6/15/2019

MAKNA MENINGGALKAN JIHAD


MAKNA MENINGGALKAN JIHAD
Dan Kapankah Seorang Hamba Dikatakan
Meninggalkan Jihad??

Dinukil Dari Kitab Is'afus Saul Bisyarhi Tsalasatil Ushul Yang ditulis oleh Syaikh Al-Muhaddist Abu 'Abdillah Shodiq ibnu 'Abdillah Al-Hasyimi (Hafidzahullah Ta'ala)


Orang-orang yang memperhatikan nash Al-Quran dan As-Sunnah akan mendapati bahwa celaan berhak diberikan pada orang yang sama sekali tidak mengorbankan apapun untuk agama Allah ta'ala, mereka yang tidak berjihad dengan ilmu, tidak juga da'wah, pun tidak mengorbankan jiwa atau harta, begitu juga orang-orang yang fardhu 'ain bagi mereka berperang tetapi mereka meninggalkannya tanpa udzur (alasan) yang dibenarkan syari'at.

Adapun menyebut orang yang berjihad dengan ilmu dan hartanya sebagai orang yang meninggalkan jihad, perkataan ini tidak berdasar, sedangkan Allah ta'ala menamai ulama yang mengamalkan ilmunya, membela agama Allah (dengan ilmunya -pent), yang selalu berusaha untuk membantah kebathilan dan memahamkan umat, Allah menamai mereka orang-orang yang berangkat (berjihad -pent), sebagaimana firman Allah ta'ala:

۞وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةٗۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٖ مِّنۡهُمۡ طَآئِفَةٞ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ ١٢٢

"Tidak sepatutnya bagi mukminin itu berangkat semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka sekelompok orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." (QS. At-Taubah [9] : 122)

Bahkan Allah melarang umat untuk berangkat ke medan perang semuanya, agar sekelompok dari mereka berangkat untuk berjihad dengan ilmu, maka renungkanlah ayat tadi agar kita tahu betapa dzolimnya orang yang menamakan ulama yang mengamalkan ilmunya ditengah-tengah ummat dengan perkataan dan perbuatan, mereka namakan sebagai orang-orang yang berpangku tangan, tidak diragukan lagi bahwa ini adalah sebuah kejahilan dan perkataan yang rusak.

Di Sunan An-Nasa'i -Al-Mujtaba- dari Thoriq bin syihab, bahwasanya seseorang bertanya kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, sedang beliau sudah meletakkan kakinya di batang kayu yang ditancapkan di tanah (beliau sudah mau pergi -pent), jihad apakah yang paling utama? Rasulullah menjawab: "Kalimat Haq dihadapan penguasa dzalim" (Hadist Shohih, di kitab mujtaba imam nasa'i yang mana setiap hadist yang dimasukkan kesana beliau anggap shohih).

Dan di tafsir Imam Mujahid: Dari abi najih dari Mujahid tentang firman Allah ta'ala: "Tidak sepatutnya bagi mukminin itu berangkat semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka sekelompok orang" Itu ketika sekelompok sahabat rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pergi ke pedalaman-pedalaman, terkenallah dikalangan orang-orang pedalaman karena kemewahan hidup mereka, yang orang-orang itu bisa mengambil manfaat darinya, para sahabat tersebut mennyeru siapa saja menuju jalan hidayah, lalu orang-orang itu berkata kepada mereka: “kami melihat kalian telah meninggalkan teman kalian (Rasulullah) lalu kalian datangi kami”, kata-kata itu membuat mereka tidak tenang, maka keluarlah mereka dari pedalaman tersebut sampai bertemu dengan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Allah ta’ala berfirman “Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka sekelompok orang" yaitu sebagian, sebagian tinggal “untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama” dan untuk mendengar apa yang dikeluhkan manusia “dan untuk memperingatkan kaum mereka” yaitu semua orang “ketika mereka kembali, agar mereka bisa menjaga diri” (selesai perkataan beliau)

Di kitab tafsir di sunan sa’id bin manshur: (Firman Allah ta’ala: "Tidak sepatutnya bagi mukminin itu berangkat semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka sekelompok orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.")

Diriwayatkan dari ikrimah (radhiyaallahu ‘anhu) (dari sa’id, sufyan, sulaiman al-ahwal, dari ikrimah) aku mendengarnya berkata: ketika turun ayat “jika kamu tidak berangkat berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantiNya (kamu) dengan kaum yang lain” beliau berkata: hanya tinggal orang-orang munafik yang tidak berangkat berperang maka binasalah mereka, dan ada juga orang-orang yang meninggalkan perang untuk memperdalam ilmu agama dan memperingatkan kaumnya ketika mereka kembali, maka turunlah udzur kepada mereka: “Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka sekelompok orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya” Dan Allah turunkan ayat “Dan orang-orang yang membantah (agama) Allah sesudah agama itu diterima maka bantahan mereka itu sia-sia saja” (selesai perkataan beliau)

Dan di tafsir ibnu abi hatim dengan sanad ( dari ibnu abbas tentang firman Allah: “Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka sekelompok orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama” beliau berkata: “agar sebagian berangkat, dan sebagian tinggal bersama rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang tinggal bersama rasulullah merekalah yang memperdalam ilmu agama, dan memperingatkan kaumnya ketika mereka kembali dari peperangan, agar mereka menjaga diri”  Bahkan Allah menamainya jihad yang besar, sebagian ulama muhaqqiq menganggapnya sebagai jihad yang paling agung dan paling utama, dan itu asalnya adalah tugas para nabi dan rasul, kemudian bagi orang-orang setelahnya adalah tugas golongan shiddiqin, yang mereka adalah sebaik-baik ummat setelah para nabi dan rasul. Allah Ta’ala berfirman:

فَلَا تُطِعِ ٱلۡكَٰفِرِينَ وَجَٰهِدۡهُم بِهِۦ جِهَادٗا كَبِيرٗا

“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Quran dengan jihad yang besar” (QS. Al-Furqan : 52)

Begitu juga nabi menamai orang yang mempersiapkan dengan harta mereka (perbekalan) orang yang berperang sebagai orang yang berperang juga, lalu bagaimana bisa kita namakan mereka orang-orang yang meninggalkan perang? Sungguh ini adalah kedzaliman dan kebodohan, sebagaimana di ash-shahihain (Bukhari dan Muslim) dari Zaid bin Khalid bahwa Rasulullah bersabda “Barangsiapa yang mempersiapkan (bekal) orang yang berperang dijalan Allah berarti dia telah berperang. Dan barangsiapa yang menjaga yang ditinggalkan orang yang berperang dijalan Allah dengan baik berarti dia telah berperang”

Begitu juga hadist nabi yang sudah pernah kita jelaskan: “Perangilah Orang-orang musyrik dengan harta, jiwa, dan lidah kalian” (HR.Nasa’i, Abu Daud, Ahmad, dll)

Dan Allah telah merinci hal itu, dan menjelaskannya dalam firmanNya:

لَّا يَسۡتَوِي ٱلۡقَٰعِدُونَ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ غَيۡرُ أُوْلِي ٱلضَّرَرِ وَٱلۡمُجَٰهِدُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمۡوَٰلِهِمۡ وَأَنفُسِهِمۡۚ فَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلۡمُجَٰهِدِينَ بِأَمۡوَٰلِهِمۡ وَأَنفُسِهِمۡ عَلَى ٱلۡقَٰعِدِينَ دَرَجَةٗۚ وَكُلّٗا وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلۡحُسۡنَىٰۚ وَفَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلۡمُجَٰهِدِينَ عَلَى ٱلۡقَٰعِدِينَ أَجۡرًا عَظِيمٗا ٩٥ دَرَجَٰتٖ مِّنۡهُ وَمَغۡفِرَةٗ وَرَحۡمَةٗۚ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمًا ٩٦

“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidakk mempunyai udzur dngan orang-orang yang berjihad dijalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang duduk dengan pahala yang besar . yaitu beberapa derjat dari pada-Nya ampunan serta rahmat. Dan Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang (QS. An-Nisa’ : 95 sampai ayat 96)

Ayat-ayat itu menjelaskan macam-macam jihad, dan menunjukkan bahwa siapa saja yang berada pada salah satu darinya maka dia tidaklah meninggalkan jihad dan tidak dinamakan orang yang duduk dari jihad. Allah menyebutkan jihad dengan harta, dan jihad dengan jiwa yang dia terbgi kepada jihad dengan ilmu, penjelasan, hujjah, dan bukti. Dan jihad dengan perang dengan badan dijalan Allah, yang selain merekalah orang-orang yang meninggalkan jihad (Qoidun), maka perhatikanlah, agar engkau tidak dzalim dalam menghakimi, dan agar tidak salah meletakkan gambaran masalah-masalah syar’i bukan pada tempatnya.

Pasal: Permusuhan Yang Direkayasa Dan Tipu daya yang Dikarang

Kita harus mengetahui bahwasanya ada orang-orang yang berusaha sungguh-sungguh untuk merekayasa permusuhan antara tiga macam jihad, Jihad Ilmu, Jiwa, dan Harta. Hal itu jelaslah bathil, tawar menawar dan menanggapi mereka membuat umat terlantar, dan menyia-nyiakan kemampuan mereka, dan bisa saja barat yang kafir dengan pimpinan Amerika, ketika menyadari betapa berbahayanya ketika ilmu dan harta mendukung jihad dengan jiwa dalam memerangi koalisi uni soviet; mereka bersungguh-sungguh untuk menyulut permusuhan (antara tiga jenis jihad) ini, agar tidak terkumpul semua kemampuan ummat dalam jihad mereka, (dan kemenangan adalah janji bagi mereka walau orang kafir melakukan apapun).

Maka mulailah terdengar oleh kita hujatan dan umpatan kepada ulama’ dari sebagian orang yang menisbatkan dirinya pada jihad dengan jiwa, mensifati mereka dengan meninggalkan jihad (Qoidun), juga mensifati ini dan itu, begitu juga mencela sebagian yang berjihad dengan hartanya, kemudian sebagian ulama menjawab celaan tersebut, maka mereka mencela orang-orang yang berjihad dengan diri mereka, dan menuduh mereka dengan ini dan itu, yang seharusnya ulama-ulama tersebut bersabar atas kejahilan yang ada pada mereka tersebut, agar memberitahu dan membimbing mereka, menarik dengan tangan mereka, (bukan) malah menjadikan mereka sebagai musuh, begitu juga yang seharusnya orang-orang arif yang berjihad dengan diri mereka, bangkit untuk segera mengambil kendali, untuk melembutkan hati para ulama (tersebut) kepada mereka, agar (ulama itu) bisa menolong mereka, walaupun hanya dengan satu kalimat yang baik, terlepas dari senjata yang paling ampuh, yaitu do’a, (aku katakan) yang seharusnya lemah lembut dan saling mengasihi, (justru) yang terjadi adalah kekasaran, perpecahan, dan perselisihan. Dan inilah yang diinginkan oleh musuh.

Maka terpecah-belahlah kemampuan, umat akhirnya memusuhi kehormatan dan kemuliaannya sendiri melalui permusuhan mereka terhadap jihad fisabilillah, dan mengejar orang-orangnya, sampai penuhlah penjara-penjara dengan mujahidin dari tiga jenis jihad, kunjungilah penjara-penjara dan orang yang ditahan lalu tanyalah, agar engkau tahu bahwa yang berada di penjara-penjara politik, diantara mereka ada ulama’, penuntut ilmu, ada yang berjihad dengan jiwanya atau dengan hartanya, Allahul Musta’aan.

Sedangkan Allah Tabaraka Wa Ta’ala berfirman:

وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَنَٰزَعُواْ فَتَفۡشَلُواْ وَتَذۡهَبَ رِيحُكُمۡۖ وَٱصۡبِرُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ

“Dan taatlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar”.
(QS. Al-Anfal : 46)

Nabi menggunakan seluruh yang disisinya (sahabatnya) dalam ketaatan kepada Allah, Hasan dengan lisannya, Kholid dengan pedangnya, Abu Hurairah dengan ilmunya, dan setiap orang dengan kemampuannya, yang paling penting adalah tidak diam dari menolong Agama ini, Wallahul musta’an, Wala haula wal quwwata illa billahil ‘aliyyul ‘adhim.

Bukan berarti orang yang lisan syairnya bagaikan pedang tidak ikut dalam peperangan, dan tidak juga orang yang berjihad dengan ilmunya berarti tidak berjihad dengan jiwanya, sebagaimana orang yang berjihad dengan jiwanya tidak boleh berpaling dari ilmu dan belajar, tapi sejauh mana seseorang bisa menggabungkan antara keduanya maka lakukanlah, dan hendaklah seluruh ambisinya dia fokuskan pada apa yang lebih bermanfaat bagi agama Allah, jangan sampai dia hanya digerakkan oleh emosi belaka, tetapi dia harus melihat dengan timbangan syari’at tanpa mempedulikan perkataan manusia dan hukum mereka.

Banyak diantara manusia mungkin pandai dalam pedang (senjata), tetapi dia tidak pandai dalam mencari ilmu, makna-makna dan hakekatnya, tetapi ummat kehilangan dia di medan-medan perang, tempat konflik, dan tempat musuh-musuh berkuasa atas mereka, (seakan-akan) di malam yang sangat gelap kehilangan purnama, begitu juga sebaliknya, maka beramallah seluruhnya untuk agama Allah ta’ala, sebagai saudara yang saling mencintai karena kemuliaan Allah jalla jalaaluh.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam majmu’ fatawa berkata: “barangsiapa yang tidak mampu berperang dengan badannya, tidak jatuh darinya kewajiban untuk berjihad dengan harta, sebagaimana barangsiapa yang tidak mampu berjihad dengan hartanya tidak jatuh darinya kewajiban untuk berjihad dengan badannya” (selesai perkataan beliau).

Peringatan Penting

Sungguh merupakan sebuah bencana dan musibah, ketika seorang hamba yang mukmin -yang mampu untuk menuntut ilmu- tidak mendapatkan jalan untuk berangkat berjihad dengan dirinya, lalu dia tinggal diam, tidak mencari ilmu syar’i, sibuk mencari-cari jalan, ini adalah buih dalam islam yang tidak banyak orang mengerti, dan itu adalah salah satu masalah yang besar yang ummat islam butuh pertolongan ditengah-tengah persiapan mereka untuk bertemu dengan musuh-musuh Allah.
Tetapi kewajiban bagi orang yang mampu untuk menuntut ilmu agar berangkat kepadanya, juga berusaha dan bersungguh-sungguh didalamnya, sehingga ketika dia berangkat menuju medan jihad dia jauh lebih bisa bermanfaat, karena jihad tanpa ilmu yang benar dan kokoh, tidak akan bisa merealisasikan kemenangan yang dicari untuk umat islam.

Jika seorang hamba diberi Allah kemampuan, dia hancurkan dinding ketakutan dari mati dan musuh-musuh, menghadapi kesulitan dan kesusahan dan rasa bergantungnya dia kepada hidup didunia ini, sama sekali tidak layak baginya untuk meninggalkan menuntut ilmu dan besungguh-sungguh didalamnya, ketika dia mampu dalam hal itu, sampai Allah menjadikannya bermanfaat, maka hendaklah kita menyadari kedudukan yang besar dan mulia ini, karena disini adalah tempat tergelincirnya kaki-kaki, dan tempat terletaknya kelalaian, dan hanya Allah lah tempat meminta pertolongan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...