Kebahagiaan Meraih Syahid
S yahid di jalan Allah, saat-saat yang
dicita-citakan orang-orang mukmin sepanjang masa, saat-saat yang selalu
dirindukan orang-orang yang jujur, yang selalu ditangisi dengan penuh
kerinduan. Itulah pertemuan dengan Rabb semesta alam, pertemuan dengan Allah
dan Ia ridha padamu, bahkan Dia tertawa padamu. Itulah pertemuan yang dihiasi
surga dan bidadarinya. Sesungguhnya syahid adalah saat-saat yang penuh nikmat
yang kekal, setelahnya tak ada rasa sakit dan penat.
Maka siapakah syahid itu? Apa saja
keutamaannya?
Syahid adalah
seseorang yang terbunuh di jalan Allah, untuk meninggikan kalimah Allah, dan
berhukum dengan syari’ah Allah, bukan yang terbunuh lantaran fanatisme,
kesombongan, nasionalisme, patriotisme, pamer (riya) atau sum’ah (ingin
didengar makhluk).
Dari Abu Musa
al-‘Asy’ari radhiallahu’anhu bahwasanya seorang laki-laki mendatangi Nabi shallallahu’alaihi
wasallam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, ada seseorang berperang demi harta
rampasan perang, dan seseorang berperang agar namanya diingat [sebagai
pahlawan], dan seseorang berperang untuk memperoleh penilaian dalam
kedudukannya. Dalam suatu riwayat, “Ia berperang lantaran keberanian, berperang
lantaran kesombongan, dan berperang untuk melepaskan amarah, manakah di antara
mereka yang berperang di jalan Allah? Rasulullah menjawab, “Barangsiapa
yang berperang untuk meninggikan kalimah Allah, maka dialah fi sabilillah.” [Muttafaq ‘alaih]
Imam Nawawi rahimahullah
berkata, “Syahid adalah (orang meninggal) yang jenazahnya tidak dimandikan
dan tidak disholatkan. Dia meninggal karena terbunuh ketika memerangi kafir,
baik terbunuh oleh kafir, atau terkena senjata nyasar kaum muslimin, atau
bahkan terkena senjatanya sendiri, atau terjatuh dari kendaraannya, atau disengat
binatang berbisa lalu mati, atau tergilas kendaraan perang kaum muslimin atau
selainnya, atau terkena senjata nyasar yang tidak diketahui apakah itu senjata
muslim atau senjata kafir, atau orang yang didapati terbunuh seusai peperangan
dan tidak diketahui sebab kematiannya; baik pada tubuhnya terdapat darah atau
tidak, baik kematiannya disaat itu atau selang beberapa waktu kemudian
meninggal dengan sebab-sebab tersebut sebelum pertempuran usai, baik ia telah
makan, minum atau berwasiat atau bahkan tak melakukan apapun. Ini semua bagi
kami telah menjadi kesepakatan.” (Syarh al-Muhadzdzab).
Ada banyak sekali
keutamaan syahid. Allah subhanahu wa ta’ala Yang Mahabenar berfirman,
وَلَا
تَقُولُواْ لِمَن يُقۡتَلُ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمۡوَٰتُۢۚ بَلۡ أَحۡيَآءٞ
وَلَٰكِن لَّا تَشۡعُرُونَ ١٥٤
“Dan
janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah,
(bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu
tidak menyadarinya.” (Qs al-Baqarah: 154).
Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman,
وَلَا
تَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمۡوَٰتَۢاۚ بَلۡ
أَحۡيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمۡ يُرۡزَقُونَ ١٦٩ فَرِحِينَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ
مِن فَضۡلِهِۦ وَيَسۡتَبۡشِرُونَ بِٱلَّذِينَ لَمۡ يَلۡحَقُواْ بِهِم مِّنۡ
خَلۡفِهِمۡ أَلَّا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ١٧٠ يَسۡتَبۡشِرُونَ
بِنِعۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَفَضۡلٖ وَأَنَّ ٱللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجۡرَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
١٧١
“Janganlah
kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan
mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan
karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati
terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka,
bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih
hati.Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan
bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman.” (QS Ali Imran: 169-171).
Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّ
ٱللَّهَ ٱشۡتَرَىٰ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَنفُسَهُمۡ وَأَمۡوَٰلَهُم بِأَنَّ لَهُمُ
ٱلۡجَنَّةَۚ يُقَٰتِلُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ فَيَقۡتُلُونَ وَيُقۡتَلُونَۖ
وَعۡدًا عَلَيۡهِ حَقّٗا فِي ٱلتَّوۡرَىٰةِ وَٱلۡإِنجِيلِ وَٱلۡقُرۡءَانِۚ وَمَنۡ
أَوۡفَىٰ بِعَهۡدِهِۦ مِنَ ٱللَّهِۚ فَٱسۡتَبۡشِرُواْ بِبَيۡعِكُمُ ٱلَّذِي
بَايَعۡتُم بِهِۦۚ وَذَٰلِكَ هُوَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ ١١١
“Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka
membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang haq dari Allah di dalam
Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain)
daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan
itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS at-Taubah: 111).
Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Ketika saudara-saudara kalian terbunuh
di Uhud, maka Allah menjadikan ruh-ruh mereka berada di dalam tembolok burung
berwarna hijau yang berada dipinggir sungai di surga. Burung itu memakan
buah-buahan surga, kemudian bertengger di atas lampu-lampu yang terbuat dari
emas yang tergantung di bawah Arsy. Saat mereka telah mendapat makanan,
minuman, dan tempat tidur yang menyenangkan, mereka berkata jika saja saudara
kita yang masih hidup di dunia mengetahui bagaimana Allah membalas kita mereka
tidak akan meninggalkan jihad di jalan Allah dan tidak akan lari dari medan
perang. Allah pun berfirman, ‘Aku menyampaikan kepada mereka tentang kalian.’
Maka turunlah ayat, “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di
jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Rabbnya dengan mendapat
rezeki.” (Hadits shahih, HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam bersabda, “Sesungguhnya ruh-ruh para syuhada itu
ada di dalam tembolok burung hijau. Baginya ada lentera-lentera yang tergantung
di Arsy. Mereka bebas beterbangan di surga sekehendak mereka, kemudian singgah
pada lentera-lentera itu. Kemudian Rabb mereka memperlihatkan diri kepada
mereka dengan jelas, lalu bertanya, ‘Apakah kalian menginginkan sesuatu? Mereka
menjawab, ‘Apalagi yang kami inginkan sedangkan kami bisa menikmati surga
dengan sekehendak kami? Rabb mereka bertanya seperti itu sebanyak tiga kali.
Maka tatkala mereka merasa bahwasanya mereka harus minta sesuatu, mereka
berkata, ‘Wahai Rabb kami! Kami ingin ruh kami dikembalikan ke jasad-jasad kami
sehingga kami dapat berperang di jalan-Mu sekali lagi.’ Maka tatkala Dia
melihat bahwasanya mereka tidak mempunyai keinginan lagi, mereka dibiarkan.” (HR.
Muslim).
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Orang yang mati
syahid mempunyai 7 karunia di sisi Allah, yaitu diampuni pada waktu tetesan
darah yang pertama, dapat melihat kedudukannya di surga, dihiasi dengan pakaian
keimanan, dijodohkan dengan 72 istri dari bidadari yang cantik jelita, dilindungi
dari adzab kubur dan diamankan dari rasa takut yang paling besar dan dipakaikan
pada kepalanya mahkota kehormatan, satu mutiara darinya lebih baik daripada
dunia dan seisinya, serta ia dapat memberikan syafaat kepada 70 orang
keluarganya.” (HR. Tirmidzi dan dia berkata, ‘Hadits shahih gharib’).
Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam bersabda, “Tidak ada seorangpun masuk surga yang ingin kembali
ke dunia dan memiliki semua hal yang dimilikinya di dunia, kecuali orang yang
mati syahid. Ia berangan-angan kembali ke dunia dan terbunuh sepuluh kali
lantaran kemuliaan yang didapatnya.” (HR. Muslim).
Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah
seseorang terluka di jalan Allah, dan Allah-lah yang paling tahu siapa yang
terluka di jalan-Nya, kecuali dia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan
berwarna darah dan wanginya semerbak minyak kasturi.” (HR. Muslim).
Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam bersabda, “Tidaklah orang yang mati syahid itu merasakan
kematian kecuali seperti halnya kamu merasakan cubitan.” (HR Nasai, Ibnu Majah,
dan Tirmidzi, ia berkata, ‘Ini hadits hasan gharib’).
Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam bersabda, “Orang terbunuh itu ada tiga. Seorang Mukmin yang
berjihad dengan nyawa dan hartanya di jalan Allah. Apabila bertemu musuh ia
memerangi mereka sampai terbunuh. Itulah syahid yang telah teruji, yang
dianugerahi kemah Allah di bawah Arsy-Nya. Para Nabi mengunggulinya hanya
lantaran keutamaan derajat kenabian. Kemudian seseorang yang takut terhadap
dosa-dosa dan kesalahannya, lalu berjihad dengan jiwa dan hartanya di jalan
Allah sampai bertemu musuh dan memeranginya sampai terbunuh. Dialah yang
tercuci bersih kesalahan dan dosa-dosanya. Sesungguhnya pedang itu penghapus
kesalahan. Dia dipersilahkan masuk dari pintu surga mana saja yang dikehendakinya.
Surga itu memiliki 8 pintu, dan Neraka memiliki 7 pintu, sebagiannya lebih
utama atas sebagian yang lain. Terakhir yaitu orang munafik yang berjihad
dengan jiwa dan hartanya sampai bertemu musuh dan terbunuh di jalan Allah, maka
ia di neraka. Sesungguhnya pedang itu tak bisa menghapus kemunafikan.” [HR. Ahmad, dan
dishahihkan oleh Ibnu Hibban].
Ayat-ayat mulia dan
hadits-hadits shahih tersebut menjelaskan agungnya keutamaan syahadah di jalan
Allah dan derajatnya yang tinggi. Itulah mengapa Rasulullah berkeinginan
untuk terbunuh di jalan Allah, bukan hanya sekali tetapi berkali-kali. Sabda
beliau shallallahu’alaihi wasallam, “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya,
sungguh aku benar-benar menyukai diriku terbunuh di jalan Allah, lalu hidup
lagi, lalu terbunuh lagi, lalu hidup lagi, lalu terbunuh lagi, lalu hidup lagi,
lalu terbunuh lagi.” [Muttafaq ‘alaih].
Demikianlah yang
mendorong orang mukmin yang jujur memilih sebaik-baik akhir hidup dan
seutama-utama terbunuh (di medan perang) untuk diri mereka. Maka terbunuh yang seperti
apa yang paling disukai Allah dan Rasul-Nya?
Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam pernah ditanya mengenai hal itu, “Mati bagaimanakah yang paling
utama? Jawabnya, ‘Yang tertumpah darahnya dan terbunuh kudanya di jalan
Allah’.” (HR. Ahmad dan Abu Daud). Yang dimaksud tertumpah darahnya
yaitu darahnya tertumpah dan mengalir. Yang dimaksud terbunuh kudanya yaitu
terpotong kaki-kakinya dengan pedang. Inilah mati yang paling utama, karena si
mujahid berjihad dengan jiwa dan hartanya dan tidak ada yang kembali
sedikitpun.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu
dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada hari-hari
untuk berbuat amal shalih yang lebih Allah cintai kecuali sepuluh hari ini”,
yakni sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Beliau shallallahu’alaihi
wasallam ditanya, ‘Sekalipun jihad fi sabilillah? Jawabnya, “Sekalipun
jihad fi sabilillah, kecuali seorang lelaki yang pergi berjihad dengan harta
dan jiwanya lalu tidak ada yang kembali sedikitpun.” (HR. Bukhari dan
Tirmidzi).
Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam bersabda, “Syahid yang paling utama adalah yang berperang di
front terdepan. Mereka tidak memalingkan wajah hingga terbunuh. Itulah
orang-orang yang menikmati kesenangan di kamar tertinggi di surga. Rabbmu
tertawa pada mereka. Jika Rabbmu tertawa pada seorang hamba pada suatu
peristiwa, maka tiada hisab baginya.” (HR. Ahmad).
Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam bersabda, “Penghulu para syuhada adalah Hamzah bin Abdul
Muthallib dan orang yang pergi menemui penguasa kejam, ia memperingati dan
melarang (penguasa tersebut), maka (sang penguasa) membunuhnya.” (Dikeluarkan oleh
Hakim dan dishahihkannya dan oleh al-Khatib).
Darah orang yang
syahid di jalan Allah laksana api atas musuh-musuh Allah yang membakar dan
menggoncang kekuatan mereka. Darahnya juga laksana cahaya bagi mujahidin
penerusnya. Dengannya Allah hidupkan hati yang mati untuk menyempurnakan jalan
itu. Sudah diketahui oleh orang banyak –baik yang melihat dengan mata
kepalanya, mendengar, dan mencium sendiri– ternyata syuhada Daulah
Islamiyah tersenyum mengacungkan telunjuk tasyahudnya, terdengar kata-kata
terakhir mereka Laa Ilaaha Illallaah, dan tercium aroma misk dari jasad
dan kuburan mereka. Ini, demi Allah, adalah kabar gembira untuk kaum muslimin
sebagai penguat jihad Daulah dan kebenaran jalannya serta sebagai penambah
keteguhan mujahidin.
Kehormatan
mengharuskan kita membaringkan badan
Laksana jembatan
untuk menyeberang kawan-kawan kita
Apakah boleh menyebut si fulan syahid?
Ketika kami mengatakan
si fulan syahid yang dimaksud adalah kami memperlakukannya sebagaimana orang
yang mati syahid di dunia, yaitu tidak dimandikan dan tidak pula dishalatkan.
Tetapi kami tidak bersaksi seseorang itu berada di surga atau neraka. Sebab
urusan hati itu ada di tangan Allah. Dialah yang mengetahui segala hal yang
ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nyalah semua urusan dikembalikan.
Dari Abdullah bin
Abbas berkata, “Umar bin Khattab bercerita padaku, ‘Saat Perang Khaibar
beberapa sahabat Nabi shallallahu’alaihi wasallam berkeliling dan berkata, ‘Si
fulan syahid, si fulan syahid’, hingga mereka melewati seorang laki-laki dan
berkata, ‘Si fulan syahid.’ Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam
bersabda, ‘Sekali-kali tidak. Sesungguhnya aku melihat dia di dalam
neraka lantaran burdah (selimut) atau sorban (dari ghanimah) yang dicurinya’.”
(HR.Muslim).
Istilah syahid sudah
menjadi praktek yang dilakukan oleh para penulis sejarah dan
pertempuran-pertempuran Islam. Mereka menulis; syuhada Uhud, Hunain, Yarmuk,
dan Qodisiyyah. Dalam buku-buku tentang biografi rijal (perawi) hadits juga
ditulis (si fulan) syahid di Yamamah, (si fulan) terbunuh syahid di Qodisiyyah,
dan seterusnya.
Syaikhul Islam Ibn
Taimiyah juga menyebut Jenderal Nurudiin Mahmud Zanki dengan asy-syahid di
berbagai tempat di Majmu’ Fatawa, seperti ungkapannya, “Yang terakhir dari
mereka itu seperti asy-Syahid Nuruddin Mahmud yang berhasil menaklukkan banyak
wilayah Syam dan membebaskannya dari cengkeraman Kristen.” Adz-Dzahabi juga
berkata dalam as-Sair, “Imam panutan asy-Syahid Abu Bakar Muhammad bin Ahmad
bin Sahl ar-Ramalli, yang dikenal sebagai Ibnu an- Nablusi.”
Adapun pendapat
Bukhari yang membuat bab “Tidak boleh dikatakan fulan itu syahid” maksudnya
tidak boleh memastikan, dikarenakan sabda Rasul shallallahu’alaihi wasallam
dalam hadits, “Allah-lah yang paling tahu siapa yang terluka di
jalan-Nya.” Jadi tidak boleh memastikan seseorang itu berada di surga
selama Allah dan Rasul-Nya tidak bersaksi.
Wallahu a’lam.
Ya Allah
anugerahkanlah mati syahid kepada kami di jalan-Mu
Ya Allah jadikanlah
penutup hidup kami dalam keadaan terbunuh
di jalan-Mu
Ya Allah kumpulkanlah
kami bersama para syuhada dari perut binatang liar dan tembolok burung
Pustaka Al Himmah
Daulah Islamiyyah
Dzulhijjah 1435 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar