6/24/2019

KEBAHAGIAAN MERAIH SYAHID


Kebahagiaan Meraih Syahid


 S yahid di jalan Allah, saat-saat yang dicita-citakan orang-orang mukmin sepanjang masa, saat-saat yang selalu dirindukan orang-orang yang jujur, yang selalu ditangisi dengan penuh kerinduan. Itulah pertemuan dengan Rabb semesta alam, pertemuan dengan Allah dan Ia ridha padamu, bahkan Dia tertawa padamu. Itulah pertemuan yang dihiasi surga dan bidadarinya. Sesungguhnya syahid adalah saat-saat yang penuh nikmat yang kekal, setelahnya tak ada rasa sakit dan penat.

Maka siapakah syahid itu? Apa saja keutamaannya?
Syahid adalah seseorang yang terbunuh di jalan Allah, untuk meninggikan kalimah Allah, dan berhukum dengan syari’ah Allah, bukan yang terbunuh lantaran fanatisme, kesombongan, nasionalisme, patriotisme, pamer (riya) atau sum’ah (ingin didengar makhluk).
Dari Abu Musa al-‘Asy’ari radhiallahu’anhu bahwasanya seorang laki-laki mendatangi Nabi shallallahu’alaihi wasallam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, ada seseorang berperang demi harta rampasan perang, dan seseorang berperang agar namanya diingat [sebagai pahlawan], dan seseorang berperang untuk memperoleh penilaian dalam kedudukannya. Dalam suatu riwayat, “Ia berperang lantaran keberanian, berperang lantaran kesombongan, dan berperang untuk melepaskan amarah, manakah di antara mereka yang berperang di jalan Allah? Rasulullah  menjawab, “Barangsiapa yang berperang untuk meninggikan kalimah Allah, maka dialah fi sabilillah.” [Muttafaq ‘alaih]
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Syahid adalah (orang meninggal) yang jenazahnya tidak dimandikan dan tidak disholatkan. Dia meninggal karena terbunuh ketika memerangi kafir, baik terbunuh oleh kafir, atau terkena senjata nyasar kaum muslimin, atau bahkan terkena senjatanya sendiri, atau terjatuh dari kendaraannya, atau disengat binatang berbisa lalu mati, atau tergilas kendaraan perang kaum muslimin atau selainnya, atau terkena senjata nyasar yang tidak diketahui apakah itu senjata muslim atau senjata kafir, atau orang yang didapati terbunuh seusai peperangan dan tidak diketahui sebab kematiannya; baik pada tubuhnya terdapat darah atau tidak, baik kematiannya disaat itu atau selang beberapa waktu kemudian meninggal dengan sebab-sebab tersebut sebelum pertempuran usai, baik ia telah makan, minum atau berwasiat atau bahkan tak melakukan apapun. Ini semua bagi kami telah menjadi kesepakatan.” (Syarh al-Muhadzdzab).
Ada banyak sekali keutamaan syahid. Allah subhanahu wa ta’ala Yang Mahabenar berfirman,
وَلَا تَقُولُواْ لِمَن يُقۡتَلُ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمۡوَٰتُۢۚ بَلۡ أَحۡيَآءٞ وَلَٰكِن لَّا تَشۡعُرُونَ ١٥٤
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (Qs al-Baqarah: 154).
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَا تَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمۡوَٰتَۢاۚ بَلۡ أَحۡيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمۡ يُرۡزَقُونَ ١٦٩ فَرِحِينَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦ وَيَسۡتَبۡشِرُونَ بِٱلَّذِينَ لَمۡ يَلۡحَقُواْ بِهِم مِّنۡ خَلۡفِهِمۡ أَلَّا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ١٧٠ يَسۡتَبۡشِرُونَ بِنِعۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَفَضۡلٖ وَأَنَّ ٱللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجۡرَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ١٧١
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman.” (QS Ali Imran: 169-171).
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّ ٱللَّهَ ٱشۡتَرَىٰ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَنفُسَهُمۡ وَأَمۡوَٰلَهُم بِأَنَّ لَهُمُ ٱلۡجَنَّةَۚ يُقَٰتِلُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ فَيَقۡتُلُونَ وَيُقۡتَلُونَۖ وَعۡدًا عَلَيۡهِ حَقّٗا فِي ٱلتَّوۡرَىٰةِ وَٱلۡإِنجِيلِ وَٱلۡقُرۡءَانِۚ وَمَنۡ أَوۡفَىٰ بِعَهۡدِهِۦ مِنَ ٱللَّهِۚ فَٱسۡتَبۡشِرُواْ بِبَيۡعِكُمُ ٱلَّذِي بَايَعۡتُم بِهِۦۚ وَذَٰلِكَ هُوَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ ١١١
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang haq dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS at-Taubah: 111).
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Ketika saudara-saudara kalian terbunuh di Uhud, maka Allah menjadikan ruh-ruh mereka berada di dalam tembolok burung berwarna hijau yang berada dipinggir sungai di surga. Burung itu memakan buah-buahan surga, kemudian bertengger di atas lampu-lampu yang terbuat dari emas yang tergantung di bawah Arsy. Saat mereka telah mendapat makanan, minuman, dan tempat tidur yang menyenangkan, mereka berkata jika saja saudara kita yang masih hidup di dunia mengetahui bagaimana Allah membalas kita mereka tidak akan meninggalkan jihad di jalan Allah dan tidak akan lari dari medan perang. Allah pun berfirman, ‘Aku menyampaikan kepada mereka tentang kalian.’ Maka turunlah ayat, “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Rabbnya dengan mendapat rezeki.” (Hadits shahih, HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya ruh-ruh para syuhada itu ada di dalam tembolok burung hijau. Baginya ada lentera-lentera yang tergantung di Arsy. Mereka bebas beterbangan di surga sekehendak mereka, kemudian singgah pada lentera-lentera itu. Kemudian Rabb mereka memperlihatkan diri kepada mereka dengan jelas, lalu bertanya, ‘Apakah kalian menginginkan sesuatu? Mereka menjawab, ‘Apalagi yang kami inginkan sedangkan kami bisa menikmati surga dengan sekehendak kami? Rabb mereka bertanya seperti itu sebanyak tiga kali. Maka tatkala mereka merasa bahwasanya mereka harus minta sesuatu, mereka berkata, ‘Wahai Rabb kami! Kami ingin ruh kami dikembalikan ke jasad-jasad kami sehingga kami dapat berperang di jalan-Mu sekali lagi.’ Maka tatkala Dia melihat bahwasanya mereka tidak mempunyai keinginan lagi, mereka dibiarkan.” (HR. Muslim).

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Orang yang mati syahid mempunyai 7 karunia di sisi Allah, yaitu diampuni pada waktu tetesan darah yang pertama, dapat melihat kedudukannya di surga, dihiasi dengan pakaian keimanan, dijodohkan dengan 72 istri dari bidadari yang cantik jelita, dilindungi dari adzab kubur dan diamankan dari rasa takut yang paling besar dan dipakaikan pada kepalanya mahkota kehormatan, satu mutiara darinya lebih baik daripada dunia dan seisinya, serta ia dapat memberikan syafaat kepada 70 orang keluarganya.” (HR. Tirmidzi dan dia berkata, ‘Hadits shahih gharib’).

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada seorangpun masuk surga yang ingin kembali ke dunia dan memiliki semua hal yang dimilikinya di dunia, kecuali orang yang mati syahid. Ia berangan-angan kembali ke dunia dan terbunuh sepuluh kali lantaran kemuliaan yang didapatnya.” (HR. Muslim).
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang terluka di jalan Allah, dan Allah-lah yang paling tahu siapa yang terluka di jalan-Nya, kecuali dia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan berwarna darah dan wanginya semerbak minyak kasturi.” (HR. Muslim).
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah orang yang mati syahid itu merasakan kematian kecuali seperti halnya kamu merasakan cubitan.” (HR Nasai, Ibnu Majah, dan Tirmidzi, ia berkata, ‘Ini hadits hasan gharib’).
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Orang terbunuh itu ada tiga. Seorang Mukmin yang berjihad dengan nyawa dan hartanya di jalan Allah. Apabila bertemu musuh ia memerangi mereka sampai terbunuh. Itulah syahid yang telah teruji, yang dianugerahi kemah Allah di bawah Arsy-Nya. Para Nabi mengunggulinya hanya lantaran keutamaan derajat kenabian. Kemudian seseorang yang takut terhadap dosa-dosa dan kesalahannya, lalu berjihad dengan jiwa dan hartanya di jalan Allah sampai bertemu musuh dan memeranginya sampai terbunuh. Dialah yang tercuci bersih kesalahan dan dosa-dosanya. Sesungguhnya pedang itu penghapus kesalahan. Dia dipersilahkan masuk dari pintu surga mana saja yang dikehendakinya. Surga itu memiliki 8 pintu, dan Neraka memiliki 7 pintu, sebagiannya lebih utama atas sebagian yang lain. Terakhir yaitu orang munafik yang berjihad dengan jiwa dan hartanya sampai bertemu musuh dan terbunuh di jalan Allah, maka ia di neraka. Sesungguhnya pedang itu tak bisa menghapus kemunafikan.” [HR. Ahmad, dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban].
Ayat-ayat mulia dan hadits-hadits shahih tersebut menjelaskan agungnya keutamaan syahadah di jalan Allah dan derajatnya yang tinggi. Itulah mengapa Rasulullah  berkeinginan untuk terbunuh di jalan Allah, bukan hanya sekali tetapi berkali-kali. Sabda beliau shallallahu’alaihi wasallam, “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh aku benar-benar menyukai diriku terbunuh di jalan Allah, lalu hidup lagi, lalu terbunuh lagi, lalu hidup lagi, lalu terbunuh lagi, lalu hidup lagi, lalu terbunuh lagi.” [Muttafaq ‘alaih].
Demikianlah yang mendorong orang mukmin yang jujur memilih sebaik-baik akhir hidup dan seutama-utama terbunuh (di medan perang) untuk diri mereka. Maka terbunuh yang seperti apa yang paling disukai Allah dan Rasul-Nya?
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pernah ditanya mengenai hal itu, “Mati bagaimanakah yang paling utama? Jawabnya, ‘Yang tertumpah darahnya dan terbunuh kudanya di jalan Allah’.” (HR. Ahmad dan Abu Daud). Yang dimaksud tertumpah darahnya yaitu darahnya tertumpah dan mengalir. Yang dimaksud terbunuh kudanya yaitu terpotong kaki-kakinya dengan pedang. Inilah mati yang paling utama, karena si mujahid berjihad dengan jiwa dan hartanya dan tidak ada yang kembali sedikitpun.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada hari-hari untuk berbuat amal shalih yang lebih Allah cintai kecuali sepuluh hari ini”, yakni sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Beliau shallallahu’alaihi wasallam ditanya, ‘Sekalipun jihad fi sabilillah? Jawabnya, “Sekalipun jihad fi sabilillah, kecuali seorang lelaki yang pergi berjihad dengan harta dan jiwanya lalu tidak ada yang kembali sedikitpun.” (HR. Bukhari dan Tirmidzi).
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Syahid yang paling utama adalah yang berperang di front terdepan. Mereka tidak memalingkan wajah hingga terbunuh. Itulah orang-orang yang menikmati kesenangan di kamar tertinggi di surga. Rabbmu tertawa pada mereka. Jika Rabbmu tertawa pada seorang hamba pada suatu peristiwa, maka tiada hisab baginya.” (HR. Ahmad).
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Penghulu para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthallib dan orang yang pergi menemui penguasa kejam, ia memperingati dan melarang (penguasa tersebut), maka (sang penguasa) membunuhnya.” (Dikeluarkan oleh Hakim dan dishahihkannya dan oleh al-Khatib).
Darah orang yang syahid di jalan Allah laksana api atas musuh-musuh Allah yang membakar dan menggoncang kekuatan mereka. Darahnya juga laksana cahaya bagi mujahidin penerusnya. Dengannya Allah hidupkan hati yang mati untuk menyempurnakan jalan itu. Sudah diketahui oleh orang banyak –baik yang melihat dengan mata kepalanya, mendengar, dan mencium sendiri– ternyata syuhada Daulah Islamiyah tersenyum mengacungkan telunjuk tasyahudnya, terdengar kata-kata terakhir mereka Laa Ilaaha Illallaah, dan tercium aroma misk dari jasad dan kuburan mereka. Ini, demi Allah, adalah kabar gembira untuk kaum muslimin sebagai penguat jihad Daulah dan kebenaran jalannya serta sebagai penambah keteguhan mujahidin.
Kehormatan mengharuskan kita membaringkan badan
Laksana jembatan untuk menyeberang kawan-kawan kita

Apakah boleh menyebut si fulan syahid?
Ketika kami mengatakan si fulan syahid yang dimaksud adalah kami memperlakukannya sebagaimana orang yang mati syahid di dunia, yaitu tidak dimandikan dan tidak pula dishalatkan. Tetapi kami tidak bersaksi seseorang itu berada di surga atau neraka. Sebab urusan hati itu ada di tangan Allah. Dialah yang mengetahui segala hal yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nyalah semua urusan dikembalikan.
Dari Abdullah bin Abbas berkata, “Umar bin Khattab bercerita padaku, ‘Saat Perang Khaibar beberapa sahabat Nabi shallallahu’alaihi wasallam berkeliling dan berkata, ‘Si fulan syahid, si fulan syahid’, hingga mereka melewati seorang laki-laki dan berkata, ‘Si fulan syahid.’ Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, ‘Sekali-kali tidak. Sesungguhnya aku melihat dia di dalam neraka lantaran burdah (selimut) atau sorban (dari ghanimah) yang dicurinya’.(HR.Muslim).
Istilah syahid sudah menjadi praktek yang dilakukan oleh para penulis sejarah dan pertempuran-pertempuran Islam. Mereka menulis; syuhada Uhud, Hunain, Yarmuk, dan Qodisiyyah. Dalam buku-buku tentang biografi rijal (perawi) hadits juga ditulis (si fulan) syahid di Yamamah, (si fulan) terbunuh syahid di Qodisiyyah, dan seterusnya.
Syaikhul Islam Ibn Taimiyah juga menyebut Jenderal Nurudiin Mahmud Zanki dengan asy-syahid di berbagai tempat di Majmu’ Fatawa, seperti ungkapannya, “Yang terakhir dari mereka itu seperti asy-Syahid Nuruddin Mahmud yang berhasil menaklukkan banyak wilayah Syam dan membebaskannya dari cengkeraman Kristen.” Adz-Dzahabi juga berkata dalam as-Sair, “Imam panutan asy-Syahid Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Sahl ar-Ramalli, yang dikenal sebagai Ibnu an- Nablusi.”
Adapun pendapat Bukhari yang membuat bab “Tidak boleh dikatakan fulan itu syahid” maksudnya tidak boleh memastikan, dikarenakan sabda Rasul shallallahu’alaihi wasallam dalam hadits, “Allah-lah yang paling tahu siapa yang terluka di jalan-Nya.” Jadi tidak boleh memastikan seseorang itu berada di surga selama Allah dan Rasul-Nya tidak bersaksi.
Wallahu a’lam.

Ya Allah anugerahkanlah mati syahid kepada kami di jalan-Mu
Ya Allah jadikanlah penutup hidup kami dalam keadaan terbunuh
di jalan-Mu
Ya Allah kumpulkanlah kami bersama para syuhada dari perut binatang liar dan tembolok burung


Pustaka Al Himmah
Daulah Islamiyyah
Dzulhijjah 1435 H

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...