6/22/2019

BERILAH KABAR GEMBIRA PADA ORANG-ORANG SABAR


BERILAH KABAR GEMBIRA PADA
ORANG-ORANG SABAR AKAN DEKATNYA
PERTOLONGAN ALLAH

Allah subhanahu wa ta’ala telah menciptakan hamba-hamba-Nya dan menjalankan sunnah ujian-Nya pada mereka, sampai terpisah antara yang buruk dan yang bersih, dan agar orang yang binasa itu binasanya setelah mendapat keterangan dan demikian juga orang yang hidup.

Karena itu, tidak ada tamkin kecuali setelah penyeleksian, tidak ada kemenangan kecuali setelah beratnya ujian, dan tidak ada rasa lapang kecuali setelah dihimpit kesulitan.

Jalan menuju Allah subhanahu wa ta’ala dengan balasan terbaik yang telah disiapkan untuk orang-orang beriman, adalah jalan yang berharga teramat mahal. Harga ini tidak akan mampu dipikul kecuali oleh orang-orang mukmin yang sebenar-benarnya, yang hatinya bergantung hanya kepada Allah saja dan tetap teguh pada manhaj Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya yang mulia. Mereka itu orang-orang yang tidak tertipu dengan figur atau slogan-slogan mentereng. Mereka adalah para pencari kebenaran yang telah menemukan pemeluknya. Para pemegang kebenaran itu bukanlah orang-orang yang telah sekian lama berkecimpung dalam jihad lalu kemudian menyimpang dan melenceng lantaran panjangnya masa sehingga mereka sekarang menjadi para penggembos dan penipu. Juga bukan orang-orang yang menghabiskan umurnya diantara wadah tinta dan lembaran-lembaran kosong, lalu ketika seorang penyeru kabar gembira menyeru bahwa inilah Daulah Islam telah tegak maka kemarilah buktikan ilmu kalian dengan amal, tiba-tiba mereka memalingkan muka, seakan-akan ada sumbatan di telinga mereka.

Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata menggambarkan jalan yang menuju surga-surga yang kekal: “Dimana engkau, sedangkan jalan ini adalah jalan yang melelahkan Adam alaihissalam, membuat Nuh alaihissalam mengeluh, Ibrahim alaihissalam dilemparkan ke dalam kobaran api, Isma’il alaihissalam dibaringkan hendak disembelih, Yusuf alaihissalam dijual dengan harga murah dan dipenjara selama beberapa masa, Zakariya alaihissalam digergaji, Yahya alaihissalam disembelih, Ayyub alaihissalam menderita penyakit keras, membuat Dawud alaihissalam menangis tersengal-sengal, Isa alaihissalam berjalan bersama binatang buas, dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam merasakan kerasnya kefakiran dan berbagai macam gangguan”. [al-Fawāid]

Jika seperti itu kondisi para nabi termasuk para ulul azmi – sebaik-baik shalawat dan sejernih-jernihnya salam terhatur kepada mereka dan kepada Nabi kita – mendapatkan apa yang mereka dapatkan itu demi membela Allah subhanahu wa ta’ala namun mereka tetap bersabar dan teguh, dan mereka disakiti dengan keras lantaran menyeru kepada tauhid yang murni namun tidak merasa lemah dan berkecil hati, maka bagaimana halnya dengan orang-orang selain mereka? Bukankah lebih pantas untuk diuji agar menjadi bersih, dan diseleksi agar mereka menjadi orang-orang mukhlis? Imam Syafi’i rahimahullah suatu ketika ditanya: “Mana yang lebih utama bagi seorang lelaki, diberi kekuasaan atau diuji? Jawabnya: “Ia tidak akan diberi kekuasaan sampai diuji”. [al-Fawāid karangan Ibnu Qoyyim]

Ya, siapa langkah awalnya tak diwarnai dengan kelam maka takkan ada penghabisan yang bercahaya. Tidak ada tamkin sampai merasakan pahitnya ujian, sempitnya hidup, dan kerasnya krisis.

Karena janji untuk para lelaki dan wanita yang jujur adalah surga. Surga yang di dalamnya wajah Allah subhanahu wa ta’ala diperlihatkan, yang merupakan setinggi-tingginya nikmat dan angan-angan. Lalu, apakah hal itu bisa didapatkan dengan nyamannya dunia dan nikmatnya hidup? Bahkan sebaliknya, dengan tikaman tombak di bawah kilatan pedang;

أَمۡ حَسِبۡتُمۡ أَن تَدۡخُلُواْ ٱلۡجَنَّةَ وَلَمَّا يَأۡتِكُم مَّثَلُ ٱلَّذِينَ خَلَوۡاْ مِن قَبۡلِكُمۖ مَّسَّتۡهُمُ ٱلۡبَأۡسَآءُ وَٱلضَّرَّآءُ وَزُلۡزِلُواْ حَتَّىٰ يَقُولَ ٱلرَّسُولُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُۥ مَتَىٰ نَصۡرُ ٱللَّهِ
{Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” [QS al-Baqarah: 214]}.

Imam at-Tabari rahimahullah berkata: “Makna kalam Allah ini yaitu: Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, apakah kalian mengira akan masuk surga sedangkan kalian belumlah terkena ujian dan tumpukan kesulitan seperti pengikut para nabi dan rasul sebelum kalian. Sehingga kalian diuji dan digoncangkan dengan kesengsaraan, yaitu kefakiran yang amat sangat, dan malapetaka, yaitu wabah penyakit, seperti mereka dahulu. Juga kalian belumlah digoncangkan dengan kegoncangan mereka, yaitu merasakan ketakutan dan kengerian yang teramat sangat lagi melelahkan lantaran musuh, sampai mereka merasa lelah menanti pertolongan Allah dan berkata, “Bilakah Allah akan menolong kita?”.

Hal itu juga diketahui oleh Kaisar Romawi Heraklius ketika berkata kepada Abu Sufyan: “Aku bertanya kepadamu bagaimana peperangan antara kalian dengannya, engkau menjawab bahwa terkadang menang terkadang kalah, maka demikianlah para rasul, mereka diuji lalu kemudian mendapatkan kemenangan”. (Muttafaq ‘alaih). Maka bagaimana seorang muwahhid yang berprasangka baik kepada Allah tidak mengetahui hal ini? Sesungguhnya Din ini adalah mahal.

Menyeru kepada tauhid yang murni dan meninggikan kalimat Allah di bumi-Nya membutuhkan pengorbanan teramat besar, seperti pengorbanan Ashābul Ukhdūd, yang diberantas dan dihabisi secara dini oleh thaghut sehingga tidak ada seorangpun yang tersisa. Mereka para Ashābul Ukhdūd itu – setelah beriman kepada Rabbnya ghulam – menyaksikan para thaghut membuat parit dan menyalakan api untuk membakar yang tetap beriman, namun hal itu tidak mencederai iman mereka dan tidak berhasil menggeserkan Din mereka, sampai datang seorang wanita yang menggendong anak kecil, ia ragu-ragu untuk melemparkan dirinya ke dalam api lantaran anaknya itu, maka anaknya berkata: “Wahai ibu, bersabarlah, karena engkau benar”. (Muttafaq ‘alaih).

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dalam  al-Mushannaf dari Hasan yang berkata: “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika menyebutkan kisah Ashābul Ukhdūd beliau berlindung dari beratnya ujian”.

Imam Bukhari membuat bab dalam shahihnya, ‘Bab Tentang Orang Yang Memilih Dipukul dan Dihinakan Daripada Kafir”, beliau mengeluarkan hadits dari Khabbab bin al-Art , berkata: “Kami mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau tengah bersandar pada Ka’bah beralaskan burdahnya. Kami berkata padanya: ‘Tidakkah engkau mendoakan kita? Tidakkah engkau meminta tolong kepada Allah? Beliau bersabda: ‘Orang sebelum kalian digalikan sebuah lubang untuknya di atas tanah, kemudian mereka dimasukkan ke dalamnya. Setelah itu diambilkan sebuah gergaji dan diletakkan di atas kepalanya hingga terpotong menjadi dua bagian. Akan tetapi, hal tersebut tidak menggoyahkan agamanya. Kemudian ada juga yang disisir besi, sehingga terlepas daging dari tulangnya. Akan tetapi, hal itu juga tidak menggoyahkan agamanya. Allah pasti akan menyempurnakan masalah ini, sehingga akan berjalan seorang dari Shan’a ke Hadramaut, di mana ia tidak takut sedikitpun kecuali kepada Allah, sampai serigala bisa berdampingan dengan kambing (tanpa memangsanya). Akan tetapi, kalian terburu-buru.’

Ada harga yang harus dibayarkan seorang mukmin dalam benturan antara kebenaran dan kebatilan, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: {Maka mereka membunuh dan dibunuh. [QS at-Taubah: 111]}. Betapa berharganya pelajaran dan konsekuensi yang diambil dari Perang Uhud, perang yang memakan korban bukan sekedar menteri, amir, atau komandan, tidak hanya satu, dua, tiga, atau sepuluh, namun justru penghulu para syuhada Hamzah paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama dengan 70 sahabat terbaik. Dalam satu hari saja para kesatria sejumlah demikian terbunuh, bukan sekedar kesatria biasa, tapi mereka adalah para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam! Pada Perang Uhud juga suara orang-orang kafir meninggi mengira berhasil membinasakan Islam. “Abu Sufyan naik ke tempat yang tinggi dan berseru, ‘Apakah di antara kalian ada Muhammad? Beliau bersabda: ‘Jangan dijawab’. Abu Sufyan kembali bertanya, ‘Apakah di antara kalian terdapat Ibnu Abi Quhafah (Abu Bakar –pent)? Beliau bersabda: ‘Jangan dijawab’. Dia kembali bertanya, ‘Apakah di antara kalian terdapat Ibnul Khatthab? Abu Sufyan melanjutkan, ‘Sesungguhnya mereka semua telah tewas, sekiranya mereka masih hidup, tentu akan menjawabnya’.

Ternyata Umar tidak dapat menahan dirinya dan berkata, ‘Kamu berdusta wahai musuh Allah, Allah masih membiarkan orang yang akan membuat kalian terhina’. Abu Sufyan berkata, ‘Tinggilah Hubal’. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Jawablah’. Para sahabat bertanya, ‘Apa yang harus kami katakan? Beliau bersabda: ‘Katakanlah, Allah lebih tinggi dan lebih mulia’. Abu Sufyan membalas, ‘Kami memiliki ‘Uzza sementara kalian tidak memilikinya’. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Jawablah’. Para sahabat bertanya, ‘Apa yang harus kami katakanya? Beliau bersabda: ‘Katakanlah, Allah adalah penolong kami dan kalian tidak memiliki penolong’”. (HR Bukhari).

Lalu, apakah orang-orang mukmin sekarang itu lebih mulia di sisi Allah daripada generasi pertama itu yang diuji dan digoncangkan segoncang-goncangnya sampai hati menyesak ke tenggorokan? Yang mengira bahwa penaklukan Roma dan Konstantinopel itu bisa dicapai hanya dengan pekikan kata saja1) tanpa luka-luka, maka sungguh ia telah tertipu lagi berimajinasi saja!  
Dengan demikian, jelaslah bahwa melalui ujian dan penyeleksian sajalah seorang mukmin muwahid bisa bertahan seijin Rabbnya, dan seorang munafik serta yang imannya lemah akan terpuruk, sehingga setelahnya tidak tersisa kecuali orang-orang pilihan. Orang-orang yang jiwanya telah tersucikan dari kotoran najis dunia. Ketika itulah, dan hanya ketika itu jiwa mereka dipenuhi suara kebenaran sehingga datanglah pertolongan yang menyejukkan hati mereka: {Ketahuilah, bahwasanya pertolongan Allah itu dekat. [QS al-Baqarah: 214]}. Sungguh kami telah merasakan hembusan angin khilafah kita yang diberkahi ini, yang bertiup dari ujung timur bumi sampai ujung baratnya, sekiranya mereka tidak menuduh kita lemah, maka bersabar itulah yang baik, Allahul musta’ān.


 _________________
1) Penaklukan Konstantinopel terjadi setelah memakan korban sekian banyak syuhada dan prajurit yang terluka. Pada peristiwa sebelumnya, sepertiga pasukan kaum muslimin terbunuh dalam pertempuran sengit melawan salibis di Dabiq. Kemudian pasukan yang tersisa melanjutkan pergerakannya untuk mengepung Konstantinopel sampai mencapai pinggiran kota. Disinilah, dan hanya ketika inilah - setelah banjir darah dan keringat – pertahanan kota jatuh hanya dengan tahlil dan takbir para muwahhid mujahid yang tetap sabar dan teguh. Nikmat dan keutamaan dari Allah ini - pertahanan kota jatuh hanya dengan tahlil dan takbir – adalah balasan keikhlasan niat dan kesungguhan amal, bukan sekedar hasil kata-kata belaka tanpa ada niat dan kesungguhan, seperti kata-kata orang munafik dan yang berpenyakit hatinya.


=> Artikel Majalah RUMIYAH edisi 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...