
‘Jawablah’. Para sahabat
bertanya, ‘Apa yang harus kami katakanya? Beliau bersabda: ‘Katakanlah, Allah adalah penolong kami dan kalian tidak
memiliki penolong’”. (HR Bukhari).
Lalu,
apakah orang-orang mukmin sekarang itu lebih mulia di sisi Allah daripada
generasi pertama itu yang diuji dan digoncangkan segoncang-goncangnya sampai
hati menyesak ke tenggorokan? Yang mengira bahwa penaklukan Roma dan
Konstantinopel itu bisa dicapai hanya dengan pekikan kata saja1) tanpa
luka-luka, maka sungguh ia telah tertipu lagi berimajinasi saja!
Dengan
demikian, jelaslah bahwa melalui ujian dan penyeleksian sajalah seorang mukmin
muwahid bisa bertahan seijin Rabbnya, dan seorang munafik serta yang imannya
lemah akan terpuruk, sehingga setelahnya tidak tersisa kecuali orang-orang
pilihan. Orang-orang yang jiwanya telah tersucikan dari kotoran najis dunia.
Ketika itulah, dan hanya ketika itu jiwa mereka dipenuhi suara kebenaran sehingga
datanglah pertolongan yang menyejukkan hati mereka: {Ketahuilah, bahwasanya pertolongan Allah itu dekat. [QS
al-Baqarah: 214]}. Sungguh
kami telah merasakan hembusan angin khilafah kita yang diberkahi ini, yang
bertiup dari ujung timur bumi sampai ujung baratnya, sekiranya mereka tidak
menuduh kita lemah, maka bersabar itulah yang baik, Allahul musta’ān.
_________________
1) Penaklukan
Konstantinopel terjadi setelah memakan korban sekian banyak syuhada dan
prajurit yang terluka. Pada peristiwa sebelumnya, sepertiga pasukan kaum
muslimin terbunuh dalam pertempuran sengit melawan salibis di Dabiq. Kemudian
pasukan yang tersisa melanjutkan pergerakannya untuk mengepung Konstantinopel
sampai mencapai pinggiran kota. Disinilah, dan hanya ketika inilah - setelah
banjir darah dan keringat – pertahanan kota jatuh hanya dengan tahlil dan
takbir para muwahhid mujahid yang tetap sabar dan teguh. Nikmat dan keutamaan
dari Allah ini - pertahanan kota jatuh hanya dengan tahlil dan takbir – adalah
balasan keikhlasan niat dan kesungguhan amal, bukan sekedar hasil kata-kata
belaka tanpa ada niat dan kesungguhan, seperti kata-kata orang munafik dan yang
berpenyakit hatinya.
=> Artikel Majalah RUMIYAH
edisi 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar